BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

PENGELOMPOKKAN CITRA WARNA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN SOFTWARE MATLAB ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

Klasifikasi Mutu Telur Berdasarkan Kebersihan Kerabang Telur Menggunakan K-Nearest Neighbor

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

IDENTIFIKASI MACAN TUTUL DENGAN METODE GREY LEVEL COOCURENT MATRIX ( GLCM) Zuly Budiarso Fakultas teknologi Informasi, Univesitas Stikubank Semarang

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil

Identifikasi Tanaman Buah Tropika Berdasarkan Tekstur Permukaan Daun Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

Atthariq 1, Mai Amini 2

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengurangi adanya false positive dan false negative. False positive dalam hal ini

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Model sistem presensi biometri sidik jari yang dikembangkan secara garis

IDENTIFIKASI KEASLIAN MATA UANG RUPIAH MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR (K-NN)

DETEKSI JENIS KAYU CITRA FURNITURE UKIRAN JEPARA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

Simulasi dan Analisis Pengenalan Citra Daging Sapi dan Daging Babi dengan Metode GLCM

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Klasifikasi Penyakit Daun Padi Berdasarkan Hasil Ekstraksi Fitur GLCM Interval 4 Sudut

GRAY LEVEL COOCURENCE MATRIX SEBAGAI PENGEKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN NASKAH BRAILLE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

BAB 4 ANALISA DAN BAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

BAB III PEMBAHASAN. arsitektur, prosedur, dan hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN

Chairunnisa Adhisti Prasetiorini *), R. Rizal Isnanto, dan Achmad Hidayatno. Abstrak. Abstract

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB 2 LANDASAN TEORI

Ekstraksi Ciri Citra Batik Berdasarkan Tekstur Menggunakan Metode Gray Level Co Occurrence Matrix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Journal of Control and Network Systems

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Rancangan antarmuka (interface) program terdiri dari form cover, form

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI. melakukan pengamatan dan analisis dari gambar yang didapat. Untuk bisa mendapatkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Jenis Buah Jeruk Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Berdasarkan Tekstur Kulit

Presentasi Tugas Akhir

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. BAB II... Error! Bookmark not defined.

BAB 3. METODE PENELITIAN

DETEKSI NOMINAL DAN KEASLIAN UANG KERTAS MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

PENERAPAN MULTILAYER PERCEPTRON UNTUK KLASIFIKASI JENIS KULIT SAPI TERSAMAK

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

KLASIFIKASI PARKET KAYU JATI BERDASARKAN ANALISA TEKSTUR GLDM MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION Muhammad Arief Rahman Hakim Jurusan Teknik Informatik

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN


BAB II LANDASAN TEORI

ANALYSIS PERFORMANCE FITUR BENTUK, WARNA DAN TEKSTUR CITRA PADA PENELUSURAN INFORMASI ASET BERBASIS CBIR

KLASIFIKASI KEMATANGAN MANGGA MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN LEVENBERG MARQUARDT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

APLIKASI IDENTIFIKASI MOTIF BATIK MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI FITUR GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX (GLCM) BERBASIS ANDROID

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

Identifikasi Ciri Kain Menggunakan Fitur Tekstur dan Gray Level Difference Method

KLASIFIKASI NAMA OBAT TULISAN TANGAN DOKTER DENGAN METODE GLCM DAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

Ekstraksi Pola Iris Mata Berwarna Biru dan Cokelat dengan Metode GrayLevel Cooccurrence Matrix Yunia Mentari a, Nurhasanah a)*, Iklas Sanubary a)

KLASIFIKASI DAUN TANAMAN THEOBROMA CACAO MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK

ABSTRAK. Kata kunci : CBIR, GLCM, Histogram, Kuantisasi, Euclidean distance, Normalisasi. v Universitas Kristen Maranatha

METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kinerja dari algoritma analisis citra dapat menentukan karakteristik citra tekstur kulit dalam bentuk suatu bilangan numerik, berdasarkan parameter referensi yang didapatkan dari PT. Martina Berto. Setelah membahas mengenai proses pengujian sistem, maka akan dilanjutkan dengan tahap analisis sistem terhadap hasil pengujian dan prosesproses yang berkaitan. 4.. Pengujian sistem Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, proses analisis citra tekstur kulit akan menggunakan beberapa model JST yang divariasikan menurut jumlah neuron di dalam hidden layer. Fokus utama di dalam tahap pengujian sistem adalah pemeriksaan setiap model dari JST tersebut. Hasil dari sistem JST adalah suatu nilai parameter (dari masing-masing parameter referensi) yang diharapkan dapat merepresentasikan perubahan kondisi tekstur kulit, yaitu perbedaan nilai saat sebelum maupun setelah diberikan moisturizer. Pertama-tama, 20 citra dijital grayscale dari tekstur kulit dengan resolusi 28 x 28 piksel akan memasuki tahap ekstraksi fitur, yang akan menghasilkan nilai-nilai dari fitur tekstur Haralick. Setelah proses ekstraksi fitur, maka selanjutnya akan dilakukan proses seleksi fitur. Sistem analisis citra tekstur kulit menggunakan JST yang telah dirancang membutuhkan tiga buah fitur tekstur hasil proses seleksi dan akan menghasilkan dua buah keluaran dari model JST pertama dan sebuah keluaran dari model JST kedua yang merepresentasikan kondisi tekstur kulit. Sebelum memasuki proses pengujian JST, maka akan ditentukan fitur-fitur tekstur yang memiliki korelasi terbesar dengan parameter referensi R 2 64

dan R 4 melalui proses perbandingan. Tabel 4. di bawah ini akan menunjukkan koefisien korelasi dari setiap fitur-fitur tersebut. Tabel 4.. Koefisien korelasi antara fitur tekstur Haralick dengan parameter referensi R2 R4 ASM CON COR VAR IDM Sum Average Sum Variance Sum Entropy ENT Difference Variance Difference Entropy Information Measures of Correlation I Information Measures of Correlation II 2 3 4 6 7 8 0 2 3 4 0,7066 0,47626-0,74 0,43 0,800 0,7677-0,3 0,7302 0,744 0,864 0,776-0,4082 0,474-0,42 4-0,4633-0,3236 0,6240-0,3472-0,472-0,766 0,3883-0,736-0,7066-0,828-0,6728 0,2032-0,24-0,42 3 0,74 0,773-0,782 0,6023 0,4333 0,7378-0,4 0,646 0,678 0,7868 0,826-0,76-0,24 0,474 2-0,7-0,73 0,824-0,8843-0,3828-0,64 0,732-0,26-0,742-0,7267-0,848-0,76 0,2032-0,4082 0,6672 0,7883-0,308 0,8677 0,7784 0,006-0,732 0,820 0,807 0,7768-0,848 0,826-0,6728 0,776 0 0,646 0,6666-0,063 0,782 0,870 0,3048-0,6632 0,828 0,83837 0,7768-0,7267 0,7868-0,828 0,864 0,473 0,403-0,6623 0,7387 0,60 0,86277-0,4777 0,768 0,83837 0,807-0,742 0,678-0,7066 0,744 8 0,474 0,4286-0,6888 0,7382 0,70668 0,8666-0,033 0,768 0,828 0,820-0,26 0,646-0,736 0,7302 7-0,36-0,762 0,80746-0,7776-0,38-0,443-0,033-0,4777-0,6632-0,732 0,732-0,4 0,3883-0,3 6 0,734 0,733-0,72 0,8064 0,7663-0,443 0,8666 0,86277 0,3048 0,006-0,64 0,7378-0,766 0,7677 0,640 0,4767-0,7832 0,4300 0,7663-0,38 0,70668 0,60 0,870 0,7784-0,3828 0,4333-0,472 0,800 4 0,484 0,633-0,7042 0,4300 0,8064-0,7776 0,7382 0,7387 0,782 0,8677-0,8843 0,6023-0,3472 0,43 3-0,6638-0,73-0,7042-0,7832-0,72 0,80746-0,6888-0,6623-0,063-0,308 0,824-0,782 0,6240-0,74 2 0,80683-0,73 0,633 0,4767 0,733-0,762 0,4286 0,403 0,6666 0,7883-0,73 0,773-0,3236 0,47626 0,80683-0,6638 0,484 0,640 0,734-0,36 0,474 0,473 0,646 0,6672-0,7 0,74-0,4633 0,7066 R2 R4 ASM CON COR VAR IDM Sum Average Sum Variance Sum Entropy ENT Difference Variance Difference Entropy Information Measures of Correlation I Information Measures of Correlation II 2 3 4 6 7 8 0 2 3 4 6

Dari hasil penghitungan koefisien korelasi tersebut, maka terlihat bahwa fitur-fitur yang memiliki nilai korelasi terbesar untuk parameter R 2 adalah Angular Second Moment (ASM), Sum Entropy, dan Entropi, sedangkan fitur-fitur yang memiliki nilai korelasi terbesar untuk parameter R 4 adalah Angular Second Moment (ASM), Entropi, dan Difference Variance. Fitur Angular Second Moment (ASM) dan Entropi merupakan bagian dari fitur seleksi untuk parameter R 2 dan R 4. Akan tetapi, ada dua fitur yang bukan merupakan bagian dari kedua parameter tersebut, yaitu Sum Entropy (untuk R 2 ) dan Difference Variance (untuk R 4 ). Untuk mengatasinya, maka kedua fitur tekstur tersebut akan digunakan dalam fitur-fitur hasil seleksi, sehingga jumlah fitur hasil seleksi yang semula berjumlah tiga fitur akan berubah menjadi empat fitur. Hasil akhir yang didapat pada proses seleksi fitur ini adalah empat buah fitur tekstur Haralick, yaitu Angular Second Moment (ASM), Sum Entropy, Entropi, dan Difference Variance. Keempat fitur tersebut akan menjadi komponen masukan dalam sistem JST, sehingga konfigurasi sistem JST yang digunakan akan ditunjukkan pada gambar 4. dan 4.2. Dalam proses pelatihan JST sebelumnya, citra latih yang digunakan berjumlah 00 citra. Sedangkan untuk proses pengujiannya akan membutuhkan semua citra tekstur kulit, yaitu sebanyak 20 citra, termasuk di dalamnya 00 citra latih. Gambar 4.. Proses analisis citra menggunakan JST model pertama dengan empat masukan 66

Gambar 4. 2. Proses analisis citra menggunakan JST model kedua dengan empat masukan Proses pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui model JST terbaik yang dapat menghasilkan suatu nilai yang menyerupai karakteristik dari parameter referensi (baik yang menggunakan data latih R 2 maupun R 4, secara bersamaan ataupun secara individual), dengan melakukan penghitungan nilai MSE dari setiap nilai keluaran sistem JST dengan parameter referensi R 2 dan R 4. Jika MSE bernilai kecil, maka keluaran model JST tersebut dianggap memiliki perbedaan yang kecil dengan parameter referensi, sehingga model JST yang demikian merupakan model yang cukup representatif. Tabel 4. 2. Tabel hasil perhitungan MSE untuk setiap model JST Perhitungan MSE untuk model pertama dengan 2 keluaran Tipe MSE R JST 2 MSE R 4 Perhitungan MSE untuk model kedua dengan keluaran Tipe JST MSE R 2 MSE R 4 0,0080 0,00027 0,0080 0,00024 2 0,00783 0,000274 2 0,007843 0,000223 3 0,00623 0,0002 3 0,0063 0,0008 4 0,0078 0,00020 4 0,004 0,0007 Dari tabel 4.2 dapat terlihat bahwa nilai MSE terkecil dalam model JST pertama didapatkan dari JST dengan empat neuron di bagian hidden layer untuk parameter R 2 dan R 4. Sedangkan untuk model JST kedua, nilai MSE terkecil 67

didapatkan dari sistem JST dengan tiga neuron hidden layer untuk parameter R 4 dan JST dengan empat neuron untuk parameter R 2. Pemilihan model JST yang dapat menghasilkan nilai yang paling sesuai dengan parameter R 2 dan R 4 dilakukan dengan penghitungan persentase tingkat kecocokan dari setiap model di atas. Persamaan yang digunakan untuk menghitung tingkat kecocokan adalah sebagai berikut: ( x x ) N i, hasil i, referensi 00% 00% = xi referensi N i, (4.) Tingkat kecocokan nilai dari masing-masing model tersebut terhadap nilai parameter referensi diberikan dalam Tabel 4.3 di bawah ini: JST model pertama dengan 2 keluaran JST model kedua dengan keluaran Tabel 4. 3. Tingkat kecocokan model JST optimal terhadap R 2 dan R 4 JST dengan 4 neuron JST dengan 3 neuron JST dengan 4 neuron MSE terhadap R 2 MSE terhadap R 4 Tingkat kecocokan sistem (%) terhadap R 2 Tingkat kecocokan sistem (%) terhadap R 4 0,0078 0,000202,830 3,4872 0,0063 0,0008-4,666 0,004 0,0007 2,22 - Tabel 4.3 di atas menunjukkan kecocokan nilai dari setiap model JST yang dikaitkan dengan masing-masing parameter yang berkaitan. Dari tabel tersebut maka didapatkan hasil sebagai berikut: Model JST pertama (dua keluaran) memiliki tingkat kecocokan sebesar,830% untuk perhitungan terhadap R 2 dan kecocokan sebesar 3,4872% untuk perhitungan terhadap R 4, dimana kedua-duanya menggunakan konfigurasi empat neuron hidden layer. Model JST kedua (satu keluaran) memiliki kecocokan sebesar 2,22% untuk perhitungan terhadap R 2 menggunakan empat neuron hidden layer 68

dan kecocokan sebesar 4,666% untuk perhitungan terhadap R 4 menggunakan tiga neuron. 4.2. Analisis sistem Pada bagian ini akan diberikan suatu analisis mengenai langkah-langkah yang dilakukan di dalam penelitian ini, di antaranya adalah proses akuisisi citra, tahap pre-processing, proses ekstraksi fitur, dan tahap analisis citra menggunakan jaringan saraf tiruan (JST). Pada proses akuisisi citra, kendala yang dihadapi secara langsung adalah adanya gelembung udara dan ketebalan replika yang tidak sama. Gelembung udara tidak memiliki warna (bening) jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang berwarna biru. Sedangkan ketebalan replika yang berbeda-beda akan berdampak pada intensitas warna yang tidak merata, dimana bagian replika yang lebih tebal memiliki warna yang lebih gelap daripada daerah sekitarnya. Sebagai solusinya, maka dari satu citra replika kulit akan diambil tiga buah citra yang dianggap mewakili semua karakteristik replika tersebut, dimana sifat-sifat citra tersebut hampir sama satu dengan yang lain (tidak ada perbedaan yang terlalu besar, baik dalam masalah intensitasnya ataupun sifat-sifat lainnya). Cara seperti ini juga dilakukan oleh pihak PT. Martina Berto dalam melakukan analisis tekstur kulit. Pada proses selanjutnya, telah dihitung bahwa nilai error terkecil akan didapatkan jika citra masukannya memiliki distribusi intensitas yang merata, artinya pada citra tersebut tidak memiliki daerah yang lebih gelap dari yang lain atau daerah yang lebih terang dari yang lain (dalam kasus ini, selain kedalaman daerah kerutan kulit). Untuk mengatasi masalah ini, diharapkan adanya devais akuisisi citra disertai perangkat lunak yang lebih baik. Di dalam proses pre-processing, metode yang digunakan adalah algoritma RETINEX. Algoritma tersebut bertujuan untuk mengatasi masalah kontras pada citra akibat pengaruh pencahayaan pada obyek yang berbeda-beda. Algoritma RETINEX membutuhkan masukan berupa citra logaritmik dan jumlah iterasi yang dibutuhkan. Jumlah iterasi tidak perlu terlalu besar, karena akan meningkatkan jarak spasial antar piksel yang bertetangga. Jika jumlah iterasinya terlalu besar, 6

maka citranya hampir sama dengan citra asal sebelum menggunakan algoritma RETINEX, sehingga perbedaannya sulit untuk diamati. Setelah citra dinormalisasi menggunakan algoritma RETINEX, maka selanjutnya adalah mengubah citra RGB tersebut menjadi citra grayscale. Hal ini bertujuan untuk melakukan penyederhanaan dalam proses perhitungan (dimensi ruang dari citra grayscale lebih kecil daripada citra RGB) dan citra grayscale dibutuhkan untuk proses ekstraksi fitur menggunakan matriks kookurensi (GLCM, Gray-Level Coocurrence Matrix). Untuk proses ekstraksi fitur, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan statistik dengan ekstraksi fitur orde kedua. Fitur-fitur statistik yang digunakan adalah fitur tekstur Haralick []. Fitur-fitur tersebut membutuhkan komponen matriks kookurensi yang berasal dari masing-masing citra dijital replika kulit. Langkah selanjutnya adalah menentukan hubungan antara fitur tekstur Haralick tersebut dengan parameter referensi menggunakan korelasi. Setelah itu, fitur-fitur tersebut akan diseleksi kembali berdasarkan nilai korelasi terbesarnya. Hal ini dilakukan karena tidak semua fitur dapat merepresentasikan kondisi tekstur kulit dengan baik. Fitur tekstur menggunakan matriks kookurensi ini merupakan metode yang bersifat rotation invariant, sehingga walaupun citra dirotasi dalam orientasi apapun, maka karakteristiknya akan tetap sama. Proses utama yang dilakukan adalah menganalisis citra dijital tekstur kulit menggunakan jaringan saraf tiruan (JST). Model JST yang dirancang menggunakan model feed-forward back propagation. Model tersebut dipilih karena memiliki cara kerja yang sederhana dan telah banyak digunakan oleh para ahli. Sistem JST ini dibuat sedemikian rupa sehingga akan menghasilkan suatu nilai parameter tertentu dari citra tekstur kulit, dengan menggunakan fitur tekstur Haralick sebagai masukannya. Dari replika kulit yang diambil berdasarkan periode waktu tertentu (T = 0 minggu s / d T = 4 minggu) dan dengan penggunaan moisturizer, maka akan dihasilkan suatu nilai yang merepresentasikan kondisi tekstur kulit tersebut. Dengan melihat perbedaannya dan mengacu pada nilai parameter dari alat komersial, maka kemanjuran moisturizer yang digunakan pada kulit subyek dapat diketahui, apakah dapat memperbaiki tekstur kulit atau tidak. 70

Tabel 4. 4. Contoh nilai-nilai yang dihasilkan oleh sistem JST dibandingkan dengan parameter referensi No. Citra Parameter referensi dari PT. Martina Berto Hasil JST model pertama Hasil JST model kedua 4 neuron 4 neuron 3 neuron R 2 R 4 B 2 R 2 B 22 R 4 B 2 R 2 B 22 R 4 0,78333 0,20667 0,7780 0, 0,767 0, 2 0,78333 0,20667 0,7376 0,33 0,703 0,47 3 0,78333 0,20667 0,78888 0,8 0,73 0,46 4 0,667 0,333 0,638 0,4763 0,0 0,028 0,667 0,333 0,6073 0,333 0,07 0,3 6 0,667 0,333 0,3 0,467 0,04 0,466 3 0,4 0,3 0,262 0,4044 0,08 0,2 4 0,4 0,3 0,42 0,42 0,0 0,3 0,4 0,3 0,23 0,406 0,0 0,426 6 0,6667 0,7 0,7440 0,866 0,6834 0,836 7 0,6667 0,7 0,7227 0,66 0,688 0,68 8 0,6667 0,7 0,762 0,823 0,6303 0,828 2 0,77 0,667 0,8060 0,200 0,7424 0,204 4 0,73667 0,2 0,7047 0,6428 0,732 0,768 47 0,7333 0,333 0,80643 0,83 0,787 0,236 62 0,78 0,333 0,680 0,76 0,7233 0,80 8 0,7 0,6 0,882 0,464 0,7344 0,6337 0,68 0,8667 0,74726 0,8233 0,73803 0,87 Dari keterangan yang diberikan PT. Martina Berto, maka suatu kulit dinyatakan mengalami perbaikan tekstur jika nilai parameter R 2 dan R 4 setelah diberikan moisturizer lebih kecil daripada nilai sebelum diberikan moisturizer. Sistem JST yang dibuat berusaha untuk mengikuti karakteristik tersebut. Tabel 4.4 di atas memberikan sebuah gambaran atas hasil yang diperoleh menggunakan sistem JST dibandingkan terhadap parameter referensi. Citra no. -3 diambil dari satu replika yang sama (pada waktu T = 0) dan citra no. 4-6 diambil juga dari satu replika yang sama (pada waktu T = 4), dimana citra no. -6 diambil dari satu subyek yang sama. Berdasarkan parameter referensi, terlihat bahwa kulit mengalami perbaikan tekstur kulit, ditandai dari nilai R 2 dan R 4 setelah diberikan moisturizer lebih kecil daripada sebelum diberikan moisturizer. Sebagai perbandingan, nilai-nilai yang dihasilkan oleh sistem JST juga memiliki karakteristik yang sama. Terkadang, ada suatu kasus dimana nilai parameter R 2 7

dan R 4 setelah diberikan moisturizer lebih besar daripada sebelum diberikan moisturizer dan terlihat pada contoh citra no. 3-8 (diambil dari subyek yang sama juga). Data-data yang terdapat pada bagian tabel ketiga menunjukkan hasil dari proses analisis citra yang bukan termasuk dalam citra latih. Dengan melihat hasil-hasil yang ada, sistem JST yang dirancang masih tetap dapat mengikuti karakteristik dari parameter referensi. Tabel 4.3 menunjukkan perbandingan kecocokan dari model JST utama, model pertama dengan dua keluaran dan model kedua dengan satu keluaran, dengan menggunakan konfigurasi jumlah neuron dari masing-masing model yang menghasilkan keluaran yang paling mendekati parameter referensi. Konfigurasi JST model pertama untuk menghasilkan nilai parameter yang menyerupai R 2 dan R 4 hanya memiliki tingkat kecocokan sebesar,830% dan 3,4872%, menggunakan empat neuron pada hidden layer. Sedangkan konfigurasi JST model kedua memiliki tingkat kecocokan sebesar 2,22% (dengan jumlah empat neuron) dan 4,666% (dengan jumlah tiga neuron). Tingkat kecocokan hasil penggunaan JST model kedua lebih tinggi daripada model pertama, untuk setiap parameter. Konfigurasi pembobotan dan bias pada JST model kedua merupakan hasil pelatihan terhadap parameter referensi secara individual (nilai R 2 saja atau R 4 saja), bukan merupakan suatu kelompok data latih yang telah digabungkan (nilai R 2 dan R 4 secara bersamaan). Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa kecocokan nilai hasil JST dapat membaik jika proses pelatihan dilakukan secara spesifik, hanya bergantung pada data-data latih tertentu saja. Tabel 4.. Tabel korelasi antara nilai hasil perhitungan JST dengan nilai parameter referensi Nilai Koefisien Korelasi R 2 R 4 JST dengan dua B 2 0,77363 - keluaran B 22-0,803047 JST dengan satu B 2 0,80687 - keluaran B 22-0,834 Berdasarkan nilai korelasi yang didapatkan antara nilai-nilai hasil perhitungan menggunakan sistem JST dengan nilai-nilai parameter referensi dari alat milik PT. Martina Berto yang ditunjukkan pada Tabel 4., maka dapat dilihat bahwa nilai- 72

nilai tersebut memiliki korelasi yang cukup baik, sehingga nilai-nilai tersebut dapat mengikuti karakteristik dari nilai parameter referensi menggunakan replika kulit masukan yang sama. Jika dilihat dari jumlah neuronnya, maka hasil terbaik dari sistem JST model pertama didapat menggunakan empat buah neuron pada bagian hidden layer. Sedangkan untuk sistem JST model kedua, hasil terbaik akan didapatkan menggunakan jumlah neuron sebanyak tiga dan empat buah. Hal tersebut berarti semakin banyak jumlah neuron pada bagian hidden layer, maka hasilnya juga akan semakin baik. Akan tetapi, semakin banyak neuron juga akan berdampak pada waktu komputasi yang semakin lama, karena proses perhitungan akan menjadi semakin kompleks. Hal lain yang dapat menentukan hasil ini adalah pembobotan antar neuron. Nilai-nilai bobot dan bias dari JST ditentukan pada saat pelatihan, dimana proses tersebut dilakukan sebanyak 0.000 epoch. Semakin banyak epoch diharapkan bahwa nilai error antara nilai aktual yang didapat dengan nilai yang inginkan (nilai referensi/data latih) semakin kecil. Akan tetapi, pada prakteknya, seringkali jumlah epoch yang terlalu besar belum tentu dapat memaksimalkan kinerja rancangan sistem JST. Gambar 4.3 s / d 4.6 memberikan suatu ilustrasi bagaimana kecenderungan hasil yang didapatkan menggunakan JST, dibandingkan dengan parameter referensi R 2 dan R 4. Perbandingan Parameter Referensi R2 vs Hasil JST 2 keluaran 4 neuron,2 Nilai Parameter 0,8 0,6 0,4 0,2 0 3 7 2 2 2 33 37 4 4 4 3 7 6 6 6 73 77 8 8 8 3 Parameter Referensi R2 Indeks Citra Hasil JST 7 0 0 0 3 7 Gambar 4. 3. Perbandingan Referensi R 2 vs Hasil JST 2 keluaran 73

Perbandingan Parameter Referensi R4 vs Hasil JST 2 keluaran 4 neuron 0,2 0,2 Nilai Parameter 0, 0, 0,0 0 3 7 2 2 2 33 37 4 4 4 3 7 6 6 6 73 77 8 8 8 3 Parameter Referensi R4 Indeks Citra Hasil JST 7 0 0 0 3 7 Gambar 4. 4. Perbandingan Referensi R 4 vs Hasil JST 2 keluaran Perbandingan Parameter Referensi R2 vs Hasil JST keluaran 4 neuron,2 Nilai Parameter 0,8 0,6 0,4 0,2 0 3 7 2 2 2 33 37 4 4 4 3 7 6 6 6 73 77 8 8 8 3 Parameter Referensi R2 Indeks Citra Hasil JST 7 0 0 0 3 7 Gambar 4.. Perbandingan Referensi R 2 vs Hasil JST keluaran 74

Perbandingan Parameter Referensi R4 vs Hasil JST keluaran 3 neuron 0,2 0,2 Nilai Parameter 0, 0, 0,0 0 3 7 2 2 2 33 37 4 4 4 3 7 6 6 6 73 77 8 8 8 3 Parameter Referensi R4 Indeks Citra Hasil JST 7 0 0 0 3 7 Gambar 4. 6. Perbandingan Referensi R 4 vs Hasil JST keluaran Dari gambar-gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar nilai-nilai parameter hasil keluaran sistem JST dapat mengikuti kecenderungan dari nilainilai parameter referensi R 2 dan R 4, dengan perbedaan yang tidak terlalu besar. Dengan hasil ini, maka diharapkan sistem analisis citra replika kulit yang dirancang akan dapat membantu proses pengujian terhadap effikasi moisturizer dan mungkin effikasi kosmetik lainnya, yang didasarkan pada adanya perubahan nilai-nilai suatu parameter tertentu. Berdasarkan hasil-hasil yang didapatkan dari proses di atas, terutama hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 4., maka sistem ini memiliki karakteristik yang menyerupai karakteristik alat analisis tekstur kulit milik PT. Martina Berto, dimana hasil sistem ini memiliki tingkat kecocokan dan korelasi yang cukup tinggi dengan nilai-nilai hasil proses analisis alat tersebut. Sistem ini dimungkinkan dapat menjadi suatu metode alternatif, yang dapat mengganti komponen komputasi dari alat analisis tekstur kulit, yaitu bagian perangkat lunak, sehingga pada akhirnya konsumen hanya membutuhkan masukan berupa replika kulit saja, yang tentunya memiliki harga yang lebih murah dibandingkan membeli alat tersebut beserta dengan perangkat lunaknya. 7