BAB I PROFIL PERUSAHAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

PEREKONOMIAN WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/perusahaan, dimana SDM yang mampu menghasilkan kinerja yang baik dapat

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB 3 OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Group atau Astra International Group dimana perusahaan ini bergerak dalam

BAB II GAMBARAN UMUM PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) A. Sejarah singkat PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB II PROFIL PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) KEBUN SAWIT LANGKAT

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. PT. Suryaraya Lestari 1 merupakan salah satu industri berskala besar yang

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

Optimalisasi Pengadaan Tandan Buah Segar (TBS) Sebagai Bahan Baku Produksi Crude Palm Oil dan Palm Kernel PT. Ukindo-Palm Oil Mill

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang aman dan nyaman serta karyawan yang sehat dapat mendorong

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efesien dan tangguh serta dapat menunjang sektor industri. Kemudian sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengembangan perusahaan. Perusahaan harus mampu membangun dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan perusahaan jasa dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. kelapa sawit berkapasitas 45 ton/jam. Lokasi terletak di desa Sukadamai Kec

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

Transkripsi:

BAB I PROFIL PERUSAHAAN 1.1 Sejarah Singkat PT. Paya Pinang Pada bulan Maret tahun 1962 para pendiri perusahaan (pribumi) yang tergabung dalam PT. Sumber Deli dan PT. Tjipta Makmur (sebagai owner) yang memiliki saham masing-masing sebesar 50% melakukan take over perkebunan Paya Pinang, yang sebelumnya milik asing Harrison & Crossfield dari Inggris, sekarang bernama PT. PP. LONSUM (Perusahaan Perkebunan London Sumatra). Secara operasional kedua badan usaha tersebut membentuk satu wadah bernama Badan Usaha Perkebunan, kemudian wadah ini melebur membentuk tetap satu wadah yang bernama PT. Paya Pinang sebagai motor pengendali perusahaan hingga saat ini. Pada saat di take over tahun 1962 kondisi perusahaan secara fisik cukup memprihatinkan, dimana areal konsensi seluas > 2.000 ha. yang efektif ± 30% dengan tanaman kategori baik, selebihnya kosong dan tanaman tua sebelum merdeka (Tanaman Tahun 1925, 1939, 1941, 1942) dengan perolehan produksi ± 400.000 kg karet kering per tahun. Sejak di take over tahun 1962 perusahaan berkomitmen untuk membangun perusahan perkebunan hingga menjadi suatu perusahaan perkebunan swasta nasional yang terbaik dalam arti dapat memanfaatkan lahan yang ada semaksimal mungkin, sehingga dapat menghasilkan produktivitas semaksimal mungkin. Hal ini dibuktikan dengan melakukan peremajaan tanaman setiap tahunnya, walaupun ada mengalami masa sulit pada tahun 1967 dimana resesi dunia yang sangat berdampak negatif pada situasi pasar yang sangat tidak kondusif (3 kg karet kering = 1 kg beras), namun perusahaan tetap melakukan peremajaan. Upaya improvisasi dengan melakukan perbaikan kultur teknis tetap dilakukan yang teknologinya diadopsi dari lembaga-lembaga penelitian maupun dengan study banding pada perusahaan perkebunan lainnya. 1

Peralihan dari klon-klon (jenis) lokal/tradisional (LCB-1320, Tjir-1, Avros, dan GT-1), ke klon-klon unggul (PB, BPM, IRR, dll) telah membawa perubahan yang cukup signifikan (dari produktivitas 1.100 kg karet kering menjadi 1.650 kg karet kering) Pada tahun 1975 hingga tahun 1981 perusahaan Paya Pinang melakukan pengembangan dengan melakukan take over perkebunan yang berada di sekitar kebun Paya Pinang, mulai dari kebun Mendaris B, kebun Paya Mabar, dan kebun Laut Tador yang sebelumnya masing-masing adalah kebun karet yang kurang terkelola dengan baik, milik swasta nasional. Areal-areal tersebut dikonversi menjadi kebun kelapa sawit yang juga merupakan awal dari Perusahaan Paya Pinang mengelola kebun kelapa sawit. Dengan kemampuan (skill) di bidang kelapa sawit yang sangat terbatas, namun berbekal pengalaman di bidang perkebunan secara umum yang memadai, pengembangan kebun kelapa sawit terus dilakukan. Dalam upaya ini tentu tidak terlepas dari kerjasama yang baik dengan pihak PTP-VI Pabatu (sekarang PTPN-IV), dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan perusahaan-perusahaan perkebunan asing lainnya, hingga tahun 1985 konversi menjadi kelapa sawit dapat selesai dengan baik dan produktivitas yang diperoleh tidak kurang dari perolehan produktivitas perkebunan yang telah berpengalaman jauh sekali dibanding dengan perusahaan Paya Pinang (Realisasi produksi Tandan Buah Segar (TBS) satu siklus tanaman tahun 1975, 1976, 1977 = 500 s/d 540 ton per-hektar). Sejak Paya Pinang berproduksi tanaman kelapa sawit pada tahun 1975 hingga tahun 1986, produksi TBS diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PTP, swasta asing (Socfindo, Lonsum) dirasakan sangat sulit ketergantungan kepada pihak luar, akibat produksi TBS dari perusahaan perkebunan yang memiliki PKS juga mengalami kenaikan produksi terutama setelah tahun 1985 dimana setelah dilepas/dikembangkan SPKS (serangga penyerbuk kelapa sawit) Elaedobius Cameronicus di Indonesia maka produksi TBS secara nasional meningkat cukup signifikan. Hal ini membawa dampak yang cukup berat bagi perusahaan Paya Pinang untuk tetap bertahan mengolah di PKS luar, sementara PKS milik swasta belum ada ketika itu, seperti halnya saat ini telah 2

banyak PKS milik swasta. Maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan Paya Pinang untuk membangun PKS dengan kapasitas ± 20 ton TBS per-jam. Pada tahun 1987 bertepatan perusahaan Paya Pinang dengan usianya yang ke 25 tahun diresmikan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang dibangun selama ± 18 bulan dapat dioperasikan dengan baik yang sumber bahan olahnya tahap awal operasi berasal dari kebun sendiri. Namun oleh karena produksi TBS yang berasal dari kebun sendiri tidak mencukupi sesuai dengan kapasitas pabrik, maka kebijakan untuk menerima TBS dari pihak ketiga harus dilakukan dengan kesepakatan pihak Paya Pinang hanya menerima jasa olah, dengan komposisi TBS dari kebun sendiri dengan TBS dari pihak ketiga 45:55%. Namun pembangunan PKS oleh pihak swasta dari tahun ke tahun terus meningkat jumlah unitnya, maka dirasakan semakin sulit untuk dapat memperoleh TBS dari pihak ketiga walaupun produksi TBS pihak swasta juga meningkat yang disebabkan adanya perluasan areal maupun konversi dari karet menjadi kelapa sawit. Atas dasar pertimbangan ini maka mulai tahun 2000-2005, secara bertahap sebagian areal tanaman karet dikonversi menjadi kelapa sawit dengan harapan nantinya dapat menopang operasional PKS sendiri. Dengan demikian luas areal tanaman kelapa sawit yang ada di kebun tradisional yang meliputi kebun Mendaris B, kebun Laut Tador, kebun Paya Mabar, dan kebun Paya Pinang seluruhnya seluas 3.635,16 ha, dan luas karet 1.148,78 ha. Mulai tahun 1988 s/d 1996 perusahaan melakukan pengembangan (penambahan luas areal di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara) masing-masing dengan komoditi kelapa sawit dengan luas seluruhnya ± 2.957 ha. Perkembangan perusahaan hingga mampu membangun PKS sendiri dan memperluas areal perkebunan membuat Paya Pinang menjadi sebuah group dengan nama PT Paya Pinang Group dengan tiga anak perusahaan yaitu PT Sumber Sawit Makmur, PT 3

Hasrat Cipta, dan PT Paya Pinang. Menggambarkan sejarah PT Paya Pinang tidak terlepas dari menggambarkan Paya Pinang Group, karena pada dasarnya walaupun terdiri dari tiga anak perusahaan, semuanya berada dalam satu manajemen yaitu Paya Pinang Group. PT Paya Pinang sendiri bergerak hanya dalam perkebunan kelapa sawit, sedangkan PKS dan beberapa kebun yang dimiliki Paya Pinang Group di bawah bendera PT Sumber Sawit Makmur dan PT Hasrat Cipta. Kantor Pusat Paya Pinang Group berkedudukan di Jalan Samanhudi no.15 Medan. 1.2 Lingkup Bidang Usaha Lingkup bidang usaha Paya Pinang Group adalah industri agribisnis yang meliputi perkebunan kelapa sawit dengan luas perkebunan yang terbesar diikuti dengan perkebunan karet. Sistem agribisnis dikelompokkan menjadi empat subsistem kegiatan, yaitu pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), kegiatan produksi primer (budi daya), pengolahan (agroindustri hilir), dan pemasaran. Setiap subsistem dalam sistem agribisnis mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Tanda panah ke belakang (ke kiri) pada subsistem pengolahan (SS-3) menunjukkan bahwa SS-3 akan berfungsi dengan baik jika ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh SS-2. Tanda panah ke depan (ke kanan) pada SS-3 menunjukkan bahwa subsistem pengolahan akan berhasil dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya (Iyung Pahan, 2006). Sistem agribisnis akan terlihat pada gambar di bawah ini: 4

Gambar 1.1 Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Iyung Pahan, 2006) Subsistem 1 (SS-1) adalah proses pengadaan dan penyaluran sarana produksi merupakan kegiatan agroindustri hulu yang mencakup industri penghasil input pertanian seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin pertanian, serta perusahaan penghasil benih kelapa sawit. Subsistem 2 (SS-2) adalah proses produksi primer (budi daya pertanian) yang bertujuan menghasilkan komoditi akhir berupa TBS. Subsistem 3 adalah proses pengolahan TBS menjadi barang semikomoditas yaitu Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan kegiatan agroindustri hilir. Subsistem 4 (SS-4) adalah proses pemasaran barang semikomoditas CPO ke pasar domestik maupun internasional (Iyung Pahan, 2006). PT Paya Pinang Group, berdasarkan sistem agribisnis di atas, melakukan lingkup bidang usaha pada SS-2, SS-3, dan SS-4. 1.3 Visi, Misi, Target, dan Strategi 1.3.1 Visi Visi PT. Paya Pinang adalah: To Become one of The Best National Private Plantation Company ( Untuk menjadi salah satu perusahaan perkebunan swasta nasional terbaik ) 5

Paya Pinang Group mempunyai harapan untuk menjadi salah satu perusahaan swasta nasional yang terbaik secara nasional. Pengertian terbaik dalam hubungan ini adalah kinerja. 1.3.2 Misi Secara umum misi perusahaan adalah membuka usaha perkebunan beserta usaha industri pengolahannya untuk mendapatkan value added (nilai tambah) yang maksimum dengan pertumbuhan areal dan produksi yang memuaskan stake holder (para pelanggan, pemegang saham, karyawan, suplier, dan penduduk setempat). Untuk mencapai visi dan misi tersebut di atas, perusahaan menetapkan sebagai berikut: 1. Menjadi pelaksana para pemegang saham dalam menjaga dan mengamankan kepentingan mereka dalam bisnis perkebunan yang telah ada maupun yang akan dibeli atau dibangun 2. Memberikan pandangan dalam tindakan yang dapat diambil untuk menjamin kesinambungan eksistensi dan pertumbuhan perusahaan 3. Mencapai target yang telah ditentukan dengan membentuk dan mempertahankan sekelompok profesional yang secara terus menerus mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang seimbang antara tugas/kewajiban dengan kesejahteraan sosial. 4. Menjaga kelestarian alam dengan mempertahankan lingkungan hidup yang tetap kondusif. 1.3.3 Target Perusahaan Target yang ingin dicapai PT Paya Pinang: 1. Menjamin pembukaan seluruh areal/lahan konsesi dapat ditanami menurut standar yang ditentukan sesuai anggaran. 6

2. Mengelola seluruh tanaman dengan baik sehingga dapat menghasilkan produksi lebih awal sehingga dapat mengurangi biaya investasi, dan dapat menghasilkan produktivitas rata-rata produksi semaksimal mungkin dengan biaya seoptimal mungkin. 1.3.4. Strategi PT Paya Pinang Untuk mencapai visi dan misi tersebut perusahaan selalu meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang berbasis pada kompetensi. 1.4 Struktur Organisasi Struktur organisasi PT Paya Pinang memiliki banyak tingkatan antara top level management hingga low level management. Lapisan yang terbanyak ada pada posisi Direktur Operasional hingga ke bawah (low level management). Peran penting dalam perusahaan ini ada pada manager operasional sebagai salah satu motor perusahaan yang bertanggung jawab kepada Direktur Operasional. Manager operasional bertanggung jawab atas keberhasilan produksi perkebunan. Bagan struktur operasional perusahaan adalah: 7

Gambar 1.2. Struktur Organisasi PT Paya Pinang 1.5 Sumber Daya Sumber daya perusahaan adalah hal-hal yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi unsur kekuatan (strength) perusahaan untuk menunjang kegiatan bisnis yang dilakukannya. Sumber daya yang dimiliki PT Paya Pinang yang menjadi sumber penghasilan perusahaan adalah areal perkebunan kelapa sawit dan karet. Sumber daya yang dimiliki PT Paya Pinang antara lain: Total luas areal perkebunan PT Paya Pinang Group: ± 7740 Ha. 8

Luas areal perkebunan PT Paya Pinang: ± 1919 Ha. Pabrik Kelapa Sawit berjumlah 1 unit Pabrik Karet berjumlah 1 unit Total tenaga kerja PT Paya Pinang Group: 831 orang Tenaga Kerja PT Paya Pinang: 493 1.6 Tantangan Bisnis 1.6.1 Low-cost Leadership Tantangan low-cost leadership dalam industri agribisnis adalah menjadi produsen dengan biaya murah. Keberhasilan strategi ini mengharuskan perusahaan perkebunan memiliki rangkaian biaya terintegrasi yang paling rendah. PT. Paya Pinang untuk meningkatkan daya saingnya harus menekan biaya produksi sebaik mungkin dengan cara efisiensi operasional, skala ekonomi, inovasi teknologi, dan akses bahan baku. Efisiensi operasional yang dapat dilakukan dengan meningkatkan output pada tingkatan input yang wajar. Dengan luas areal perkebunan yang dimiliki saat ini perusahaan harus dapat meningkatkan lagi produksi komoditinya pada tingkat input yang wajar. Bisnis perkebunan adalah usaha jangka panjang yang baru akan menghasilkan setelah 2-3 tahun ditanam. Bisnis ini memerlukan investasi yang besar dalam luasan lahan tertentu. Untuk memaksimalkan biaya tetap (fixed cost) dan pembebanannya kepada harga pokok, perkebunan harus mencapai skala ekonomi dengan luasan tertentu per unit kebun. Inovasi teknologi sangat penting untuk menjadi low-cost leadership, inovasi teknologi akan menurunkan harga pokok per unit. Banyak bidang dalam sistem agribisnis yang dapat dikembangkan melalui inovasi teknologi antara lain inovasi mengembangkan bibit unggul yang produksinya lebih tinggi per satuan luas, mekanisasi pembukaan lahan, dan mekanisasi evakuasi TBS dari lapangan. 9

Akses bahan baku yang baik akan menurunkan unit biaya produksi. Akses untuk mendapatkan pupuk, yang merupakan salah satu komponen pemeliharaan tanaman, merupakan salah satu faktor penting untuk menurunkan biaya produksi, dan akses mendapatkan bibit yang baik dalam jumlah yang besar. 1.6.2 Potensi pertumbuhan Potensi pertumbuhan yang cukup menjanjikan dalam agribisnis sawit adalah biodiesel yang merupakan solar masa depan. Selama bertahun-tahun bahan bakar dari minyak bumi merupakan pilihan untuk kebutuhan bahan bakar dalam negeri Indonesia yang diimpor. Namun, ketergantungan impor dan kapasitas produksi dalam negeri yang tidak mampu mencukupi kebutuhan menuntut dikembangkannya bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia di alam. "Kalau Brazil bisa mengganti 20 persen konsumsi bahan bakar minyak dengan biodiesel, mengapa kita tidak," kata Makmuri Nuramin, Manajer Teknik Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT yang mengembangkan teknologi produksi biodiesel berbahan CPO (crude palm oil) dari kelapa sawit (Kompas-online, 2005). Potensi pengembangan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif, dengan CPO sebagai bahan bakunya, merupakan kesempatan yang cukup menjanjikan untuk diraih. Tantangan bisnis dalam agribisnis kelapa sawit untuk masa depan adalah menjadikan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang menjanjikan keuntungan bagi para stakeholder. Selain biodiesel, tantangan bisnis dalam agribisnis kelapa sawit bagi perusahaan perkebunan adalah memproduksi produk turunan dari CPO yang memiliki nilai tambah seperti oleokimia. 10