BEBAN GANDA PEREMPUAN BEKERJA (Antara Domestik dan Publik)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PERAN GANDA DENGAN PENGEMBANGAN KARIER WANITA (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KONTRIBUSI PENDAPATAN ISTRI TERHADAP KEBUTUHAN KELUARGA DI KECAMATAN POLOKARTO. Endang Sri Sudalmi dan Dewi Ratna Nurhayati

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

1Konsep dan Teori Gender

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rumah, mengurus, mendidik, dan mengasuh anak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

Puji Hastuti F

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berarti meningkatkan tanggung jawab wanita sebagai pribadi yang mandiri

PERAN GANDA PEREMPUAN PEDAGANG SAYURAN DALAM KELUARGA (STUDI KASUS PASAR BENTENG KECAMATAN NUSANIWE KOTA AMBON)

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

2015 PENYESUAIAN PERANAN IBU BEKERJA DALAM KEHIDUPAN KELUARGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan bagi sumber daya wanita untuk berkarya. Khususnya di kota-kota besar dimana

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketakutan Sukses. Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi dari pekerja perempuan di Indonesia untuk setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki peranan dalam sistem sosial, yang ditampilkan

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERSAMAAN GENDER DALAM PENGEMBANGAN DIRI. Oleh Marmawi 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Peran wanita di masa sekarang sudah tidak hanya mengerjakan urusan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wilayahnya masing-masing. Budaya sebagai tuntunan kehidupan tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. individu tersebut. DEPKES RI (1988) Keluarga merupakan unit terkecil dari

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta (BEJ) Nomor Kep-306/BEJ/ menyebutkan bahwa perusahaan yang go

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

BAB I PENDAHULUAN. perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai

Eksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

Transkripsi:

BEBAN GANDA PEREMPUAN BEKERJA (Antara Domestik dan Publik) Nurul Hidayati Aktivis gender Surabaya nurulh1180@gmail.com Abstract: Women's worked has become at usual things in this modern era. They are very diverse reasons, among others: economic conditions, the demands of time and self existence as human beings who have the same ability as men. However, culture is still not in favor of working women encounter resulted in a double burden, which play a role in public and domestic spaces. This double burden became socio-cultural problem and a form of gender in equity with the victims are women. Keywords: women, work, double burden, and gender in equity. Abstrak: Perempuan bekerja merupakan hal yang sudah biasa di era sekarang ini. Alasan mereka sangat beragam, antara lain: kondisi ekonomi, tuntutan jaman dan eksistensi diri sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki. Namun, kultur yang masih belum berpihak mengakibatkan perempuan bekerja mengalami beban ganda, yaitu berperan di wilayah publik sekaligus domestik. Beban ganda yang harus ditanggung oleh perempuan bekerja ini menjadi masalah sosiokultural dan merupakan bentuk ketidakadilan gender dengan korbannya adalah perempuan. Kata Kunci: Perempuan, Bekerja, Beban ganda, dan Ketidakadilan gender PENDAHULUAN Pada era sekarang ini, perempuan bukan hanya mereka yang terpenjara di dalam rumah dan melakukan kegiatan dosemtik, namun juga melakukan kegiatan di luar rumah (publik) untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan. Masuknya perempuan ke wilayah publik disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: pendidikan perempuan yang semakin tinggi, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk bersaing dengan laki-laki disektor publik; karena keinginan untuk maju dan berkembang; karena adanya tuntutan jaman yang memang sudah berubah dan, karena alasan meningkatkan eksitensi diri.alasan yang paling klasik, khususnya bagi keluarga miskin, adalah, untuk mendapatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tingginya kesadaran kaum perempuan untuk bekerja, tidak linier kendala yang mereka hadapi, terutama kultur yang tidak pernah bisa berpihak pada mereka. Artinya, bangunan kultur yang ada dalam masyarakat masih menginginkan perempuan bekerja untuk berperan ganda, yaitu: berperan sebagai pekerja (publik- 108 MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015

produktif) dan berperan sebagai ibu rumah tangga (domestik-reproduktif). Fakta tentang beban ganda perempuan bekerja, memang tidak bisa dihindari dalam relaitas masyarakat kita yang kental dengan kultur patriarkhis. Hal tersebut sebenarnya tidak menjadi masalah jika suami mereka ikut membantu meringankan beban domestik yang harus ditanggung oleh para isterinya. Artinya, ada pola relasi dalam keluarga yang berbasis pada kemitraan antara suami isteri. Namun jika tida ada pola relasi berbasis kemitraan antara suami istri, maka yang terjadi pada perempuan pekerja bukan hanya beban ganda (double burden), akan tetapi triple burden, sehingga perempuan yang bekerja mengalami penindasan berganda karena tidak adanya keberpihakan kultur. Pandangan normatif tentang perempuan bekerja yang menganggap bahwa keberhasilan seorang perempuan adalah jika dia berhasil dalam pekerjaannya danjuga dalam membina keluarganya, menjadi hal yang umum dalam masyarakat kita. Artinya, masih ada anggapan baha keberhasilan dalam keluarga ada di pundak ibu atau menjadi tanggungjawab seorang perempuan secara mutlak, dan tidak menjadi tanggungjawab laki-laki. Fakta inilah sebenarnya yang menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam konteks masyarakat kita. PEMBAHASAN A. Beban Ganda (Double Burden) Perempuan: Sebuah Penegasan Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di wilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestik. Upaya maksimal yang dilaku-kan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda Michelle et al (1974) menyatakan bahwa peran ganda disebutkan dengan konsep dualisme cultural, yakni adanya konsep domestik sphere dan publik sphere Beban ganda adalah partisipasi perempuan menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran tradisi atau domestic mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi penger-tian perempuan sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Pada peran transisi perempuan sebagai tenaga kerja Beban Ganda Perempuan Bekerja (Nurul Hidayati) 109

turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia (Sukesi, 1991). Beban ganda kaum perempuan terimplikasi pada: (1) peran kerja sebagai ibu rumah tangga (mencerminkan femininine role), meski tidak langsung menghasilkan pendapatan, secara produktif bekerja mendukung kaum pria (kepala keluarga) untuk mencari penghasilan (uang); dan (2) berperan sebagai pencari nafkah (tambahan ataupun utama). Peran ganda perempuan ialah peran perempuan di satu pihak keluarga sebagai pribadi yang mandiri, ibu rumah tangga, mengasuh anak-anak dan sebagai istri, serta dipihak lain sebagai anggota masyarakat, sebagai pekerja dan sebagai warga negara yang dilaksanakan secara seimbang. Perempuan dianggap melakukan peran ganda apabila ia bertanggung jawab terhadap tugas-tugas domestik yang berhubungan dengan rumah tangga seperti membersihkan rumah, memasak, melayani suami, dan merawat anak-anak, serta ketika perempuan juga bertanggung jawab atas tugas publik yang berkaitan dengan kerja di sector publik (karier) yakni bekerja di luar rumah dan bahkan seringkali berperan sebagai pencari nafkah utama. Perempuan mempunyai dua peranan yaitu sebagai istri atau ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaan rumah tangga yaitu pekerjaan produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan dan sebagai pencari nafkah yang langsing menghasilkan pendapatan (Pudjiwati, 1985). Beban ganda perempuan merupakan masalah yang sering dihadapi perempuan bekerja. Perempuan seringkali harus memilih antara tidak menikah dan sukses berkarier, atau menikah dan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Adanya orangorang yang membantu pekerjaan domestik atau babysitter memberikan peluang besar bagi perempuan eksekutif untuk mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar atau untuk mendapatkan kepuasan lebih dalam mengaktualisasikan diri. Pada hakekatnya permasalahan peran ganda perempuan bukan pada peran itu sendiri, melainkan adalah akibat atau dampak yang ditimbulkannya pada keluarga. Sementara itu ketertinggalan perempuan pada peran transisi mereka berpangkal pada pembagian pekerjaan secara seksual di dalam masyarakat dimana peran perempuan yang utama adalah lingkungan rumah tangga (domestik sphere) dan peran pria yang utama di luar rumah (public sphere) sebagai pencari nafkah utama. Pembagian kerja yang tidak seimbang antara pria dan perempuan dapat menimbulkan beban kerja pada pihak yang terdominasi. Pembagian kerja secara seksual ini jelas tidak adil bagi perempuan, 110 MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015

sebab pembagian kerja seperti ini selain mengurung perempuan, juga menempatkan perempuan pada kedudukan subordinat terhadap pria, sehingga cita-cita untuk mewujudkan perempuan sebagai mitra sejajar pria, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat mungkin akan sulit terlaksana. Pembagian peran yang tidak seimbangan akan menimbulkan beban kerja yang lebih berat pada perempuan. Beban kerja berlipat atau berlebihan yaitu memaksakan dan membiarkan salah satu jenis kelamin menanggung beban aktivitas berlebihan. Berdasarkan pemikiran di atas, maka bisa disimpulkan bahwa, beban ganda adalah beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Beban ganda ini terjadi jika salah satu jenis kelamin melakukan dua peran sekaligus secara bersamaan yaitu peran publik dan peran domestik. Beban ganda masuk dalam kategori bentuk ketidakadilan gender, yang pada umumnya dialami oleh kaum perempuan. B. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Beban Ganda Berbincang mengenai beban ganda perempuan, tidak lepas dari budaya masyarakat kita yang lebih dikenal dengan budaya patriarkhi. Budaya patriarkhi adalah budaya dominasi atas laki-laki terhadap perempuan. Dalam konteks masyarakat patriarkhi, perempuan adalah warga kelas dua yang berada di wilayah domestik (reproduktif) dan laki-laki ada di wilayah publik (produktif). Kondisi tersebut seakan menjadi kodrat dalam ralaitas pola relasi antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, ketika seorang perempuan bekerja atau melakukan kegiatan di ranah publik untuk mencari uang, maka dia masih wajib melakukan pekerjaan rumah tangga (tanggungjawab rumah tangga masih menjadi beban perempuan). Perempuan memiliki peran sebagai ibu rumah tangga yang merupakan peran mutlak yang tidak bisa dihilangkan begitu saja dalam kultur masyarakat kita yang patriarkhis. Bahkan secara tidak langsung setiap perempuan pasti akan menjadi ibu rumah tangga dan memiliki jiwa keibuan. Oleh karena itu, ketika perempuan bekerja, maka yang terjadi adalah mereka tetap melakukan perannya sebagai ibu rumah tangga. Sebagai penegasan peran atau role menurut Suratman (2000:15) adalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu seksual, sebagai satu aktivitas menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi dua:pertama, peran publik, yaitu segala aktivitas manusia yang biasanya dilakukan di luar rumah dan bertujuan untuk mendatangkan penghasilan; kedua, peran domestik, yaitu aktivitas yang Beban Ganda Perempuan Bekerja (Nurul Hidayati) 111

dilakukan di dalam rumah dan biasanya tidak dimaksudkan untuk mendatangkan penghasilan, melainkan untuk melakukan kegiatan kerumahtanggaan. Hal tersebut semakin berat bagi perempuan-perem-puan miskin. Perempuan miskin mengalami miserisasi, dimana dia harus bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga dan juga kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Kondisi ekonomi yang semakin mendesak mengakibatkan pe-rempuan harus turut serta berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi untuk menam-bah penghasilan atau memenuhi ekonomi keluarga. Secara umum, faktor yang mendorong perempuan untuk bekerja, antara lain: 1. Ekonomi Faktor ekonomi merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang mendorong perempuan untuk berkarir. Kebutuhan keluarga yang tidak dapat dicukupi oleh seorang suami akan secara langsung dan tidak langsung menuntut seorang perempuan yang menjadi istri untuk ikut bekerja mencari penghidupan untuk keluarganya. Selain itu, perempuan yang merasa memiliki terlalu banyak kebutuhan tambahan akan sangat tertarik untuk meniti karir agar kebutuhannya dapat terpenuhi dengan mudah. Perempuan merasa mampu dan perlu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus sepenuhnya bergantung kepada orangtua ataupun suami. Alasan tersebut mendorong perempuan untuk turut serta terjun ke dunia karir di samping kehidupan rumah tangganya. 2. Eksistensi diri Pendidikan yang tinggi dan kemampuan kaum perempuan mengharuskan dia untuk lebih eksis di masyarakat. Eksistensi diri yang ada dalam diri perempuan tentunya akan menjadikan kaum perempuan memiliki kekuatan untuk tetap eksis di masyarakat luas. Selain itu kesempatan kerja juga semakin luas terbuka untuk para perempuan. Perempuan turut memilih untuk bekerja karena mempunyai kebutuhan relasi sosial yang tinggi dan tempat kerja dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan di kantor lebih menyenangkan daripada di rumah. Aktualisasi diri juga merupakan salah satu faktor pemicu peran ganda kepuasan, dan keinginan untuk meningkatkan dirinya dapat diraih dengan mejajaki dunia karier, dimana akan diberikan reward berupa peningkatan karier apabila melakukan kinerja yang baik. Dengan berkarya, berkreasi dan mencipta serta mengembangkan ilmu, mendapat penghargaan, penerimaan, dan prestasi merupakan salah 112 MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015

satu bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualisasi banyak diambil oleh para perempuan di jaman ini terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang karier yang tinggi. 3. Alasan Sosial Alasan atau faktor sosial yang mendorong perempuan untuk berkarir umumnya adalah keinginan untuk ikut serta dalam lingkungan yang aktif. Kebiasaan perempuan untuk selalu ingin berada di lingkungan kalangannya akan mampu membuatnya mengikuti apa yang dilakukan oleh kalangannya. Jika seorang perempuan bergaul dengan para perempuan karir, tidak menutup kemungkinan perempuan terseut akan ikut menuai karir juga. Perempuan juga ingin memiliki status sosial yang tinggi, yang salah satu pencapaiannya adalah dengan berkarir. Perempuan yang aktif dalam kehidupannya akan merasa kurang jika ia tidak melakukan karir dan memiliki profesi tertentu. Selain itu, karir dan profesi akan menambah lingkungan sosial bagi perempuan yang aktif bersosialisasi 4. Alasan Budaya Budaya atau adat yang ada di masyarakat tidak semuanya menuntut para pria untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ada budaya yang justru menuntut para perempuan untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Adat dan budaya yang seperti ini secara tidak langsung menuntut dan memaksa perempuan untuk bekerja dan berkarir menjadi tulang punggung keluarganya. Perempuan karir yang seperti inilah yang menuai pekerjaannya mungkin dengan agak sedikit terpaksa. Budaya yang ada membuat perempuan secara terpaksa harus berperan ganda menjadi ibu rumah tangga serta mencari nafkah bagi keluarga. Berdasarkan hal tersebut, maka faktor yang mempengaruhi beban ganda perempuan adalah budaya patriarkhi. Budaya patriarkhi ini bahkan menyeruak dalam pemahaman keagamaan, sehingga ketika seorang perempuan lalai terhadap tanggungjawabnya di wilayah domestik maka dia akan dijustifikasi sebagai melanggar perintah agama (Islam). C. Beban ganda perempuan bekerja (antara domestik dan publik) Moore (1988) dalam Saptari (1997) menyatakan bahwa definisi kerja seringkali tidak hanya menyangkut apa yang dilakukan seseorang, tetapi juga menyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja tersebut, serta penilaian social yang diberikan terhadap pekerjaan tersebut. Sementara itu menurut Saptari (1997) definisi kerja ialah segala hal yang Beban Ganda Perempuan Bekerja (Nurul Hidayati) 113

dikerjakan oleh seorang individu baik untuk subsistensi, untuk dipertukarkan atau diperdagangkan, untuk menjaga kelangsungan keturunan, dan kelangsungan hidup keluarga atau masyarakat. Skolnick dalam Budiman (1985) menyatakan bahwa perbedaan psikologis antara pria dan perempuan pada dasarnya berputar di sekitar dua teori besar yaitu teori nature (teori alam) dan teori nurture (teori kebudayaan). Pengikut teori nature beranggapan bahwa perbedaan psikologis antara pria dan perempuan disebabkan oleh faktor biologis kedua insan ini. Teori nurture beranggapan bahwa perbedaan ini tercipta melalui proses belajar dari lingkungan. Ada juga teori equilibrium yang berusaha mencari jalan tengah dari kedua teori tersebut, dimana perbe-daan pesikologis antara laki-laki dan perempuan terjadi karena adanya faktor biologis sekaligus faktor lingkungan. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dibedakan antara pem-bagian kerja domestik, yang bersifat reproduktif atau tidak memiliki nilai ekonomis dan kerja publik atau produktif yang tentunya memiliki nilai ekonomis. Saptari dkk (1997) menyatakan bahwa dalam setiap masyarakat harusselalu ada kerja produksi (menghasilkan sesuatu) untuk kelangsungan hidup anggotanya, dan harus ada kerja reproduksi (secara harfiah menggantikan apa yang telah habis atau hilang) untuk kelestarian sistem atau struktur sosial yang bersangkutan. Kerja reproduksi tidak hanya menyangkut apa yang terjadi di dalam rumah tangga, tetapi juga dalam masyarakat, misalnya kegiatankegiatan yang menjamin kelestarian struktur sosial yang ada. Hal ini mengakibatkan anggota masyarakat tidak dapat melakukan pekerjaan produksi apabila beberapa hal mendasar dalam kerumahtanggaan mereka tidak dikerjakan. Untuk meng-hindari kesimpangsiuran tentang arti dan penggunaan konsep reproduksi, Saptari dkk (1997) membedakan antara repro-duksi biologis dan reproduksi sosial. Reproduksi biologis ialah melahirkan anak, reproduksi tenaga kerja yang berarti sosialisasi dan pengasuhan anak serta mempersiapkan mereka untuk menjadi cadangan tenaga kerja berikutnya, sementara reproduksi social yakni proses dimana hubungan produksi dan struktur sosial terus direproduksi dan dilestarikan. Menurut Saptari dkk (1997) pembagian kerja seksual ialah pembagian kerja yang didasarkan atas jenis kelamin. Kesadaran akan perbedaan pendefinisian maskulinitas dan femininitas di setiap masyarakat membawa kesadaran masyarakat akan adanya bentuk-bentuk pembagian kerja seksual yang berbeda, yakni berdasarkan jenis kelamin pria atau perempuan. Pembagian kerja perempuan 114 MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015

dan pria dapat dilihat pada aktivitas fisik yang dilakukan, dimana perempuan bertanggungjawab atas pekerjaan rumah tangga, sedangkan pria bertanggung jawab atas pekerjaan nafkah. Pekerjaan rumah tangga tidak dinilai sebagai pekerjaan karena alasan ekonomi semata dan akibatnya pelakunya tidak dinilai bekerja. Permasalahan yang muncul kemudian adalah pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari pekerjaan non produksi tidak menghasilkan uang, sedangkan pekerjaan produksi (publik) berhubungan dengan uang. Uang berarti kekuasaan, berarti akses yang besar ke sumber-sumber produksi, status yang tinggi dalam masyarakat. Konsep per-kembangan budaya berakar kuat dalam adat istiadat yang kadang kala membelenggu perkembangan seseorang. Ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan akan memunculkan persepsi bahwa perempuan dilahirkan untuk melakukan pekerjaan yang jauh lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah pula. Pekerjaan rumahtangga menurut Walker dan Woods (1976) dalam Guhardja (1992) mendefinisikan pekerjaan rumah tangga ke dalam enam kategori yaitu: 1) penyediaan pangan/ makanan, 2) pemeliharaan keluarga (anggota keluarga), 3) pemeliharaan rumah, 4) pemeliharaan pakaian (termasuk mencuci, seterika), 5) manajemen (termasuk pencatatan/record keeping), dan 6) marketing (termasuk kegiatan berbelanja). Berdasarkan pembagian kerja tersebut, akhirnya perempuan bekerja mengalami beban ganda bahkan lebihdari itu (triple burden). Misalnya, Perempuan yang berkiprah di ranah publik dan memegang posisi tertinggi di sebuah bidang pekerjaan, namun di sisi lain peempuan juga masih harus bertanggung jawab mutlak terhadap pekerjaan di dalam rumah tangga atau domestik, seperti mencuci, memasak, menyapu, mengasuh anak dan lain-lain. Sukses Karir dan Sukses Keluarga itu yang dijadikan sebagai pijakan bagi masyarakat kita untuk menilai kaum perempuan yang bekerja, dan jika dia sukses kerja namun tidak sukses dalam keluarga maka dia tidak akan dikatakan sebagai perempuan yang sukses dalam arti sebenarnya. Bagi perempuan yang belum berkeluarga, memiliki peran untuk memikirkan diri dan masa depannya sendiri. Ia berkarir untuk kepentingannya sendiri dan bagaimana bisa berguna bagi masya-rakat sekitarnya. Itu artinya, peran se-orang perempuan tidak hanya sebagai individu saja, tetapi perempuan juga sebagai makhluk sosial, yakni ia mengabdi kepada agama dan lingkungan masyarakatnya. Contoh: ketika ia harus bekerja, maka dia akan melakukan perannya sebagai perempuan secara individu atau pribadi dan Beban Ganda Perempuan Bekerja (Nurul Hidayati) 115

sebagai seorang pekerja yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Bagaimana pekerjaan yang dipilihnya itu tidak melanggar aturan agama, tidak melanggar norma sosial maupun hukum yang ada di negeri ini. Ataupun jika perempuan belum bekerja dan masih menjadi mahasiswa, maka akan melaksanakan perannya sebagai mahasiswa, sesuai dengan aturan yang ada di masyarakat dan juga di lingkungan sosial seperti kampus dan teman-temannya. Sementara perempuan yang sudah memiliki keluarga, maka seorang perempuan itu juga memiliki peran yang ganda yang bahkan lebih kompleks, yaitu sebagai individu yang senantiasa menye-suaikan diri dengan komponen lingkungan keluarganya serta lingkungan sekitar tempat ia tinggal. Tidak hanya itu saja, seorang perempuan tersebut juga harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan pekerjaannya, jika ia perempuan karir yang merangkap sebagai seorang ibu. Terlepas dari perempuan single maupun perempuan yang sudah memiliki keluarga, perempuan tetaplah memiliki peran ganda. Kondisi tersebut membuat seorang perempuan seringkali menghadapi tekanan dari lingkungannya. Ketika mendapatkan tekanan dari lingkungan, perempuan akan melakukan adaptasi diri, yang berarti mengubah diri sesuai keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan diri. Peran ganda perempuan membawa dampak pada pergeseran nilai dalam keluarga, berupa perubahan struktur fungsional dalam kehidupan keluarga seperti pola penggunaan waktu dan kegiatan untuk keluarga, urusan rumah tangga, pekerjaan, sosial ekonomi, pengembangan diri dan pemanfaatan waktu luang. Muhammad Asfar dalam prisma (1996) menyatakan bahwa perempuan tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi sudah aktif berperan di berbagai bidang kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Ini berarti, nantinya, jumlah tenaga kerja perempuan akan mendo-minasi pasar kerja di masa yang akan datang, superioritas pria di bursa kerja akan bergeser. Pola pembagian tugas dalam keluarga didasarkan pada status individu yang ada dalam keluarga, peran ganda yang dijalani perempuan membuat beban kerja dan kebutuhan alokasi waktu bagi perempuan bertambah akibat beban kerja yang bertambah. Kondisi ini membuat pola pengambilan keputusan yang menyangkut kelangsungan hidup para perempuan, akan berubah dan tidak pernah sama antara perempuan yang satu dengan perempuan yang lainnya. Peran seorang perempuan bergantung dengan profesi yang dipilih dan dicintainya. Sementara beban yang ia 116 MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015

tanggung adalah bentuk yang senantiasa kita anggap sebagai kesedihan- dari profesi yang dipilihnya tersebut. Setiap peran yang dimiliki oleh perempuan, akan memiliki konsekuensinya sendiri. Apabila ia seorang dosen, maka ia harus belajar bagaimana mentransfer ilmu dan memahamkan kepada mahasiswa. Tentu dari resiko pekerjaan itu akan menimbulkan beban tersendiri. Rasa lelah karena belajar, tugas mahasiswa yang harus segera dikoreksi serta rentetan makalah yang harus segera diselesaikan. Nah, dari kondisi tersebut, jangan kita mengaburkan antara peran dan beban seorang perempuan. Akan sama seperti ketika perempuan tersebut sebagai ibu rumah tangga. Tugasnya merawat dan mendidik anak, sudah ia pilih sebagai peran dalam kehidupannya. Maka ia pun juga akan mendapatkan beban yang sama, seperti ketika ia jenuh dengan rutinitasnya, rewelnya anak, serta uang belanja yang hanya ia terima dari suami, karena ia tidak memiliki penghasilan, akan menjadi beban tersendiri. Peran ganda yang dijalani perempuan membuat pola interaksi dengan keluarga berlangsung timbal balik dan saling membutuhkan, baik ketika berada di dalam maupun di luar rumah. Adapun Pola pengelolaan pendapatan dan pemanfaatan pendapatan keluarga didasarkan oleh tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Peran ganda perempuan adalah sesuatu yang dapat disimak, diobservasi, dan merupakan fenomena yang bersifat inter subyektif. Peran ganda perempuan membawa konsekuensi pada terjadinya perubahan pranata ataupun struktur sosial di dalam keluarga. Jika peran ganda perempuan menyumbang stabilitas keluarga atau masyarakat, maka hal itu dinilai fungsional dan disebut sebagai perubahan struktur fungsional dalam kehidupan keluarga. Peran ganda perempuan berarti keterlibatan perempuan secara aktif dalam suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan oleh pribadi perempuan yang diorganisir berlandaskan kemampuan yang memadai, serta turut serta memutuskan tujuan. Peran ganda perempuan merupakan perilaku dan tindakan sosial yang diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan harmoni dalam keluarga. Keterlibatan perempuan melakoni peran ganda tidak terlepas dari faktorfaktor yang mempengaruhinya seperti adanya motivasi, keinginan yang kuat untuk mengaktualisasikan diri, adanya keyakinan dan penilaian positif terhadap diri sendiri akan kemampuan untuk melakukan hal-hal positif yang dapat membawa pada keberhasilan di masa yang akan datang. Setiap perempuan sebagai pribadi memerlukan hubungan dengan lingkungannya yang memotivasinya, merangsang perkembangannya atau Beban Ganda Perempuan Bekerja (Nurul Hidayati) 117

memberikan sesuatu yang ia butuhkan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, lingkungan psikis, serta lingkungan rohaniah yang dikandung oleh setiap individu. Perempuan, ketika melihat adanya peluang untuk mengembangkan diri, dan mendapat dukungan dari lingkungan, akan berusaha berprestasi atau berusaha untuk maju. Peluang ini akan membuka kesempatan bagi perempuan berpindah strata. Kesempatan ini mendorong perempuan untuk maju bersaing dan bekerja keras untuk beralih ke strata yang lebih tinggi. Berdasarkan pemikiran di atas, maka peran dan beban jangan dilihat sebagai sesuatu yang samar, sehingga memanipulasi penilaian kita tentang perkembangan pengetahuan tentang perempuan. Sebab para perempuan adalah makhluk yang multitasking. Meski ia menyimpan beban, mengeluhkan bebannya, tetapi percayalah, itu hanya sekadar ungkapan hati kecilnya saja. Dan ia tak akan surut untuk mencapai sesuatu yang telah menjadi cita-citanya. Kiprah perempuan di ranah produktif mulai menunjukkan eksistensinya. Bisa kita lihat bagaimana perempuan dilibatkan secara aktif bekerja di semua lini. Mulai dari bidang ekonomi, sosial, politik hingga agama. Semua lini telah dapat mengandalkan perempuan sebagai sumber daya manusia yang produktif dan andal. Meski demikian, banyak hal yang masih membelenggu perempuan dalam kiprahnya di ranah produktif. Perempuan masih saja terbelenggu dengan budaya, mitos dan jauh dari kata kompetensi yang sehat di ranah produktif. Pergeseran nilai dalam keluarga, menuntut perempuan untuk bisa lebih mandiri, kreatif serta bisa mengalokasikan waktunya lebih baik lagi. Meski ada beberapa perubahan struktur fungsional dalam kehidupan keluarga seperti pola penggunaan waktu dan kegiatan untuk keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, pengembangan diri dan pemanfaatan waktu luang, namun tidak membuat perempuan kehilangan fitrah dan jati dirinya sebagai perempuan. Tanggung jawab sosial dan tanggung jawab moril, tetap diemban sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kepada Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan perempuan dengan segala keindahannya. PENUTUP Beban ganda (double burden) adalah beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Beban ganda tersebut meliputi pekerjaan domestik (mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain) dan pekerjaan publik (mencari nafkah). Beban ganda ini merupakan bentuk ketidakadilan gender sebagai korbannya adalah perempuan yang dalam 118 MUWAZAH, Volume 7, Nomor 2, Desember 2015

konteks ini adalah perem-puan pekerja. faktor yang mempengaruhi beban ganda perempuan adalah budaya patriarkhi, yaitu budaya dominasi laki-laki atas perempuan. Budaya patriarkhi ini bahkan menyeruak dalam pemahaman keagamaan, sehingga ketika seorang perempuan lalai terhadap tanggung-jawabnya di wilayah domestik maka dia akan dijustifikasi sebagai melanggar perintah agama (Islam). DAFTAR PUSTAKA Abdullah, I. ed. 1997. Sangkan Peran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.. Argyo Demartoto, Menyibak Sensitivitas Gender Dalam Keluarga Difable, Surakarta, UNS Press 2007. Collins Randall, Sosiologiy of Marriage and the family: Gender, love and Property, Chicago: Nelson Hall, 1987. C.B. Brettel and CF Sargent, (tjh), Gender dalam Perspektif Lintas Cultural, Jakarta: Prenada Media, 2003. F.Ivan Nye, Role Structure and Analysis of The Family, California & London: Sage Library of Social research, 1976. Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, Bandung: Mizan, 1999. Rowatt Jr, G. Wade dan Rowatt Mary Jo. Bila Suami Istri Bekerja. Yogyakarta:Kanisius, 1990 Beban Ganda Perempuan Bekerja (Nurul Hidayati) 119