BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS VISUAL MOTIF BATIK KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB II METODE PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan tradisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Nurul Kristiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kesenian dan budaya,

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat meningkatkan ekonomi dengan cara melakukan pemasaran lebih luas,

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

2015 PEMBELAJARAN TARI KREASI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 45 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helda Rakhmasari Hadie, 2015

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. belum ter-eksplorasi, karena minimnya informasi mengenai budaya tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Amalia, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

MUSEUM BATIK JAWA TENGAH DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara. Terdapat banyak daerah-daerah tujuan di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

2016 ANALISIS PROSES PEMBUATAN BONEKA KAYU LAME D I KAMPUNG LEUWI ANYAR KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Proses modernisasi dan globalisasi menempatkan bangsa Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia telah berkembang ke arah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KRIYA BAMBU KARYA ALI SUBANA

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan salah satu kain khas yang berasal dari Indonesia. Kesenian batik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia dikenal unik oleh dunia dengan hasil kebudayaannya yang bersifat tradisional, hasil kebudayaan yang bersifat tradisional itu berupa seni rupa, seni musik, seni tari, seni sastra, dan seni pertunjukan. Sejak dahulu sampai saat ini kebudayaan yang ada di Indonesia semakin berkembang serta melahirkan budaya-budaya yang baru. Hal ini tentu memberi dampak positif pada produk-produk kebudayaan Nusantara yaitu semakin banyaknya inovasi, modifikasi, dan kreativitas karya seni masyarakat yang ada di Indonesia. Masyarakat yang belum mempunyai kesenian tradisional tertentu kemudian menciptakan suatu karya seni tradisional dengan maksud membentuk suatu identitas lokal masyarakatnya di masa kini maupun di masa yang akan datang. Produk-produk kesenian yang diciptakan oleh masyarakat lokal adalah kesenian tradisi yang sifatnya orisinil maupun merupakan hasil akulturasi budaya, baik itu dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat lainnya maupun dipengaruhi oleh kebudayaan dari mancanegara. Akulturasi budaya biasanya dikemas atau direproduksi secara variatif oleh masyarakatnya sehingga melahirkan suatu produk kebudayaan yang baru. Seni rupa tradisional yang ada di Nusantara secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis yaitu karya seni rupa Nusantara yang berbentuk dua dimensi, dan karya seni rupa Nusantara yang berbentuk tiga dimensi. Salah satu karya seni rupa tradisional dua dimensi yang ada di Indonesia yaitu kain batik. Karya seni batik yang ada di Indonesia memiliki ciri khas masingmasing di setiap daerahnya. Keanekaragaman tersebut berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan alam yang berbeda beda di wilayah Indonesia dan sejalan pula dengan sejarah perkembangan kebudayaannya. Namun demikian, secara umum batik yang ada di Indonesia memiliki fungsi dan makna yang sama. Fungsi umum kain batik yaitu berfungsi sebagai kebutuhan sekunder, sedangkan

2 maknanya berisi ungkapan-ungkapan kehidupan sosial maupun ciri khas daerah yang diungkapkan melalui bahasa-bahasa visual. Meski diyakini berasal dari Jawa, penyebaran seni batik hampir berada di seluruh kepulauan di Indonesia, batik ditemukan juga di Sumatera diantaranya ada batik Aceh, batik Palembang, batik Riau, batik Tanah Liek Sumatera Barat, batik Besurek Bengkulu, dan batik Jambi. Di Kalimantan Selatan batik dikenal dengan nama Sasirangan. Batik di Kalimantan Tengah terkenal dengan nama batik Benang Bintik. Batik-batik Sulawesi Selatan memiliki motif-motif Toraja, Bugis, dan Makasar. Sedangkan batik di Sulawesi Tengah banyak dihasilkan oleh masyarakat kota Palu. Papua memiliki batik motif Asmat. Bali selain menampilkan coraknya yang khas juga menggunakan corak perpaduan Bali dengan luar Bali, seperti Bali-Papua, Bali-Pekalongan, dan lain-lain. Daerah Nusa Tenggara Barat ada batik Sasambo (Sasak Samawa Mbojo). Di Nusa Tenggara Timur batik terdapat di Pulau Sumba dan Pulau Rote. Batik di Jawa Tengah khususnya berpusat dan berkembang di Yogyakarta dan Surakarta. Batik daerah pesisir utara Jawa, berkembang dari Pekalongan sampai Lasem (Rembang). Daerah perbatikan di Jawa Timur banyak ditemukan di Madura, Tuban, Sidoarjo, Tulungagung, dan Banyuwangi. Sementara itu Tim Isen-Isen yang dikutip Sobandi (2010) mengemukakan bahwa sejarah perkembangan batik di wilayah Jawa Barat dikenal dan dikelompokan menjadi batik tradisi dan batik baru tumbuh. Batik tradisi yaitu batik yang berkembang di Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis. Sementara itu yang termasuk batik tumbuh di Jawa Barat adalah batik Bandung, Cimahi, Majalengka, Cigugur-Kuningan, Banten, Bogor, Karawang, dan Sumedang. Melihat penyebaran batik hampir terdapat di seluruh Indonesia, kita patut berbangga karena keanekaragaman batik tersebut lebih menguatkan bahwa batik benar-benar merupakan kebudayaan asli Indonesia. Oleh karena itu sangat penting dilakukan inventarisir secara terus menerus untuk mempertahankan eksistensi dan kelestariannya. Beberapa kemunculan industri kerajinan batik baru tumbuh di beberapa daerah Jawa Barat termasuk kemunculan batik di Sumedang terbilang

3 fenomenal, mengingat beberapa daerah ini telah lama tidak memiliki tradisi membatik. Daerah Sumedang sejak dahulu tidak dikenal memiliki tradisi perbatikan di wilayahnya (Mashuri, dikutip Surviati 2004). Namun, pada tahun 1999 telah muncul sebuah kreasi batik di daerah Sumedang yang mampu merebut perhatian banyak pihak (Rusmana, dikutip Surviati 2004). Tampaknya batik di daerah Sumedang ini mampu menyejajarkan diri dengan batik-batik yang dihasilkan oleh daerah-daerah lain jauh sebelumnya. Hal ini sangat wajar karena batik Sumedang ini ternyata selain dipakai oleh masyarakat Sumedang juga diminati oleh masyarakat lokal luar daerah Sumedang dan juga diminati oleh beberapa turis mancanegara. Batik di Sumedang dikenal juga dengan nama batik Kasumedangan. Banyak pihak yang menyorot kemunculan batik di Sumedang ini. Baik pihak yang mendukung maupun yang meragukan prospek maupun nilai seni batik Sumedang. Pihak masyarakat yang meragukan nilai seni maupun muatan budaya yang terkandung dalam batik Kasumedangan beranggapan dengan adanya batik di Sumedang tidak menghargai komitmen leluhur Sumedang yang sejak semula menolak eksistensi batik. Sebagian pihak lain meragukan kemampuan pihak pembuat batik Kasumedangan dalam mengkreasi dan mentransfer budaya asli Sumedang. Selain itu ada kekhawatiran produk batik baru ini tidak akan mungkin bersaing dengan batik-batik dari daerah lain yang memang memiliki landasan budaya yang kuat dalam tradisi batik dan telah bertahan dalam waktu yang lama. Sebagian masyarakat yang mendukung kemunculan batik Kasumedangan beralasan bahwa budaya bersifat dinamis dan progresif sehingga setiap saat bisa saja berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Menilik dari latar belakang Sumedang yang tidak mengenal atau memiliki kebiasaan membatik sebelum ini, maka kelahiran batik Sumedang terhitung fenomenal. Setelah salah seorang warganya yaitu Ibu Ina Mariana mempelajari seni membatik dan memperkenalkannya kepada masyarakat setempat, ternyata masyarakat bisa menerimanya. Dari hasil penelitian Surviati (2004) berupa tesis,

4 batik di Sumedang diidentifikasi telah memiliki sekitar 20 motif khas dan bentuk khas batik Kasumedangan yaitu berpola ceplokan, motif utama pada latar vertikal, horisontal atau polos, dan menemukan makna-makna simbolis dari motif-motif tersebut. Batik Kasumedangan mengacu pada keadaan geografis, sosial-ekonomi, dan budaya Sumedang yang motif-motifnya memang sangat khas Sumedang. Batik Kasumedangan dinilai menampilkan nilai-nilai budaya daerah Sumedang. Hal ini terwujud dalam setiap motif pada batik Kasumedangan yang banyak terinspirasi dari lingkungan geografis daerah Sumedang, sosial ekonomi, simbol-simbol daerah Sumedang dan benda-benda yang terdapat pada peninggalan jejak sejarah masa-masa kerajaan Prabu Geusan Ulun. Motif-motif batik tersebut memiliki ciri kedaerahan yang dimiliki oleh kabupaten Sumedang sehingga merupakan jejak rekam visual kebudayaan Sumedang yang sangat bagus melalui motif-motif batik yang tercipta. Batik Kasumedangan bisa menjadi media informasi bagi generasi muda dan kelompok masyarakat luar Sumedang mengenai nilai-nilai luhur dalam budaya Sumedang, sehingga dapat menjembatani pewarisan nilai-nilai luhur budaya kepada generasi muda sekaligus sebagai pelestarian budaya itu sendiri. Berdasarkan data awal di lapangan, baik keterangan dari media massa dan internet, saat ini terdapat beberapa pengrajin batik Kasumedangan yang telah teridentifikasi dan masih aktif memproduksi batik di Sumedang dan tersebar di beberapa wilayah kecamatan yang berbeda, diantaranya yaitu Batik Wijaya Kusumah dan Batik Cadas Pangeran (Nafira Collection) di kecamatan Pamulihan, Sanggar Batik Umimay di kecamatan Tanjungsari dan Dapur Batik An-Nur di kecamatan Conggeang. Meskipun jumlahnya tidak banyak. Tetapi hal ini menunjukkan bahwa masih adanya kesadaran individu maupun kelompok yang ada di kabupaten Sumedang akan pentingnya suatu kebudayaan lokal. Kecenderungan pola pikir masyarakat Sumedang sebagai masyarakat agraris dengan wilayah dataran tinggi (pegunungan) telah melahirkan pergeseran budaya dengan kemunculan batik Kasumedangan, yang selama ini batik berkembang di lingkungan keraton seperti Yogyakarta dan Surakarta serta di lingkungan masyarakat pesisir seperti daerah Cirebon. Sebagai salah satu produk budaya

5 tradisi modern, batik Kasumedangan diharapkan dapat terus muncul dan berkembang serta dapat menjadi salah satu identitas lokal masyarakat Sumedang yang dikenal luas hingga luar daerah Sumedang. Ketenarannya itu terutama diharapkan akan seperti pada beberapa jenis seni pertunjukan di Sumedang diantaranya seni pertunjukan Kuda Renggong, Tarawangsa, dan Gembyung yang lebih dari tiga generasi telah berhasil memelihara dan mengembangkan jenis kesenian tersebut sehingga masih lestari sampai sekarang. Pendidikan formal yang berjalan di masyarakat Sumedang, adat istiadat dan pola pikir yang selalu berubah, membuat masyarakat memandang bahwa sentra batik Kasumedangan merupakan tempat pembelajaran. Setelah salah seorang warganya mempelajari membatik maka terjadilah penyebaran dan pewarisan budaya membatik di lingkungan masyarakat Sumedang. Sentra-sentra kerajinan batik yang berdiri terus berusaha menumbuhkan budaya membatik dengan terus menerus memproduksi batik dan menularkan keahlian membatik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Produk budaya berupa batik Kasumedangan adalah perwujudan pola pikir masyarakat Sumedang. Kualitas batik Kasumedangan dari segi bahan, teknik produksi meliputi batik tulis dan cap, produk desain dan motif cukup mumpuni bersaing di pasaran, selain itu batik Kasumedangan juga menampilkan corak motif serta ciri khas yang berbeda dari daerah lainnya. Ragam bentuk karya motif batik Kasumedangan yang berkembang hingga kini sebagai karya seni rupa kriya juga menjadi hal yang sangat menarik bagi penulis. Tradisi membatik termasuk hal yang baru bagi masyarakat Sumedang, memperkenalkan suatu hal yang baru tidaklah mudah. Mengingat pula dari segi proses pembuatan, batik membutuhkan proses yang relatif panjang dan rumit. Namun, beberapa pengrajin disana nampak giat menularkan keterampilan membatik pada warga belajarnya sehingga mereka mampu membuat sekaligus memasarkan produk batik mereka. Bahkan pengrajin aktif yang baru memulai kegiatan membatik sampai sekarang terus bertambah. Hal itu menjadi salah satu fenomena menarik bagi penulis.

6 Berkaitan dengan latar belakang dan fenomena di atas mengenai batik Kasumedangan, sepanjang pengetahuan peneliti belum ada yang meneliti tentang pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bagaimana pula perkembangan dan perwujudan visual ragam bentuk motif batik Kasumedangan sebagai bagian produk budaya membatik masyarakat Sumedang hingga saat ini. Maka penulis sangat tertarik untuk menjadikan permasalahan tersebut menjadi fokus dalam penelitian karya ilmiah atau tesis penulis. Fokus dan masalah tersebut juga berhubungan dengan studi yang selama ini penulis ikuti, yakni dalam disiplin Pendidikan Seni, khususna Seni Rupa. Selain itu juga bidang tersebut menjadi profesi penulis yang selama ini geluti. Karena keterbatasan dana dan waktu penulis hanya akan meneliti dari segi pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bagaimana perwujudan visual produk batik Kasumedangan dengan sasaran tiga sanggar batik Kasumedangan yang dianggap dapat mewakili budaya membatik di kabupaten Sumedang. Dengan demikian judul rancangan penelitian yang penulis ajukan adalah: Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang (Studi Kasus Pola Pewarisan Membatik di Tiga Sanggar Batik Kasumedangan). B. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini merujuk pada pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bentuk visual batik Kasumedangan sebagai bagian dari hasil produk budaya membatik masyarakat Sumedang. Dengan demikian fokus masalah adalah bagaimana tiga sanggar batik Kasumedangan mewujudkan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bagaimana perwujudan visual produk budaya batik yang dihasilkannya?. Agar operasional, maka fokus penelitian ini akan diuraikan dalam empat pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana eksistensi batik Kasumedangan dari zaman ke zaman? 2. Bagaimana persepsi tiga sanggar batik Kasumedangan tentang pewarisan budaya membatik? 3. Bagaimana pelaksanaan dan hasil pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang?

7 4. Bagaimana bertahan dan berkembangnya jenis dan motif batik Kasumedangan? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan eksistensi batik Kasumedangan dari zaman ke zaman. 2. Menganalisis persepsi tiga sanggar batik Kasumedangan tentang pewarisan budaya membatik. 3. Menganalisis pelaksanaan dan hasil pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang. 4. Menemukan pola bertahan dan berkembangnya jenis dan motif batik Kasumedangan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik, yakni penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang konsep pendidikan seni, khususnya seni rupa berkenaan dengan eksistensi batik Kasumedangan, pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang, dan visual batik Kasumedangan. Kontribusi penelitian ini juga akan memberi gambaran pengetahuan bagi berbagai kepentingan, terutama untuk disiplin ilmu-ilmu terkait. Penelitian ini sebagai alat untuk memberi pencerahan di masa depan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Dokumentasi hasil penelitian ini merupakan salah satu usaha pelestarian dan publikasi secara akademis mengenai batik Kasumedangan. Dampak positif penelitian dalam bidang pendidikan dapat memperkaya sumber materi untuk kegunaan teoritis mengenai kategori batik yang baru tumbuh di Jawa Barat. 2. Manfaat Praktis, yakni memberikan input bagi tiga pihak, yakni: (a) praktisi pendidikan seni di lapangan berkenaan dengan batik Kasumedangan dan pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang; (b) bagi masyarakat dan stake holder sebagai sarana edukasi yaitu media pendidikan masyarakat luas. Dengan banyaknya informasi mengenai batik Kasumedangan yang dibaca dan opini atau pendapat-pendapat para pakar tentang berbagai masalah di lingkungannya, maka secara tidak langsung akan memperluas wawasan para pembacanya; (c) bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan berkenaan dengan pendidikan seni tentang pemuatan informasi batik

8 Kasumedangan yang terus-menerus di berbagai media pendidikan akan mendorong masyarakat untuk dapat menangggapi berbagai permasalahan yang diberitakan, sehingga terjadilah proses saling memberi dan saling menerima. Hal ini akan merangsang setiap individu yang membaca untuk melakukan hal pewarisan budaya. E. Sistematika Penulisan BAB I Berisi uraian mengenai Latar Belakang Permasalahan, Fokus dan Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II Berisi landasan konseptual berupa temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang dikaji yaitu Konsep Kebudayaan dan Pergeseran Kebudayaan, Konsep Pewarisan Budaya, Konsep Seni Rupa, Konsep Pendidikan Seni Rupa untuk Orang Dewasa pada Satuan Pendidikan Luar Sekolah, Konsep Pendidikan Nonformal, Konsep Seni Kriya Batik, Perkembangan Batik Jawa Barat, Tinjauan Batik Kasumedangan, dan Model Berpikir. BAB III Berisi penjabaran mengenai Metodologi Penelitian, meliputi Metode dan Pendekatan Penelitian yang digunakan, Lokasi dan Subjek Penelitian, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data. BAB IV Berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang. Melaporkan hasil pengolahan data berupa pemaparan analisis temuan. BAB V Berisi kesimpulan dari keseluruhan hasil temuan dalam penelitian serta memuat saran yang dibuat berdasarkan kesimpulan.