PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN BALOK DAN KUBUS DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

BAB I PENDAHULUAN. logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Lebih

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

B A B I P E N D A H U L U A N

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Apa itu CTL? M n e g n a g p a a p a h a h r a us u s C TL

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

INOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II KAJIAN PUSTAKA. hasil belajar siswa meningkat (Wardani, 2008:1.4) Dalam proses pembelajaran apabila penguasaan siswa terhadap materi yang

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB II KAJIAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

Aas Asiah Instansi : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Siliwangi Bandung

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

BAB V PEMBAHASAN. mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tabel yang menggambarkan. matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dengan menempuh perbaikan di bidang pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

Eva Nuraisah 1, Riana Irawati 2, Nurdinah Hanifah 3. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No.

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Atik Sukmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

YUNICA ANGGRAENI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasanah, 2014

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

CONTEXTUAL LEARNING AND TEACHING (CTL) (PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL)

BAB 1 PENDAHULUAN. Prestasi Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika, masih rendah. Banyak data yang menukung opini ini, seperti:

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Motivasi belajar matematika berkurang. Minat belajar merupakan

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Volume Kubus dan Balok di Kelas IV SDN 1 Balukang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

Transkripsi:

PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN BALOK DAN KUBUS DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) Dian Farhatin E-mail: df_hatin@gmail.co.id. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan contextual teaching learning (CTL). Pendekatan contextual teaching learning (CTL) mempunyai ciri-ciri diantaranya menggunakan masalah kontekstual, dengan menggunakan permasalahan kegiatan sehari-hari sebagai contoh, sehingga dapat memudahkan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada. Dengan harapan siswa dapat lebih mengingat konsepkonsep yang terdapat pada permasalahan yang mereka hadapi. Dengan pendekatan CTL, siswa dibimbing untuk menemukan konsep-konsep dalam matematika, sehingga siswa dapat mengembangkan ide-ide kreatif mereka pada pembelajaran selanjutnya. Kata kunci: pembelajaran, pendidikan metematika realistik indonesia Tuntutan kurikulum di era globalisasi pada kegiatan pembelajaran matematika antara lain, adalah menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah, melatih berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kreativitas yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan melalui pemikiran divergen, orisinal, membuat prediksi, dan mencobacoba (trial and error), dengan harapan dapat membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut diperlukan agar siswa dapat memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk menjalani kehidupan sehari-harinya. Sementara materi pelajaran yang tersedia dalam bentuk bukubuku teks, belum mendukung pencapaian tuntutan kurikulum tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat dari sedikitnya bahan ajar siswa kejuruan yang benar-benar menggali permasalahan keseharian siswa terutama yang berkaitan dengan pelajaran kejuruan yang di geluti siswa. Sementara bahan ajar untuk siswa Sekolah Menengah Atas atau umum, begitu mudahnya kita dapati. Sehingga tanpa disadari keterbatasan bahan ajar yang relevan tersebut sedikit banyak telah berperan dalam menghambat berpikir kritis siswa. Keterampilan berpikir kritis merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika, perlu dilatihkan pada siswa mulai dari jenjang pendidikan dasar. Siswa perlu dibekali keterampilan seperti itu supaya siswa mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi secara kritis. Pentingnya keterampilan berpikir kritis dilatihkan kepada siswa, didukung oleh visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang (Sumarmo, 2006). Visi pertama untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika yang mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematik dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua untuk kebutuhan masa yang akan datang atau mengarah ke masa depan, mempunyai arti lebih luas yaitu

Farhatin, Pembelajaran Materi Luas Permukaan Balok dan Kubus pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Rumusan Masalah Bagaimana pembelajaran matematika untuk materi luas permukaan balok dan kubus Sekolah Menengah Kejuruan, berdasarkan pendekatan contextual teaching and learning? Tujuan Menciptakan pembelajaran materi luas permukaan balok dan kubus berdasarkan pendekatan contextual teaching and learning. Manfaat Memberikan informasi dan alternative metoda pembelajaran bagi guru matematika dan sebagai pengalaman bagi siswa dalam pembelajaran matematika. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran kontekstual sebagai terjemahan dari contextual teaching and learning (CTL) memiliki dua peranan dalam pendidikan yaitu sebagai filosofi pendidikan dan sebagai rangkaian kesatuan dari strategi pendidikan. Sebagai filosofi pendidikan, CTL mengasumsikan bahwa perana pendidik adalah membantu peserta didik menemukan makna dalam pendidikan dengan cara membuat hubungan antara apa yang mereka pelajari di sekolah dan cara-cara menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata. Hal ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik memahami mengapa yang mereka pelajari itu penting. Sedang sebagai strategi, strategi pengajaran dengan CTL memadukan teknikteknik yang membantu peserta didik menjadi lebih aktif sebagai pelajar dan reflektif terhadap pengalamannya (Depdiknas, 2004). Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak dalam memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Sagala, 2010: 87) Menurut de Lange, 1987 (dalam Zulkardi, 2002) proses pengembangan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata disebut matematisasi konseptual. Bagian-bagian Terpenting Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) CTL menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Disamping itu, telah diidentifikasi enam unsur kunci seperti berikut ini (University of Washington. 2001. dalam Tarsito.2009) : 1. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka; 2. Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanantatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang; 3. Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah; 4. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standard: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standard lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan/atau industri; 46

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 6 NO. 2 JULI 2012 5. Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilainilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Berbagai macam budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran. Budayabudaya ini, dan hubungan antar budayabudaya ini, mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling tidak empat perspektif seharusnya dikembangkan: individu siswa, kelompok siswa (seperti tim atau keseluruhan kelas), tatanan sekolah, dan tatanan masyarakat yang lebih luas; 6. Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, chek list, dan panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa ikut aktif berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri dan penggunaan untuk memperbaiki keterampilan menulis mereka. Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Trianto (2009:111-120), menjelaskan bahwa pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu : (1) konstruktivisme (constructivism), (2) inkuiri (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7) penilaian sebenarnya (authentic assessment). 1. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme (Constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. 2. Inkuiri (Inquiry) Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun yang diajarkannya. 3. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan 47

Farhatin, Pembelajaran Materi Luas Permukaan Balok dan Kubus bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru kearah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa, bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. 5. Pemodelan (Modeling) Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan thermometer untuk mengukur suhu tubuh pasiennya. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. 7. Penilaian Autentik (Authentic Assessment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran pembelajaran siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru sesegera mungkin bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (Assessment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) 48

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 6 NO. 2 JULI 2012 Model skematis proses pembelajaran de Lange (Tessmer, :1987. 72) yang merupakan proses pengembangan ide-ide dan konsep-konsep yang dimulai dari dunia nyata yang disebut matematisasi konseptual yang dilukiskan dalam gambar berikut : Gambar 1. Matematisasi Konseptual (de Lange. 1987) Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontekstual (contextual problems) sebagai titik awal dalam belajar matematika. Menurut Trefers (1991. 32) mengklasifikasi pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan komponen matematisasi yaitu: mekanistik, empiristik, strukturalistik dan realistik. Proses matematisasi ada dua tipe, yaitu horizontal dan vertikal. Menurut Gravemeijer (1994. 21) matematisasi horizontal sebagai suatu proses yang bertolak dari kehidupan nyata ke dunia simbol. Proses ini dapat disebut proses informal. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses membawa hal-hal yang matematis ke jenjang yang lebih tinggi. Proses ini dapat disebut proses formal. Dalam matematisasi horisontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horisontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematika. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia simbol. Contoh matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematik dan penggeneralisasian. Mekanistik lebih menekankan pada latihan, dan penghapalan rumus (proses matematisasi tidak nampak). Emperistik lebih menekankan pada matematisasi horizontal dan cenderung mengabaikan matematisasi vertikal. Strukturalistik lebih menekankan pada matematisasi vertikal dan cenderung mengabaikan matematisasi horizontal. Sedangkan realistik menyeimbangkan matematisasi horizontal dan vertikal. Adapun materi luas permukaan balok dan kubus dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning sebagai berikut: 49

Farhatin, Pembelajaran Materi Luas Permukaan Balok dan Kubus Gambar 2 Rubik Tujuan : Mengeksplorasikan rumus luas permukaan balok dan kubus Alat dan bahan: 1. Benda berbentuk balok dan kubus 2. Kertas karton 3. Gunting 4. Penggaris 5. Spidol hitam Langkah-langkah : 1. Siapkan sebuah kotak yang berbentuk balok dan kubus, lengkap dengan tutup dan alasnya. 2. Jiplaklah kotak diatas kertas kartonmu, lalu guntinglah hasil jiplakanmu. Gambar 3 Kotak Suplemen 3. Letakkan hasil guntingan kotak tersebut di atas meja masing-masing. 4. Lipatlah hasil jiplakan balok dan kubus tadi dan perjelaslah garis hasil lipatan dengan spidol. Hasil jiplakan dari kotak tersebut dinamakan jaring-jaring balok atau jaring-jaring kubus. 5. Gambarkanlah jaring-jaring balok dan kubus berdasarkan hasil dari kegiatan yang kalian lakukan di atas! Kemudian buatlah beraneka ragam bentuk jaringjaring balok dan kubus! 50

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 6 NO. 2 JULI 2012 Berdasarkan gambar jaring-jaring balok dan kubus yang telah kalian buat di atas, bagaimana cara menghitung luas jaring-jaring balok dan kubus! Luas jaring-jaring balok = 51

Farhatin, Pembelajaran Materi Luas Permukaan Balok dan Kubus Luas jaring-jaring kubus = Luas jaring-jaring balok dan kubus yang kalian dapatkan dari aktivitas di atas di namakan luas permukaan balok dan luas permukaan kubus. Kesimpulan Dalam pembelajaran dengan pendekatan contextual teching and learning sedapat mungkin memunculkan tujuh prinsip contextual teching and learning. Saran Pada pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan contextual teching and learning seorang guru diharapkan dapat menjadi fasilitator, motivator serta pembimbing yang baik untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan memahami materi. Daftar Pustaka Depdiknas. (2004). Model-model Pembelajaran Matematika. Jakarta: Bagian Proyek Pengembangan Sistem dan Pengendalian Program SLTP Fisher, R. (1995). Teaching Children to Think. Cheltenham, United Kingdom: Stanley Thornes Ltd Foshay, R. dan Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving [online]. Tersedia:www.ispi.org/ProComm/re sources/usingthecognitiveapproach Silber.pdf [1 Desember 2010]. Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Ultrecht: Freudenthal Institute 52

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 6 NO. 2 JULI 2012 Sumarno, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat nasional FMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan Sagala, Saiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Tessmer, Martin. (1993). Planing and Conducting Formative Evaluations. London: Kogan Page Trianto, (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Zulkardi. (2002). Developing A Learning Environment On Realistic Mathematics Education For Indonesian Student Teachers. Disertasi. University of Twente. 53