TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera : Limacodidae : Setothosea : Setothosea asigna van Eecke Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 16 17. Satu tumpukan telur terdiri dari 44 butir dan seekor ngengat betina selam hidupnya mampu menghasilkan telur 300 400 butir. Telur biasanya menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Telur pipih dan berwarna kuning muda (Buana dan Siahaan, 2003). Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang menyerupai piramida) pada bagian punggungnya. Selain itu pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat berganti kulit 7 8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm 2 (Prawirosukarto, 2003).
Gambar 1. Larva Setothosea asigna Sumber : Foto langsung Sampai saat ini ulat api belum dapat dibedakan antara instar yang satu dengan instar yang berikutnya yaitu ulat instar terakhir (instar 9) panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Lama stadia larva berkisar antara 45 50 hari (Desmier de Chenon, 1982). Kepompong berada di dalam kokon yang bterbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap serta dijumpai pada bagian tengah yang gembur di sekitar piringan tanaman kelapa sawit, pangkal batang kelapa sawit atau bahkan pada celah-celah kantong pelepah yang lama. Kokon jantan atau betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadium kepompong berlangsung 39,7 hari (Buana dan Siahaan, 2003). Imago berupa ngengat yang muncul setelah stadia pupa. Imago keluar dari kokon dengan membuat lubang sobekan pada salah satu ujung kokon. Warna ngengat abu-abu kecoklatan dengan ukuran ± 17 mm untuk ngengat jantan dan untuk ngengat betina ± 14 mm. Perkembangan hama ini mulai dari telur hingga menjadi ngengat berkisar antara 92,7 hari 98 hari, tetapi pada keadaan kurang menguntungkan dapat mencapai 115 hari (Siregar, 1986).
Gambar 2. Imago Setothosea asigna Sumber : http:/www.mothsofborneo.com/part-1/limacodidae Diakses tanggal 28 April 2008 2. Biologi Setora nitens Walker Klasifikasi S. nitens menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera : Limacodidae : Setora : Setora nitens Walker Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4 7 hari (Susanto, 2005). Larva mula-mula berwarna hijau kekuningan, kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Perilaku ulat ini sama dengan ulat S. asigna dan stadia berlangsung sekitar 50 hari (Prawirosukarto, 2003).
Gambar 3. Larva Setora nitens Sumber : Foto langsung Kepompong mirip dengan kepompong S. asigna dan juga terletak di permukaan tanah sekitar piringan atau di bawah pangkal batang kelapa sawit. Stadia kepompong berkisar antara 17 27 hari (Sipayung, 1991). Ngengat jantan berukuran 35 mm dan yang betina sedikit lebih besar. Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah tua atau pada tumpukan daun yang telah dibuang dengan posisi terbalik (Desmier de Chenon, 1982). Gambar 4. Imago Setora nitens Sumber : http:/www.mothsofborneo.com/part-1/limacodidae Gejala Serangan Ulat Api Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti
jendela-jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar.mulai instar ke 3 biasanya ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering disebut gejala melidi (Buana dan Siahaan, 2003). Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk S. asigna dan S. nitens pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5-10 ekor perpelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun ke atas dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda (Prawirosukarto, 2003). Gambar 5. Gejala serangan ulat api Sumber : Foto langsung Pengendalian Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di lapangan kemudian dimusnahkan 2. pengendalian secara hayati, dilakukan dengan : - penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa Eocanthecona sp
- Penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur Bacillus thuringiensis 3. Penggunaan insektisida, dilakukan dengan : - Penyemprotan (spraying) dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan menggunakan penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun penyemprotan dilakukan dengan mesin penyemprot - Penyemprotan udara dilakukan apabila dalam suatu keadaan tertentu luas areal yang terserang sudah meluas yang meliputi daerah dengan berbagai topografi. 4. Penggunaan feromon seks sintetik efektif untuk merangkap ngengat jantan ulat api S. asigna selama 45 hari. (Arifin, 1997). Ordo Hymenoptera Berasal dari kata hymen yang berarti selaput dan pteron yang berarti sayap. Identifikasi dari ordo ini adalah mempunyai dua pasang sayap yang menyerupai memb ran. Sayap belakang lebih kecil dari sayap muka dan terletak di margin anterior yang digunakan pada waktu terbang. Alat mulut mandibulata, ovipositor berkembang dengan baik bermodifikasi sebagai alat pengengat (pada imago betina) (Boror and Delong, 1970). Tipe perkembangan dari serangga ini adalah holometabola, serangga ini ada yang parasit, predator, pemakan tanaman dan juga sebagai pemakan bahanbahan organik (scavengers). Hymenoptera ini terbagi atas dua sub ordo yaitu Symphyta dan Apocrita. Pada Symphyta abdomen menyatu dengan toraks,
sedangkan pada Apocrita dasar abdomen mengecil dan mengalami pergentingan dengan toraks (Arora and Dhaliwal, 1999). Family Ordo Hymenoptera Family-family ordo Hymenoptera yang diketahui sebagai parasitoid larva pada ordo Lepidoptera yaitu : Family Trichogrammatidae Trichogrammatidae berasal dari bahasa Yunani thriks atau trihos yang artinya rambut. Parasit ini sangat kecil, berukuran panjang 0,3-1,0 mm, berwarna hitam, antena terdiri dari 3 8 ruas. Tarsi beruas 3 buah. Rambut halus pada sayap biasanya dalam deretan. Larvanya banyak sebagai parasit telur. Perkembangan tubuh cepat yaitu berkisar antara 1 2 minggu, setiap betina bisa menghasilkan telur lebih kurang 50 butir. Berkembang biak dengan perkawinan atau parthenogenesis (Ananda,1978). Gambar 6. Imago dari family Trichogrammatidae Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&&hl=id&q=apanteles Diakses tanggal 8 Nopember 2008 Family Braconidae Berasal dari bahasa Yunani brahus yang artinya kecil atau pendek. Panjang tabuhan parasit ini lebih kurang 2 12 mm, panjang ovipositornya ada yang sama
dengan badannya. Matanya telanjang, ocellinya ada tiga dan sayapnya langsing. Perutnya ada yang bertangkai, setengah bertangkai atau tidak bertangkai. Dengan ovipositor yang panjang dapat meletakkan telur ke dalam tubuh inangnya. Serangga inang bila terkena tusukan akan lumpuh (Pracaya, 1991). Family ini merupakan kelompok yang besar (lebih dari 1900 species Amerika Utara). Bisa bersifat ektoparasit dan endoparasit, jenis soliter dan berkelompok dan juga parasit primer maupun parasit sekunder. Semua tahapan kehidupan inang dari telur sampai dewasa dapat diserang (pada kasus jenis yang menyerang telur, tabuhan dewasa muncul dari larva inang atau prepupa) (Boror and Delong, 19 Gambar 7. Imago dari family Braconidae Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&&hl=id&q=apanteles Diakses tanggal 8 Nopember 2008 Family Ichneumonidae Umumnya yang termasuk ke dalam family ini memiliki tubuh yang langsing, dengan perut yang panjang sedikit datar ke samping atau silindris. Yang betina mempunyai ovipositor yang panjangnya bermacam-macam, bahkan ada yang sampai enam kali panjang badannya. Telurnya diletakkan di luar badan inang atau di dalam badan inang. Larva berada dalam inang, parasitoid ini menjadi dewasa dalam pupa atau kepompong inang, yang kemudian keluar untuk menandakan perkawinan dan bertelur lagi secara ektoparasit dan endoparasit (Ananda, 1978).
Gambar 8. Imago dari family Ichneumonidae Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&&hl=id&q=ichneumonidae Diakses tanggal 8 Nopember 2008 Family Chalcididae Biasanya tubuh berwarna hitam, biru hitam, kehijauan dan banyak pula yang metalik. Antena menyiku dan biasanya pendek, beruas 5 13 buah. Femur kaki belakang menggembung dan di bawahnya bergerigi. Coxa kaki belakang lebih besar dari coxa kaki muka. Ovipositor pendek kadang-kadang ada juga yang sepanjang tubuh (Ananda, 1978). Panjang tubuh bias mencapai 12 mm. Beberapa species menyerupai lebah tetapi venasi sayap sangat berbeda. Merupakan parasit primer dan sekunder dari larva dan pupa Lepidoptera terutama pada kupu-kupu. Pada permukaan ventral abdomen nampak seperti kaca (Kalshoven, 1981). Gambar 9. Imago dari family Chalcididae (Brachymeria obtusata) Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&ndsp=20&hl=id&q=chalcididae Diakses tanggal 8 Nopember 2008
Ordo Diptera Diptera berasal dari bahasa Yunani yang artinya dua dan ptera yang artinya sayap. Disebut demikian karena serangga yang tergolong dalam ordo ini mempunyai sepasang sayap. Larva ordo ini disebut belatung, serta jentik-jentik, warna belatung putih tidak berkaki, kepalanya kecil, makin ke belakang makin membesar. Serangga yang termasuk dalam ordo ini ada yang berukuran kecil sampai sedang. Cara makan bervariasi ada yang menjilat, menghisap atau menusuk. Belatung hidup dalam buah, batang, tangkai daun atau sebagai parasit binatang (Pracaya, 1991). Family Ordo Diptera Family ordo Diptera yang diketahui sebagai parasitoid larva pada ordo Lepidoptera yaitu : Family Tachinidae Ukuran tubuh ada yang kecil atau sedang, ada pula yang langsing atau sedikit gemuk, warnanya hitam redup, kelabu, coklat dengan bercak-bercak warna lebih muda, berbulu halus atau berbulu kasar, kepalanya besar dan bebas. Jumlah telur 50 sampai 5.000 butir. Telur langsung dimasukkan ke dalam tubuh inang, di atas daun yang dimakan inang atau di atas tanah tempat inang berada. Belatung mudah masuk ke dalam inang dengan jalan mengebor kulit (Pracaya, 1991). Lalat-lalat dari family ini merupakan suatu kelompok yang sangat berharga karena bertindak sebagai parasit dan sangat membantu dalam pengendalian hama. Kebanyakan Tachinid meletakkan telur secara langsung pada
tubuh inang, seekor serangga yang terserang oleh Tachinid secara praktis selalu mati pada akhirnya (Boror and Delong, 1970). Gambar 10. Imago dari family Tachinidae Sumber : http://images.google.co.id/images?gbv=2&hl=id&q=tachinidae Diakses tanggal 8 Nopember 2008