BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA NASKAH PUBLIKASI

PERILAKU KOPING ANGGOTA SAMAPTA POLRI KETIKA MENGHADAPI KERUSUHAN MASSA

PROFESIONALISME KERJA DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANGGOTA SAMAPTA POLRI SKRIPSI. Diajukan oleh : EVA TRI AGUSTINA F.

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

TOTAL 30,000,000 30,000,000

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN AGRESIVITAS PADA POLISI YANG MENDAPATKAN INVENTARIS SENJATA API

Keterangan Pers Presiden RI pasca penetapan APBN-P 2012, Jakarta, 31 Maret 2012 Sabtu, 31 Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Polisi Republik Indonesia (POLRI) merupakan alat negara yang

BAB I PENDAHULUAN. berupa stressor kerja seperti beban kerja yang berlebihan, rendahnya gaji,

PENGELOLAAN EMOSI PADA ANGGOTA SABHARA (SAMAPTA BHAYANGKARA) DALAM MENANGANI UNJUK RASA SKRIPSI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembelajar dan terdidik di Indonesia. Berasal dari kata Maha yang berarti tertinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan salah satu lembaga

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROFESIONALISME KERJA PADA POLISI LALU LINTAS S K R I P S I

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Hubungan Persepsi..., Adnan, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kampus merupakan salah satu sarana pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang menganut paham demokrasi. Sebagaimana dikemukakan Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

WALIKOTA BANJARMASIN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama masa hidupnya orang lebih banyak berada pada kondisi saling

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (POLRI) sangatlah penting. Kehadiran POLRI dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk

RAHASIA. INFORMASI KHUSUS Tanggal 15 Januari 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB I PENDAHULUAN. membantu apa pun pengaduan dari masyarakat, seperti pencurian, pembunuhan, dan perampokan. Sebagaimana semboyan Tribrata

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengendara sepeda motor setiap tahunnya mengalami peningkatan yang

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR PENJAGAAN TAHANAN

I. PENDAHULUAN. kepengurusan dengan dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang

SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesejahteraan dan keadilan bisa diterapkan ketika perilaku damai berada pada tiap

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Sub Dit Dalmas Sat Sabhara Polda Metro Jaya

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN SIKAP ANGGOTA POLISI SEKTOR POLRES PURBALINGGA TERHADAP EFEKTIFITAS KERJA

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya perubahan serta akselerasi dalam berbagai bidang. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu menjadi kebutuhan dasar bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

KEKERASAN MASSA. Oleh : Chery Aditya Romiko Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

I. PENDAHULUAN. Anarkis merupakan sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan, anarkis dimulai di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara demokrasi, dimana kekuasaan atau kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anggota dari Polisi merupakan anggota masyarakat, walaupun ada aspek yang

I. PENDAHULUAN. berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, hak-hak asasi manusia

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan agenda politik. bangsa Indonesia yang negaranya menganut paham demokrasi. Salah satu tahapan

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PATROLI SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP MASSA YANG ANARKIS PADA SAAT UNJUK RASA DI MUKA UMUM. (Studi Unjuk Rasa di Wilayah Hukum Polresta Padang) JURNAL.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Sumber daya pada suatu organisasi merupakan kunci dari lajunya dan

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PELETON PENGURAI MASSA (RAIMAS) SATUAN SABHARA SETINGKAT POLRES

HARKATPUAN PATROLI TERPADU JAJARAN BAHARKAM POLRI DAN KEWILAYAHAN JAKARTA, 3 S.D. 4 OKTOBER 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KARAKTERISTIK GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polisi adalah aparat penegak hukum yang memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat dan berperan sebagai penjaga keseimbangan antara kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dengan kepentingan orang lain yang menikmati haknya, misalnya hak untuk bekerja, hak untuk bergerak, hak untuk beristirahat, dan sebagainya. Polisi dalam undang-undang diberi kewenangan dan kekuasaan luas untuk menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Polisi berwenang mengatur masyarakat di jalanan, di tempat-tempat umum, serta mengawasi dan memaksa mereka untuk patuh pada aturan sehingga undang-undang berjalan semestinya (Kunarto, 1995). Fenomena rakyat turun ke jalan untuk menyatakan aspirasi dan pendapat secara terbuka atas topik apapun yang terkait dengan aspirasinya cukup lazim sejak bergulirnya era reformasi di segala bidang di Indonesia. Kegiatan tersebut, rapat umum, mimbar bebas, demonstrasi, merupakan suatu konsekuensi logis dari kebebasan dan demokrasi. Namun sayangnya, dalam kegiatan tersebut seringkali ditandai oleh benturan-benturan fisik antara masyarakat (pendemonstrasi) dengan masyarakat lain atau antara para pendemonstrasi dengan petugas penegak hukum. Hasil penelitian (Tim Peneliti Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 2002) menyebutkan bahwa masih ada sebagian anggota sabhara yang tidak mampu 1

2 mengelola emosi dan bertindak kasar saat menangani pengunjuk rasa. Dalam aksi unjuk rasa seharusnya aparat kepolisian tidak mudah terpancing dan tetap bisa mengendalikan diri. Massa yang arogan tidak harus dilawan dengan kekerasan. Kesabaran hati serta adanya kemampuan mengontrol emosi saat menangani pengunjuk rasa akan membuahkan kebaikan, yakni kekerasan tidak terjadi dan bentrokanpun bisa dihindari (Kunarto, 1999). Polisi yang berniat melakukan pengayoman terhadap unjuk rasa ternyata seringkali tergelincir kepada tindakan-tindakan penindasan, sehingga beberapa orang terpaksa luka-luka dan babak belur akibat tindakan anggota polisi tersebut. Seperti yang terungkap pada wawancara dengan subjek A.T.H., usia 27 tahun, anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) unit pengendalian massa Polres Sukoharjo: Kalau untuk memukul dan menendang mas ya, jujur saya pernah melakukan pukulan karena mungkin ya saya sudah emosi mas ya, kalau untuk mela...melakukan pukulan ya mungkin untuk menghilangkan rasa emosi itu saya mungkin cuma satu kali mas, abis itu saya juga tidak karena saya pikir yang melaksanakan unjuk rasa itu kan juga saudara kita, teman kita sendiri, jadi ya...ya sebisa mungkin kita mengendalikan diri mas ya seperti itu. Aksi unjuk rasa pada tanggal 03 Agustus 2009 yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) di depan Gedung DPR RI, Jl Gatot Subroto Jakarta, berujung ricuh. Empat mahasiswa dilaporkan telah diamankan polisi karena terlibat perkelahian dengan aparat. Unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa di depan Gedung DPR bertujuan untuk menuntut adanya transparansi anggaran negara terkait pidato Presiden Susilo Bambang

3 Yudhoyono mengenai RAPBN 2009 dan Nota Keuangannya. Sempat terjadi perkelahian para pengunjuk rasa melakukan perlawanan dan akhirnya dua mahasiswa diamankan polisi dan dibawa ke dalam areal Gedung DPR (http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2009/08/03/33725/unjuk- Rasa-Mahasiswa-Ricuh-Empat-Orang-Diamankan.). Kasus serupa juga terjadi pada tanggal 10 Februari 2011, aksi demonstrasi di Pertigaan UMS Pabelan Surakarta, saat massa yang terdiri dari gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (BEM PTM) dan Ikatan Muhammadiyah (IMM) se Jateng-DIY mengkritisi pemerintahan SBY- Boediyono serta menuntut diturunkannya kepemimpinan SBY karena dianggap tidak mampu membawa kesejahteraan kepada rakyat. Polisi memadamkan kobaran api ban mobil yang berasal dari ulah para pengunjuk rasa dan aksi saling dorong antara aparat kepolisian dengan pengunjuk rasapun terjadi (Gingga, 2011). Menurut Satuan Intelkam Polres Sukoharjo, telah terjadi peningkatan jumlah unjuk rasa khususnya di wilayah hukum Sukoharjo mulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Penyajian jumlah disajikan dalam Tabel berikut ini : Tabel 1. Jumlah Unjuk Rasa yang terjadi di wilayah hukum Sukoharjo

4 Sumber: Bapak Sukimin selaku Kepala Unit 1 Intelkam Polres Sukoharjo (Tahun 2012). Sabhara Polri yaitu satuan polri yang senantiasa siap siaga untuk menghindari dan mencegah terjadinya ancaman atau bahaya yang merugikan masyarakat dalam upaya mewujudkan ketertiban dan keamanan masyarakat. Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) khususnya fungsi sabhara memiliki tugas dalam mengendalikan massa yang disertai dengan tindakan preventif agar menciptakan situasi yang kondusif dalam mengayomi dan melindungi masyarakat (Anonim, 2006). Menurut Kunarto (1995) bahwa polisi sebagai pelayan masyarakat harus ramah dan sopan dengan masyarakat yang dilayani termasuk dalam etika, serta semua harus dilayani dengan cepat dan penuh simpati khususnya saat menangani unjuk rasa. Unjuk rasa yang berujung anarkis bukan semata-mata kesalahan dari

5 pihak kepolisian, tetapi pihak pengunjuk rasa yang mencoba merusak fasilitas umum, menutup lajur kendaraan dan bahkan memukul pihak kepolisian. Dalam menangani unjuk rasa, anggota Sabhara khususnya pasukan pengendalian massa (Dalmas) dilengkapi dengan peralatan khusus seperti helm, tongkat, tali, tameng, penyemprot air, rompi anti peluru, dan gas air mata yang berfungsi sebagai pelindung dan untuk melumpuhkan, tetapi bukan untuk membunuh atau menyakiti pengunjuk rasa. Setiap anggota polisi dituntut untuk memiliki sifat-sifat agresif sekaligus penyabar, yang akan menuntun pertimbangannya dalam setiap situasi yang ia hadapi. Kerusuhan dapat diredam dengan penggunaan kekuatan kepolisian dengan perkuatan kompi-kompi pengendali massa, kritik tajam pengunjuk rasa, teriakanteriakan dianggap penghujatan, karenanya dalam menghadapi kerusuhan seringkali yang menonjol adalah justru balas dendam melalui penggunaan kekerasan yang berlebihan (Ismail, 2001). Seperti yang terungkap pada wawancara dengan subjek A.R., usia 25 tahun, anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) unit pengendalian massa Polres Sukoharjo: Ya terkadang kalau emosi yang muncul itu marah kadang kita pingin membalas melempar atau kita pingin memukul Kekerasan dan bentrokan yang terjadi antara polisi dengan pengunjuk rasa tidak sepenuhnya menjadi kesalahan polisi. Polisi pengendali massa tetap diperintahkan untuk tenang meskipun massa mulai bersikap anarkis, ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang panas (aksi unjuk rasa biasanya berlangsung pada pagi sampai sore hari), sehingga sangat wajar bila kondisi tersebut menyebabkan

6 beberapa atau sebagian polisi pengendali massa kehilangan kontrol emosi dan menampilkan tindak kekerasan. Sarwono (2001) menyatakan bahwa polisi yang bertugas dalam suhu tinggi (27 0 C) cenderung lebih berpeluang melakukan tindak kekerasan. Dalam kondisi tegang dan letih, dorongan untuk bertindak tidak tepat akan cenderung muncul (Cooper, 1999). Seperti yang terungkap pada wawancara dengan subjek S.K., usia 57 tahun, Kasat Sabhara (Samapta Bhayangkara) Polres Sukoharjo: Terimakasih...biasanya sok kadang ada yang emosinya tinggi, ada yang merasa kecewa karena tersinggung, masalahnya kan mendengar orasi dari murni dari mahasiswa sendiri kan memang ya istilahnya kan nyinggung-nyinggung institusi Polri, lha itu kan namanya kita juga anggota Polri disinggung seperti itu kan sok-sok istilahe yo ngabangke kuping, tapi kalau saya sebagai orang tua yo namanya itu cuma sekilas kritikan hal yang wajar, kita terima dengan wajar itu untuk sebagai koreksi dari anggota Polri sendiri tapi kalau pihak anak muda kan lain, dalam menerima itu kan mungkin karena sudah lelah, sudah puanas, nunggu dari pagi sampai siang, sampai sore itu kan udah emosi dan tahunya kan tidak jangka panjang ata...atau wawasannya kan cuma mendengar sepintas begitu mendengar memang emosi tinggi tapi kan kita sebagai orang tua, sebagai pimpinan kan harus bisa meredakan emosional dari anggota sendiri. Menurut Kunarto (1995), unjuk rasa yang berunjung bentrokan dapat terhindarkan jika pihak Polisi memiliki pengelolaan emosi yang baik, kesabaran

7 yang tinggi dan tidak terpancing tindakan yang dilakukan oleh pengunjuk rasa. Mengelola emosi ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana polisi dapat mengendalikan emosinya dalam menangani unjuk rasa, apakah dapat mengelola menjadi emosi positif atau malah menjadi emosi negatif. Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji secara ilmiah, maka peneliti mengajukan suatu rumusan masalah Bagaimana pengelolaan emosi pada para petugas kepolisian khususnya pada anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam menangani unjuk rasa?. Mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut dengan mengadakan penelitian dengan judul Pengelolaan Emosi pada Anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) Dalam Menangani Unjuk Rasa. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan emosi pada anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam menangani unjuk rasa. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi Pimpinan Polres Sukoharjo, akan mendapatkan tambahan informasi bagi pimpinan Polres Sukoharjo dalam meningkatkan kualitas personilnya terutama dalam mengelola emosi agar dalam bekerja dapat mengurangi munculnya tindak kekerasan saat menangani unjuk rasa.

8 2. Bagi Anggota Sabhara Polres Sukoharjo, akan mendapatkan gambaran bagi anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) kepolisian Resor (Polres) Sukoharjo sehingga dapat mengelola emosinya dalam bekerja khususnya saat menangani unjuk rasa. 3. Bagi Masyarakat, akan mendapatkan wawasan mengenai pengelolaan emosi dan tindakan yang dilakukan oleh anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) kepolisian Resor (Polres) Sukoharjo dalam menangani unjuk rasa. 4. Bagi Peneliti Lain, akan mendapatkan masukan dan pengetahuan serta mendorong ilmuwan psikologi khususnya psikologi sosial untuk dapat melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pengelolaan emosi pada anggota Sabhara (Samapta Bhayangkara) dalam menangani unjuk rasa.