BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Dari ketiga jenis bahan bakar fosil tersebut, sumber daya yang paling banyak di Indonesia saat ini adalah batubara. Batubara yang banyak terdapat di Indonesia adalah jenis batubara peringkat rendah, yaitu sub-bituminous. Pemanfaatan batubara peringkat rendah dengan teknologi gasifikasi adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pemanfaatan batubara sehingga dihasilkan produk yang mudah dikonversi menjadi sumber energi dan berbagai macam bahan baku industri kimia. Syntesis gas atau Syngas adalah hasil gasifikasi batubara yang merupakan campuran gas karbon monoksida, hidrogen, metana, karbon dioksida dan gas-gas lainnya. Selain dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar ramah lingkungan, syngas merupakan intermediate product yang artinya produk yang berfungsi sebagai bahan baku dari produk lainnya. Syngas dapat digunakan sebagain bahan baku pembuatan methanol, pupuk urea, dan lain-lain. Kebutuhan syngas di Indonesia dapat diperkirakan dari besarnya produksi methanol dan pupuk urea di Indonesia, yaitu methanol sebesar 330 juta galon per tahun dan pupuk urea yang lebih dari 12,5 juta ton per tahun. Berdasarkan kecenderungan tersebut, maka pendirian pabrik gasifikasi batubara merupakan investasi yang cukup potensial. Pendirian pabrik akan membantu mengurangi kebutuhan gas alam dan memanfaatkan sumber daya batubara di Indonesia. Yugatha Halimawan Nurimam (09/284219/TK/35182) 1
B. Tinjauan Pustaka Proses gasifikasi dapat dilakukan dengan beberapa proses yang dibedakan berdasarkan tipe reaktor yang digunakan. Tipe reaktor tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu moving-bed gasifiers, fluid-bed gasifiers, dan entrained-flow gasifiers. Setiap tipe mempunyai karakteristik tertentu yang membedakan satu dengan lainnya. 1. Moving-bed gasifiers Moving-bed gasifiers (terkadang disebut fixed-bed gasifiers) mempunyai karakteristik terdapat sebuah bed di mana batubara bergerak perlahan ke bawah karena gravitasi diubah menjadi gas oleh aliran udara yang kuat yang umumnya counter-current. Seperti pada counter-current pada umumnya, gas sintesis panas dari hasil gasifikasi digunakan untuk memanaskan dan pirolisis batubara yang bergerak ke bawah. Dengan proses ini, konsumsi oksigen sangat sedikit, tetapi hasil pirolisis terikut pada produk synthesis gas dan kebutuhan steam tinggi. Suhu keluaran synthesis gas biasanya rendah sekitar 425 650 C dan mempunyai lower heating value sekitar 6500 kj/nm 3. Adanya nitrogen sekitar 50% pada hasil gas menjadi penyebabnya. Abu dikeluarkan melalui bagian bawah reaktor. Keuntungan dari proses ini adalah prosesnya berjalan kontinyu. Karena heating value yang rendah proses ini dianggap tidak ekonomis.proses ini dapat menggunakan jenis batubara apa saja, tetapi lebih disarankan menggunakan high rank coal. Rentang ukuran umpan sekitar 6-50 mm. Salah satu proses yang menggunakan moving-bed gasifiers adalah Sasol-Lurgi dry bottom gasifiers (Higman and Burgt, 2007). Yugatha Halimawan Nurimam (09/284219/TK/35182) 2
GAS Gambar 1. Sasol-Lurgi Dry Bottom Gasifiers 2. Fluid-bed gasifiers Fluid-bed gasifiers dapat mencampur umpan dengan oksidan dengan baik, termasuk transfer panas dan massa sehingga distribusi bahan di bed baik dan karenanya sedikit jumlah tertentu yang hanya bereaksi secara parsial terbuang bersama abu. Hal ini akan mengurangi konversi karbon. Operasi dari fluid-bed gasifiers umumnya terbatas pada suhu di bawah softening point dari abu yang dapat menimbulkan slagging yang akan mengganggu fluidisasi bed. Beberapa usaha telah dilakukan untuk beroperasi pada ashsoftening zone untuk mengontrol abu dengan tujuan meningkatkan konversi karbon. Suhu keluaran synthesis gas tergolong moderat, yaitu sekitar 900 1050 C. Kebutuhan oksigen dan steam tergolong moderat. Ukuran partikel berkisar antara 6-10 mm. Ukuran partikel yang terlalu kecil dapat terbawa pada syngas dan meninggalkan bed. Biasanya dilengkapi dengan cyclone dan dikembalikan ke dalam bed. Suhu operasi yang rendah berarti bahwa proses ini dirancang untuk gasifikasi umpan yang reaktif, seperti low-rank coals dan biomassa (Higman and Burgt, 2007). Yugatha Halimawan Nurimam (09/284219/TK/35182) 3
Gambar 2. Bubble Fluid-Bed Gasifier 3. Entrained-flow gasifiers Entrained-flow gasifiers beroperasi dengan umpan dan aliran udara secara co-current. Waktu tinggal proses ini sangat singkat, hanya beberapa detik. Umpan dihaluskan sampai ukuran 100 µm atau kurang untuk mendukung transfer massa dan transportasi di gas. Dengan waktu tinggal yang singkat, suhu tinggi dibutuhkan untuk konversi yang tinggi, yaitu sekitar 1250 1600 C dan karena itu semua entrained-flow gasifiers beroperasi pada slagging range. Operasi pada suhu tinggi mengakibatkan kebutuhan oksigen tinggi dan steam rendah. Proses ini tidak memiliki batas tipe batubara yang digunakan (Higman and Burgt, 2007). Gambar 3. Top-Fired Coal-Water Slurry Feed Slagging Entrained-Flow Gasifier Yugatha Halimawan Nurimam (09/284219/TK/35182) 4
Dari ketiga proses di atas, dipilih fluid-bed gasifiers. Proses pada fluid-bed gasifiers menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan proses lainnya. Konversi karbon pada gasifier tidak terlalu rendah. Umpan batubara yang dibutuhkan tidak perlu memakai batubara high rank, cukup medium rank atau low rank yang banyak terdapat di Indonesia, yaitu sub bituminous coal. Yugatha Halimawan Nurimam (09/284219/TK/35182) 5