BAB I PENDAHULUAN. 2004, hal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

Institute for Criminal Justice Reform

EFEKTIVITAS KERJA SAMA PEMERINTAH LAOS DAN VIETNAM DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS HUMAN TRAFFICKING DI LAOS PERIODE Sari Widia Setyawati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

Jalan Diponegoro No. 22 Telepon : (022) Faks. (022) Bandung

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah :

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFFICKING) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

PERANAN ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DI KAWASAN ASIA TENGGARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

Asesmen Gender Indonesia

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bentuk Kekerasan Seksual

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

2016, No , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

BAB III PEMBAHASAN. A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat. Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan

Lex Administratum, Vol. III/No.2/April/2015

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang terjadi akibat dampak dari semakin meningkatnya arus migrasi antarnegara adalah munculnya kasus human trafficking. Human trafficking atau perdagangan manusia dapat diartikan sebagai perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun memberi atau menerima bayaran atau manfaat, untuk tujuan eksploitasi seksual, perbudakan atau praktik-praktik lain, pengambilan organ tubuh. Berdasarkan hal ini, dapat diketahui bahwa proses trafficking adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan (penyekapan), penerimaan. 1 Human trafficking merupakan suatu pelanggaran atas hak asasi manusia, perlakuan yang tidak manusiawi serta berbagai macam penyalahgunaan maupun eksploitasi. 2 Perdagangan manusia adalah pemindahtanganan seseorang dari satu pihak ke pihak lainnya yang meliputi kegiatan pencarian, transportasi, transfer, penampungan, dan penerimaan. 3 Perdagangan manusia seringkali berkaitan dengan ekspolitasi seksual, migrasi ilegal, termasuk juga eksploitasi tenaga kerja, perbudakan, dan perdagangan organ. 4 Kejahatan pedagangan manusia muncul sebagai sebuah kasus yang dihasilkan dari mekanisme permintaan dan penawaran pasar. 5 Globalisasi menumbuhkan kemajuan pariwisata dengan didukung kemajuan teknologi informasi dan tranportasi membuka peluang untuk menawarkan pekerja seks 1 Rachmad Syafaat, 2002, Dagang Manusia-Kajian Trafficking terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama, hal. 4. 2 UN Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking In Persons, Especially Woman and Children, UN, 2000, www.no-trafficking.org/un_protocol_suppress_punish/2000vol0921/, diakses 17 April 2016. 3 Tri Priyo, Melawan Perdagangan Perempuan, Butuh Kemauan Semua Pihak, Jurnal Perempuan, No.29, 2004, hal. 68. 4 Ruth Farrugian, State Responsibility for Human Trafficking-Perspectives from Malta, Journal of Money Laundering Control, Vol. 15 No. 2, pp. 142-152, Emerald Group Publishing Limited, 2012. 5 Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: PT. Buku Seru., hal. 342. 1

komersial. Perdagangan manusia merupakan sektor bisnis yang menjanjikan. Kejahatan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap penerapa hak-hak asasi manusia versus prinsip ekonomi kapitalis. Mekanisme permintaan dan penawaran telah menyebabkan sebagian besar perempuan dan anak anak sebagai korban perdagangan manusia di pasar internasional. 6 Kejahatan transnasional merupakan implikasi negatif dari fenomena globalisasi. Kejahatan human trafficking masih berhubungan dengan berbagai kegiatan kriminal transnasional. Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seks seringkali dibius dengan obat-obatan dan menderita kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik dan emosional akibat kegiatan seksual yang belum waktunya, diperlakukan dengan kasar, dan menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk HIV/AIDS. Beberapa korban menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka. Selain itu, korban biasanya diperdagangkan di lokasi yang bahasanya tidak mereka pahami, yang menambah cedera psikologis akibat isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang amat buruk dan terampasnya hak-hak mereka malah membuat banyak korban yang dijebak terus bekerja sambil berharap akhirnya mendapatkan kebebasan. Kondisi geografis kawasan dapat membuat sebuah negara memiliki banyak wilayah perbatasan yang sering berdekatan dan berhimpitan, terpencil, serta tidak terjangkau oleh kontrol pemerintah pusat. Kondisi demikian, kemudian dimanfaatkan oleh organisasi kriminal trasnasional. 7 Misalnya, negara-negara segitiga emas, yaitu negara yang berada di wilayah pegunungan yang menghubungkan negara-negara di Greate Mekong Subregion (GMS), yaitu Myanmar, Laos dan Thailand. Wilayah ini menjadi pusat kejahatan transnasional, baik perdagangan manusia, narkoba, penyelundupan senjata dan lain-lain. Kasus perdagangan manusia sudah menjadi kejahatan transnasional. Human trafficking yang terjadi di Asia Tenggara banyak diantaranya berlatar belakang 6 Ibid., hal. 343 7 Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: PT. Buku Seru, hal. 339. 2

perekonomian yang lemah. Kondisi perekonomian yang melemah ini kemudian dimanfaatkan oleh organisasi kriminal transnasional untuk meraup keuntungan ekonomi, yaitu dengan memperdagangkan manusia dari Asia Tenggara yang miskin untuk dijadikan pekerja paksa dengan biaya murah di negara-negara Asia yang lebih maju. 8 Laos merupakan negara yang masuk dalam daftar negara yang terlibat dalam permasalahan human trafficking di Asia Tenggara, sebagai negara sumber dan juga transit. 9 Beberapa propinsi di Laos seperti Savannakhet, Vientiane, Khammuan, dan Champassak menjadi sumber perdagangan manusia yang bekerja secara ilegal di Thailand, dan bekerja di pusat-pusat prostitusi di negara tersebut. Ini menjadikan Laos sebagai negara yang menjadi rute utama perdagangan manusia bersama dengan Thailand, Kamboja, dan Myanmar. 10 Selain itu, Laos merupakan negara transit bagi korban trafficking yang berasal dari negara Cina, Myanmar, dan Kamboja untuk dikirim ke Thailand dan negara-negara lain di Asia Tenggara. Data International Organization for Migration (IOM) tahun 2011 menunjukkan bahwa negara Laos menempati urutan nomor empat dalam menyumbangkan kasus perdagangan manusia. 11 Laos juga merupakan negara yang berada di wilayah sungai Mekong, yang merupakan jalur para trafficker dan penyelundup dari wilayah Asia Tenggara. Sungai Mekong merupakan sungai utama yang melewati wilayah Cina selatan, Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan Thailand. Sungai ini merupakan jalur strategis bagi para pelaku trafficker. Survei pemerintah Laos pada tahun 2003 menemukan mayoritas para migran lebih muda dibawah usia 25 tahun dan bahkan 20% berusia 18 tahun. Yang terpenting, kasus migrant para kaum muda yang terjadi pada masa lalu selalu 8 Janie Chuang, Beyond a Snapshot:Preventing Human Trafficking in the Global Economy, Indiana Journal of Global legal studies, Vol. 13, No.1 2006, hal.138. 9 Human Trafficking : Lao PDR, http://www.humantrafficking.org/countries/lao_pdr, diakses13 April 2016. 10 Brendan Howe dan Kearrin Sims, Human Security and Development in the Lao PDR Freedom from Fear and Freedom from Want, Asian Survey, Vol. 51, No. 2 (March/April 2011), University of California Press, 2011. 11 International Organization for Migration, Counter Trafficking and Assistance to Vulnerable Migrants: Annual Report of Activities 2011 (Geneva:IOM,2011), hal.29. 3

terulang dengan bertujuan untuk kepentingan proyek pembangunan nasional. 12 Kebanyakan dari para imigran Laos ini dating ke Thailand sebagai pekerja dan tidak jarang diantara mereka diperdagangkan. Dalam konteks Laos, sekitar 20.000 orang wanita dan anak-anak yang berasal dari Laos dijual menuju Karachi, Pakistan pada tahun 2003. 13 Pada tahun yang sama, sebanyak 80.000 orang yang berasal dari Laos berada di Thailand sebagai imigran ilegal dan 35%nya bekerja di tempat prostitusi di Thailand. 14 U.S State Departement Trafficking in Persons Report memasukan Laos sebagai daftar negara yang memiliki kasus human trafficking cukup besar beserta negara lainnya seperti Ekuador, Korea Utara, Venezuela, Bangladesh, Kuba, Guyana, Siera Leone dan Sudan. Negara-negara tersebut diberi sanksi embargo oleh Amerika Serikat dan bantuan kemanusiaan lainnya. 15 Maraknya human trafficking ini menimbulkan permasalahan baru bagi pemerintah Laos. Kejahatan human trafficking membutuhkan penanganan yang serius untuk dapat menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanganan yang dapat dilakukan antara lain berupa penetapan dan pelaksanaan berbagai kebijakan yang terkait dengan kejahatan human trafficking. Kebijakan tersebut dapat berupa kebijakan internal maupun eksternal. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menangani masalah ini antara lain dengan penetapan undang-undang dan peraturan-peraturan terkait dengan human trafficking, bekerjasama dengan NGO (Non Government Organization) lokal, badan-badan internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), INGO (International Non Government Organization), dan negara-negara kawasan lainnya yang juga memiliki kebijakan yang sama tentang human trafficking. Human trafficking merupakan permasalahan nyata yang harus ditanggulangi pemerinah Laos. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah Laos haruslah 12 Roy Huijsmans, The Treatr of Human Trafficking: A Global Discourse on Lao Stages, Berghahn Journal 2011, pp.70 13 Indrani Sinha, Paper on Globalization and Human Right, SANLAAP India, dalam: http://www.coalition_againts_trafficking_women_in_myanmar.pdf, diakses 17 April 2016. 14 MLSW and UNICEF,Broken Promises Shattred Dreams :8, 2004, dalam: www.notrafficking.org/broken_promises_shattred_dreams/2004vol0112/, diakses 17 April 2016. 15 Lao PDR: Threat of Sanction Cant Stop Human Trafficking, dalam: http://www.hrsolidarity.net/mainfile.php/2004vol114no05/2368/, diakses 14 April 2016. 4

berusaha untuk membuat berbagai kebijakan untuk menanggulangi keberadaan human trafficking. Kebijakan yang dibuat ini meliputi kebijakan internal dan eksternal yang kesemuanya bertujuan untuk menanggulangi human trafficking ini. Kebijakan yang diambil pemerintah Laos dalam menangani masalah human trafficking di wilayahnya juga sangat menarik, terutama untuk melihat kebijakankebijakan apa yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah Laos dalam mengatasinya sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman (jika kebijakan tersebut berhasil) dan juga sebagai sebuah upaya perbaikan (jika kebijakan tersebut gagal) untuk kebijakan serupa dalam mengatasi masalah human trafficking, terutama di wilayah negara Laos, sehingga dapat menghapus permasalahan human trafficking ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu: Bagaimana kondisi human trafficking yang terjadi di Laos dan apa penyebabnya? Bagaimana kebijakan pemerintah Laos dalam menangani human trafficking dan bagaimana efektivitasnya? 1.3 Tinjauan Pustaka Semakin berkembangnya perhatian dunia internasional, yang salah satunya ditunjukan dengan laporan U.S State Department Trafficking in Persons Report mengenai perdagangan manusia, disadari bahwa masalah human trafficking tidaklah semata-mata penjualan manusia saja. 16 Pada tahun 2000 melalui Protocol to Prevent, Supress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, definisi mengenai perdagangan manusia mulai dikembangkan dan mulai dijadikan standar internasional bagi suatu instansi 16 Lao People s Democratic Republic: Threat of Sanction Can t Stop Human Trafficking, dalam : http://www.hrsolidarity.net/mainfile.php/2004vol14no05/2368/, diakses 11 April 2016 5

negara atau pun instansi non-negara yaitu berkenaan dengan masalah perdagangan manusia tersebut. Hal ini terbukti dari beberapa definisi yang ada. 17 Menurut United Nations Protocol to Prevent, Supress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Menekan, dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya pada Wanita dan Anak-anak) mendefinisikan perdagangan manusia (human trafficking) sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, atau pengiriman seseorang dengan ancaman atau menggunakan kekerasan atau bentukbentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima bayaran atau memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi dalam konteks ini antara lain eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau pun bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek semacamnya dan pengambilan organ tubuh secara paksa. 18 United Nations Trafficking Protocol mendefinisikan bentuk-bentuk perdagangan berat sebagai berikut: 19 1. Seks komersial dimana tindakan seks komersial dilakukan secara paksa, dengan cara penipuan, atau kebohongan, atau dimana seseorang diminta secara paksa melakukan suatu tindakan demikian sebelum ia mencapai 18 tahun; atau 2. Merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambatan, penjeratan hutang atau perbudakan. 17 Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women And Children, Supplementing The United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, dalam : http://www.uncjin.org/documents/conventions/dcatoc/final_documents_2/convention_%20traff_eng.pdf, diakses 11 April 2016 18 United Nations General Assembly 2000, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women And Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Crime: article 3(a), dalam : http://www.undoc.org/pdf/crime/a_res_55/res5525.pdf, diakses 8 April 2016 19 Laporan Mengenai Perdagangan Manusia, dikeluarkan oleh Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia, Departemen Luar Negeri AS 14 Juni 2004 dalam http://www.usgov.org/129/foreign_ministry/pdf. diakses pada 1 April 2016. 6

Resolusi mengenai perdagangan (trafficking) perempuan dan anak-anak yang diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1994. Dalam resolusi ini disebutkan bahwa trafficking adalah: Pergerakan dan penyelundupan orang secara sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan internasional, kebanyakan berasal dari negara berkembang atau negara-negara yang ekonominya sedang dalam transisi, dengan tujuan untuk memaksa perempuan dan anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi yang secara seksual maupun ekonomi teroperasi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan sindikat kriminal, seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang terkait dengan perdagangan (trafficking), misalnya pekerja rumah tangga paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu. 20 Perdagangan manusia memiliki 3 (tiga) elemen kunci yaitu: proses (perekrutan, pengangkutan, transfer, penyembunyian, dan juga penerimaan orang), cara (dengan ancaman, atau menggunakan kekerasan atau bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan posisi rentan, atau memberikan atau menerima bayaran, atau keuntungan untuk mendapat ijin dari orang yang memegang kendali atas orang lain) dan tujuan (eksploitasi, paling tidak eksploitasi pelacuran oleh orang lain, atau bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan). 21 Kasus human trafficking jelas melanggar dan mencederai prinsip-prinsip hak asasi manusia yang tercantum dalam berbagai pejanjian internasional yang dibuat PBB, seperti Universal Decralation of Human Rights dan International Convenant on Civil and Political Rights. Pertama, tindakan memperdagangkan manusia itu sendiri termasuk sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusaia. Memperlakukan manusaia layaknya binatang atau benda mati yang bisa ditukarkakan dengan sejumlah uang dalam proses perdagangan merupakan tindakan yang sangat merendahkan harkat dan martabat manusia. Manuasia memiliki hati nurani seharusnya mendapatkan perlakuan yang istimewa bukan 20 Andy Yentriyani, Politik Perdagangan Wanita, Galang Press, Yogyakarta, Juli 2004, hal. 20 21 Emmy L.S, Anak Bukan Barang Dagangan, Jurnal Perempuan, No. 51. 2007, hal. 13 7

diperjualbelikan. Tindakan ini jelas melanggar hak dasar manusia berupa kebebasan. Kedua, cara-cara pelaku kejahatan perdagangan manusia juga termauk melanggar hak asasi manusia. Kerap para pelaku menggunakan cara paksaaan dalam menjaring korban. Padahal manusaia berhak untuk menentukan nasibnya tanpa adanya tekanan dari orang lain. Ketiga, tindakan-tindakan eksploitasi terhadap korban juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Para pelaku kejahatan perdagangan manusia tak jarang melakukan eksploitasi terhadap korban dengan memaksa mengikuti kehendaknya dan mmperlakukan dengan tidak manusiawi misalnya bekerja tanpa mendapatkan upah. Keempat, human trafficking merupakan kejahatan yang efeknya tidak langsung dirasakan oleh keamanan negara, namun pada akhirnya masalah ini juga mempengaruhi keamanan negara. Kelima, perdagangan manusia juga berarti ada arus keluar masuk manusia yang tidak terdeteksi oleh pemerintah. Ketidakjelasan status mereka mengancam kestabilan lingkungan sosial masyarakat di suatu negara. Alasan keenam adalah bahwa human trafficking pada umumnya diprakasai oleh organisasi kejahatan transnasional juga menimbulkan ancaman yang nyata bagi negara. Ketika wilyah nasional suatu negara dapat disusupi oleh jaringan kejahatan perdagangan manusia, berarti menunjukkan adanya celah kejahatan untuk masuk ke dalam wilayah negara tersebut. Hal ini juga memungkinkan organisasi kejahatan lain juga masuk dan mengganggu kinerja negara dalam menjaga warga negaranya. Alasan ketujuh, human trafficking juga memicu munculnya masalah-masalah tambahan sebagai efek samping tindak kejahatan itu. 22 Proses kebijakan diperlukan untuk menangani permasalahan perdagangan manusia ini. Proses kebijakan merupakan sebuah proses sosial dan dapat pula dikatakan merupakan proses politik. Dikatakan proses sosial karena proses ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, baik sebagai pelaku atau pun sebagai objek kebijakan, dan proses ini sedikit banyak dipengaruhi oleh perilaku dan perkembangan situasi dalam masyarakat. Dikatakan sebagai proses politik karena 22 Budi Winarno, 2014, Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: PT. Buku Seru, hal. 345 8

para pelaku dalam proses ini menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk mempengaruhi arah dari proses kebijakan. Selain itu, proses ini berlangsung dalam setting sistem politik, administrasi dan sosial tertentu, dan merupakan bagian penting dari proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Kebijakan internal maupun eksternal dapat diberlakukan untuk menangani permasalahan human trafficking. Kebijakan internal dalam menangani human trafficking dapat dilakukan suatu negara melalui reformasi hukum dalam negeri (pembuatan undang-undang dan penegakan hukum yang mengarah pada undangundang yang berlaku), pelatihan bagi aparat negara terutama polisi yang wilayah kerjanya merupakan titik rawan akan terjadinya human trafficking, dan bekerja sama dengan NGO-NGO lokal, terutama NGO yang menangani permasalahan human trafficking. Kebijakan eksternal suatu negara mengenai penanganan human trafficking dapat dilakukan melalui peningkatan kerja sama antarnegara dan keaktifan negara dalam mengikuti setiap konferensi-konferensi maupun kesepakatan internasional menyangkut segala bentuk perdagangan manusia. 1.4 Kerangka Pemikiran Dalam menangani masalah perdagangan manusia (human trafficking) yang termasuk kejahatan trans-nasional ini pemerintah suatu negara dapat menggunakan kebijakan atau policy tertentu. Menurut Charles O. Jones, kebijakan digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang berbeda. 23 Sedangkan menurut Miriam Budiarjo, konsep kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan tersebut. 24 Kebijakan pemerintah adalah hasil dari suatu proses pengambilan keputusan, yaitu memilih beberapa alternatif yang akhirnya ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah. Dalam mengatasi permasalahan ini suatu negara dapat mengambil suatu kebijakan dari dalam negeri (internal) yang berisikan tentang hukum dalam negeri, aturan pemerintah dan persiapan aparat-aparat negara. Lalu kebijakan 23 Budi Winarno, Kebijakan Publik:Teori dan Proses, Media Pressindo, Yogyakarta, 2011, hal. 16-17. 24 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 12. 9

keluar (eksternal) atau bisa disebut hubungan dengan negara lain. Dalam hal ini konteks hubungan dengan negara lain ialah menjalin kerja sama dengan negara lain dalam mengatasi suatu permasalahan yang mana bersifat global atau internasional. 25 Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Selanjutnya ditambahkan oleh Islami bahwa implikasi dari pengertian tersebut adalah: 1) Kebijakan publik bentuk perdananya adalah penetapan tindakantindakan pemerintah; 2) Kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tapi juga dilaksanakan dalam bentuk nyata; 3) Setiap kebijakan publik dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu; 4) Kebijakan publik pada hakekatnya ditujukan untuk kepentingan seluruh masyarakat. 26 Dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan yang dihasilkan oleh seseorang maupun sejumlah aktor dimana keputusan tersebut diterapkan didalam praktek kegiatan sehari-hari dan keputusan tersebut mengikat seluruh masyarakat yang berada di dalam lingkup wilayah suatu negara. Pemerintah Laos mengambil kebijakan-kebijakan untuk mengatasi permasalahan human trafficking ini. Berdasarkan arah kebijakannya, kebijakan ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu kebijakan internal dan kebijakan eksternal. Kedua kebijakan ini dapat dijadikan cara untuk mengatasi human trafficking. 27 Kebijakan internal adalah mengembalikan kedaulatan internal kepada pemerintah nasional. 28 Kebijakan eksternal adalah suatu upaya pemerintah menjalin kerja sama / komunikasi dengan negara lain untuk memecahkan suatu 25 Ibid, hal 18-19. 26 Budi Winarno, Op.cit, hal. 17-18. 27 Deputy PM says Human Trafficking Threatens Society, dalam: http://www.afesiplaos.org/news_detail.php?rid=6&pid=10&aid=10/diakses 9 April 2016. 28 Wolfgang H. Reinicke, Global Public Policy Governing Without Government?, Wolfgang H. Reinicke, Washington, Brookings Institution Press, 1998, Hal. 76-78, dikutipdari Upaya Pemerintah Indonesia di Dalam Menghadapi Ancaman Transnational Crimes Khususnya Ancaman Cyber Crimes, Yogyakarta, 2013. 10

permasalahan yang meliputi ekonomi, pertahanan atau pun perbatasan dengan cara melobi dan bertujuan untuk kepentingan domestik negara tersebut. 29 1.5 Argumen Utama Permasalahan human trafficking yang terjadi di Laos dapat disebabkan karena faktor ekonomi dan faktor kondisi geografis. Faktor ekonomi dapat berupa kemiskinan dan keinginan mendapatkan penghidupan yang layak. Faktor kondisi geografis Laos yang dilewati oleh aliran Sungai Mekong membuat Laos semakin rentan dengan isu human trafficking. Laos merupakan negara yang berada di wilayah sungai Mekong, yang merupakan jalur para trafficker dan penyelundup dari wilayah Asia Tenggara. Selain melalui aliran Sungai Mekong, posisi Laos yang berbatasan langsung dengan lima negara semakin memudahkan human trafficking untuk terjadi. Dari sekian banyak usaha yang dilakukan Laos belum juga membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini diperkirakan karena pengadilan kurang transparan, rincian pencatatan kurang memadai, dan korupsi. Oleh karena itu, diperlukan pengadilan yang transparan, rincian pencatatan yang memadai, dan tidak adanya korupsi. Dengan pencapaian hal-hal tersebut, diharapkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Laos, baik kebijakan internal maupun kebijakan eksternal, dapat mencapai tujuan dari adanya kebijakan-kebijakan tersebut, yaitu menangani human trafficking di Laos. 1.6 Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode penelitian untuk menjawab permasalahan pemerintah Laos dalam manangani human trafficking dan acuan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian deskriptif kualitatif yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau pun bentuk hitungan lainnya. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan atau 29 Budi Winarno, Op cit, hal. 16 11

library research dengan memanfaatkan data-data sekunder yang terdiri dari buku-buku, literatur, majalah, makalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal berkala, serta memanfaatkan data-data melalui situs-situs internet dan referensi lainnya yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian. 1.7 Sistematika Penulisan Sistemetika penulisan dalam tesis ini terdiri dari: Bab I: Pendahuluan. Sub-sub bab yang dibahas meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, Argumen Utama, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II: Human Traffiking di Laos, Penyebab, dan Upaya Penanggulangannya. Sub-sub bab yang dibahas meliputi Gambaran Umum negara Laos, Gambaran Umum Human Trafficking di Laos, Penyebab Human Trafficking di Laos, dan Upaya Penanggulangan Human Trafficking di Laos. Bab III: Kebijakan Internal dan Eksternal Serta Efektivitas Pemerintah Laos dalam Menangani Human Trafficking. Sub-sub bab yang dibahas meliputi Kebijakan Internal Laos dalam Menangani Human Trafficking, Kebijakan Eksternal Laos dalam Menangani Human Trafficking, Prinsip-prinsip Penanggulangan Human Trafficking di Laos, dan Efektivitas Laos dalam Menangani Human Trafficking. Bab IV: Penutup, berisis kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. 12