BAB I PENDAHULUAN. Mereka yang ingin mengadakan transaksi tidak harus bertemu face to face,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

PERANAN TI (Teknologi Informasi) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA. Surakarta di Pengadilan Negeri Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi diyakini sebagai alat pengubah dalam kehidupan manusia. Keberhasilan para ahli dan menciptakan teknologi ini sudah tercapai, hal ini terbukti bahwa kehidupan manusia di Era modern ini tidak dapat lepas dari teknologi itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagai informasi dapat disajikan melalui hubungan jarak jauh dengan mudah dapat diperoleh. Teknologi informasi juga membantu memaksimalkan cakupan pasar untuk penjualan dan jasa, serta respon yang tepat kepada pelanggan, karena teknologi informasi dapat mendukung dalam penyimpanan data pelanggan dan menjadi sumber informasi untuk dapat melayani pelanggan. 1 Mereka yang ingin mengadakan transaksi tidak harus bertemu face to face, cukup melalui peralatan komunikasi sudah dapat terlaksana. Penerapan teknologi informasi akan menimbukan berbagai perubahan sosial. Karena itu perlu adanya partisipasi masyarakat dan peranan hukum, upaya pengembangan teknologi tidak saja kehilangan dimensi kemanusiaan tetapi juga menumpulkan visi inovatifnya. Peranan hukum diharapkan dapat menjamin bahwa pelaksanaan perubahan itu akan berjalan dengan cara teratur, tertib, dan lancar. Perubahan yang tidak direncanakan 1 Hamzah B.Uno,Nina Lamatenggo, 2010, Teknologi Komunikasi & Informasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 59. 1

2 dengan sebuah kebijakan hukum akan menimbulkan berbagai persoalan dalam kehidupan bermasyarakat. Uraian di atas mengindikasikan dua hal, di satu sisi teknologi dianggap baik yaitu sebagai alat yang menawarkan kemudahan serta memberikan kemakmuran, akan tetapi di sisi lain karena kemampuan teknologi yang tanpa batas memiliki berbagai bentuk kejahatan di dalam kehidupan bermasyarakat dikarenakan dari pengguna teknologi informasi yang sering kali tidak berfikir jauh sehingga sampai kepada tindak kejahatan itu sendiri. Kejahatan yang terjadi dewasa ini semakin kompleks. Para pelakunya bukan lagi setiap individu manusia biasa atau elite melainkan sudah merupakan suatu jaringan kerja (network criime) yang dinamakan dengan sindikat atau ganggang (gangstar). Ini bisa dilihat dari kejahatan narkotika, perbankan, perjudian, terorisme dan KKN yang jarinan kerjanya bisa mirip dengan kejahatan dan perilaku mafi, Triad dan Yakuza. 2 Banyak yang berpendapat bahwasanya wujud dari pada teknologi informasi itu adalah internet. Kini komputer telah menjadi media pertukaran data dan informasi serta sarana komunikasi inter personal yang mengglobal melalui jaringan internet. Internet tidak hanya pertukaran data dan informasi, dengan fasillitas Vioce Over Internet Protocol (VoIP) internet juga mampu 2 Teguh Sulistia, Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horizon Baru Pasca Reformasi, Jakarta :RajaGrafindo, Hal.42

3 melayani percakapan antar pengguna, memberikan siaran siaran radio (real time) dan televisi (streaming). 3 Internet bagaikan dua mata pisau, yaitu satu bagian tajam dan bagian lain tumpul dalam penerapan kehidupan. Dengan kata lain manusia perlu internet sebagai sarana komunikasi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, akan tetapi banyak dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi. Banyak kejahatan kejahatan yang muncul dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan dan masih banyak contoh kejahatan lain yang berawal dari teknologi informasi. Peran pemerintah pada dasarnya sudah mengantisipasi perubahan yang disebabkan oleh Teknologi Informasi. Kebijakan dan peraturan dibuat untuk memfasilitasi masyarakat agar dapat semaksimal mungkin memamfaatkan teknologi informasi serta menekan serendah rendahnya dampak dari kejahatan yang ditimbulkan oleh Teknologi Informasi. Penyalahgunaan teknologi informasi akan menjadi kewajiban hukum untuk meluruskanya demi tercipta tertib masyarakat beradab dan untuk berusaha mencegah kelakuan anti sosial, yakni kelakuan yang bertentangan dengan asas asas ketertiban sosial dan hukum. 4 Sehingga dalam pelaksanaan untuk menjalankan hukum yang baik sesuai dengan asas yang berlaku di Indonesia tanpa ada diskriminasi atau apapun di dalamnya. Supaya masalah penyalahgunaan teknologi ini tidak menjadi keresahan sosial bagi masyarakat luas, seyogyanya implementasi masyarakat 3 Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi. Rajawali Pers.2005 jakarta.hal.11 4 Teguh Sulistia, Aria Zurnetti, Op. Cit. hal.143

4 modern yang memekai teknologi tinggi harus mampu mengurangi perilaku yang amat merugikan kepentingan orang banyak atau pihak lain. Adanya kebebasan individu untuk mengekspresikan ilmu atau teknologinya dalam kehidupan masyarakat adalah dalam kerangka perubahan sosial (social change). 5 Ada beberapa hal yang menjadi asas dalam pembentukan hukum dan perundang undangan mengenai teknologi informasi yaitu asas legalitas, itikad baik, etika, moral. Keseluruhan produk hukum mengenai teknologi informasi ini baik mengenai pemanfaatan teknologi internet, transaksi elektronik, informasi elektronik, hak kekayaan intelektual, dan kejahatan komputer hendaknya mengacu kepada asas-asas tersebut di atas. Dalam Pasal 179 KUHAP ayat 1 ditemukan bahwa: setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli wajib memberikan keterangan ahli demi kebenaran, misalnya ahli kedokteran kehakiman, dokter, ahli telematika, dan ahli lainnya. Keterangan ahli disini dimaksudkan sebagai keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mewakili keahlian khusus tentang apa yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara. Dalam Pasal 179 ayat 2 KUHAP, ditentukan bahwa : semua ketentuan harus dipenuhi untuk menjadi saksi berlaku bagi mereka yang memberi keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucap sumpah atau berjanji bahwa mereka akan memberikan keterangan sebaik baiknya dan sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Dalam Pasal 186 KUHAP, disebutkan bahwa keterangan ahli ini harus dinyatakan dalam suatu sidang pengadilan. 5 Ibid., hal 133

5 Terlebih lagi masih banyak kasus perkara pidana melalui dunia maya yang hadir seiring bertambahnya ilmu teknologi sehingga barang tentu pemerintah tidak dapat acuh tak acuh mengenai perkembangan kejahatan ini. Dalam penegakan hukum, polisi, jaksa, hakim tidak boleh semaunya menjalankan acara pidana, tetapi harus berdasarkan ketentuan undangundang, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan perundang undangan diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengandung ketentuan acara pidana yang menyimpang, dengan terciptanya KUHAP maka untuk pertama kalinya Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai meliputi peninjauan kembali (herziening). 6 Perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka tujuan dalam mencari siapa pelaku tindak dan selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan dan putusan terhadapnya sesuai dengan bukti bukti yang ada dalam siding pengadilan, diperlukan ahli khusus yang mempelajari bentuk bentuk kejahatan yang muncul serta peraturan perundang-undangan lain yang mendukung Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam sebuah penulisan hukum dengan 6 Andi Hamzah, 2010, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal.1-2.

6 judul : PERANAN TI (Teknologi Informasi) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA. (Studi Kasus Manipulasi Data Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Muhammadiyah Surakarta di Pengadilan Negeri Sukoharjo) B. Perumusan Masalah Agar dapat melaksanakan penelitian dengan baik dan terarah sehingga penelitian yang dikehendaki dapat tercapai maka di sini penulis memandang perlu membatasi masalah yang akan diteliti supaya pembahasannya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan TI (Teknologi Informasi) sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara pidana? 2. Bagaimana kedudukan hukum mengenai keterangan saksi ahli TI (Teknologi Informasi) dalam menyelesaikan perkara pidana? 3. Bagaimana kendala aparat penegak hukum dalam pelaksanaan Undang Undang nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas, karena hal yang demikian akan dapat memberikan arah pada penelitian yang dilakukan. Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

7 a. Untuk mengetahui peranan TI (Teknologi Informasi) sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara pidana. b. Untuk mengetahui kedudukan hukum mengenai keterangan saksi ahli Teknologi Informasi dalam pembuktian di sistem Peradilan Pidana. c. Untuk menambah pengetahuan bagi aparat penegak hukum dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 2. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan atas penelelitian yang hendak dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis 1) Memberikan dasar atau landasan penelitian lebih lanjut 2) Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembangunan ilmu hukum khususnya bidang hukum pidana. b. Manfaat praktis Hasil dari suatu penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak atau instansi yang terkait dalam menegakkan hukum ditengah masyarakat. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi mahasiswa Diharapkan adanya penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat membandingkan antara ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan dengan praktek hukum dimasyarat.

8 2) Bagi masyarakat Diharapkan membaca hasil penelitian ini diharapkan nantinya menambah wawasan masyarakat mengenai proses pembuktian di persidangan khususnya peranan TI (Teknologi Informasi). 3) Bagi Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum Diharapkan adanya hasil penelitian ini maka diharapkan agar dapat memberikan masukan serta gambaran kasar mengenai kualitas penegakan hukum yang saat ini telah berlangsung di Indonesia dengan harapan agar Pemerintah atau Aparat Penegak Hukum yang terkait dapat memperbaiki serta meningkatkan kualitas sistem penegakan hukum yang sekarang dilaksanakan supaya lebih baik dari yang sebelumnya. D. Kerangka Pemikiran Sebelum membahas lebih jauh mengenai TI (teknologi informasi) alangkah baiknya jika kita ketahui pengertian dari teknologi informasi. Teknologi adalah cara dimana kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah praktis. 7 Sedangkan pengertian Informasi itu sendiri adalah fakta atau apapun yang dapat digunakan sebagai input dalam menghasilkan informasi. 8 Pembuktian dalam sebuah kasus tindak pidana merupakan bagian penting, dikarenakan tugas utama dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran yang sejati. 7 Rusman, Deni Kurniawan, Cepi riyana, 2011, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal.79. 8 Ibid.hal 79

9 Pembuktian dalam sidang perkara pidana sekurang-kurangnya harus ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan hakim mempunyai keyakinan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Adapun alat bukti yang sah menurut KUHAP sebagaimana diatur dalam Pasal 184, adalah terdiri dari : 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; dan 5. Keterangan terdakwa. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi yang mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP). Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemerikasaan (Pasal 1 butir 28 KUHAP). Sehingga perlu seseorang yang memiliki keahlian tertentu dibidangnya sehingga dapat membuktikan serta memberikan keterangan yang berguna dalam proses pembuktian. Alat bukti surat sebagaimana dimaksud pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan akan dikuatkan dengan sumpah, adalah (Pasal 187 KUHAP). Sedangkan alat bukti petunjuk dalam Pasal 188 ayat 1 adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu

10 sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat bukti sah terakhir adalah keterangan terdakwa. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. 9 Alat bukti ini baru, karena dalam HIR tidak ada, yang ada adalah alat bukti pengakuan dari terdakwa bahwa ia telah melakukan tindak pidana. Alat bukti dalam Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (2) Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh undang undang ini. Menurut Karim Nasution, jika hakim atas dasar alat alat bukti yang sah telah yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan telah dapat diterima, serta sesuatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan terdakwa dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna yaitu bukti yang sah dan meyakinkan. 10 Jadi seorang hakim harus bisa meyakini bahwa seseorang itu berdasarkan alat bukti yang ada dapat dijadikan sebagai terdakwa dalam sebuah perbuatan tindak pidana pada umumnya. 9 Pasal 189 ayat (3) KUHAP 10 Djoko Prakoso, 1988, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta :Liberty Yogyakarta, hal.37

11 Membuktikan itu tidak mudah seperti membalikan telapak tangan. Kita tidak dapat membenarkan bukti bukti yang kita dapatkan dalam sebuah peristiwa. Karena tiap tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri, demikian juga bangsa Indonesia mempunyai tata hukumnya sendiri yakni Tata Hukum Indonesia. 11 Dalam hal pembuktian ini Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 15 Maret 1972 Momor 547 K/Sip/1971 memutuskan, bahwa pembuktian yang diletakkan kepada pihak yang harus membuktikan suatu yang negatif adalah lebih berat daripada beban membuktikan sesuatu yang positif, yang tersebut terakhir ini termasuk pihak yang lebih mampu untuk membuktikan. 12 Pembuktian tidak dapat semata mata hanya untuk memberikan kejelasan suatu perkara melainkan mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan terhadap Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Undang Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan menganalisisnya. Dalam 11 C.S.T Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, Hal. 169 12 Yurisprudensi Jawa Barat 1969-1972 I. Hal. 109.

12 melakukan penelitian hukum seyogyanya selalu mengikatkan dengan makna yang mungkin dapat diberikan kepada hukum. 13 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif, yaitu bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 14 Objek yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini adalah Peranan teknologi informasi dalam mengungkap kasus perkara pidana sebagai alat bukti dalam persidangan. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Peneliti selain mempelajari beberapa perundang-undangan dan buku-buku yang merupakan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, juga melakukan penelitian lapangan dalam rangka guna memperoleh data yang dibutuhkan dan dalam rangka mengolah dan menganalisis data terkait peran informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan realita dalam persidangan. 3. Lokasi Penelitian 13 Kudzhalifah Dimyati & Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. hal. 3 14 Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 54.

13 Lokasi penelitian ini penulis memilih di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Karena Pengadilan Negeri Sukoharjo merupakan lembaga peradilan yang berwenang mengadili tindak pidana, serta mempunyai arsip dan catatan yang lengkap mengenai tindak pidana yang sistem pembuktian dengan teknologi informasi. Sehingga tepat bila penulis memilih lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Sukoharjo. 4. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data 1) Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang berupa fakta yang ada di lapangan, yakni penelitian terhadap peranan mengenai Teknologi Informasi yang dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara pidana. Dengan demikian, data yang diperoleh secara langsung dari aparat penegak hukum dalam hal ini khususnya pengacara yang pernah menangani tersangka, Hakim, Pihak ketiga yang terkait dalam perkara di Pengadilan Negeri Sukoharjo. 2) Data Sekunder Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan,

14 dan sebagainya. 15 Dalam penelitian hukum ini data sekunder berupa bahan-bahan pustaka yang meliputi: 1) Bahan Hukum Primer a) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Kitab Undang Undang Hukum Pidana c) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. d) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. e) Keputusan Mahkamah Agung Nomor 547 K/Sip/1971. f) Dan peraturan perundang undangan lainnya yang terkait dengan peranan Teknologi Informasi sebagai alat bukti. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang meliputi literatur-literatur, artikel-artikel tentang proses penyelesaian perkara pidana di Peradilan Negeri Sukoharjo, serta hasil penelitian yang berkaitan dengan peranan Teknologi Informasi sebagai alat bukti dalam tindak pidana. 3) Bahan hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer 15 Amiruddin, Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hal. 30.

15 dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia. 16 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu kegiatan mengumpulkan dan memeriksa atau menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti. 17 Dilakukan dengan cara mencari, mencatat, mengumpulkan, mempelajari, dan mengutip bahan-bahan yang berupa buku, makalah, artikel, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Wawancara (Interview) Dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada Pengacara, Hakim, Pihak-Pihak yang terkait dengan perkara tindak pidana, dan Aparat Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana di Penagdilan Negeri Sukoharjo. 6. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis, lisan, juga perilaku yang 16 Ibid, hal. 32. 17 M. Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hal. 101.

16 nyata diteliti dan diteliti sebagai sesuat yang utuh. 18 Sementara itu, metode berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berfikir secara induktif dimana cara berfikirnya dari sesuatu yang bersifat khusus untuk dapat ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat umum. F. Sistematika Skripsi Supaya penulisan skripsi ini menjadi terarah dan sistematis, maka skripsi ini terbagi menjadi beberapa bab dan masing-masing bab terbagi lagi dalam beberapa sub bab dengan pokok bahasanya. Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini Penulis disini akan menuliskan beberapa teori yang menjadi acuan dalam penulisan mengenai penerapan informasi dan transaksi elektronik, yaitu mengenai: A. Tinjauan umum tentang Teknologi Informasi 1. Pengertian Teknologi Informasi 2. Pembagian Teknologi Informasi 3. Keunggulan dan Kelemahan Teknologi Informasi 4. Kedudukan Teknologi Informasi sebagai alat bukti dalam pembuktian di Sistem Peradilan Pidana Umum B. Tinjauan umum tentang Pembuktian 1. Karakter hukum pembuktian. 18 H. B. Soetopo. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Hal. 34.

17 2. Sistem pembuktian. 3. Parameter pembuktian. 4. Asas Asas Pembuktian C. Sistem Peradilan Pidana. 1. Penyelidikan 2. Penyidikan 3. Penuntutan 4. Pelaksanaan putusan Bab III Hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini penulis akan menyajikan tentang hasil penelitian dan analisa secara rinci mengenai penerapan teknologi informasi yang dilakukan kepolisian, alat bukti, pembuktian dalam sistem pidana umum, dan putusan hakim dengan norma hukum positif (Undang-Undang) Bab IV Kesimpulan dan saran. Dalam bab ini penulis akan menjabarkan rangkuman dari bab-bab sebelumnya dan dicantumkan pula kesimpulan dan saran dari penulis dengan harapan semoga bermanfaat bagi semua pihak. Bagian akhir dari penulisan skripsi ini, penulis akan mencantumkan daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang mendukung kelengkapan data dalam penulisan skripsi ini. sehingga, lengkaplah susunan atau sistematika dalam penulisan skripsi ini.