BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA DONI IKRAR DINATA, ANITA RAHMAWATI, DIAN SETIAWAN M. ABSTRACT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

ANALISIS KORELASI ANTARA MARSHALL STABILITY DAN ITS (Indirect Tensile Strength) PADA CAMPURAN PANAS BETON ASPAL. Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Jurnal Rekayasa Sipil ASTONJADRO 13

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba

yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, lapisan lainnya hanya bersifat

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE DISAIN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN. Copyright 2017 By. Ir. Arthur Daniel Limantara, MM, MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG)

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT

SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG (FLY ASH) PADA BETON Deny Meisandy. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB II KERUSAKAN DAN REHABILITASI JALAN

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR II.1. UMUM Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti [13]. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik [14]. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas [5]. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas. Kinerja perkerasan jalan dilihat dari kemampuan perkerasan itu menerima beban berulang yang bekerja di atasnya. Setiap kali muatan lewat, terjadi deformasi pada permukaan perkerasan. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan pendukung tersebut kehilangan kekuatannya, pengulangan beban menyebabkan terjadinya gelombang atau retakan yang akan berlanjut kepada kualitas keamanan dan kenyamanan dalam berkendara (fungsional) dan akhirnya mengakibatkan keruntuhan pada badan jalan itu sendiri (struktural/wujud perkerasan). Untuk mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi

faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis. Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, [11] yaitu : a. Perkerasan lentur (flexible pavement) Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Yang terdiri dari lapisan lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan. Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur b. Perkerasan kaku (rigid pavemet) lapis permukaan (surface) lapis pondasi atas (base) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar (subgrade) Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini. plat beton (concrete slab) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar (subgrade) Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement). [5] c. Perkerasan komposit (composite pavement) Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya. lapis permukaan (surface) plat beton (concrete slab) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit d. Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku Perbedaan antara pekerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku 1 Bahan Aspal Semen Pengikat 2 Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur roda) Timbul retak-retak pada permukaan 3 Penurunan Tanah Dasar Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar) Bersifat sebagai balok diatas perletakan 4 Perubahan Temperatur Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil Modulus kekakuan tidak. berubah timbul tegangan dalam yang besar Sumber : Silvia Sukirman (1999)

II.2. PERKERASAN LENTUR II.2.1. Lapisan Perkerasan Lentur Lapisan pada perkerasan lentur berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Beban lalu lintas dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda kendaraan berupa beban terbagi rata. [11] Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar. Lapisan konstruksi perkerasan lentur pada umumnya terdiri dari lapis permukaan, lapis pondasi atas, lapisan pondasi bawah, dan tanah dasar. Tiap lapisan mempunyai fungsi masing masing dalam menerima beban dari lapisan atasnya. a. Lapis Permukaan (surface course) Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut: Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain. Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut [11] : Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm. Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm. Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm. Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 3,5 cm. Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain:

Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan bervariasi antara 4 10 cm. Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 5 cm. Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC- WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase). Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan 37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan. b. Lapis Pondasi Atas (base course) Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar. Fungsi dari base course adalah sebagai berikut:

Menyebarkan gaya dari beban roda ke lapisan bawahnya. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Bantalan terhadap lapisan permukaan. Jenis lapis pondasi atas yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut [11] : Agregat bergradasi baik yang dibedakan atas: batu pecah kelas A, batu pecah kelas B, batu pecah kelas C. Batu pecah kelas A bergradasi lebih baik dari batu pecah kelas B dan batu pecah kelas B lebih baik dari batu pecah kelas C. Kriteria dari masing masing jenis lapisan di atas dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan. Pondasi macadam Pondasi tellford Penetrasi macadam (Lapen) Aspal beton pondasi Stabilisasi c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course) Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar [11]. Fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah: Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip lebih murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya. Mengurangi tebal lapis di atasnya yang materialnya lebih mahal. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

Lapisan untuk mencegah pertikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut [11] : Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas B, Sirtu/pitrun kelas C. Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur. d. Tanah Dasar (subgrade course) Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar harus dipadatkan hingga mencapai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik.

II.3. METODE PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR II.3.1 Prinsip Perencanaan Perkerasan Lentur Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar yang lunak, perkerasan yang dirancang untuk menghindari kegagalan geser tanah dasar. Para Insinyur menggunakan pengalaman berdasarkan keberhasilan dan kegagalan dari proyek sebelumnya, menjadi pengalaman dan mengembangkannya menjadi beberapa metode seperti metode perencanaan perkerasan berdasarkan kekuatan geser tanah dasar. [16] Sejak saat itu, volume lalu lintas telah meningkat dan kriteria desain telah berubah. Sama pentingnya dengan memberikan dukungan tanah dasar, mengevaluasi kinerja perkerasan sama pentingnya yaitu melalui kualitas perjalanan dan tekanan permukaan yang meningkatkan tingkat kerusakan struktur perkerasan. Kekuatan menjadi titik fokus dari perencanaan perkerasan. Metode berdasarkan serviceability (indeks kualitas pelayanan perkerasan) yang dikembangkan berdasarkan percobaan test track. The AASHO Road Test pada tahun 1960-an melakukan sebuah eksperimen yang mana menjadi panduan desain AASHTO. Metode yang dikembangkan dari data uji laboratorium atau percobaan tes jalur di mana kurva model yang dilengkapi dengan data adalah contoh khas metode empiris. Meskipun metode ini mungkin menunjukkan akurasi yang baik, metode empiris hanya berlaku untuk bahan-bahan dan kondisi iklim dimana metode tersebut dikembangkan. Sementara itu, material baru mulai digunakan dalam struktur perkerasan yang memberikan perlindungan tanah dasar yang baik, tetapi dengan model

kegagalan. Kriteria desain baru yang diperlukan untuk memasukkan mekanisme kegagalan tersebut (misalnya, kelelahan retak dan deformasi permanen dalam kasus beton aspal). Metode Asphalt Institute dan metode Shell adalah contoh prosedur berdasarkan kelelahan retak aspal beton dan mode deformasi kegagalan permanen. Metode ini adalah yang pertama untuk menggunakan mekanika teori linear-elastis untuk menghitung respon struktur, dalam kombinasi dengan model empiris untuk memprediksi jumlah kegagalan untuk perkerasan lentur. Dilemanya adalah bahwa bahan perkerasan tidak menunjukkan perilaku sederhana seperti diasumsikan dalam isotropik linear elastis-teori. Nonlinier, waktu dan tergantung temperatur, dan anisotropi adalah beberapa contoh fitur yang rumit yang sering diamati dalam bahan perkerasan. Dalam kasus ini, kemajuan pemodelan diperlukan untuk memprediksi kinerja mekanis. Pendekatan desain mekanistik didasarkan pada teori mekanika dan berhubungan dengan perilaku perkerasan struktural dan kinerja untuk beban lalu lintas dan pengaruh lingkungan. Telah terjadi kemajuan dalam beberapa tahun terakhir pada bagian kecil dari masalah prediksi kinerja mekanistik, tetapi pada kenyataannya adalah metode mekanistik belum tersedia sepenuhnya dalam prakteknya untuk perencanaan perkerasan. Pada kenyataannya di lapangan metode yang digunakan adalah metode mekanistik empiris, yaitu metode campuran dari metode empiris dan metode mekanistik. Jadi, secara umum ada tiga metode dalam perencanaan perkerasan lentur, yaitu metode empiris, metode mekanistik, dan metode mekanistik empiris.

II.3.2. Metode Empiris Metode empiris dikembangkan berdasarkan pengalaman penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau dari jalan yang sudah ada. [7] Sebuah pendekatan desain empiris adalah desain yang didasarkan pada hasil percobaan atau pengalaman. Pengamatan digunakan untuk membangun korelasi antara input dan hasil dari proses. Misalnya, desain perkerasan dan performa. Pendekatan empiris sering digunakan sebagai pembantu ketika terlalu sulit untuk mendefinisikan secara teoritis penyebab dan efek hubungan yang tepat dari fenomena. [16] Metode empiris diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu metode empiris tanpa uji kekuatan tanah dan metode empiris dengan tes kekuatan tanah, Penggunaan metode empiris tanpa uji kekuatan tanah berasal dari pengembangan Public Roads (PR) sistem klasifikasi tanah, di mana tanah dasar tersebut diklasifikasikan menjadi seragam dari A-1 sampai A-8 dan seragam dari B-1 sampai B-3. Sistem PR kemudian dimodifikasi oleh Highway Research Board (HRB), di mana tanah dikelompokkan dari A-1 sampai A-7 dan ditambahkan grup indeks untuk membedakan kelompok masing-masing tanah. Steele membahas penerapan klasifikasi HRB dan grup indeks sebagai dasar dalam memperkirakan tebal perkerasan tanpa tes kekuatan. Metode empiris dengan Uji Kekuatan pertama kali digunakan oleh California Highway Department pada tahun 1929. Ketebalan perkerasan berhubungan dengan California Bearing Ratio (CBR). CBR didefinisikan sebagai ketahanan penetrasi tanah dasar relatif terhadap standar batu pecah. Desain metode CBR dipelajari secara luas oleh U. S. Corps of Engineers

selama Perang Dunia II dan menjadi metode yang sangat populer setelah perang. [7] Kerugian dari metode empiris adalah metode ini hanya dapat diterapkan pada satu daerah atau lingkungan, material, dan kondisi pembebanan. Jika kondisi ini berubah, desain tidak berlaku lagi, dan metode baru harus dikembangkan melalui percobaan Trial and Error untuk menyesuaikan dengan kondisi yang baru. II.3.3. Metode Mekanistik Metode mekanistik adalah suatu metoda yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan secara eksak terhadap respons struktur perkerasan terhadap beban sumbu kendaraan. Metode mekanistik mengasumsikan perkerasan jalan menjadi suatu struktur multi-layer (elastic) structure untuk perkerasan lentur dan suatu struktur beam on elastic foundation untuk perkerasan kaku. Akibat beban kendaraan yang bekerja diatasnya, yang dalam hal ini dianggap sebagai beban statis merata, maka akan timbul tegangan (stress) dan regangan (strain) pada struktur tersebut. Lokasi tempat bekerjanya tegangan/regangan maksimum akan menjadi kriteria perancangan tebal struktur perkerasan metoda perancangan tebal perkerasan lentur secara mekanistik. II.3.4. Metode Mekanistik-Empiris Metode mekanistik empiris adalah metode dengan Pendekatan hybrid atau campuran. Model empiris yang digunakan untuk mengisi kesenjangan yang ada antara teori mekanik dan performa struktur perkerasan. Respon mekanistik sederhana yang mudah untuk dihitung dengan asumsi dan penyederhanaan (yaitu,

materi homogen, analisis regangan kecil, pembebanan statis seperti biasanya diasumsikan dalam teori elastis linier), tetapi ini tidak dapat digunakan untuk memprediksi performa secara langsung, beberapa jenis model empiris dibutuhkan untuk membuat korelasi yang tepat. Metode mekanistik-empiris dianggap sebagai langkah penengah antara metode empiris dan metode mekanistik. [16] Metode desain mekanistik-empiris didasarkan pada mekanika bahan yang berhubungan dengan data yang diperlukan seperti beban roda, respon perkerasan, seperti tegangan dan regangan. Nilai respon digunakan untuk memprediksi tekanan dari tes laboratorium dan data kinerja lapangan. Sangat perlu dilakukan pengamatan pada kinerja perkerasan karena teori saja belum terbukti cukup untuk desain perkerasan secara realistis. Kerkhoven dan Dormon pertama kali menyarankan penggunaan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar sebagai kriteria kegagalan untuk mengurangi deformasi permanen [7]. Saal dan Pell merekomendasikan penggunaan regangan tarik horisontal di bawah lapisan aspal untuk meminimalkan kelelahan retak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Penggunaan konsep untuk desain perkerasan pertama kali disajikan di Amerika Serikat oleh Dormon dan Metcalf [7]. Gambar 2.4 Regangan pada perkerasan lentur

Penggunaan regangan tekan vertikal untuk mengontrol deformasi permanen didasarkan pada fakta bahwa regangan plastis sebanding dengan regangan elastis pada bahan perkerasan [7]. Dengan demikian, dengan membatasi regangan elastis pada tanah dasar, regangan elastis pada bahan di atas tanah dasar juga dapat dikontrol atau dikendalikan, maka, besarnya deformasi permanen pada permukaan perkerasan juga dapat dikendalikan dan dikontrol pada akhirnya. Kedua kriteria telah diadopsi oleh Shell Petroleum International, dan oleh Asphalt Institute [7]. Pada metode mekanistik-empiris yang mereka ciptakan, keuntungan dari metode mekanistik adalah peningkatan reliabilitas dari desain, kemampuan untuk memprediksi jenis kerusakan, dan kemungkinan untuk memperkirakan data dari lapangan dan laboratorium yang terbatas. Sedangkan kelemahan desain secara mekanistik adalah penentuan karakteristik struktural bahan perkerasan lentur yang memerlukan alat uji mekanistik yang relatif mahal. II.4. TEORI SISTEM LAPIS BANYAK Teori sistem lapis banyak adalah konsep metode mekanistik dalam desain struktur perkerasan. Respon dari perkerasan yaitu tegangan, regangan, dan lendutan sebagai sistem struktur multi-lapisan terhadap beban roda kendaraan diilustrasikan pada gambar 2.5. Bebarapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon struktur perkerasan yang sederhana adalah sebagai berikut [12] : Pada struktur perkerasan, setiap lapisan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar yang tebalnya dianggap tak terhingga. Sedangkan, lebar setiap lapisan perkerasan juga dianggap tak terbatas.

Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yakni sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah. Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Contohnya sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di titik Bi. Lapisan linear elastis, linear maksudnya hubungan antara regangan dan tegangan dianggap linear, dan elastis maksudnya apabila tegangan yang diberikan kemudian dihilangkan, regangan dapat kembali ke bentuknya semula. Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus resilient (E atau M R ) dan konstanta Poisson (µ) Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik atau tidak terjadi slip. Beban roda kendaraan dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap perkerasan dengan bidang berbentuk lingkaran. Gambar 2.5. Sistem Lapis Banyak

Terdapat tiga sistem dalam metode sistem lapis banyak yaitu sebagai berikut: II.4.1. Sistem Satu Lapis Dalam sistem struktur satu lapisan, struktur perkerasan dan tanah dasar dianggap sebagai satu kesatuan struktur dengan bahan yang homogen. Untuk menganalisa tegangan (stress), regangan (strain) dan defleksi digunakan persamaan Boussinesq dengan asumsi lapisan bersifat homogen, isotropik....(2.1)... (2.2) µ 1,H 1,E 1 Gambar 2.6. sistem satu lapis Ringkasan rumus-rumus tegangan, regangan, dan lendutan untuk struktur yang homogen akibat beban merata (p) pada bidang kontak lingkaran berjari-jari (a) dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ringkasan rumus sistem satu lapis Sumber:Rekayasa Struktur dan Bahan Perkerasan (Modul II)Oleh Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, M.Sc. III.4.2. Sistem Dua Lapis Sistem struktur dua lapisan dapat memodelkan struktur perkerasan dengan membedakan tanah dasar dari lapisan-lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan membedakan lapisan aspal dari lapisan agregat (termasuk tanah dasar). Dalam pemecahan masalah dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Lapisan permukaan diasumsikan tidak terbatas tetapi kedalaman

lapisan terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya tidak terbatas baik arah horisontal maupun vertikal. Nilai tegangan dan defleksi didapat dari perbandingan modulus elastisitas setiap lapisan E1 / E2. µ 1,H 1,E 1 µ 2,H 2,E 2 Gambar 2.7. struktur dua lapisan Gambar 2.8. Distribusi Tegangan vertikal dalam system struktur dua lapisan

III.4.3. Sistem Tiga Lapis Tegangan tegangan yang terjadi di setiap lapis pada axis simetri sistem tiga lapis dapat dilihat pada gambar 2.9. Tegangan tegangan yang terjadi meliputi: σ z1 : tegangan vertikal interface 1 σ z2 : tegangan vertikal interface 2 σ r1 : tegangan horisontal pada lapisan 1 bagian bawah σ r2 : tegangan horisontal pada lapisan 2 bagian bawah σ r3 : tegangan horisontal pada lapisan 3 bagian atas µ 2,H 2,E 2 µ 3,H 3,E 3 µ 1,H 1,E 1 Gambar 2.9. Tegangan Sistem Tiga Lapis Untuk menghitung besarnya nilai tegangan vertikal diperlukan grafik. Sedangkan untuk menghitung besarnya nilai tegangan horisontal diperlukan tabel tegangan faktor. Dalam menghitung nilai tegangan, baik vertikal maupun horisontal pada grafik dan diperlukan nilai di bawah:...(2.3)... (2.4)

.(2.5).(2.6) Dalam menentukan σ z1 dan σ z2 diperlukan grafik. Dari grafik tersebut didapat nilai faktor tegangan (ZZ1 atau ZZ2) yang didapatkan dengan memasukkan parameter di atas. Untuk perhitungan tegangan vertikal digunakan rumus sebagai berikut: z1= p(zz1).(2.7) z2= p(zz2)....(2.8) Sedangkan untuk tegangan horisontal σ r1, σ r2, dan σ r3 dapat diperoleh juga dari tabel. Pada tabel tersebut didapatkan nilai (ZZ1 RR1), (ZZ2 RR2), (ZZ3 RR3), maka diperlukan rumus : z1 σ r1 = p(zz1 RR1) (2.9) z2 σ r2 = p(zz2 - RR2)..(2.10) Untuk menghitung regangan tarik horizontal di bawah lapis permukaan menggunakan rumus:.....(2.11)

II.5. PEMODELAN LAPISAN PERKERASAN Sistem lapis banyak atau model lapisan elastis dapat menghitung tekanan dan regangan pada suatu titik dalam suatu struktur perkerasan. Model ini berasumsi bahwa setiap lapis perkerasan memiliki sifat-sifat seperti homogen, isotropis dan linear elastik yang berarti akan kembali ke bentuk aslinya ketika beban dipindahkan. Dalam permodelan lapis perkerasan jalan dengan model lapisan elastis ini diperlukan data input untuk mengetahui tegangan dan regangan pada struktur perkerasan dan respon terhadap beban. Paramer parameter yang digunakan adalah: a. Parameter setiap lapis Modulus Elastisitas Hampir semua bahan adalah elastis, artinya dapat kembali ke bentuk aslinya setelah direnggangkan atau ditekan. Modulus elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan suatu benda. Modulus elastisitas biasa disebut juga Modulus Young dan dilambangkan dengan E...(2.12) E = Modulus Elastsitas ; Psi atau kpa σ = Tegangan ; kpa ε = Regangan Modulus elastisitas untuk suatu benda mempunyai batas regangan dan tegangan elastisitasnya. Grafik tegangan dan regangan dapat dilihat pada gambar 2.10. batas elastisitas suatu bahan bukan sama dengan kekuatan bahan tersebut menanggung tegangan atau regangan,

melainkan suatu ukuran dari seberapa baik suatu bahan kembali ke ukuran dan bentuk aslinya. Gambar 2.10. Modulus Elastisitas Tabel 2.3. Nilai-Nilai Elastisitas Material Modulus Elastisitas Psi Kpa Permata 170000000 1200000000 Baja 30000000 210000000 Aluminium 10000000 7000000 Kayu 1000000 2000000 7000000 14000000 Batu 20000 40000 140000 280000 Tanah 5000 20000 35000 14000 karet 1000 7000

Tabel 2.4. Nilai Elastisitas Tipikal Material Modulus Elastisitas Psi Kpa Cement treated granular base 1000000 2000000 7000000 14000000 Cement aggregate mixtures 500000 1000000 3500000 7000000 Asphalt treated base 70000 450000 4900000 3000000 Asphalt concrete 20000 2000000 140000 14000000 Bituminous stabilized mixture 40000 300000 280000 2100000 Lime stabilized 20000 70000 140000 490000 Unbound granular materials 15000 45000 105000 315000 Fine grained or natural 3000 40000 21000 280000 subgrade material Poisson Ratio Salah satu parameter penting yang digunakan dalam analisa elastis dari sistem perkerasan jalan adalah Perbandingan Poisson ratio. Perbandingan Poison digambarkan sebagai rasio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen yang dibebani. Konsep ini digambarkan di dalam Gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan Poisson dapat berubah-ubah pada awalnya 0 sampai sekitar 0.5 (artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani). Tabel 2.5. Nilai Poisson Ration Material Poisson ratio Baja 0.25 0.3 Aluminium 0.33 PCC 0.15 0.2 Perkerasan lentur Asphalt concrete 0.35 (±)

Batu pecah 0.40 (±) Tanah (gradasi baik) 0.45 (±) Gambar 2.11. Poisson Ratio b. Ketebalan Lapisan Ketebalan setiap lapisan diperlukan dalam teori sistem lapis banyak sebagai input dalam penyelasaian menggunakan program. Ketebalan setiap lapis dalam satuan cm atau inch.

c. Kondisi beban Data ini terdiri dari data beban roda, P (KN/Lbs), tekanan ban, q (Kpa / Psi) dan khusus untuk sumbu roda belakang, jarak antara roda ganda, d (mm/inch). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis dari kendaraan yang digunakan.sedangkan nilai P dipengaruhi oleh barang yang diangkut oleh kenderaan. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metode analitis kedua beban sumbu roda depan dan sumbu roda belakang dapat dianalisis secara bersamaan. Analisis struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, a (mm,inch) antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran... (2.13) a = jari-jari bidang kontak P = beban kendaraan q = tekanan beban Nilai yang akan dihasilkan dari permodelan lapis perkerasan dengan sistem lapis banyak adalah nilai tegangan, regangan dan lendutan. a. Tegangan. Intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik. Tegangan satuan gaya per daerah satuan (N/m 2, Pa atau psi).

b. Regangan, pada umumnya menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli (mm/mm atau in/in). Karena regangan di dalam perkerasan adalah sangat kecil, dinyatakan dalam microstrain (10-6 ). c. Defleksi/lendutan. Perubahan linier dalam suatu bentuk. Defleksi dinyatakan di dalam satuan panjang (μm atau inchi atau mm). Penggunaan program komputer analisis lapisan elastis akan memudahkan untuk menghitung tegangan, regangan, dan defleksi di berbagai titik dalam suatu struktur perkerasan. Beberapa titik penting yang biasa digunakan dalam analisa perkerasan adalah sebagai berikut: Tabel 2.6. analisa struktur perkerasan.. Lokasi Respon Analisa struktur perkerasan Permukaan perkerasan Defleksi Digunakan dalam desai lapis tambah Bawah lapisan Regangan tarik Digunakan untuk memprediksi perkerasan horizontal retak fatik pada lapis permukaan Bagian atas tanah Regangan tekan Digunakan untuk memprediksi dasar/bawah lapis pondasi bawah vertikal kegagalan rutting yang terjadi

Gambar 2.12. lokasi analisa struktur perkerasan II.6. ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN Analisa kerusakan perekerasan yang akan dibahas adalah retak fatik (fatigue cracking) dan rutting. Kerusakan perkerasan disebabkan oleh beban kendaraan. Jenis kerusakan retak fatik dilihat berdasarkan nilai regangan tarik horizontal pada lapis permukaan aspal bagian bawah akibat beban pada permukaan perkerasan dan jenis kerusakan rutting dilihat berdasarkan nilai regangan tekan di bagian atas lapis tanah dasar atau di bawah lapis pondasi bawah. Dari nilai kedua jenis kerusakan struktur tersebut dapat diketahui jumlah repetisi beban (Nf) berdasarkan nilai regangan tarik horizontal bagian bawah lapis permukaan aspal dan nilai regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah atau di

atas tanah dasar. Ada beberapa persamaan yang telah dikembangkan untuk memprediksi jumlah repetisi beban ini, antara lain persamaan dari The Asphalt Institute, Shell, dan persamaan yang dirumuskan oleh Finn et al [1]. II.6.1. Retak lelah / Fatigue Kerusakan retak fatig meliputi bentuk perkembangan dari retak dibawah beban berulang dan kegagalan ini biasanya ditemukan saat permukaan perkerasan tertutup oleh retakan dengan persentase yang tinggi. Pembebanan ulang yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan cracking walaupun tegangan yang terjadi masih dibawah batas ultimate-nya. Untuk material perkerasan, beban berulang berasal dari lintasan beban (as) kendaraan yang terjadi secara terus menerus, dengan intensitas yang berbeda-beda dan bergantung kepada jenis kendaraan dan terjadi secara random. Model Retak The Asphalt Institute (1982) Persamaan retak fatik perkerasan lentur untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut [4] : Nf=0.0796 (ε t ) -3.291 (E) -0.854...(2.14) N f = jumlah repetisi beban ε t = regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan E AC = modulus elastis lapis permukaan

Model Retak Shell Pavement Design Manual Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut: N f = 0.0685 (ε t ) -5.671 (E 1 ) -2.363...(2.15) Nf = jumlah beban 18-kip ESALs Εt = regangan tarik di bawah lapisan aspal (AC) E 1 =modulus resilient lapisan AC Model Retak Finn et al Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tarik di bawah lapis permukaan adalah sebagai berikut: Log Nf = 15.947-3.291 log - 0.854 log...(2.16) Nf = jumlah repetisi beban εt E = regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan = modulus elastis lapis permukaan II.6.2. Retak Alur / Rutting Retak alur rutting yang terlihat pada permukaan perkerasan, merupakan akumulasi dari semua deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat (pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria kedua yang digunakan dalam Metoda Analitis-Mekanistik, untuk menyatakan keruntuhan struktur perkerasan akibat beban berulang. Nilai rutting maksimum harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi. Deformasi plastis pada campuran beraspal, akibat pembebanan berulang, dapat diukur

dilaboratorium menggunakan beberapa macam alat. Sedangkan total rutting harus dihitung untuk seluruh struktur perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis pondasi sampai lapis tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% dari total rutting diakibatkan oleh penurunan (settlement) yang terjadi pada tanah dasar, sehingga critical value kedua dalam Metoda Analitis- Mekanistik adalah compression strain yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit untuk memprediksi dibanding retak lelah. Ukuran-ukuran kegagalan yang ada dimaksudkan untuk alur bahwa dapat ditujukan kebanyakan pada suatu struktur perkerasan yang lemah. Ini adalah pada umumnya dinyatakan dalam kaitannya dengan menggunakan istilah regangan vertikal (εv ) yang berada di atas dari lapisan tanah dasar. Model Rutting The Asphalt Institue (1982) Persamaan untuk mengetahui jumlah repetisi beban berdasarkan regangan tekan di bawah lapis pondasi bawah adalah sebagai berikut [4] : Nd = 1.365x10-9 (ε c ) -4.477...(2.17) N d = jumlah repetisi beban ε c = regangan tekan pada bagian bawah lapis pondasi bawah Model rutting Shell Pavement Design Manual Berdasarkan hasil AASHTO road test, manual perencanaan perkerasan Shell mengembangkan persamaan sebagai berikut: N f = 6.15 10 17 ( ε v ) 4.0..(2.18) N f = Jumlah beban ijin untuk membatasi deformasi permanen ε v = regangan vertikal maksimum di atas tanah dasar

Model Rutting Finn et al Finn et al. Mengembangkan model rutting ini untuk perkerasan lentur dengan menggunakan jumlah repetisi beban 18-Kip ESAL, tegangan tekan vertikal, dan defleksi permukaan sebagai berikut: o Lapisan AC < 152 mm (6 in): Log RR = -5.617 + 4.343 log d 0.16 log (N 18 ) 1.118 log (σ c )...(2.19) o Lapisan AC 152 mm (6 in): Log RR = -1.173 + 0.717 log d 0.658 log (N 18 ) 0.666 log(σ c )..(2.20) d = defleksi permukaan, mils (10-3 in) N18 = nilai ekivalen dari 18-kips beban sumbu tunggal σc = tegangan tekan vertikal pada pertemuan AC dan subbase atau subgrade