BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, untuk terciptanya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PARIAMAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PARIAMAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DI PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. bagi pengembangan daerah baik pemerintah maupun masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BUPATI DHARMASRAYA PROPINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemekaran wilayah adalah pemecahan atau pemisahan diri suatu daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kalimantan Utara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PADANG SIDEMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ketersediaannya harus terjamin dan terpenuhi. Pemenuhan pangan

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemekaran daerah atau desentralisasi merupakan sebuah aspirasi masyarakat untuk kemajuan daerahnya sendiri dimana daerah otonom baru mempunyai kewenangan sendiri untuk mengurus pemerintahan agar rentang kendali dapat mempercepat proses pembangunan di daerah yang dimekarkan. Pada dasarnya pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, berencana dan juga perlu didukung oleh semua unsur masyarakat dalam bentuk partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dapat terwujud apabila masyarakat dapat diberdayakan semaksimal mungkin (Sabarno, 2008). Upaya Pemekaran Wilayah merupakan suatu terobosan dalam upaya mempercepat pertumbuhan wilayah dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Tapi juga perlu disadari bahwa upaya ini tidak cukup karena sebuah euphoria desentralisasi memerlukan suatu sistem yang terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Isu pemekaran daerah sendiri bukan merupakan isu yang baru di Indonesia, pada masa orde baru sudah mulai terlihat, meskipun dengan jumlah yang sedikit. Dan semakin banyak ketika era otonom digulirkan pada tahun 1999, sehingga dalam kurun waktu kurang dari 7 tahun telah terbentuk 173 derah otonom baru terdiri dari 7 provinsi, 135 kabupaten, serta 31 kota. Pada tahun 2004 pemerintah provinsi bertambah dari 26 menjadi 34 propinsi dan pemerintah kabupaten/kota meningkat dari 303 menjadi 517 kabupaten/kota. Dalam rentang 1

waktu 13 tahun, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun dan menghasilkan 222 daerah otonom baru. Secara prinsipil otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pemberian wewenang kepada daerah yang lebih luas sangat cepat, karena daerah lebih mengerti dengan kondisinya sendiri. pembangunan yang dilakukan akan sesuai dengan prioritas daerah dan aspirasi masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya partisipasi masyarakat dalam aktivitas politik ditingkat daerah sera sistem demokratisasi yang dijalankan sesuai dengan tujuan otonomi itu sendiri. Otonomi daerah sendiri pada dasarnya memberikan kesempatan berkarya kepada daerah dalam batas kewenangan dan fungsi sebagai yang diserahkan dan kebebasan itu dapat dijalankan tidak melampaui batas fungsi lembaga pemerintahanyang lebih tinggi, atau peraturan suatu instansi daerah dan tidak melampaui kewenangan atau tidak bertentangan dengan peraturan lembaga wewenang yang lebih tinggi. Disinilah pentingnya aspek perencanaan dalam membina serta mengembangkan otonomi daerah. Kabupaten Dharmasraya sendiri merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat yang diresmikan tanggal 7 Januari 2004 oleh Presiden RI secara simbolik di Istana Negara dengan Ibu Kota Kabupaten yaitu Pulau Punjung. Dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat yang 2

diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 7 Januari 2004. Menurut Perda No. 10 Tahun 2012 luas wilayah Kabupaten Dharmasraya mencapai 3 025,99 km2. Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu kabupaten yang cukup berpotensi di Propinsi Sumatera Barat. Sebagian besar penggunaan lahan di Kabupaten Dharmasraya adalah untuk sektor pertanian hingga mencapai 88,26% dimana lahan perkebunan adalah yang terbesar mencapai 50,30% sedangkan lahan untuk sawah sebesar 2,70 %. Berdasarkan peta dibawah ini, sebelah Utara Kabupaten Dharmasraya berbatasan langsung dengan kabupaten induknya yaitu kabupaten Sijunjung dan Provinsi Riau, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jambi, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Solok dan Solok Selatan. 3

Sumber : Bappeda Kabupaten Dharmasraya Gambar 1.1 Wilayah dan Batas Wilayah Kabupaten Dharmasraya Sebelum adanya pemekaran Kabupaten Dharmasraya, Daerah ini menjadi salah satu tujuan transmigran yang berasal dari luar daerah Sumatera Barat, dimana sepertiga penduduk kabupaten ini merupakan transmigran dari berbagai daerah di Pulau Jawa, yang semula dipindahkan untuk memanfaatkan ladang tidur yang terhampar luas di kabupaten ini sekaligus membuka lapangan kerja baru. Proses transmigrasi ini terjadi antara tahun 1976 hingga 2002, dan pusat transmigrasi berada di Kecamatan Sitiung. Meski hampir 32% penduduknya berasal dari etnis Jawa, namun hubungan dengan etnis Minangkabau tetap berjalan baik, dan nyaris tidak ada konflik antarkelompok. 4

Pemekaran Kabupaten Dharmasraya diharapkan dapat meningkatkan perekonomian daerah dari sebelum dilakukannya pemekaran daerah, dimana peningkatan perekonomian dapat diukur melalui PDRB harga yang berlaku (ADHB). Dilihat dari subsektor pembentuk nilai PDRB di sektor pertanian, subsektor perkebunan lebih berkembang pesat dibandingkan subsektor lainnya, yaitu tumbuh sekitar 8,45%. Namun disisi lain, subsektor tanaman pangan dan hortikultura belum menunjukkan perubahan yang baik, dan menunjukkan adanya pertumbuhan yang bernilai negatif sekitar 1,30%. Kurang bergairahnya subsektor ini disebabkan adanya alih fungsi lahan tanaman pangan menjadi lahan lain seperti perkebunan dan perumahan. Alih fungsi lahan yang cukup signifikan dalam penggunaan lahan yaitu berkurangnya lahan pertanian secara keseluruhan seluas 12.496 Ha atau proporsinya turun dari 89,92% di tahun 2010 menjadi 85,70% di tahun 2013, diantaranya karena berkurangnya sawah dari 3,13% di tahun 2010 menjadi 2,70% di tahun 2013, turunnya luas penggembalaan padang rumput dari 0,55% menjadi 0,31%, serta hilangnya empang. Namun luas lahan perkebunan naik dari 117.135 Ha menjadi 149.752 Ha atau naik sekitar 32.617 Ha. Selain sektor pertanian, 3 (tiga) sektor lain yang cukup berdampak besar dalam menentukan nilai PDRB (diatas 10%) adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa - jasa dengan nilai kontribusi sebesar 11,67%, 11,59% dan 16,42%, ketiga sektor ini memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik yaitu di atas 6% Hal ini menggambarkan bahwa investasi daerah juga telah berkembang dengan baik. 5

Tabel 1.1 Perkembangan Nilai PDRB Kabupaten Dharmasraya Tahun 2010-2013 PDRB Nilai ( Milyar Rp ) Perubahan ( % ) 2010 2011* 2012** 2013** 2012** 2013** Atas Dasar 2667, 79 3067, 92 3448, 62 3942, 07 12,41 14,31 Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan 1158, 56 1234, 30 1316, 14 1402, 40 6,62 6,55 Sumber : BPS Dharmasraya, data diolah *Angka diperbaiki **Angka Sementara Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauh manakah pengaruh Pemekaran Daerah terhadap Kinerja Ekonomi Daerah Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat. Sehingga dari hal ini penulis menulis skripsi dengan judul Analisis Kinerja Ekonomi Daerah Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat Sebelum dan Sesudah Pemekaran 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja Ekonomi,dan Sosial Daerah Kabupaten Dharmasraya sebelum Pemekaran? 2. Bagaimana Kinerja Ekonomi dan Sosial Daerah Kabupaten Dharmasraya sesudah Pemekaran? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis kinerja Ekonomi, dan Sosial Daerah Kabupaten Dharmasraya sebelum Pemekaran 6

2. Untuk menganalisis Kinerja Ekonomi dan sosial Daerah Kabupaten Dharmasraya sesudah Pemekaran 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan/kebijakan oleh pihak yang berwenang. 2. Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis. 3. Sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan 4. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis terutama tentang Kinerja Ekonomi Daerah pada Daerah Pemekaran daerah di Indonesia 7