KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

Karakteristik Aktivitas Pedagang Kaki Lima di Ruang Kota (Studi Kasus: Kawasan Pendidikan Tembalang, Kota Semarang)

KAJIAN KECENDERUNGAN RUANG PUBLIK SIMPANG LIMA KOTA SEMARANG BERKEMBANG SEBAGAI KAWASAN REKREASI BELANJA TUGAS AKHIR

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR KHUSUS TERHADAP INTENSITAS PARKIR DI KAWASAN SIMPANG LIMA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB IV: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km

PENGARUH REVITALISASI TERHADAP KAWASAN ALUN-ALUN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh : APIT KURNIAWAN L2D

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

UNIVERSITAS DIPONEGORO IDENTIFIKASI KETERKAITAN PERKEMBANGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TERHADAP ALIH FUNGSI RUMAH DI KAWASAN PENDIDIKAN TINGGI TEMBALANG

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini dibagi menjadi beberapa bagian terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. angka pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, utamanya terjadi pada

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VII ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENATAAN PKL

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

STUDI POLA APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP PASAR MODERN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di. masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

POLA PERGERAKAN KOMUTER BERDASARKAN PELAYANAN SARANA ANGKUTAN UMUM DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Tata ruang dalam perkotaan lebih kompleks dari tata ruang pedesaan,

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

BAB V Simpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

KECENDERUNGAN PASAR JOHAR SEBAGAI OBYEK WISATA BELANJA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang besar dan semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kota-kota besar

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

PENYEDIAAN HUNIAN BURUH INDUSTRI COMMUTER DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDYANA PUSPARINI L2D

BAB I PENDAHULUAN. fungsional dalam proses produksi yang bertindak sebagai faktor produksi. Sisi

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI BAWAH JEMBATAN LAYANG PASUPATI SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANANKAN RUANG PUBLIK

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

Transkripsi:

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006

ABSTRAK Kota merupakan akumulasi dari berbagai kepentingan, konflik maupun ketidakpastian akan selalu timbul, termasuk permasalahan sektor informal kota, terutama PKL. Saat ini, terutama di Kota Semarang, PKL mulai berkembang pesat di kawasan-kawasan fungsional, dalam hal ini adalah kawasan pendidikan. Permasalahan PKL ini pada dasarnya muncul akibat tidak adanya acuan yang jelas dan tepat dalam penentuan lokasi PKL. Hal inilah yang terjadi di kawasan pendidikan Tembalang sebagai wilayah studi, penetapan lahan lokasi PKL dilakukan hanya berdasarkan karena sudah banyaknya PKL yang berada di lokasi tersebut, seperti pada Jl. Prof. Sudharto, Jl. Sirojudin, Jl. Banjarsari. Padahal, perkembangan saat ini PKL juga berkembang di lokasi ruas jalan yang lain. Penentuan lokasi PKL yang tidak memperhatikan karakteristik berlokasi PKL inilah, pada akhirnya akan menimbulkan berbagai permasalahan di lokasi terkait. Pada dasarnya, tujuan dari studi ini yaitu untuk menemukenali karakteristik berlokasi pedagang kaki lima pada kawasan pendidikan Tembalang, sesuai dengan karakteristik aktivitasnya. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka sasaran yang harus dicapai yaitu identifikasi profil PKL, ruang dan aktivitas PKL pada kawasan pendidikan Tembalang, serta identifikasi profil dan persepsi pengunjung terhadap keberadaan PKL di kawasan pendidikan Tembalang. Setelah itu dilakukan analisis karakteristik berlokasi PKL pada kawasan pendidikan Tembalang, untuk mengetahui sebab akibat akhirnya PKL memilih lokasi terkait untuk menggelar dagangannya. Dengan demikian, diperoleh rumusan karakteristik berlokasi PKL di kawasan pendidikan Tembalang. Dengan menggunakan teori dan alat analisis yang sudah ada, maka pendekatan yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Selain itu, pendekatan kuantitatif ini juga digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel, dalam hal ini adalah sebab akibat PKL memilih berjualan lokasi-lokasi di kawasan Tembalang berdasarkan pada persepsi PKL dan pengunjung PKL. Teknik analisis yang digunakan yaitu tabulasi silang, distribusi frekuensi, dan deskriptif dengan komparatif teori. Pengumpulan data yang dibutuhkan adalah data primer dan sekunder, terutama melalui kuesioner. Adapun, penentuan sampel kuesioner dalam penelitian ini, dibagi dua, yaitu untuk PKL dan pengunjung PKL. Sampel PKL menggunakan stratified random sampling berdasarkan jenis dagangan PKL pada tiap ruas jalan lokasi PKL. Sedangkan, penentuan sampel pengunjung PKL adalah random sampling. Karena adanya keterbatasan informasi mengenai identitas populasi pengunjung PKL, maka responden nantinya merupakan pengunjung PKL yang ditemui saat survey nanti. Kesimpulan yang diambil dari studi ini, yaitu PKL merupakan salah satu lapangan pekerjaan utama yang mudah ditembus oleh masyarakat sekitar Tembalang maupun, di luar kawasan Tembalang. Pengunjung yang mayoritas merupakan mahasiswa (anak kos), keberadaan PKL di kawasan pendidikan Tembalang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Secara makro, karakteristik berlokasi PKL di kawasan pendidikan Tembalang adalah lokasi yang strategis dekat dengan kampus maupun kompleks kos-kosan yang ramai oleh aktivitas mahasiswa. Kemudahan akses ke lokasi PKL Tembalang didukung ketersediaan angkutan umum yang masuk ke kawasan. Selain itu, kegiatan utama kawasan Tembalang, yaitu pendidikan dan aktivitas ikutannya seperti perdagangan, perumahan/kos-kosan menyebabkan akumulasi tingkat kunjungan yang tinggi ke lokasi. Dari segi kenyamanan, aspek luasan ruang untuk tempat usaha yang cukup untuk mengatur sarana dagang dengan mudah dan suasana yang mendukung dengan adanya aktivitas yang kompleks menyedot banyak orang untuk berkunjung, juga mendukung PKL untuk menjajakan dagangannya di lokasi kawasan Tembalang ini. Secara mikro, diperoleh spot-spot lokasi PKL di dalam kawasan Tembalang berdasarkan pada karakteristik berlokasinya di kawasan pendidikan Tembalang, yaitu Jl. Prof. Sudharto, yang merupakan jalan utama masuk kawasan pendidikan Tembalang dan dekat dengan jalan arteri Semarang-Solo, sehingga tingkat kunjungan lebih tinggi. Karakteristik berlokasi PKL di Jl. Jatimulyo lebih karena banyak fasilitas pendidikan dan kos-kosan. Adapun, PKL yang berlokasi di Jl. Tirtoagung, Jl. Sirojudin, dan Jl. Banjarsari memiliki alasan berlokasi yang sama, yaitu merupakan pusat kos-kosan/perumahan yang ramai oleh lalu lalang aktivitas mahasiswa dari kos ke kampus atau ke aktivitas yang lain sepanjang hari. Keywords : Karakteristik berlokasi, aktivitas pedagang kaki lima dan kawasan fungsional pendidikan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu faktor terbentuknya kota, adalah adanya keterpusatan penduduk dengan aktivitasnya (Kostof, 1991:37). Kota itu sendiri bersifat dinamis dan akan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan kota merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat masyarakat dengan aktivitas dan perilakunya. Faktor penyebab perkembangan kota ini, antara lain pertambahan penduduk dan perubahan aktivitasnya (Sujarto, 1998: 122). Dengan segala keterbatasan yang ada, baik dari segi sumber daya, sarana prasarana yang ada, maupun aspek koordinasi manajemen, keadaan ini kemudian berkembang menjadi suatu permasalahan kota yang perlu dipecahkan. Berkembangnya sebuah kota adalah hal yang alamiah, bukan sesuatu yang harus dicegah. Akan tetapi, perlu arahan agar perkembangan tersebut dapat terkendali. Kriteria dasar yang digunakan untuk mengupayakan pemecahan dan minimalisasi masalah perkotaan ini, diantaranya adalah pengembangan perencanaan kota berdasarkan keseimbangan dan keserasian kehidupan kota (Sujarto, 1998: 130). Mengingat pola sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan fisik kota yang beragam, termasuk kondisi kota yang serba dualistik. Kondisi dualistik (perbedaan keadaan) di perkotaan ini ditunjukkan pada berbagai hal, seperti miskin dan kaya, modern dan tradisional, serta sektor formal dan informal. Oleh karena kota merupakan akumulasi dari berbagai kepentingan itulah, konflik maupun ketidakpastian akan selalu timbul, termasuk permasalahan sektor informal kota. Menurut Dipak Mazumdar, di dalam sektor informal yang terlibat lebih banyak adalah kaum migran, yang bermula dari proses migrasi penduduk ke kota (Manning, 1985: 114). Sektor informal ini lebih berorientasi pada kesempatan kerja daripada keuntungan. Pendekatan yang dilakukan pada sektor informal ini haruslah berbeda. Tidak bisa dikatakan lagi bahwa sektor informal cuma bersifat sementara sebagai penampungan orang-orang yang tidak bisa masuk ke sektor formal. Akan tetapi, keberadaannya justru menjadi motor pertumbuhan aktivitas ekonomi. Sektor informal ini identik dengan sifat yang tidak legal, sehingga kebijakan-kebijakan umum pemerintah di Indonesia terhadap sektor informal cenderung memusuhi dan dianggap sebagai penyebab masalah yang timbul di kota. Permasalahan yang sering muncul dari kegiatan informal kota adalah di sektor perdagangan, yaitu kegiatan pedagang kaki lima (PKL). Keberadaan mereka sangat mudah dijumpai di kota, seperti pada lokasi alun-alun kota maupun di dekat pusat keramaian kota yang umumnya berjualan di trotoar-trotoar, dan pinggir-pinggir toko (Yustika, 2000: 175). Hal ini berarti 1

2 pula, bahwa untuk melakukan aktivitasnya mereka menggunakan atau bisa dikatakan menempel pada ruang-ruang publik dan bahkan ruang privat lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Manning dan Noor Effendi (1985: 348). Sebenarnya keberadaan PKL dapat mendukung kegiatan formal di lokasi tersebut, tetapi kenyataan yang ada justru cenderung termarginalkan baik dari segi lokasi dan ruang, maupun regulasi/hukum pengaturannya. Fenomena sektor informal pedagang kaki lima ini pada dasarnya merupakan bentuk pengkondisian dari pembangunan yang tidak memadai kapasitasnya, baik dari strategi dan kebijakan yang diterapkan maupun perlakuan pemerintah sendiri yang tidak sungguh-sungguh memperhatikan sektor ini (Rachbini, 1994: 81). Sampai dengan saat ini, penanganan masalah sektor informal pedagang kaki lima di perkotaan masih belum berubah dari pola lama, yaitu penggusuran demi kebersihan, keamanan, dan kenyamanan kota. Beberapa regulasi mengenai pedagang kali lima dapat dikatakan belum aspiratif karena masih berupa penggusuranpenggusuran. Seperti yang terjadi di Pasar Sunggingan Boyolali, para PKL di sekitar lokasi tersebut digusur karena alasan kebersihan dan penertiban dalam rangka menyongsong lomba Adipura 2006. Parahnya lagi, ternyata dari pihak Pemkot tidak mempunyai rencana lokasi baru untuk relokasi PKL tersebut. Hal inilah, yang kemudian menimbulkan protes dari pedagang kaki lima tersebut karena merasa diperlakukan tidak adil (Kedaulatan Rakyat, 17 Februari 2006). Beberapa kebijakan seperti yang telah dikemukakan diatas, memang telah dikeluarkan untuk menertibkan pedagang kaki lima ini, termasuk pengaturan jadwal waktu berdagang sampai dengan upaya relokasi PKL ke tempat lain. Khusus untuk yang disebut terakhir ini, yang paling sering menimbulkan konflik antara aparat pemerintah dengan para pedagang. Contoh kasus, adalah pedagang kaki lima di Jalan Menur, Surabaya, Jawa Timur, digusur paksa oleh tim gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja dan Garnisun setempat. Mereka digusur paksa karena berjualan di areal larangan berdagang. Para PKL ini sempat menolak penggusuran. Namun, mereka akhirnya menyerah dan membongkar sendiri lapak jualannya karena jumlah petugas yang banyak. Anehnya, para PKL ini kembali menggelar dagangannya setelah petugas meninggalkan lokasi. (www.metrotvnews.com, diakses 6 Juni 2006). Hal ini karena lokasi PKL baru yang disediakan kurang strategis dan potensial untuk PKL, praktis para PKL tersebut lebih cenderung kembali ke lokasi semula. Akhirnya, yang terjadi disini adalah seperti kucing-kucingan antara PKL dengan aparat. Semakin metropolitan sebuah kota, semakin menjamur pula PKL yang tumbuh. Seperti yang terjadi di kota-kota di Indonesia, sama halnya dengan di Semarang ibukota propinsi Jawa Tengah, aktivitas PKL juga semakin menjamur. Pada umumnya, PKL di Kota Semarang tumbuh pesat di setiap kawasan-kawasan fungsional perkotaan, termasuk di sekitar kawasan pendidikan.

3 Kawasan pendidikan, terutama pendidikan tinggi merupakan salah satu aktivitas yang dapat menjadi motor penggerak perkembangan kawasan. Hal semacam itulah yang terjadi di salah satu kawasan pendidikan di Kota Semarang. Dengan studi kasus di kawasan pendidikan Tembalang yang berlokasi di pinggiran selatan Kota Semarang, kawasan pendidikan Tembalang ini memang diarahkan menjadi kawasan pusat pendidikan tinggi wilayah Jawa Tengah, sesuai dengan RTRW Kota Semarang 2000-2010, yang terdapat beberapa kampus dan akademi di dalam dan sekitar kawasan. Pembangunan sarana pendidikan tinggi pertama kali di kawasan Tembalang ini adalah kampus Politeknik Negeri Semarang. Namun, dapat dikatakan bahwa perkembangan kawasan mulai terjadi dengan cepat sejak adanya pembangunan kampus Universitas Diponegoro. Diawali dengan pembangunan dan ditempatinya kampus Jurusan Teknik Sipil pada sekitar tahun 1993, kemudian secara serentak disusul dengan pembangunan kampus teknik yang lain seperti (Teknik Arsitektur, Kimia, Elektro, Mesin, Planologi), serta kampus MIPA dan Peternakan. Tahun 1997, kampus-kampus ini mulai digunakan untuk kegiatan pendidikan, kawasan Tembalang dan sekitarnya mulai berkembang. Pengembangan kawasan pendidikan seperti yang telah diuraikan diatas, mendorong daerah selatan Kota Semarang ini menjadi daerah yang cepat berkembang (fast growing area). Adanya kawasan pendidikan ini memberikan beberapa efek ganda terhadap perubahan aktivitas yang beragam pada daerah sekitarnya, misalnya pembangunan perumahan di sekitar yang semakin banyak, meningkatnya aktivitas perdagangan dan jasa. Selain itu, tingkat kunjungan orang ke lokasi ini (Tembalang dan sekitarnya) semakin bertambah, ditandai dengan tingginya arus mahasiswa yang masuk ke kawasan Tembalang. Oleh sebab itu pula, kemungkinan terjadinya dualistik aktivitas kota dalam kawasan ini sangat tinggi, yaitu selain di sektor formal, yang paling signifikan adalah pada sektor informal (misalnya, penyediaan jasa sewa kamar/kos-kosan, fotokopi, rental komputer, warung-warung makan, serta pedagang kaki lima). Pada kurun waktu inilah, perkembangan pedagang kaki lima di kawasan pendidikan Tembalang meningkat pesat, mereka berlokasi di dekat pusat-pusat aktivitas penduduk. Pertama kali, PKL mulai tumbuh yaitu di sepanjang Jl. Prof. Sudharto sampai dengan pertigaan Jl. Sirojudin. Sekitar tahun 2002, pihak UNDIP mengambil kebijakan untuk menggusur beberapa PKL yang berjualan di Jl. Prof. Sudharto, karena jumlah PKL yang semakin bertambah dan mendekati lingkungan kampus, serta mulai memakai lahan milik UNDIP. Meskipun demikian, mereka tetap berjualan di jalan-jalan di luar lahan milik UNDIP. Akhirnya, sampai saat ini PKL di kawasan Tembalang tetap berkembang dan semakin meningkat dengan lokasi yang meluas sampai ke Jl. Sirojudin, Jl. Banjarsari, Jl. Jatimulyo dan Jl. Tirtoagung (Wawancara Kasie. Trantib Kelurahan Tembalang, 5 Juni 2006).