Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak Abstrak Ayu Node Nawwarah 1, Yoedy Moegiharto 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Jurusan Teknik Telekomunikasi 2 Dosen Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya 60111 e-mail : nod2vic@ymail.com Pada proyek akhir ini akan dilakukan di analisa terhadap kinerja kode konvolusi pada sistem Multicarrier CDMA menggunakan teknik modulasi QAM. Multicarrier CDMA merupakan teknik akses jamak dari CDMA yang menggunakan beberapa subcarrier, yaitu replika data dilewatkan melalui N paralel subcarrier dimana data tersebut dimodulasi dengan masing-masing pseudorandom code, data yang akan dikirimkan akan dikodekan dengan enkoder kode konvolusi dengan rate 1/2 dan mengalami proses spreading menggunakan pembangkitan pseudorandom code yaitu Gold Code sesuai dengan jumlah subcarrier, kemudian pada sisi penerima dilakukan proses despreading dan digunakan proses dekoder menggunakan algoritma viterbi. Dengan menggunakan teknik MC-CDMA dan kode konvolusi menghasilkan kinerja CDMA yang lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan kode konvolusi dengan melihat nilai BER menurut nilai Eb/No yang di nyatakan dalam db. Kinerja MC-CDMA dengan konvolusi untuk subcarrier 16 mencapai BER dengan nilai Eb/N0 14,5 db sedangkan tanpa kode konvolusi sampai dengan Eb/No 20 db belum mencapai BER. Dan kinerja kode konvolusi pada MC-CDMA menggunakan subcarrier 16 memiliki nilai BER lebih baik 4dB dibanding subcarrier 8. Kata Kunci : MC-CDMA, Gold code, QAM, kode konvolusi, BER. 1. Pendahuluan Seiring dengan perkembangan jaman, sistem komunikasi wireless dituntut untuk dapat menyediakan layanan data yang berkecepatan tinggi BER yang kecil. Saat ini dikembangkan sistem CDMA yang menggunakan teknologi spread spectrum. Teknologi spread spectrum adalah suatu teknik yang memungkinkan penggunaan pita frekuensi yang terbatas oleh banyak user secara bersama-sama tetapi setiap user memiliki kode yang berbeda. Kode yang digunakan adalah pseudorandom, juga disebut sebagai Pseudo Noise Code (PNcode). Kode tersebut terlihat seperti acak tetapi sebenarnya determenistik dan periodik, sehingga penerima dapat merekonstruksi kode untuk deteksi sinkron karena diketahui baik oleh penerima maupun pemancar. Namun pada sistem CDMA masih rentan terhadap Inter-Chip- Interference (ICI), untuk menutupi kelemahan CDMA muncullah sistem Multicarrier CDMA (MC-CDMA). MC- CDMA adalah suatu sistem yang dapat mengirimkan sinyal info yang direplika melalui sejumlah N subcarrier yang masingmasing subcarrier-nya ditandai dengan PNcode yang berbeda. Dalam proyek akhir ini kita menggunakan kode konvolusi sebagai encoder pada sisi pemancar dan algoritma viterbi sebagai decoder pada sisi penerima sehingga diharapkan dapat meningkatkan performansi dan kapasitas pada komunikasi wireless. 2. Teori Penunjang 2.1 CDMA CDMA merupakan metode multiplexing secara wireless dengan membedakan kode. Semua pengguna dapat melakukan pengiriman data pada waktu yang sama, dan masing-masing dialokasikan pada frekuensi yang tersedia untuk transmisi. Teknik CDMA pada dasarnya berbasis pada teknologi spread spektrum. Hal ini didasari kenyataan bahwa teknologi spread spektrum memungkinkan banyak pengguna untuk berkomunikasi secara bersama-sama dengan menggunakan satu kanal/saluran yang sama dengan kode yang berbeda. Metode akses seperti ini disebut dengan Direct Sequence Code Division Multiple Access (DS-CDMA).
Sinyal yang dioutputkan oleh pemancar adalah sebagai berikut: Sedangkan pada sisi penerima dapat dinyatakan sebagai berikut : Gambar 1. Diagram Sistem CDMA 2.2 MC-CDMA MC-CDMA dapat dikategorikan dalam dua skema: yang pertama yaitu deretan data asli diberikan spreading code dan selanjutnya dimodulasi untuk setiap subcarrier yang berbeda yang kedua yaitu deretan data asli dikonversikan dari serial ke paralel kemudian diberikan spreading code, dan selanjutnya dimodulasi untuk setiap subcarrier yang berbeda pada setiap deretan data asli. Skema yang pertama dikenal sebagai MC-CDMA (Multicarrier CDMA) dan skema yang kedua dikenal sebagai MC-DSCDMA (Multicarrier Direct Sequence CDMA). Modifikasi sistem MC-CDMA hasil penelitian Shinusuke Hara dan Ramjee Prasad memastikan agar sistem mampu membuat sinyal terima seolah-olah melewati kanal yang memiliki sifat nonselektif atau flat. Blok diagram pemancar MC-CDMA dapat dilihat dari gambar di bawah ini : Gambar 2. Pemancar MC-CDMA Gambar 3. Penerima MC-CDMA Output sinyal yang dihasilkan blok diagram penerima MC-CDMA adalah sebagai berikut: Dimana : N = jumlah subcarrier c = PNcode yang digunakan oleh masing-masing pengguna k = interval PNcode u = pengguna ke-u d = data input t = interval bit Y(k) = proses FFT A(k) = hasil spreading sign = estimasi bit 2.3 Kode Konvolusi Coding disini digunakan sebagai pengacak informasi sebagai penanggulangan dalam terhadap terjadinya Multipath coding. Jenis coding yang kita gunakan pada proyek akhir ini adalah convolutional coding dimana dalam decoding-nya nanti akan menggunakan viterbi decoding. Di bawah ini terdapat dua komponen dasar konvolusi enkoder (flip-flop terdiri dari shift register dan gerbang EX-OR dan dua modulo adder) didefinisikan,
berikut adalah gambar untuk konvolusi enkoder dengan rate atau R = 1 / 2, dengan skema konvolusi (n,k,m), tiap k bit data yang masuk pada satu satuan waktu, keluarannya menjadi n bit pada satu satuan waktu dan mempunyai m buah memori. Input: 010111001010001 Gambar 5. Hubungan Input, Output State dan Next State pada Encoder Kode Konvolusi Gambar 4. Contoh Skema Konvolusi Enkoder Output: 2.4 Algoritma Viterbi Pada penerima, decoder Viterbi dapat (berusaha) mengembalikan sinyal yang salah pada saat transmisi ke sinyal yang benar dengan menyimpan beberapa data sebelumnya, mengkalkulasi jarak konstelasi antar data yang berurutan, dan memperkirakan data yang paling mungkin diterima sehingga bit yang salah dapat dideteksi dan diperbaiki. Dengan menggunakan Hamming distance dapat mengakumulasi kesalahan metric pada setiap state. Untuk mendapatkan nilai akumlasi error matrix yang terkecil dari output encoder kode konvolusi diperlukan data tentang state output dari enkoder kode konvolusi tersebut. Gambar 5 akan mengambarkan tentang hubungan state selanjutnya dan output pada encoder kode konvolusi jika diberi input bernilai 1 atau jika input bernilai 0. Pada gambar tersebut jika input bernilai 1 maka akan digambarkan dengan garis lurus dan tebal, jika input bernilai 0 maka digambarkan dengan garis putus-putus. 2.5 Modulasi QAM (Quadrature Amplitude Modulation) Pada QAM terdapat 4 buah level sinyal dan dua kali efisiensi bandwidth dari BPSK, karena 2 bit ditransmisikan dalam simbol modulasi tunggal. Proses modulasi yang mentransmisikan data dengan kanal Q dan I yang berbentuk dari dua paralel 2 buah BPSK. QAM merupakan M-ary encoding dimana M=4 (Quartenary). Pada QAM, sinyal informasi dibawa dalam bentuk perubahan-perubahan phasa. Dalam setiap periode waktu, phasa dapat berubah sekali. Karena ada kemungkinan phasa, terdapat 2 bit informasi yang terkandung dalam setiap slot waktu, (00, 01, 10 dan 11) yang dinamakan dibit. Setiap dibit membangkitkan satu dari empat kemungkinan phasa. Gambar 6. Diagram Konstelasi 4 QAM
3. Metodologi Simulasi pemancar. Setelah didemodulasi sinyal tersebut akan di-despreading dengan kode (Pncode) yang sama atau identik dengan yang digunakan pada sisi pemancar. Setelah itu data akan dilewatkan ke dekoder kode konvolusi untuk mendapatkan kembali data asli. 4. Hasil dan Analisa Hasil simulasi program yang dilihat dari nilai probabilitas kesalahan jumlah bit (BER) sebagai fungsi SNR dengan jumlah bit 10000 untuk perubahan jumlah subcarrier 8 dan 16 dari 1 user menggunakan kanal Rayleigh dan AWGN, menggunakan kode konvolusi rate 1/2 dan tanpa menggunakan kode konvolusi dapat ditunjukkan dengan gambar-gambar berikut: Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal Rayleigh Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal Rayleigh Gambar 7. Flowchart sistem MC-CDMA Sinyal input dari user atau pengguna pada sisi pemancar dibangkitkan secara acak, data akan masuk ke dalam enkoder kode konvolusi dengan rate yaitu 1/2, selanjutnya mengalami proses spreading data dengan kode khusus yang disebut Pncode, yang dibangkitkan sejumlah N buah carrier (8 dan 16). Output sinyal ini akan melewati kanal yaitu kanal AWGN dan Rayleigh sehingga data informasi bercampur dengan noise. Sinyal yang diterima pada sisi penerima adalah sinyal informasi yang ditambah dengan noise. Pada sisi penerima, sinyal informasi yang bercampur noise tersebut akan didemodulasi dengan beberapa subcarrier pembawanya yang sama seperti pada Gambar 8. Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal Rayleigh Performansi MC-CDMA tanpa Konvolusi pada Kanal Rayleigh Performansi MC-CDMA tanpa Konvolusi pada Kanal Rayleigh Gambar 9. Performansi MC-CDMA tanpa Konvolusi pada Kanal Rayleigh
Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal AWGN Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal AWGN Gambar 10. Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal AWGN Performansi MC-CDMA tanpa Konvolusi pada Kanal AWGN Performansi MC-CDMA tanpa Konvolusi pada Kanal AWGN Gambar 11. Performansi MC-CDMA tanpa Konvolusi pada Kanal AWGN Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal Rayleigh dengan berbagai jumlah user Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal Rayleigh 2user 4user 6user 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Gambar 12. Performansi MC-CDMA dengan Konvolusi pada Kanal Rayleigh dengan berbagai jumlah user Melalui hasil simulasi dari penggunaan kode kovolusi pada sistem MC-CDMA yang dilewatkan pada kanal Rayleigh dengan bit input sebanyak 10000 bit yaitu pada Gambar 8, terlihat bahwa subcarrier 8 untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 18,5 db sedangkan penggunaan subcarrier 16 ternyata untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 14,5 db. Pada nilai BER sesuai standar untuk sistem komunikasi suara, dilihat bahwa subcarrier 16 lebih baik 4 db dari subcarrier 8. Hasil simulasi dari sistem MC-CDMA yang dilewatkan pada kanal Rayleigh dengan bit input sebanyak 10000 bit tanpa menggunakan kode konvolusi yaitu pada Gambar 9, terlihat bahwa penggunaan subcarrier 8 dan subcarrier 16 dari Eb/No 0 db sampai dengan 20 db belum mencapai BER. Dari Gambar 8 dan 9 tersebut dapat diketahui penggunaan kode konvolusi pada sistem ini mampu memperbaiki kinerja MC-CDMA. Hasil simulasi dari penggunaan kode kovolusi pada sistem MC-CDMA yang dilewatkan pada kanal AWGN dengan bit input sebanyak 10000 bit yaitu pada Gambar 10, terlihat bahwa subcarrier 8 untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 7,5 db sedangkan penggunaan subcarrier 16 ternyata untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 4,1 db. Pada nilai BER sesuai standar untuk sistem komunikasi suara, dilihat bahwa subcarrier 16 lebih baik 3,4 db dari subcarrier 8. Hasil simulasi dari sistem MC-CDMA yang dilewatkan pada kanal AWGN dengan bit input sebanyak 10000 bit tanpa menggunakan kode konvolusi yaitu pada Gambar 11. Terlihat bahwa subcarrier 8 dari Eb/No 0 db sampai dengan 20 db belum mencapai BER sedangkan penggunaan subcarrier 16 ternyata untuk mencapai nilai BER diperlukan Eb/No sekitar 16 db. Dari keseluruhan hasil simulasi tersebut diketahui bahwa semakin bertambahnya jumlah subcarrier maka kinerja sistem MC- CDMA akan bertambah baik. Melalui hasil simulasi dari Gambar 12 yaitu performansi banyaknya user yang digunakan pada sistem MC-CDMA menggunakan kode konvolusi pada kanal Rayleigh dan subcarrier 16,
terlihat bahwa untuk pengguna 6 user dari Eb/No 0 db sampai dengan 20 db belum mencapai BER, untuk pengguna 4 user untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 20 db sedangkan untuk pengguna 2 user untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 17 db. Dari hasil simulasi tersebut dapat diketahui bahwa semakin banyaknya jumlah pengguna maka kinerja MC-CDMA akan semakin menurun. 5. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil simulasi dan analisa yang telah dibahas sebelumnya maka dapat diketahui kinerja kode konvolusi pada sistem MC-CDMA dapat disimpulkan beberapa pernyataan diantaranya adalah : 1. Penggunaan kode konvolusi pada simulasi dapat memperbaiki kinerja sistem MC-CDMA. Untuk subcarrier 16 kinerjanya mencapai BER dengan nilai Eb/No 14,5 db sedangkan tanpa kode konvolusi sampai dengan Eb/No 20 db belum mencapai BER. 2. Pada sistem MC-CDMA semakin banyak jumlah subcarrier yang digunakan maka akan menyebabkan nilai SNR (db) yang dibutuhkan semakin kecil untuk mencapai BER yang diinginkan.untuk subcarrier 16 kinerjanya mencapai BER dengan nilai Eb/No 14,5 db sedangkan subcarrier 8 kinerjanya mencapai BER dengan nilai Eb/No 18,5 db. 3. Semakin banyaknya jumlah pengguna maka kinerja MC-CDMA akan semakin menurun. Terlihat bahwa untuk pengguna 6 user dari Eb/No 0 db sampai dengan 20 db belum mencapai BER, untuk pengguna 4 user untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 20 db sedangkan untuk pengguna 2 user untuk mencapai nilai BER di perlukan Eb/No sekitar 17 db. 4. Subcarrier 16 lebih baik 4 db dari subcarrier 8 untuk bit 10000 pada simulasi menggunakan kode konvolusi pada kanal Rayleigh. 5. Subcarrier 16 lebih baik 3,4 db dari subcarrier 8 untuk bit 10000 pada simulasi menggunakan kode konvolusi pada kanal AWGN. 6. Daftar Pustaka [1] R. Prasad and S.Hara, Overvierw of Multicarrier CDMA, IEEE Communications Magazine, December 1997. [2] Eunhee Kim, Performance of Multicarrier DS CDMA Systems, Final Report, December 6, 2002. [3] A. C. McCormick and E. A. Al-Susa, Multicarrier CDMA for Future Generation Mobile Communication, Electrinics & Communication Engineering Journal, April 2002. [4] Meel, J., ir., Spread spectrum, IWT HOBU Fonds, De Nayer Instituut, October 1999. [5] G Leija Hernandez, M Badaoul, Y A Iturri-Hinojosa, Performance Analysis of Convolutional Coding in CDMA Communication Systems, Journal of Vectorial Relativity, 2009. [6] Fleming Chip, A Tutorial on Convolutional Coding with Viterbi Decoding, 2006. [7] Yang Lie-Liang and Lajos Hanzo, Software-Defined-Radio-Assisted Adaptive Broadband Frequency Hopping Multicarrier DS-CDMA, University of Southampton, IEEE Communications Magazine, March 2002