BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan era globalisasi saat ini telah memberikan dampak peningkatan urbanisasi dan industrialisasi di masyarakat. Perubahan masyarakat menjadi masyarakat industri memberikan dampak peningkatan insidensi penyakit tidak menular (PTM). Sampai saat ini, penyakit tidak menular telah menjadi penyebab utama (63%) kematian global di dunia dimana 80% kematian tersebut terjadi di negara berkembang (WHO, 2011a). Penyakit tidak menular memiliki berbagai faktor risiko, salah satunya adalah fakor risiko perilaku. Faktor risiko perilaku penyakit tidak menular yang utama meliputi diet yang tidak sehat yaitu rendahnya konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur (WHO, 2011b). Saat ini, risiko tersebut banyak terjadi pada usia remaja. Remaja lebih banyak mengonsumsi makanan awetan yang telah mengalami pemrosesan. Makanan yang telah mengalami pemrosesan mengandung gizi yang lebih sedikit dan tidak kaya akan serat (Mahran, 2008). Remaja juga 1
2 lebih menyukai makanan yang cepat saji dibandingkan makanan yang beraneka ragam sehingga komposisi konsumsi karbohidrat lebih banyak dibandingkan buah dan sayur.perilaku tersebut dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan remaja masuk dalam kategori tidak cukup buah dan sayur dan menyebabkan remaja mengalami defisiensi mikronutrien seperti kekurangan vitamin, mineral, serat dan tidak seimbangnya asam basa tubuh. Hal-hal itu meningkatkan kerentanan remaja untuk menderita PTM di usia dewasanya terutama penyakit kardiovaskular dan beberapa jenis kanker (Ali & Tsou, 1997). Sayangnya, konsumsi buah dan sayur pada penduduk remaja di berbagai wilayah di Indonesia masih masuk dalam kategori rendah atau tidak cukup. Hal ini berdasarkan pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 dimana ditemukan bahwa rata-rata 83,64% remaja di Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, hanya 16,4% yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai rekomendasi. Menurut Depkes tahun 2007, Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu wilayah di Indonesia yang rendah dalam konsumsi buah dan sayur. Secara keseluruhan, konsumsi buah dan sayur di Provinsi Jawa Barat lebih rendah dibandingkan rata-rata konsumsi
3 nasional (Depkes, 2008). Padahal, budaya masyarakat di Provinsi Jawa Barat dikenal memiliki pola konsumsi yang baik untuk sayur dan buah dalam pola pangan tradisionalnya (Depkes, 2009). Untuk membawa perubahan dalam perilaku berisiko tersebut, memahami mengenai hal-hal yang mempengaruhi perilaku kesehatan sangatlah diperlukan. Banyak penelitian telah dilaporkan terkait penyebab perilaku kesehatan berisiko. Sebagian besar kemungkinan penyebab yang berkaitan dengan perilaku kesehatan adalah pengaruh sosiodemografi seperti efek gender, pendapatan, lokasi, dan sosial-budaya (Wang et.al, 2012). Remaja yang berasal dari latar belakang status sosial ekonomi rendah seperti yang ditunjukkan oleh pendidikan dan pendapatan keluarga, cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan padat energi dibandingkan buah dan sayur (Worsley et al., 2004). Selain itu, remaja yang tinggal di perkotaaan umumnya mengonsumsi makanan yang rendah serat atau makanan siap saji dibandingkan buah dan sayur. Hubungan faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan tersebut cukup bervariasi, kompleks, dan sering saling tergantung sehingga sulit untuk menggeneralisasikan
4 secara kuat pengaruh variabel tertentu seperti lokasi atau status sosial-ekonomi pada perilaku. Namun, hal tersebut dapat diperjelas melalui dilibatkannya variabel mediasi dalam model prediksi antara faktor sosiodemografi dan perilaku yaitu pengaruh budaya. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa persepsi terhadap kepercayaan pada makanan yang dibentuk oleh budaya lebih kuat mempengaruhi perilaku konsumsi masyarakat didalamnya. Dalam suatu budaya seperti budaya tidak mentoleransi berat badan berlebih memandang kurang layak wanita mengonsumsi makanan yang tinggi lemak, atau seperti di Provinsi Jawa Barat dimana kaum perempuan memiliki keyakinan untuk menjaga citra tubuh dan kecantikan dengan mengonsumsi buah dan sayur. Manifestasi budaya ini menjadi variabel yang menunjukkan adanya peran gender sebagai faktor sosiodemografi yang kuat dalam mempengaruhi perilaku kesehatan dalam hal konsumsi makananan (Conner & Sparks, 2005). Dalam berbagai macam lingkungan sosial memang dilaporkan bahwa perempuan lebih banyak mengadaptasi perilaku hidup sehat dibadingkan laki-laki. Mereka cenderung untuk memantau berat badan dan kesehatan yang lebih daripada laki-laki. Perempuan cenderung lebih
5 menyadari masalah kesehatan dan memilih makanan yang lebih bergizi daripada laki-laki (Worsley, 1988). Begitupula dalam mengonsumsi buah dan sayur, menurut Baker & Wardle (2003), perempuan lebih banyak dan lebih sering mengonsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan laki-laki, meskipun perempuan mengonsumsi porsi makan yang lebih kecil. Selain itu, mayoritas perempuan menganggap pentingnya menjaga berat badan ideal, sehingga perempuan akan cenderung lebih termotivasi untuk melakukan retriksi diet dengan mengonsumsi buah dan sayur untuk menjaga bentuk tubuh yang ideal (Clarke at al., 2009). Adanya persepsi yang terbentuk oleh budaya di Provinsi Jawa Barat mengenai konsumsi buah dan sayur untuk menjaga citra tubuh memungkinkan gender sebagai faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi remaja di daerah tersebut. Namun, keterbatasan akses dalam memenuhi konsumsi buah dan sayur seperti lokasi tempat tinggal (perkotaan dan perdesaan) dan status sosioekonomi juga masih bervariasi berpengaruh terhadap perbedaan tingkat konsumsi buah dan sayur pada remaja. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui apakah perilaku konsumsi sayur dan buah pada remaja khususnya di Provinsi Jawa Barat dipengaruhi
6 oleh peran gender atau juga dipengaruhi oleh status sosio-ekonomi dan lokasi tempat tinggal dengan menganalisis data Riskesdas 2007. Dengan menelaah hubungan faktor tersebut, kita dapat menentukan caracara strategis untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur pada populasi remaja yang selanjutnya dapat dijadikan solusi pendekatan promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan tercukupinya kebutuhan buah dan sayur pada remaja di Provinsi Jawa Barat.
7 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola konsumsi buah dan sayur di Provinsi Jawa Barat berdasarkan gender? 2. Bagaimana pola konsumsi buah dan sayur di Provinsi Jawa Barat berdasarkan area perkotaaan dan perdesaan? 3. Bagaimana pola konsumsi buah dan sayur di Provinsi Jawa Barat berdasarkan tingkat pendapatan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pola konsumsi buah dan sayur berdasarkan genderdi Provinsi Jawa Barat. 2. Mendeskripisikan pola konsumsi buah dan sayur berdasarkan area perkotaan dan perdesaan di Provinsi Jawa Barat. 3. Mendeskripisikan pola konsumsi buah dan sayur berdasarkan tingkat pendapatan di Provinsi Jawa Barat.
8 1.4. Keaslian Penelitian Studi mengenai pola konsumsi buah dan sayur berdasarkan gender, lokasi tempat tinggal dan status sosio-ekonomi telah banyak dilakukan. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini terdapat pada tempat atau lokasi diadakanya penelitian, subjek dan karakteristik penelitian, serta jumlah subjek yang diambil. Penelitian yang pernah dilakukan tersebut antara lain : 1. Krølner et al. (2011) melakukan penelitian dengan judul Determinants of fruit and vegetable consumption among children and adolescents : a review of the literature. Part II: qualitative studies yang bertempat di Amerika Serikat. Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah anak dan remaja. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku populasi anak dan remaja untuk mengonsumsi buah dan sayur. Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa faktor usia, kemudahan dan ketersediaan untuk mendapatkan buah dan sayur berpengaruh terhadap keinginan mengonsumsi buah dan sayur. Selain itu, terdapat faktor yang lebih kompleks yang saling berpengaruh
9 terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur seperti ketersediaan dan paparan terhadap buah dan sayur di area lokal tempat tingal, preferensi, pengetahuan, biaya, pengaruh orang tua, pengaruh media masa, dan pengaruh teman sebaya. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa tempat tinggal di wilayah perkotaan, individu akan lebih cenderung pada makanan tidak sehat dibandingkan buah dan sayur. Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dalam desain, subjek dan metode penelitian. Penulis menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional sehingga dapat mengukur secara langsung pengaruh faktor yang diteliti dengan pola konsumsi buah dan sayur dan dapat diketahui faktor apa yang paling kuat berpengaruh yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Penulis juga menambahkan faktor jenis kelamin yang tidak dikaji di penelitian sebelumnya. Selain itu, subjek yang digunakan penulis hanya usia remaja. 2. Fibrihirzani (2012) melakukan penelitian mengenai hubungan antara karakteristik individu, karakteristik orang tua dan karakteristik lingkungan terhadap konsumsi buah dan sayur pada siswa SMPN 8 Depok. Penelitian ini menggunakan
10 metode cross-sectional. Karakteristik individu yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, pengetahuan buah dan sayur, kesukaan dan keyakinan diri sedangkan karakteristik orang tua dan karakteristik lingkungan yang diteliti adalah kebiasaan orang tua dan dukungan orang tua serta ketersediaan buah dan sayur dan pengaruh teman sebaya. Hasil dari penelitian ini didapatkan hubungan bermakna antara karakteristik individu, karakteristik orang tua dan karakteristik lingkungan dengan konsumsi buah dan sayur. Didapatkan angka konsumsi buah dan sayur perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 28,8% untuk perempuan dan 10,3% untuk laki-laki. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan konsumsi buah dan sayur.penelitian yang dilakukan penulis berbeda dalam hal subjek dan alat ukur yang dipakai untuk menentukan kecukupan kosnusmi buah dan sayur. Subjek yang digunakan penulis adalah usia remaja awal dan remaja akhir sedangkan pada penelitian sebelumnya subjek adalah usia remaja awal. Alat ukur dalam penelitian sebelumnya berupa kuesioner dengan standar kecukupan konsumsi buah dan sayur menurut World Health Organization (WHO).
11 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai pola konsumsi buah dan sayur berdasarkan karakteristik sosiodemografi berupa gender, area perkotaan dan perdesaan, dan tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi pemerintah dalam melakukan program pengendalian penyakit yang diakibatkan oleh kurangnya konsumsi buah dan sayur. 2. Sebagai pertimbangan pemerintah dan tenaga medis dalam melakukan intervensi dalam meningkatkan kecukupan kebutuhan buah dan sayur pada masyarakat Provinsi Jawa Barat. 3. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pola konsumsi buah dan sayur.