BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

BAB I PENDAHULUAN. daya regang atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi sebesar 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun Makanan

Kafein? Berbahayakah atau menguntungkan untuk tubuh?

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

STRUKTUR HISTOLOGI PANKREAS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus L) YANG DIINDUKSI GLUKOSA SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE PER-ORAL

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS. goreng terbagi menjadi Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Hal-hal yang Perlu Diwaspadai untuk Menghindari Keracunan Kafein dalam Minuman

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini. V.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

PENGARUH PEMBERIAN SEDIAAN CURCUMA DALAM SUSU DAN EMULSI TERHADAP PARAMETER FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL

UJI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF TEH HIJAU KOMBUCHA PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

KAFEIN DAN PERFORMA ATLETIK

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisme berupa suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini sebagian besar masyarakat lebih mempercayai pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. juga disertai dengan kemunduran kemampuan psikis, fisik dan sosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suplemen berenergi adalah jenis minuman yang ditujukan untuk. stamina tubuh seseorang yang meminumnya. (

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak. Dampak negatif yang terjadi ialah perubahan gaya hidup, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

I. PENDAHULUAN. cyclooxygenase (COX). OAINS merupakan salah satu obat yang paling. banyak diresepkan. Berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika

PENGANTAR FARMAKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin. Insulin merupakan hormon yang mengatur metabolisme. dalam tubuh menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

I. PENDAHULUAN. Kesehatan atau kondisi prima adalah modal yang penting dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG TERBEBANI KOLESTEROL SETELAH PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung purin juga bisa menghasilkan asam urat. Oleh karena itulah

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai minuman dan makanan yang sering dikonsumsi seperti kopi, teh, minuman cola, minuman suplemen dan obat-obatan. Konsumsi kafein rata-rata di dunia adalah 70 mg per hari bagi orang yang dikategorikan bukan pencandu. Di Amerika Serikat, kafein rata-rata dikonsumsi sebanyak 211 mg per hari dan paling banyak dikonsumsi dari minuman kopi, sedang di Inggris dan Asia kafein paling banyak dikonsumsi dari minuman teh dan Inggris adalah konsumsi kafein tertinggi yaitu 444 mg per hari (Donovan dan Devane, 2001). Kafein secara umum dikonsumsi dalam jumlah tidak lebih dari 300 mg per hari. Kebiasaan mengkonsumsi kafein dapat diklasifikasikan dalam tiga level yaitu pengkonsumsi kafein tingkat rendah (kurang dari 200 mg per hari), tingkat sedang (antara 200-400 mg per hari), dan pengkonsumsi kafein tingkat tinggi (lebih dari 400 mg per hari) (Bruce, et al., 1988). Kandungan kafein berbeda-beda dalam berbagai produk, misalnya dalam 150 ml kopi seduhan terdapat sebanyak 110-150 mg, kopi instan 40-108 mg, decaffeinated coffee (kopi dengan kadar kafein rendah) sebanyak 2-5 mg, sementara dalam teh berkisar antara 9-50 mg pada teh seduhan, teh instan 12-28 mg dan minuman teh ringan 22-36 mg. Pada minuman cola mencapai 40-60 mg, minuman energi/suplemen 50-80 mg, coklat 5-35 mg dan obat-obatan 100-200 mg

(stimulan), 32-65 mg (analgesik/pereda sakit) dan 10-30 mg (obat demam). Secara kimia, kafein dikenal sebagai 1,3,7-trimetilxantin dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2 dan termasuk jenis alkaloida. Secara medis, kafein digunakan sebagai perangsang jantung dan meningkatkan produksi urin. Pada dosis rendah, kafein juga berfungsi pembangkit stamina dan penghilang rasa lelah. Kafein di dalam tubuh terikat pada reseptor yang sama yaitu adenosin terdapat dalam sel saraf yang berfungsi memacu produksi hormon adrenalin dan meningkatkan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta merangsang hati melepaskan gula ke dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra (Anonim e, 2008). Kafein berpengaruh buruk jika dikonsumsi berlebihan. Kafein juga menyebabkan kecanduan atau ketergantungan jika dikonsumsi berturut-turut sebanyak 600 mg (sekitar 5-6 cangkir kopi 150 ml) selama 10-15 hari. Dosis fatal kafein secara oral adalah sekitar 10.000 mg (kira-kira 50-200 cangkir kopi/hari). Penyakit yang timbul jika kafein dikonsumsi berlebihan adalah hipertensi, gangguan ginjal, diabetes hingga penyakit jantung dan stroke (Anonim e, 2008). Kebiasaan mengkonsumsi kafein dalam kehidupan sehari-hari akan terjadi interaksi obat jika dikonsumsi bersama parasetamol. Interaksi obat bisa terjadi jika digunakan bersamaan atau hampir bersamaan dengan dua macam obat atau lebih. Interaksi obat bisa memberi efek yang menguntungkan tetapi bisa juga menimbulkan efek yang merugikan atau membahayakan (Gapar, 2003). Interaksi obat tidak hanya terjadi antara obat yang satu dengan obat yang lain. Namun, interaksi juga terjadi antara obat dengan makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Contoh, pada pasien hipertensi tidak dianjurkan mengkonsumsi obat antihipertensi bersamaan dengan tembakau (merokok) dan makanan yang

mengandung banyak garam karena dapat memperburuk tekanan darah. Demikian juga parasetamol tidak dianjurkan dikonsumsi bersamaan dengan kafein dalam jumlah banyak seperti terdapat dalam minuman dan makanan misalnya kopi, teh, minuman cola, suplemen dan obat-obatan (Donovan dan Devane, 2001). Dewasa ini banyak terdapat sediaan yang mengandung parasetamol dikombinasikan dengan kafein dan diformulasi dalam satu tablet atau kapsul seperti Panadol Extra (Sterling), Alfidon (Graha Farma), Copara (First Medifarma), Oskadon (Supra Ferbindo Farma), Prodol (Mecosin), Sydrac (Bernofarm), Tetiga Forte (Kaliroto) (ISFI, 2007). Kafein yang ditambahkan dalam sediaan parasetamol dimaksudkan untuk meningkatkan efek analgesikantipiretik parasetamol (Renner, et al., 2007). Parasetamol secara luas digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Tidak seperti aspirin, parasetamol tidak memiliki aktivitas antiinflamasi yang besar sehingga tidak digunakan untuk pengobatan inflamasi. Parasetamol digunakan untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan (Katzung, 1997). Karena parasetamol dapat ditoleransi dengan baik, tidak memiliki efek samping seperti aspirin (cocok sebagai pengganti aspirin untuk penggunaan analgesik atau antipiretik), dan dapat diperoleh tanpa resep, menjadikan obat ini sebagai analgesik utama yang umum disediakan di rumah tangga (Goodman dan Gilman, 2007). Parasetamol sebagai analgesik-antipiretik sangat aman jika digunakan dalam dosis terapi. Namun jika melebihi dosis terapi dapat merusak hati bahkan menyebabkan kematian. Dosis terapi parasetamol berkisar antara 5-20 μg/ml. Pada orang dewasa, hepatotoksisitas terjadi setelah penggunaan parasetamol

dosis tunggal 10-15 g (150-250 mg/kg BB), 20-25 g atau lebih kemungkinan menyebabkan kematian. Ini adalah karena terjadi konversi parasetamol menjadi metabolit reaktif toksik. Jalur eliminasi parasetamol adalah melalui konjugasi dengan cara membentuk glukuronida dan sulfat. Jalur metabolisme parasetamol adalah melalui sitokrom P450 dengan membentuk senyawa antara yaitu N-asetilp-benzokuinonimin (NAPQI) yang sangat elektrofilik. Pada keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui konjugasinya dengan glutation (GSH) dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat dan sistein lalu diekskresi melalui urin. Namun pada keadaan overdosis parasetamol, kadar GSH dalam sel hati menjadi sangat rendah. Berkurangnya GSH mengakibatkan NAPQI berikatan secara kovalen dengan makromolekul sel sehingga terjadi disfungsi berbagai sistem enzim (Goodman dan Gilman, 2007). Para peneliti dari Department of Medicinal Chemistry, terutama Dr. Sid Nelson di University of Washington Seattle telah melakukan uji toksikologi yang menduga bahwa kombinasi parasetamol dan kafein dalam dosis besar dapat menyebabkan risiko kerusakan hati atau hepatotoksik (Anonim b, 2007). Beberapa kasus nefrotoksik dan kardiotoksik juga telah dilaporkan terjadi pada overdosis parasetamol (Segal, et al., 1978). Adanya kafein akan menginduksi enzim pemetabolisme parasetamol (CYP3A4) di hati, sehingga metabolisme parasetamol meningkat. Dengan demikian, jumlah metabolit toksik (NAPQI) yang dihasilkan juga meningkat (Lee, et al., 1997). Berdasarkan pemaparan di atas, maka dirasa perlu melakukan penelitian dan kajian untuk membuktikan apakah kafein mempengaruhi dan meningkatkan toksisitas parasetamol jika dikombinasi baik kombinasi tetap atau terpisah.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian, diduga bahwa penggunaan kafein bersama parasetamol dapat meningkatkan toksisitas parasetamol. Penelitian dilakukan dengan mengamati toksisitas parasetamol yaitu terutama kerusakan pada hati, ginjal dan jantung setelah pemberian parasetamol dengan 3 (tiga) variasi dosis yaitu dosis 90, 270, dan 900 mg/kg BB dibandingkan pemberian kafein dosis 27 mg/kg BB bersama parasetamol dengan variasi dosis yang sama. Dosis parasetamol dan kafein diperoleh dari dosis manusia dewasa dengan berat badan 70 kg, yaitu parasetamol sebesar 1000 mg (batas atas dosis lazim) divariasikan dengan 3x lipatnya, dan kafein sebesar 300 mg (konsumsi rata-rata kafein per hari), dikonversikan ke hewan tikus dengan berat badan 200 g sehingga diperoleh dosis untuk tikus seperti di atas. Parameter yang diukur antara lain C max, t max, AUC, Cl, kadar AST dan ALT, serta gambaran mikroskopik histopatologis jaringan hati, ginjal, dan jantung. Secara skematis kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1. Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter Parasetamol dosis 90 mg/kgbb (PCT 90) Parasetamol dosis 270 mg/kgbb (PCT 270) Parasetamol dosis 900 mg/kgbb (PCT 900) Kafein dosis 27 mg/kg BB Parasetamol dosis 90 mg/kg BB (C+PCT 90) Kafein dosis 27 mg/kg BB Parasetamol dosis 270 mg/kg BB (C+PCT 270) Kafein dosis 27 mg/kg BB Parasetamol dosis 900 mg/kg BB (C+PCT 900) Toksisitas Parasetamol Kerusakan hati, ginjal, dan jantung Gambar 1.1 Skema yang menggambarkan kerangka pikir penelitian C max, t max, AUC, Cl AST ALT Gambaran histopatologis hati, ginjal, dan jantung

1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan dalam latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: a. apakah pemberian kafein bersama parasetamol menginduksi toksisitas parasetamol? b. apakah peningkatan dosis parasetamol setelah pemberian kafein meningkatkan toksisitas parasetamol? c. apakah kerusakan hati, ginjal, dan jantung semakin parah setelah pemberian kafein bersama parasetamol? 1.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: a. pemberian kafein bersama parasetamol dapat menginduksi toksisitas parasetamol. b. peningkatan dosis parasetamol setelah pemberian kafein meningkatkan toksisitas parasetamol. c. kerusakan hati, ginjal, dan jantung semakin parah setelah pemberian kafein bersama parasetamol. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan kemungkinan kerusakan hati, ginjal, dan jantung setelah penggunaan kafein bersama parasetamol.

1.5.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan antara lain: a. mengetahui adanya peningkatan toksisitas parasetamol akibat pemberian kafein bersama parasetamol dengan menentukan parameter farmakokinetika seperti C max, t max, AUC, dan Cl, menentukan kadar serum transaminase AST dan ALT yang menjelaskan biokimia hati dan jantung dan sekaligus sebagai penanda terhadap terjadinya kerusakan hati dan jantung. b. mengetahui adanya peningkatan toksisitas parasetamol akibat peningkatan dosis parasetamol setelah pemberian kafein yang diamati dari data parameter famakokinetika dan kadar AST dan ALT. c. mengamati secara mikroskopik gambaran histopatologis jaringan hati, ginjal, dan jantung sebagai indikator penegasan terhadap terjadinya kerusakan jaringan. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan yang bermanfaat tentang penggunaan kafein secara benar untuk menghindari interaksi obat yang merugikan dengan obat lain dan membuka kemungkinan bagi penelitian lanjutan untuk meneliti interaksi obat lain yang dapat mempengaruhi fungsi organ-organ penting lainnya yang membahayakan kesehatan.