II. TINJAUAN PUSTAKA. oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai kejahatan atau tindak

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tindak Pidana. 1. Pengertian Tindak Pidana. Pengertian tindak pidana yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan akan mendorong munculnya pabrik-pabrik gelap baru dan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kerap kali menjadi korban tindak pidana pencabulan atau perkosaan dan tak jarang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya kemampuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pengertian dari tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya dirumuskan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai kejahatan atau tindak pidana, jadi dalam arti luas hal ini berhubungan dengan pembahasan masalah deliquensi, deviasi, kualitas tindak pidana berubah-ubah, proses kriminisasi dan deskriminasi suatu tindakan atau tindak pidana mengingat tempat, waktu, kepentingan dan kebijaksanaan golongan yang berkuasa dan pandangan hidup orang (berhubungan dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebudayaan pada masa dan di tempat tertentu). 10 Istilah tindak pidana dalam bahasa Indonesia merupakan perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, perbuatan pidana, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit atau delik. Para sarjana Indonesia mengistilahkan strafbaarfeit itu dalam arti yang berbeda, diantaranya Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu: perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa larangan tersebut. 11 10 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.cit, hlm. 204. 11 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 77.

14 Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana yang dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dinamakan tindak pidana, yang disebut juga delik. Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan tersebut juga merugikan masyarakat dalam bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan masyarakat yang dianggap adil. 12 Namun demikian tidak semua perbuatan yang merugikan masyarakat dapat disebut sebagai tindak pidana atau semua perbuatan yang merugikan masyarakat diberikan sanksi pidana. Di dalam tindak pidana disamping alat sifat tercelanya perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melakukannya. Pokok pikiran dalam tindak pidana adalah diletakkan pada sifatnya orang yang melakukan tindak pidana. Hal ini perlu dijelaskan karena beberapa penulis Belanda dalam pengertian strafbaar feit mencakup juga strafbaarhied orang yang melakukan feit tersebut. Dalam bagian ini akan dibahas mengenai pengertian tindak pidana. Secara umum dijelaskan bahwa pengertian tindak pidana menurut Moeljatno merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang melanggar peraturan-peraturan pidana, yang diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat seringkali melihat tindak tindak pidana, akan 12 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 2001), hlm. 19.

15 tetapi ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui arti yang sebenarnya tentang pengertian tindak pidana. 13 Walaupun para pembentuk Undang-Undang telah menterjemahkan kata strafbaarfeit dengan istilah tindak pidana antara lain dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tetapi di dalamnya tidak memberikan rincian tindak pidana tersebut. Ketidakjelasan pengertian strafbaarfeit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, memunculkan berbagai pendapat tentang arti istilah strafbaarfeit yang dirumuskan oleh berbagai kalangan ahli hukum pidana, antara lain: a. Menurut Wirjono Prodjodikoro, strafbaarfeit merupakan suatu perilaku yang sifatnya bertentangan dengan hukum, serta tidak ada suatu tindak pidana tanpa melanggar hukum. 14 b. Menurut P.A.F Lamintang, strafbaarfeit merupakan sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum dan akan terbukti bahwa yang dihukum itubukan perbuatannya, melainkan pelaku perbuatannya atau manusia selaku persoon. 15 c. Menurut Mr. W.P.J. Pompe merumuskan secara teoritis tentang strafbaarfeit sebagai suatu pelanggaran norma atau suatu gangguan 13 Soerjono Soekamto dan Purnadi Purbacaraka, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 85. 14 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Jakarta: PT. Eresco, 2004), hlm. 1. 15 P.A. F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 2000), hlm. 172.

16 terhadap ketertiban umum, baik yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh seorang pelaku, dalam mana penjatuhan sanksi pidana tersebut dimaksudkan untuk tetap terpeliharanya ketertiban hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 16 d. Menurut Simon, pengertian Tindak Pidana yaitu sejumlah aturan-aturan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan-peraturan pidana, yang berupa larangan, keharusan dan disertai ancaman pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak dari negara untuk melakukan tuntutan. 17 e. Sedangkan menurut Satochid Kartanegara pengertian tindak pidana adalah setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat baik yang langsung atau tidak langsung terkena tindakan itu disebut tindak pidana. Demi menjamin keamanan, ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat perlu ditentukan mengenai tindakan yang dilarang dan diharuskan, sedangkan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam dengan pidana. 18 Adapun unsur yang terdapat dalam tindak pidana tersebut antara lan: 1). Perbuatan manusia baik aktif atau pasif; 16 Bambang Poernomo, Dalam Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 91. 17 P.A. F. Lamintang, op.cit, hlm. 172. 18 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Pertama, ( Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, 2001), hlm. 4.

17 2). Dilarang dan diancam oleh undang-undang; 3). Melawan hukum; 4). Orang yang berbuat dapat dipersalahkan; 5). Orang yang berbuat dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional atau dikenal BPHN, tindak pidana adalah yang mempunyai unsur sebagai berikut: 1). Perbuatan Manusia; 2). Dilarang dan diancam oleh undang-undang; 3). Melawan Hukum. Apabila tidak terpenuhi salah satu unsur di atas maka dibebaskan, sebaliknya apabila terpenuhi maka akan terkena pertanggungjawaban pidana yang unsurnya adalah: 1). Orang yang berbuat mampu bertanggung jawab; 2). Orang yang berbuat dapat dipersalahkan. Apabila tidak terpenuhi salah satu dari unsur tersebut maka yang bersangkutan dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan apabila terpenuhi maka dapat dipidana. Tindak pidana menghasilkan sanksi pidana pengertian adalah suatu nestapa atau penderitaan yang ditimpakan kepada seseorang yang bersalah melakukan

18 perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, dengan adanya sanksi tersebut diharapkan orang tidak akan melakukan tindak pidana. 19 2. Pengertian Sanksi Pidana Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Moeljatno mengatakan, istilah hukuman yang berasal dari "straf" dan istilah "dihukum" yang berasal dari "wordt gestraf" merupakan istilah yang konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata "straf" dan diancam dengan pidana untuk menggantikan kata "wordt gestraf". Menurut Moeljatno, kalau "straf" diartikan "hukuman" maka "strafrecht" seharusnya diartikan sebagai "hukum hukuman". Istilah "hukuman" yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena "pidana" merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. 19 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika,, 2011), hlm 64

19 Dalam kamus "Black`s Law Dictionary" dinyatakan bahwa pidana atau istilah bahasa inggrisnya punishment adalah: "any fine, or penalty or confinement upon a person by authority of the law and the judgement and sentence of a court, for some crime of offence committed by him, or for his omission of a duty enjoined by law" 20 (setiap denda atau hukuman yang dijatuhkan pada seseorang melalui sebuah kekuasaan suatu hukum dan vonis serta putusan sebuah pengadilan bagi tindak pidana atau pelanggaran yang dilakukan olehnya, atau karena kelalaiannya terhadap suatu kewajiban yang dibebankan oleh aturan hukum). dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri sebagai berikut : a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah mekakukan tindak pidana menurut undang-undang; d. Pidana itu merupakan pernyataan pencelaan oleh negara atas diri seseorang karena telah melanggar hukum. Berdasarkan ciri-ciri diatas maka dapat diartikan bahwa pengertian sanksi pidana adalah pengenaan suatu derita kepada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan suatu tindak pidana atau perbuatan pidana melalui suatu rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan atau hukum yang secara khusus diberikan untuk 20 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary 8th, (US Gov, 2004), hlm 2345

20 hal itu, yang dengan pengenaan sanksi pidana tersebut diharapkan orang tidak melakukan tindak pidana lagi. B. Pengertian Tindak Pidana Pencabulan Anak Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktifitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak baik pria maupun wanita baik dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau kata cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai berikut: Pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan keji sifatnya, tidak sesuai dengan adap sopan santun (tidak sonoh), tidak susila, ber-cabul: berzina, melakukan tindak pidana asusila, mencabuli: menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan, film cabul: film porno. Keji dan kotor, tidak senonoh (melanggar kesusilaan, kesopanan) 21. Sedangkan definisi pencabulan yang diberikan oleh R. Sugandhi adalah segala perbuatan yang melanggar susila atau perbuatan keji yang berhubungan dengan nafsu kekelaminannya. 22 Definisi yang diungkapkan R. Sugandhi lebih menitikberatkan pada perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berdasarkan nafsu kelaminnya, dimana langsung atau tidak langsung merupakan perbuatan yang melanggar susila dan dapat dipidana. Di dalam Kamus Hukum juga menjelaskan mengenai arti kata pencabulan, dan dapat diartikan sebagai berikut: 21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, opcit, hlm. 142. 22 R. Sugandhi, opcit, hlm. 305.

21 Pencabulan berasal dari kata cabul yang diartikan; keji dan kotor; tidak senonoh karena melanggar kesopanan, kesusilaan, hal ini secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 281 dan 282, yaitu: diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 23 Seperti yang diuraikan di atas, pencabulan adalah tindak pidana seksual yang dilakukan seorang pria atau perempuan terhadap anak di bawah umur baik pria maupun perempuan dengan kekerasan atau tanpa kekerasan. Pencabulan memiliki pengertian sebagai suatu gangguan psikoseksual di mana orang dewasa memperoleh kepuasan seksual bersama seorang anak pra-remaja. Ciri utamanya adalah berbuat atau berfantasi tentang kegiatan seksual dengan cara yang paling sesuai untuk memperoleh kepuasan seksual. 24 Mengenai tindak pidana pencabulan, harus ada orang sebagai subjeknya dan orang itu melakukannya dengan kesalahan, dengan perkataan lain jika dikatakan telah terjadi suatu tindak pidana pencabulan, berarti ada orang sebagai subjeknya dan pada orang itu terdapat kesalahan. Adapun mengenai unsur-unsur dalam tindak pidana pencabulan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 82, adalah: 25 a. Setiap orang; 23 Sudarsono, Opcit, hlm. 64. 24 http://www.freewebs.com/pencabulan_pada_anak/identifikasipedofilia.htm>. Diakses tanggal 28 january 2013. 25 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 L.N No. 109 Tahun 2002, TLN Nomor 4235. Pasal 82.

22 b. Dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Kemudian dari situ hakim bisa memutuskan sanksi pidana apa yang akan dikenakan bagi Terdakwa yang melakukan tindak pidana pencabulan. C. Pengertian Anak Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak di dalam generasi muda ada yang disebut juga remaja dan dewasa. Generasi muda, dibatasi sampai seorang anak berumur 25 tahun. Generasi muda terdiri dari atas masa anakanak umur 0-12 tahun, masa remaja 13-20 tahun dan masa dewasa muda umur 21-25 tahun. Masa kanak kanak dibagi menjadi 3 tahap, yaitu masa bayi umur 0- menjelang 2 tahun, masa kanak-kanak pertama umur 2-5 tahun dan masa kanakkanak terakhir 5-12. pada masa bayi keadaan fisik anak sangat lemah dan kehidupannya masih sangat tergantung pada pemeliharaan orang tuanya, terutama dari ibunya. Kemudian pada masa kanak-kanak pertama, sifat anak suka meniru apa yang dilakukan orang lain dan emosinya sangat tajam, anak mulai mencari teman sebaya, ia mulai berhubungan dengan orang-orang dalan lingkungannya, mulai terbentuk pemikiran tentang dirinya. Selanjutnya padamasa kanak kanak

23 terakhir, pada tahap ini terjadi tahap pertumbuhan kecerdasan yang cepat, suka bekerja, lebih suka bermain bersama dan berkumpul tanpa aturan, suka menolong, suka menyayangi, menguasai dan memerintah. Menurut Satjipto Rahardjo dalam bukunya Kriminalisasi anak yang berjudul Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, mendefinisikan anak sebagai setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal 26. Pada masa remaja merupakan masa anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan timbulnya sikap dan perbuatan yang oleh orang tua dinilai sebagai perbuatan yang nakal, sehingga kenakalan tersebut dapat membuat emosi orang tua sehingga dapat menyebabkan kekerasan terhadap anak. Selain kenakalan yang bisa mengakibatkan kekerasan orang tua terhadap anak, belum siapnya orang tua untuk mempunyai anak bisa juga menyebabkan kekerasan terhadap anak. Untuk itu perlu diberikan pelindungan hukum bagi anak untuk mencegah adanya kekerasan yang menimbulkan kekerasan fisik bagi anak. Untuk memberikan pelindungan yang baik terhadap anak-anak di Indonesia maka diperlukan peraturan-peraturan yang memberikan jaminan pelindungan hukum bagi anak-anak yang ada di negara Republik Indonesia. Pengertian anak 26 Satjipto Rahardjo, Perspektif peradilan anak, (Jakarta: Sinar Grafika,, 2009), hlm 4

24 menurut hukum yang berlaku di Indonesia terdapat dalam beberapa peraturan yaitu: 1. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (1) tentang Peradilan Anak Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Penetapan usia anak pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 ini memang tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Hal ini menunjukan bahwa pembentuk undang-undang menganggap pada usia demikian seseorang telah dapat dipertanggunjawabkan secera emosional, mental dan intelektual walaupun tidak seperti orang dewasa; 2. Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (5) tentang Hak Asasi Manusia Pengertian anak dalam Pasal 1 ayat (5) yang berbunyi: Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya 27 3. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) tentang Perlindungan Anak Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun (delapan belas) Tahun, termasuk anak masih dalam kandungan ; 28 27 Indonesia (b), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, Pasal 1 angka 5. 28 Indonesia (c), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2002, Pasal 1 angka 1

25 4. Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979 Pasal 1 ayat (2) tentang Kesejahteraan dalam Pasal 1 ayat (2) pengertian anak adalah: Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. 29 Selain itu juga dalam pengertian Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 anak bukanlah seorang manusia mini/kecil. Memang antara orang dewasa dan anak ada persamaannya, tetapi juga ada perbedaannya (mental, fisik, sosial). Selain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di atas dalam Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 53k/SIP/ 1952 tanggal 1 Juni 1955 juga mengatur tentang pengertian anak. Dalam amarnya menentukan bahwa 15 (lima belas) tahun adalah suatu umur yang umum di Indonesia menurut hukum adat dianggap sudah dewasa. D. Pengertian Perlindungan Anak Perlindungan anak mempunyai spektrum yang cukup luas. Dalam berbagai dokumen dan pertemuan internasional terlihat bahwa perlunya perlindungan bagi anak dapat meliputi berbagai aspek, yaitu: 1. Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak; 2. Perlindungan anak dalam proses peradilan; 3. Perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial); 4. Perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan kemerdekaan; 29 Indonesia (d), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pokok Kesejahteraan Anak, UU No. 4 Tahun 1979, Pasal 1 angka 1

26 5. Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan anak, pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan tindak pidana dan sebagainya); 6. Perlindungan terhadap anak-anak jalanan; 7. Perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/konflik bersenjata; 8. Perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan. 30 Beberapa produk perundang-undangan sebenarnya telah dibuat guna menjamin terlaksananya perlindungan hukum bagi anak. misalnya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak. Menurut Pasal 1 Butir 2, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak disebutkan bahwa: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan ditinjau dari sifat perlindungannya, perlindungan anak juga dapat dibedakan dari menjadi: 30 Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), Hlm 155

27 1. Perlindungan yang bersifat yuridis Perlindungan yang bersifat yuridis atau yang lebih dikenal dengan perlindungan hukum. Menurut Barda Nawawi Arief adalah upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. 31 Dalam hukum pidana, perlindungan anak selain diatur dalam pasal 45, 46, dan 47 KUHP (telah dicabut dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak). Kemudian, terdapat juga beberapa pasal yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan perlindungan anak, yaitu antara lain Pasal 278, Pasal 283, Pasal 287, Pasal 290, Pasal 297, Pasal 301, Pasal 305, Pasal 308, Pasal 341 dan Pasal 356 KUHP. Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang pada prinsipnya mengatur mengenai perlindungan hak-hak anak. Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak, pada prinsipnya diatur mengenai upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan anak. Dan, yang terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, yang pada prinspnya mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam konteks peradilan anak. 31 Ibid Hlm 156

28 2. Perlindungan yang bersifat non-yuridis Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis dapat berupa, pengadaan kondisi sosial dan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan anak, kemudian upaya peningkatan kesehatan dan gizi anak-anak, serta peningkatan kualitas pendidikan melalui berbagai program bea siswa dan pengadaan fasilitas pendidikan yang lebih lengkap dan canggih. E. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana Dalam mengambil pertimbangan penjatuhan putusan pidana, hakim harus memiliki dasar pengambilan keputusan yang berasal dari teori-teori tertentu yaitu: 32 a. Teori keseimbangan Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan atau berkaitan dengan perkara, yaitu kepentingan antara terdakwa, korban dan masyarakat; b. Teori pendekatan seni dan intuisi Pendekatan seni di pergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan agar sesuai dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat kedalian bagi pihak terdakwa dan keadilan bagi 32 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif. (Jakarta: Sinar Grafika 2010), hlm 106

29 pihak penuntut umum, pnjatuhan putusan seperti itu menuntut intuisi dan pengetahuan dari seorang hakim; c. Teori pendekatan keilmuan Pendekatan keilmuan ini merupak semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata, tetapi harus didasarkan pula pada ilmu pengetahuan dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya; d. Teori pendekatan pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapi sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat; e. Teori ratio decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara sebagai dasar hukum penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasari pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

30 F. Keadilan yang sesuai dengan hukum (Keadilan Substantif) Keadilan subtantif secara konseptual berkaitan dengan isi atau substansi keadilan itu sendiri. 33 Secara teoritik, terdapat beberapa pandangan tentang keadilan substantif, antara lain keadilan diukur dari kriteria pencapaian kepuasan para pencari keadilan, ada juga mengidentifikasikan keadilan dipandang dari sudut kemanfaatan, atau bahkan diukur dari pelaksanaan hukum itu sendiri. Untuk mengukur secara tepat konsep keadilan substantif haruslah dibedakan antara keadilan individual (individual justice) dan keadilan sosial (social justice). Selanjutnya, keadilan ini melekat dengan isi atau substansi itu sendiri, yang berarti bahwa keadilan substantif berorientasi pada out comes yaitu nilai-nilai dasar dari hukum meliputi nilai kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan, diharapkan dan diterima individu dan masyarakat. Keadilan substantif mengutamakan pencapaian tujuan hukum dari pada formalitas prosedur hukum, sehingga apabila terjadi pertentangan antara nilai kepastian hukum dengan nilai keadilan yang didasarkan pada asas legalitas material. Keadilan substantif dapat didefinsikan sebagai the truth justice (sebenar keadilan, yaitu keadilan yang sebenarnya). Pertimbangan utama pencari keadilan substansial bukan lagi aspek formal (state law) dan materiil (living law), 33 J. Pajar widodo, Opcit, hlm 48.

31 melainkan aspek hakikat hukum, yakni dilibatkannya pertimbangan moral, ethic dan religion. Pada dasarnya, keadilan ini bersumber dari hukum yang berfungsi memberikan keadilan dalam aspek moral, sosial, etik, religi dapat diterima masyarakat. Apabila hukum dipandang sebagai usaha manusia bersaranakan ilmu pengetahuan hukum (teori hukum, ajaran dan doktrin hukum), maka usaha pencarian makna keadilan melalui ilmu hukum akan bersentuhan dengan religi dan moral dalam usaha memberikan nilai-nilai keadilan. Untuk itu, makna keadilan substantif yang bersentuhan dengan moral dan religi, pada dasarnya telah diterima dalam sistem hukum nasional,terutama dalam Pasal 2 Ayat (1) UU. No.48 tahun 2009, bahwa peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan UU. No.48 tahun 2009 tersebut bersifat mengikat seluruh penegak hukum dalam proses peradilan, sehingga tidak ada pembedaan dalam penegakan hukum di Indonesia.