BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal ini sesuai denganisi pasal 34 ayat (3)

dokumen-dokumen yang mirip
Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

TATA CARA PEMBERIAN SIMBOL DAN LABEL BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN SIMBOL DAN LABEL BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3)

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PEMBELAJARAN VI BAHAN BERACUN BERBAHAYA

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari. tujuan nasional (Depkes RI, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

PENGOLAHAN MINYAK PELUMAS BEKAS MENGGUNAKAN METODE ACID CLAY TREATMENT

BAB I PENDAHULUAN. tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya,

SOP KEAMANAN, KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tidak hanya berasal dari buangan industri tetapi dapat berasal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan

BAHAN KIMIA BERBAHAYA ALDI KURNIA TAMA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan di bidang perekonomian. Pembangunan ini dilakukan oleh

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

PENGELOLAAN LIMBAH B3

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

Keselamatan Kerja di Laboratorium

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DAFTAR LAMPIRAN SISTEM HARMONISASI GLOBAL KLASIFIKASI DAN LABEL PADA BAHAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Sebagai

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

BAB I PENDAHULUAN. operasi, sisa suntikan, obat kadaluarsa, virus, bakteri, limbah padat dan lain-lain.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan L

Nama : Irritant. Lambang : Xi. Contoh : NaOH, C 6 H 5 OH, Cl 2. Nama : Harmful. Lambang : Xn

Lembaran Data Keselamatan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dan fasilitas pelayanan kesehatan yang membuang air limbahnya tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena tanah

BAB II LANDASAN TEORI. Pemerintah No 18 tahun 1999).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

1.1. Latar Belakang Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang. atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.5

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3

BAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang

PROGRAM KERJA MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

PROSEDUR PENANGANAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA. Pengertian. Tujuan. 1. Bahan Beracun dan Berbahaya

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

Lembaran Data Keselamatan Bahan

KPS DIR Instruksi Kerja Lab Teknik Elektro: Kesehatan dan Keselamatan Kerja di TFME

Lembaran Data Keselamatan Bahan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

LEMBARAN DATA KESELAMATAN

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G

LEMBARAN DATA KESELAMATAN

LEMBARAN DATA KESELAMATAN BAHAN menurut Peraturan (UE) No. 1907/2006

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

Lembaran Data Keselamatan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan sarana utama untuk menunjang dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal ini sesuai denganisi pasal 34 ayat (3) UUD 1945 bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.sebagai sarana peningkatan kesehatan Rumah sakit terdiri dari beberapa bagian yang saling berinteraksi dan berintegrasi. Bagian tersebut adalah balai pengobatan, tempat praktik dokter, ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Dalam pelaksanaannya semua elemen yang ada di rumah sakit, berperan sebagai sumber penghasil limbah. Limbah yang dihasilkan digolongan ke dalam limbah medis. Dlihat dari keberadaannya limbah rumah sakit dapat memberi dampak negatif dan mendatangkan pencemaran dari suatu proses kegiatan. Hal ini akan terjadi apabila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik. Di negara berkembang seperti Indonesia limbah medis belum mendapat perhatian yang cukup. Limbah medis masih ditangani dan dibuang bersama dengan limbah domestik atau dengan menggunakan insenerator dalam skala kecil. Karena rendahnya pengetahuan dan tata cara pengelolaan limbah medis, maka dibutuhkan suatu pembinaan, pengawasan dan pengendalian dari pengelola rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk dapat menjabarkan berbagai efek merugikan

dari limbah medis.di samping itu juga diperlukan pedoman tentang tata cara pengelolaan limbah medis agar dapat mengurangi efek yang merugikan terhadap lingkungan. Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit didefinisikan bahwa Rumah Sakit ialah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian, ternyata memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan sekitarnya. 1 Dampak yang dimaksud di atas diantaranya penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3), ditemukannya limbah bahan kimia kadaluwarsa yang semakin meningkat dan tersebar luas. Apabila hal tersebut tidak dikelola dengan baik, maka dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup dan lingkungan hidup. Kerugian tersebut dapat berupa pencemaran udara, tanah, air dan laut. Oleh karenanya perlu upaya penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan petugas rumah sakit akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit 2.Salah satu bentuk penyehatan yang bisa dilakukan adalah dengan mengelola dan mengawasi limbah medis yang dihasilkan di setiap rumah sakit. Baik rumah sakit sebagai sebuah lembaga yang berususan dengan masalah kesehatan manusia, maupun limbaga atau organisasi lain seperti industry, pasar ataupun perkantoran pemerintah maupun swasta dituntut untuk lebih serius meningkatkan efektivitas pengawasan lingkungan untuk mengetahui tingkat 1 Wiku Adisasmito, 2014, Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta :Rajawali Pers, hlm 2. 2 Darmadi, 2014, Infeksi Nosokomial, Jakarta : Salemba Medika, hlm 23

ketaatannya terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dalam menjamin kelestarian fungsi lingkungan dari hasil kegiatan yang dilakukan. Kegiatan pengawasan lingkungan hidup terhadap ketaatan pengelolaan limbah hasil kegiatan merupakan amanat pasal 71 ayat (1) undang Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa Menteri, Gubernur, Walikota/Bupati sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan hidup. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (22) Undang- Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Selain itu limbah bahan berbahaya dan beracun juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diidentifikasi menurut sumber dan karakteristiknya 3. Limbah berbahaya dan beracun (B3) berdasarkan sumbernya meliputi limbah berbahaya dan beracun (B3) dari sumber tidak spesifik adalah limbah berbahaya dan beracun (B3) yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi (inhibator korosi), pelarutan kerak, pengemasan, dan lain- lain. Limbah berbahaya dan beracun (B3) dari sumber spesifik adalah limbah berbahaya dan beracun (B3) 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Permata Pers, hlm 98

sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan. Limbah berbahaya dan beracun (B3) dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi, karena tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk menjadi limbah berbahaya dan beracun (B3) yang memerlukan pengelolaan seperti limbah berbahaya dan beracun (B3) lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa kemasan limbah berbahaya dan beracun (B3) dan bahan- bahan kimia yang kadaluarsa. Sebelum mendapat perlakuan pengolahan, limbahberbahaya dan beracun (B3) diidentifikasi menurut karakteristiknya 4. Setelah melalui pengujian karakteristik limbah diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 o C, 760mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/ atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. 2. Limbah mudah terbakar adalah semua brentuk limbah yang memiiki salahsatu sifat diantaranya, (a). Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/ atau pada titik nyala tidak lebih dari 60 o C (140 o F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan uara 760 mmhg. (b). Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 o C, 760mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Permata Pers, hlm 128-129

atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus. (c). Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar. (d). Merupakan limbah pengoksidasi. 3. Limbah yang bersifat reaktif adalah semua bentuk limbah yang mempunyai salah satu sifat- sifat sebagai berikut (a). Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. (b). Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air. (c). Limbah yang apabila bercampur engan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. (d). Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi ph antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan. (e). Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25 0 C,760 mmhg). (f). Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. 4. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang seriu apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. 5. Limbah yang menyebabkan infeksi 6. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat berikut: (a)menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. (b)menyebabkan proses

pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/ tahun dengan temperatur pengujian 55 o C. (c)mempunyai ph sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. 7. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat dan konsentrasinya, baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat mencemari dan atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya. Hal ini dapat terjadi akibat adanya kegiatan rumah sakit. Aktivitas yang dilakukan rumah sakit dan kegiatan laboratorium berupa sisa proses penyembuhan orang sakit seperti bahan tambahan untuk pencucian luka, cucian darah, proses terapi kanker, praktek bedah, produk farmasi dan residu dari proses insenerasi. Banyak kelompok pengguna yang tidak menyadari bahwa limbah yang dihasilkan termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), sehingga dengan mudah melepaskannya ke badan air tanpa pengolahan. Padahal limbah yang dihasilkan tersebut dapat membahayakan mahluk hidup. Perilaku seperti itu dianggap wajar karena batasan tentang limbah B3 belum dipahami sepenuhnya oleh kalanganpengguna termasuk pengelola rumah sakit. Pengelolaan limbah yang tidak baik dapat memberikan dampak buruk kepada manusia termasuk pekerjanya. Hal ini dibuktikan oleh data di Amerika Serikat tahun 1999. Insiden cedera infeksi virus hepatitis B akibat cedera okupasional diperoleh untuk tenaga perawat yang mengalami cedera sebanyak

800-7.500 orang dan sebanyak 2-15 orang yang mengalami infeksi virus hepatitis. 5 Salah satu rumah sakit yang melakukan kegiatan dan penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota yang berlokasi di Jalan Tan Malaka No.1. Luas bangunan rumah sakit ± 4551,5 m 2 yang dikelilingi oleh tanah pertanian masyarakat 6. Rumah sakit beroperasi setiap hari melakukan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota bagian utara. Berdasarkan bahaya atau tidaknya rumah sakit dapat digolongkan menjadi limbah non medis dan limbah medis padat. Limbah non medis terdiri dari limbah padat, limbah cair, limbah gas. Limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pecemar yang terbawa oleh air, baik dalam tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. Limbah gas adalah limbah (zat buangan) yang berwujud gas. Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap limbah gas selalu bergerak, sehingga penyebarannya sangat luas. Limbah medis padat, limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah citotoksis, limbah kimia, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, 5 A.Pruss dkk, 2005, Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, Jakarta :Penerbit buku Kedokteran EGC, hlm 35. 6 http://sirs.buk.depkes.go.id/rsonline/data_view.php?editid1=188, diakses 13 Februari 2016

dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit dipandang sebagai penyebab pencemaran lingkungan lebih tinggi dibandingkan limbah lainnya. Maka dari itu limbah yang ada apabila tidak dikelola dengan baik akan mendatangkan akibat yang cukup berbahaya bagi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh limbah rumah sakit yang mengandung zat kimia, zat radioaktif dan zat lain yang konsentrasinya cukup tinggi. Oleh karena itu seharusnya setiap kegiatan rumah sakit khususnya tentang pengelolaan limbah harus memperhatikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengolahan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH). Hasil dari kualitas pengolahan limbah tidak terlepas dari dukungan dan sitem pengelolaan itu sendiri. Suatu pengelolaan limbah yang baik sangat dibutuhkan dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar. Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah rumah sakit maka direncanakan penelitian ini yang akan membahas mengenai pengolahan limbah Rumah Sakit. Dipilih dan ditetapkannya Rumah Sakit dr. Ahmad Darwis kecamatan Suliki kabupaten Lima Puluh Kota sebagai tempat penelitian ini dengan alsaan karena setelah dilakukan pra penelitian belum ditemukan penelitian akademis yang meneliti tentang pengelolaan dan pengawasan limbah medis padat dan non medis padat.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menetapkan judul PENGELOLAAN LIMBAH PADAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. AHMAD DARWIS KECAMATAN SULIKI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengelolaan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki? 2. Bagaimanakah pengawasan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tatacara pengelolaandan pengawasanlimbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sebagai bahan informasi ataupun sebagai perbandingan bagi peneliti di bidang lingkungan hidup danbagi pihak- pihak yang terlibat di dalamnya.

2. Manfaat Praktis Sebagai sebuah penelitan yang memanfaatkan studi lapangan dalam teknip pengeumpulan data, maka hasil penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat untuk: a. Bahan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup terutama dilingkungan rumah sakit. b. Bahan masukan bagi masyarakat dan pedoman bagi pemerintah daerah tentang pentingnya pengelolaan, pengawasan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) guna mencegah dan menanggulangi masalah lingkungan hidup terutama yang disebabkan oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). E. Metode Penelitian Suatu perencanaan penelitian sebetulnya merupakan suatu dokumen yang mendeskripsikan semua kegiatan merencanakan serta melaksanakan penelitian, yang berarti pula suatu tata cara untuk mengumpulkan data dan analisisnya. 7 Tata cara yang dimaksud memiliki suatu sistematikan yang sistematis yang terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian, jenis data dan sumbet data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data dan analisis data. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris, yaitu penelitian dengan cara meneliti bahan hukum primer terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan. Sedangkan sifat penelitian Indonesia,hlm. 54 7 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta :Universitas

yang penulis gunakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang pengelolaan dan pengawasan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota. 2. Sifat Penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang pengelolaan dan pengawasan limbah padat bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota. 3. Jenis Data dan Sumber Data a. Jenis data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dilapangan. Dalam hal ini penulis memperoleh data dari Rumah Sakit Dr. Ahmad Darwis Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota.Data ini didapat dari hasil wawancara dan observasi lapangan.data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan- bahan kepustakaan hukum yang terdiri dari : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu peraturan perundang- undangan yang terdiri dari : a. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup b. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

c. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limnah Bahan Berbahaya dan Beracun d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. e. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pengawasan Penataan Lingkungan Hidup bagi Pejabat Pengawas f. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya dari kalangan hukum dan lainnya. 3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus yang digunakan untuk membantu penulis dalam menerjemahkan berbagai istilah yang digunakan dalam penulisan ini, serta browsing internet yang membantu penulis untuk mendapatkan bahan dalam penulisan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Singkatnya

bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 8 b. Sumber Data 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian dilakukan di lapangan, yaitu penelitian dilakukan dilapangan, yaitu peneliti mengamati dan berpartisipasi secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitianmelalui Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Bersumber pada buku atau buku yang berkaitan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan dilakukan di beberapa tempat yaitu Pustaka Pusat Universitas Andalas, Pustaka Fakultas Hukum Universutas Andalas, maupun sumber dan bacaan lainnya. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam hal ini adalah : a. Wawancara Wawancara yaitu pengumpulan data dan informasi dengan cara berkomunikasi langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara yang bersifat tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara Grup, hlm 93 8 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media

spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden yaitu dengan cara bertanya langsung kepada narasumber/ personalia di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Ahmad Darwis Kecamatan Suliki Kabupaten Lima Puluh Kota. b. Studi Dokumen Merupakan suatu teknik pengumpulan data untuk membandingkan data primer dengan mempelajari dokumen- dokumen yang di dapat. 5. Metode Pengolahan Data Data (informasi) yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan proses editing, dalam hal ini penulis memilih dan memperbaiki susunan data sehingga dapat diperoleh data- data yang dibutuhkan. 6. Analisis Data Setelah data didapat, lalu data dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif 9, yaitu dengan mengelompokkan data menurut aspek- aspek yang diteliti dan ditarik kesimpulan yang relevan dengan masalah yang dibahas. 9 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta :Universitas Indonesia, hlm 250