BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

Implementasi Pendidikan Segregasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Saat ini permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah penting dan ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

KIS- KISI UJI KOMPETENSI GURU (UKG) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Bagaimana? Apa? Mengapa?

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan merupakan salah satu bukti perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horisontal maupun secara vertikal. Selain itu pendidikan menjadi ukuran kemajuan suatu bangsa. Pendidikan inklusif merupakan idiologi atau keinginan yang hendak diraih sebagaimana cita-cita pendidikan secara umum, pendidikan inklusif harus menjadi tujuan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu pendidikan inklusif tidak diartikan sebagai bentuk / model pendidikan atau pendekatan pendidikan yang sekedar memasukan anak berkelainan ke sekolah reguler semata. Sebagai konsekuensi dari berbagai pendapat bahwa pendidikan inklusi itu menjadi ideologi atau cita - cita dan bukan sebagai alternatif model saja, maka akan terjadi keragaman dalam implementasinya, antara negara yang satu dengan negara yang lainnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya. Proses menuju pendidikan inklusif akan sangat tergantung kepada sumberdaya,sarana prasarana yang dimiliki oleh masing-masing negara, daerah, atau sekolah. Meskipun terjadi keragaman dalam implementasinya, tidak ada perbedaan filosofi dan konsep yang digunakannya karena berangkat dari kemauan/niat yang sama dalam rangka mengangkat memfopulairkan pendidikan inklusif menuju pendidikan yang bermasyarakat, diperlukan adanya perubahan pemikiran, pemahaman dan sikap para penyelenggara pendidikan (kepala sekolah, guru, administrator, atau pengambil kebijakan pendidikan, orang tua, dan masyarakat pada umumnya) terhadap anak dan pendidikan yang dapat memberikan layanan kepada masyarakat di sekitar yang memerlukan. 1

Di Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5, ayat 1 s.d. 4 telah menegaskan bahwa: 1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), sejak tahun 1979 sudah ada sekolah umum yang menerima ABK untuk belajar bersama-sama dengan anak normal lainnya karena orang tua menghendaki anak mereka mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah umum, dan bukan di sekolah luar biasa (SLB). Searah dengan perkembangan pendidikan baik di luar dan di dalam negeri, pada tahun 2003 Dirjen Dikdasmen menerbitkan SE no. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 tentang pendidikan inklusif yang menyatakan bahwa penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusif di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin hari semakin berkembang serta perubahan yang cukup signifikan baik dari pemerintah, sekolah, siswa normal, orang tua, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini ditunjukan pemerintah melalui berbagai kebijakan terkait penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, serta penerimaan oleh sekolah dan masyarakat yang membuat anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan lebih luas untuk memperoleh pendidikan seperti anak normal lain, sehingga anak berkebutuhan khusus mampu mengembangkan bakat, minat, potensi, yang dimiliki supaya tidak tergantung dengan orang lain (kemandirian). 2

Perubahan yang dilakukan pemerintah dalam sistem layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan dari segregasi, integrasi hingga menjadi pendidikan inklusif merupakan upaya untuk mengentaskan program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah serta penghapusan diskriminasi terhadap keberagaman dan perbedaan yang dimiliki setiap peserta didik tanpa melihat perbedaan fisik, sosial, ekonomi maupun potensi anak dalam satu sekolah. Pendidikan inklusif memungkinkan anak dapat belajar bersama-sama dengan anak normal pada umumnya, sehingga saling berinteraksi, saling mengisi, saling menerima dan memberi untuk kebutuhan belajar anak dalam lingkup sekolah yang sama. Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya, dan berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama dengan anak normal pada tempat yang sama dengan layanan yang berbeda. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama seperti anak normal pada umumnya dan mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat ( PP No.17 Tahun 2010 pasal 129 : (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan ketentuan lain dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidkan Khusus dan Layanan Khusus. Kementrian Pendidikan Nasional, (2010:4) Pendidikan inklusif adalah sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang 3

memberikan kesempatan kepada semua anak berkebutuhan khusus dan anak cerdas istimewa dan bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak normal pada umumnya. Sekolah yang sudah merintis pendidkan inklusif baik yang ditunjuk oleh pemerintah maupun dengan permohonan sendiri. Dalam penyelenggarakannya, sekolah mengacu pada standar sekolah umum yang dikeluarkan pemerintah dimulai dari: standar kelulusan, standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pembiayaan, maupun standar penilaian ditambah dengan pedoman-pedoman khusus penyelenggarakan pendidikan inklusif, namun masih banyak menemui kendala-kendala dalam pengelolaan di sekolah.. Beberapa sekolah masih mempersepsikan pendidikan inklusif sama dengan sistem integrasi, sehingga anak menyesuaikan dengan system yang berlaku di sekolah, sehingga anak berkebutuhan khusus diperlakukan sama seperti peserta didik normal di sekolah tersebut, tanpa mendapat pelayanan yang khusus sesuai kemampuannya, masih ada juga yang belum menyediakan guru tenaga pendidik khusus, ada juga sekolah yang masih pilih pilih dalam menerima siswa berkebutuhan khusus, pembinaan tenaga pendidik dan kependidikan belum semua membekali guru pada pendidikan inklusif, guru belum semua menyusun program pembelajaran individual berdasarkan identifikasi dan assesmen, selain itu juga belum ada system penilaian yang tepat untuk menilai kemajuan hasil belajar siswa berkebutuhan khusus. Meskipun banyak sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang belum melaksanakan sesuai dengan standar pengelolaan dan pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif secara benar dalam memberi layanan anak berkebutuhan khusus, namun sekolah ini sudah berupaya untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif seperti yang sudah melaksanakan sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis. 4

Pengelolaan pembelajaran pada Sekolah Dasar Negeri III Giriwono Wonogiri sebagai penyelenggara pendidikan inklusif sejak tahun pelajaran 2009/2010 menerima anak berkebutuhan khusus, pada saat ini memiliki peserta didik berkebutuhan khusus, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, dan lamban belajar. Pada Tahun pelajaran 2014/2015 memiliki peserta didik berkebutuhan khusus sebanyak 16 anak yang terdiri dari kelas 1 = 1 anak, kelas II = 3 anak, kelas III = 4 anak, kelas IV = 2 anak, kelas V = 4 anak, dan kelas VI = 2 anak. Pembelajaran di sekolah ini menggunakan kurikulum sekolah reguler umum, Guru Kelas umum yang berlatar belakang bukan PLB, memiliki Guru Pembimbing Khusus (GPK), memiliki Guru Pendamping (GP) yang di latih melalui bimbingan teknik (Bimtek), dan masih dibantu oleh Guru Kunjung (GK) yang mempunyai besic ketrampilan, kesenian, dan kerumah tanggaan. Pembelajaran yang dilaksanakan setiap harinya berjalan bersama antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus dalam satu ruang kelas yang sama, akan tetapi untuk anak yang lamban belajar perlu pendampingan dan remidi-remidi agar optimal belajarnya. Guru kelas kesulitan menemukan metode dan teknik dalam memotivasi peserta didik berkebutuhan khusus agar aktif berinteraksi dengan pelajaran. Berdasarkan uraian hasil studi pendahuluan dan kajian teori tentang pengelolaan pembelajaran dalam setting inklusif. Maka peneliti bermaksud mengkaji lebih mendalam tentang pengelolaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dalam setting inklusif di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif yang berada di SD Negeri III Giriwono Wonogiri. Perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif menjadi perhatian tersendiri untuk diteliti guna mengetahui sampai sejauh mana deskripsi dari keberhasilan pengelolaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan Sekolah Dasar Negeri III Giriwono Wonogiri sebagai penyelenggara pendidikan inklusif. 5

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan dalam tiga (3) permasalahan yaitu: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif? 3. Bagaimana evaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka ada 3 (tiga) tujuan penelitian. 1. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif. 2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif. 3. Mendeskripsikan evaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini ada dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Menambah wawasan keilmuan terutama berkenaan dengan manajemen penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah dasar. b. Sebagai referensi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara inklusif. c. Sebagai referensi untuk peneliti-peneliti yang lain guna mengadakan penelitian mengenai pembelajaran anak berkebutuhan khusus pada sekolah dasar penyelenggara inklusi atau pada lembaga yang jangkauannya lebih luas lagi. 6

2. Manfaat praktis a. Bagi guru 1) Memberi masukan kepada pendidik untuk dapat memodifikasi kurikulum, agar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhannya. 2) Memberikan alternatif dalam memilih materi, strategi, media, serta evaluasi yang tepat pada proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus. b. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk dapat melakukan pembenahan sesuai dengan temuan masalah. Sehingga kebijakan yang diambil lembaga akan tepat, dan agar dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif lebih baik dalam memberikan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus. 7