I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar sekali. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SASI DALAM SISTEM ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI RAJA AMPAT

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat


1. PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

I. Pengantar. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TinjauanPustaka A. Definisi Sasi

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT PENYUSUNAN STATUS MUTU LAUT KOTA BATAM DAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar 5,8 juta km 2. Wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya akibat letak geografis yang sangat strategis, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor seperti variasi iklim musiman, arus atau masa air laut yang dipengaruhi oleh massa air dari 2 samudra, serta keragaman tipe habitat dan ekosistem yang terdapat di dalamnya (Dahuri, 2003). Sumberdaya pesisir merupakan salah satu kekayaan alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Akan tetapi pemanfaatan sumberdaya tersebut sampai saat ini kurang memperhatikan kelestariannya, akibatnya terjadi penurunan fungsi, kualitas serta keanekaragaman hayati yang ada. Hasil penelitian P2O-LIPI (data 2001) diketahui bahwa terumbu karang Indonesia dalam kondisi sangat baik hanya 6.41 %, kondisi baik 24,3 %, kondisi sedang 29,22 % dan kondisi rusak 40,14 %. Data ini menunjukkan sebagian besar kondisi terumbu karang di Indonesia dalam keadaan rusak. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, racun sianida, penambangan karang, pembuangan jangkar perahu dan sedimentasi. Pelaku kerusakan tidak hanya dilakukan oleh nelayan-nelayan tradisional, juga oleh nelayan-nelayan modern dan nelayan asing (Panjaitan, 2007). 1

Berdasarkan data LIPI berikutnya pada tahun 2012, LIPI melakukan pemantauan terhadap kondisi terumbu karang di 1133 stasiun yang tersebar di seluruh perairan Indonesia menunjukkan bahwa terumbu karang dalam kondisi sangat baik 5%, baik 27%, sedang 37%, dan buruk 31% (Anonim, 2014). Disamping itu telah bergeser dari semula di kawasan Indonesia Barat ke kawasan Indonesia Timur. Kerusakan terumbu terparah terdapat di perairan Indonesia Timur, kerusakan sedang di perairan Indonesia Tengah, dan kerusakan ringan di perairan Indonesia Barat (Anonim, 2011a). Menurut Dewantama dkk. (2007) bahwa faktor alam yang sangat merusak ekosistem terumbu karang, dan keadaan terumbu semakin parah akibat tekanan manusia disaat pengeboman dan penggunaan potasium. Sedangkan menurut Guntur (2011) bahwa eksploitasi yang berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah perubahan pada terumbu karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga yang berlebihan dapat mengakibatkan pertumbuhan alga yang tidak terkendali, dan penangkapan yang berlebihan dari jenis ikan yang berperan penting dalam ekosistem terumbu karang dapat mengakibatkan meledaknya populasi jenis lain di bagian manapun dari rantai makanan. Padahal sebagai negara kelautan potensi sumberdaya laut Indonesia untuk menyerap karbon tercatat sangat besar, total 245,6 juta ton/km 2 karbon per tahun. Jumlah tersebut berasal dari ekosistem terumbu karang seluas 61 ribu km 2 dengan daya serap 73,5 juta ton CO 2 per tahun. Rumput laut seluas 30 ribu km 2 dengan 2

daya serap 75,4 juta ton karbon dan laut terbuka 5,8 juta km 2 dengan daya serap karbon 40,4 juta ton per tahun (Anonim, 2007). Provinsi Papua terletak pada koordinat 9,0º - 10,45º LS dan 130º-140º BT merupakan wilayah paling timur Indonesia yang luasnya diperkirakan 3,5 kali Pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea, serta memiliki potensi sumber daya alam yang besar, khususnya potensi sumber daya laut atau perairan. Provinsi Papua memiliki luas perairan mencapai 45.510 km² yang didalamnya mengandung berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomis penting. Salah satu contoh potensi sumberdaya ikan tidak kurang dari 1,5 juta ton/ tahun (1.524.800 ton/tahun) dalam potensi perikanan laut dan perikanan darat 0,25 juta ton/ tahun (268.100 ton/tahun ). Hal tersebut belum termasuk potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut dan tambak yang diperkirakan sebesar 1.663.200 Ha ( Anonim, 2008a). Menurut Koeshendrajana (2002) bahwa sistem pengelolaan sumberdaya perairan (perikanan) dapat dikelompokkan ke dalam dua pola pengelolaan, yakni terpusat (sentralistik) dan oleh masyarakat (desentralistik). Salah satu sistem pengelolaan yang mungkin dapat diterapkan adalah dalam bentuk sistem pengelolaan secara bersama-sama atau bersifat partisipatif yang sering disebut sebagai sistem pengelolaan berbasis Co-management atau pengelolaan partisipatif. Kehidupan masyarakat di kampung-kampung pesisir dan pulau-pulau kecil sangat tergantung pada potensi laut di sekitarnya dan berkaitan dengan peningkatan jumlah penduduk. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, 3

penangkapan biota laut yang berlebihan (ikan, teripang) dan dalam segala ukuran dapat menimbulkan adanya konflik di perairan laut dan mengakibatkan populasi biota laut menurun atau langka (Holle, 2005). Menurut Fauzi dan Anna (2005) bahwa menurunnya produksi perikanan laut secara global adanya kurangnya kerjasama dalam pengelolaan di sektor perikanan. Masyarakat pesisir, seperti halnya dengan masyarakat tradisional lainnya di daratan, menggunakan pengetahuan sumberdaya alam mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat pesisir, khususnya nelayan, biasanya menggunakan pengetahuan tradisional sebagai guide dalam kegiatan mereka di laut. Dari pengalaman turun temurun, mereka telah dapat mempertimbangkan keadaan iklim, arus, migrasi burung-burung untuk mendeterminasi tempat-tempat penangkapan ikan dan biota laut lainnya. Jadi mereka mengetahui dimana mereka akan menangkap ikan, jenis ikan apa yang banyak dan kapan waktunya. Pengetahuan seperti itu, memainkan peran yang penting dalam adaptasi mereka dengan lingkungan, khususnya ekosistem pesisir dan laut ( Hidayati dan Rahardjo, 1997). Pandangan atau sistem pengetahuan demikian mendorong mereka untuk membuat pranata-pranata sosial tertentu untuk menjaga dan melindungi sumber daya alam agar lestari pemanfaatannya. Sistem ini dikenal luas oleh masyarakat di berbagai tempat di Tanah Papua, misalnya di daerah Tabla (Depapre) sistem ini disebut takayeti, di daerah Biak, Teluk Cenderawasih dan Kepulauan Raja Ampat dikenal dengan sistem sasi (Mansoben, 2003). 4

Salah satu contoh pranata sosial yang dilakukan oleh masyarakat Teluk Tanah Merah adalah Tiyaitiki. Pengertian Tiyaitiki (Tiaitiki) adalah Pengetahuan mengatur, mengelola, memanfaatkan dan melestarikan sumber daya laut dan pesisir dalam konteks lokal (Yarisetou, 2009). Sistem konservasi Tiyaitiki merupakan bentuk peran serta masyarakat lokal secara tradisional dalam menjaga kelestarian alam berdasarkan kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut telah dilakukan oleh masyarakat secara turun menurun hingga sekarang, namun belum pernah dipublikasikan secara ilmiah khususnya dengan pendekatan biologi. Oleh karena itu, Sistem konservasi Tiyaitiki dengan pendekatan biologi di perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura sangat menarik untuk diteliti dan dikaji. Penelitian tentang sistem konservasi Tiyaitiki dengan pendekatan biologi di perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura seiring dengan program pemerintah baru yaitu pembangunan di bidang kemaritiman. Kajian tentang sistem konservasi yang berbasis kearifan lokal sangat jarang dijumpai, sehingga sangat menarik mengkaji tentang sistem konservasi Tiyaitiki. Dengan mengkaji seluruh aspek akan mendapat gambaran interaksi dan adaptasi masyarakat dengan lingkungannya. Pendekatan biologi dengan meneliti kehidupan (kondisi habitat, kehadiran organisme, dan kelimpahannya) di perairan khususnya ekosistem terumbu karang, ikan karang, dan teripang di perairan yang telah dilakukan konservasi oleh masyarakat Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura merupakan salah satu cara dalam menentukan kualitas perairan. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis dan kompleks (hubungan interaksi antar 5

organisme). Kehadiran ikan dan teripang dalam ekosistem terumbu karang merupakan bentuk interaksi yang ditunjukkan kedalam jejaring makanan. Kajian ketiganya mempunyai nilai ekonomi dan ekologi, serta mewakili suatu komunitas yang tidak bisa bergerak (karang), bergerak lambat (teripang), dan bergerak (ikan karang). B. Permasalahan Disamping faktor alami, perilaku manusia mempunyai andil yang besar dalam kerusakan terumbu karang. Ulah manusia tersebut tercermin dari penangkapan dan eksploitasi ikan dan biota laut lain secara berlebihan, penggunaan bahan kimia yang ilegal seperti bom dan racun, pencemaran yang disebabkan oleh limbah dari darat dan laut, kegiatan pariwisata dan lainnya. Namun tidak semua perilaku manusia merusak lingkungan, bahkan sebaliknya menunjukkan dampak positif yang menjaga kelestarian sumberdaya tersebut. Pengetahuan dan kebiasaan seperti ini dikenal dengan istilah kearifan lokal (local wisdom) yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat tradisional. Kearifan lokal merupakan hasil interaksi dan adaptasi masyarakat tradisional (turun temurun dari generasi ke generasi) dengan lingkungan alam sekitar. Selanjutnya pengelolaan sumberdaya alam secara berkesinambungan akan dapat dicapai dengan cara mengembangkan ilmu pengetahuan yang diprioritaskan pada penduduk lokal dan untuk memecahkan masalah yang ada dengan menciptakan teknologi yang merupakan kombinasi antara pendekatan tradisional dan ilmu pengetahuan modern (Hidayati dan Rahardjo, 1997). 6

Dalam kajian sistem konservasi Tiyaitiki dengan pendekatan biologi di perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura ini, yang menjadi permasalahan adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan Tiyaitiki, apakah dikategorikan sebagai suatu sistem konservasi atau merupakan kearifan lokal yang turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi? 2. Apakah pengetahuan Tiyaitiki ini diterapkan sesuai kaidah umum suatu sistem konservasi? Berapa besar peran serta masyarakat saat ini dalam memahami dan menerapkan pengetahuan Tiyaitiki dalam melestarikan sumberdaya alam perairan Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura? 3. Apakah kondisi kualitas perairan Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura saat ini masih dikategorikan baik dengan adanya penerapan pengetahuan Tiyaitiki? C. Tujuan Penelitian Sistem konservasi Tiyaitiki dengan pendekatan biologi di perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura bertujuan untuk : 1. Mengkaji tentang pengetahuan Tiyaitiki sebagai kearifan lokal dan kaidah sistem konservasi pada umumnya. 2. Mengkaji peranserta masyarakat sekitar perairan Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura dalam penerapan sistem konservasi Tiyaitiki. 3. Mengkaji status kondisi kualitas perairan Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura dari hasil penerapan sistem konservasi Tiyaitiki. 7

D. Keaslian Penelitian Sistem konservasi Tiyaitiki perlu diketahui dan dipublikasikan. Beberapa contoh penelitian yang berhubungan dengan kearifan lokal dan ekologi pesisir yang diperoleh dalam penelusuran pustaka sebagai bukti keaslian penelitian ini pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar penelitian terdahulu tentang kearifan lokal dan ekologi pesisir No. Judul Thn Lokasi Tujuan Peneliti Jenis penelitian 1. SASI, Kearifan Tradisional Pemanfaatan Sumber Daya Alam Laut di Aru Tenggara, Maluku 2. Kearifan lokal: Relevansi dan manfaat untuk COREMAP 3. Sasisen di Biak Numfor : eksistensi dan dinamikanya 1995 Maluku Mengetahui sistem pemanfaatan Sumber daya laut 1997 Sulsel, Sulut, Maluku, Papua, NTB, NTT Identifikasi dan inventarisasi pengetahuan kearifan lokal serta kelembagaan tradisional dalam mengelola sumberdaya laut 1997 Biak Papua Mengkaji Eksistensi dan dinamika Sasisen Ketut Sarjana Putra Deny Hidayati Yulfita Rahardjo Herry Yogaswara La Pona Penelitian WWF Hibah PEP-LIPI Hibah PEP- LIPI 4. Peran Sasi sebagai Model Pengelolaan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil di Kabupaten Maluku Tenggara Barat 5. Komposisi Kelimpahan Fitoplankton di Kawasan Konservasi Tiyaitiki Kampung Tablasupa Distrik Depapre Jayapura 6. Pelestarian Lingkungan Pesisir dan Laut Berbasis Konsep Tiaitiki Dalam Pembangunan Daerah (Studi Pada Komunitas Kampung; Senamai, Tablanusu dan Tablasupa Di Pesisir Teluk Tanah Merah Kabupaten Jayapura- Papua) 2007 Maluku Mengetahui model pengelolaan sumberdaya kelautan 2007 Tablasupa Papua 2008 Senamai, Tablanusu dan Tablasupa Mengetahui komposisi dan kelimpahan fitoplankton Mengkaji konsep tiaitiki untuk dijadikan sebagai salah satu model kegiatan melindungi sumber daya di wilayah pesisir dan laut Ellias Lamerburu Puguh Sujarta dan Henderite L Ohee Wiklif Yarisetou Tesis Hibah Penelitian DIKTI Disertasi 8

E. Manfaat Penelitian Penelitian sistem konservasi Tiyaitiki dengan pendekatan biologi di perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura bermanfaat untuk: a. Memberikan informasi tentang sistem konservasi Tiyaitiki di perairan Teluk Tanah Merah, Depapre, Jayapura yang dinilai secara ilmiah merupakan suatu kearifan lokal atau kaidah sistem konservasi pada umumnya. b. Memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa sistem konservasi Tiyaitiki dapat digunakan sebagai salah satu model kegiatan konservasi yang berbasis kearifan lokal. c. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang status kondisi kualitas perairan Teluk Tanah Merah Depapre Jayapura pada saat ini dari penerapan sistem konservasi Tiyaitiki. 9