TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

TINJAUAN YURIDIS PROSES PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA UTANG- PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KREDITUR (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SUKOHARJO)

PROSES PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA KREDIT MACET. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN UTANG PIUTANG ANTARA DEBITUR DENGAN KOPERASI SERBA USAHA SARI JAYA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

Analisis Yuridis Kasus Gugatan Wanprestasi Jual Beli Rumah melalui Peralihan Hak Atas tanah. (Studi Kasus Putusan Nomor 73/Pdt.

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (BNI) KANTOR CABANG UNIT (KCU) SINGARAJA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hakim yang bernama Ibu Bahtra Yenni Warita, S.H., M.Hum. yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

PROSES PENYELESAIAN PERKARA HUTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN KEPERCAYAAN (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Oleh : Sulistya Dwi Nugroho C

AMIN PALAS SARI. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Slamet Riyadi Surakarta. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KASUS WANPRESTASI ANTARA DEBITUR DAN KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK MILIK ATAS

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Disusun dan. Oleh : SEPTIAN C

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

PELAKSANAAN PENANGGUNGAN ( BORGTOCHT ) DALAM PERJANJIAN KREDIT. ( Studi Kasus di PD. BPR BANK PASAR Kabupaten Boyolali )

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PERBEDAAN WANPRESTASI DENGAN PENIPUAN DALAM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK ATAS PENSIUN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

PROSES PENYELESAIAN PERKARA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI KARENA FORCEMAJEURE PADA PERJANJIAN KERJASAMA DALAM BIDANG JASA HIBURAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA (PT PERSERO)Tbk CABANG DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

SUATU TINJAUAN HUKUM TERHADAP RETUR PENJUALAN DALAM ASPEK-ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PROSES JUAL BELI PERUMAHAN SECARA KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI BANK

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: AMARULLAH SAIFUDDIN C 100.100.006 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 i

ii

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) AMARULLAH SAIFUDDIN C.100.100.006 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 amarullahs@rocketmail.com ABSTRAKSI Utang piutang merupakan perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dan objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang. Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak yang memberikan pinjaman (kreditur), sedang pihak yang lain adalah pihak yang menerima pinjaman uang tersebut (debitur). Inti dari perjanjian utang-piutang adalah kreditur memberikan pinjaman uang kepada debitur, dan debitur wajib mengembalikannya dalam waktu yang telah ditentukan disertai dengan bunganya. Pengembalian utang dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan. Peristiwa yang banyak terjadi pengembalian utang yang wajib dibayar oleh debitur acapkali tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan. apabila debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya maka dapat dikatakan ia melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Kata Kunci: Perjanjian utang-piutang, Wanprestasi terhadap perjanjian utangpiutang, Penyelesaian sengketa utang-piutang ABSTRACT Loans is an agreement between one party to another and usually the common agreement is money. One party as the provider of the loan (creditor), while the other party is the party that receives the loan money (debtor). The essence of loans agreement is the creditors lend some money to the debtor, and the debtor shall repay it within a specified time along with interest. Loan repayment is redeemed by monthly installment. Oftenly, the repayment of the debtor is not as what it was agreed. If the debtor does not do what he was promised, it can be said he is breaching the loan agreement. Keywords: Loans agreement, Breach of contract against the loans agreement, Loans dispute resolution. iii

1 PENDAHULUAN Menurut ketentuan dalam KUHPerdata Pasal 1313, menyebutkan bahwa Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya. Perjanjian dalam arti sempit adalah suatu persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan dibidang harta kekayaan. 1 Sedangkan menurut pendapat Subekti, menyatakan bahwa Suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 2 Perjanjian utang-piutang uang termasuk ke dalam jenis perjanjian pinjammeminjam, hal ini sebagaimana telah diatur dan ditentukan dalam Pasal 1754 KUHPerdata yang secara jelas menyebutkan bahwa Perjanjian Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah terntentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. 3 Berbicara tentang utang-piutang bukanlah hal yang asing di telinga semua orang, karena setiap hari selalu ada saja masalah yang satu ini. Utang piutang merupakan perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dan objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang. Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak yang memberikan pinjaman (kreditur), sedang pihak yang lain adalah pihak yang menerima pinjaman uang tersebut (debitur). Dimana uang yang 1 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Hal 290. 2 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Hal 1. 3 Gatot Supramono, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hal 9.

2 dipinjam itu akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang diperjanjikannya. 4 Utang-piutang sebagai sebuah perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban kepada kreditur dan debitur yang bertimbal balik. Inti dari perjanjian utang-piutang adalah kreditur memberikan pinjaman uang kepada debitur, dan debitur wajib mengembalikannya dalam waktu yang telah ditentukan disertai dengan bunganya. Pada umumnya, pengembalian utang dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan. 5 Dalam pemberian pinjaman uang (utang) yang tertuang dalam suatu perjanjian utang-piutang oleh kreditur kepada debitur bukanlah tanpa resiko, karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Risiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan utang. Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak kreditur, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan kreditur atas kemampuan dan kesanggupan dari debitur untuk membayar hutangnya sampai dengan lunas. 6 Sejumlah uang yang dilepaskan/diberikan oleh kreditur perlu diamankan/dilindungi. Tanpa adanya pengamanan/perlindungan, kreditur sulit mengelakkan resiko yang akan datang, sebagai akibat tidak berprestasinya debitur. 4 Ibid., 5 Ibid., Hal 146. 6 Martha Noviaditya, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Skripsi Tidak Diterbitkan), Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, Hal 1.

3 Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari debitur dalam pembayaran cicilan/angsuran, kreditur melakukan tindakan-tindakan pengamanan/perlindungan dan meminta kepada debitur agar mengikatkan suatu barang tertentu sebagai jaminan dalam perjanjian utang-piutang tersebut. 7 Dengan demikian dalam proses penyelesaian perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang, langkah yang harus dilakukan adalah kreditur mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang ditujukan kepada debitur atas dasar bahwa debitur telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian utangpiutang. Jika dalam amar Putusan Pengadilan menyatakan bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, maka dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tersebut kreditur barulah dapat melakukan eksekusi terhadap barang/benda yang dijadikan sebagai jaminan utang debitur. Dimana dari hasil penjualan barang/benda jaminan tersebut akan digunakan untuk membayar seluruh utang debitur beserta bunganya. 8 Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimana tanggung jawab hukumnya apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang tersebut? kedua, bagaimanakah Hakim menentukan pembuktian atas perkara wanprestasi dalam perjanjian utang piutang? dan ketiga, bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara wanprestasi dalam perjanjian utang piutang? Tujuan penelitian ini adalah: pertama, untuk mengetahui tanggung jawab hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian utang- 7 Mgs. Edy Putra Tje Aman, 1989, Kredit Perbankan, Yogyakarta: Liberty, Hal 38. 8 Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet, Diakses dari www.hukumonline.com, pada tanggal 20 April 2015, Pukul 14.30 WIB.

4 piutang. Kedua, untuk mengetahui Hakim dalam menentukan pembuktian atas perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang. Ketiga, mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang. Manfaat penelitian ini adalah: pertama, manfaat bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan penambahan wawasan bagi pribadi penulis, khususnya agar penulis lebih memahami dengan baik mengenai proses penyelesaian perkara wanprestasi dalam perjanjian utangpiutang. Kedua, manfaat bagi pribadi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya mengenai hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang. Ketiga, manfaat bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, penambahan wawasan dan pencerahan kepada masyarakat luas, khususnya dapat memberikan informasi dan pengetahuan hukum yang bisa dijadikan pedoman untuk seluruh warga masyarakat dalam menyelesaikan perkara wanprestasi dalam perjanjian utang-piutang. Secara metodologis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian menggunakan metode normatif. Hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah /norma merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 9 9 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 118.

5 Jenis kajian dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Penelititan deskriptif ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu obyek tertentu. 10 Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: Data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama, yaitu dengan melakukan penelitian langsung dilapangan. Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis data secara kualitatif. Dengan menganalisis data sekunder yang dihubungkan data primer, kemudian dilakukan pengumpulan dan penyusunan data secara sistematis serta menguraikannya dengan kalimat yang teratur sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tanggung Jawab Hukum Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang Wanprestasi yang dilakukan oleh debitur menimbulkan suatu akibat hukum/tanggung jawab hukum/sanksi hukum yang harus diterimanya, terdapat 4 (empat) macam yaitu: pertama, debitur diwajibkan membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau yang dinamakan membayar ganti rugi; kedua, pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; ketiga, peralihan resiko; keempat, debitur wajib membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan di muka pengadilan, dan debitur terbukti melakukan wanprestasi. 10 Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal 35.

6 Apabila setelah debitur dinyatakan wanprestasi, maka kreditur dapat memilih diantara tuntutan-tuntutan sebagai berikut: pertama, debitur diwajibkan untuk memenuhi perjanjian; kedua, debitur diwajibkan untuk memenuhi perjanjian disertai ganti rugi; ketiga, debitur diwajibkan hanya membayar ganti rugi saja; keempat, pembatalan perjanjian; kelima, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. Salah satu akibat hukum apabila debitur melakukan wanprestasi adalah debitur dituntut untuk membayar ganti rugi atas tidak terpenuhinya prestasi debitur tersebut. Menurut Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi perdata menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya perikatan (wanprestasi). Ganti kerugian tersebut meliputi: pertama, ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan; kedua, kerugian yang sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur; ketiga, bunga atau keuntungan yang diharapkan. Sebagaimana kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor: 90/Pdt.G/2011/PN.Ska. Dalam amar putusannya yang berbunyi bahwa Tergugat telah terbutki melakukan wanprestasi atas perjanjian utang-piutang dengan Penggugat. Sehingga Tergugat dihukum untuk membayar kerugian utang pokoknya kepada Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (Empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Hakim Dalam Menentukan Pembuktian Sengketa Hak Atas Tanah Yang Dijadikan Sebagai Jaminan Kredit Di Bank Sebagaimana kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor: 90/Pdt.G/2011/PN.Ska. Dalam pemeriksaan pembuktian di persidangan yang dilakukan oleh Majelis Hakim telah memeriksa alat-alat bukti yang diajukan oleh

7 Penggugat maupun Tergugat. Dan berdasarkan pemeriksaan pembuktian di persidangan tersebut Majelis Hakim telah memperoleh suatu kesimpulan pembuktian Penggugat yaitu antara lain: pertama, benar berdasarkan bukti keterangan dari saksi Dewi Susilowati dan Saksi Tukijan. Tergugat I memiliki hutang kepada Penggugat sebesar Rp Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Kedua, berdasarkan bukti surat dan saksi-saksi tersebut diatas, benar Tergugat mempunyai hutang kepada Penggugat dan sampai saat ini tidak membayar angsuran hutangnya, walaupun Penggugat sudah mengagihnya berkali-kali. Sehingga dapat dikatakan bahwa Tergugat melakukan ingkar janji (wanprestasi). Selanjutnya Majelis Hakim telah memperoleh kesimpulan tentang hasil pembuktian Tergugat, yaitu antara lain: pertama, benar bahwa Para Tergugat (Tergugat I dan Tergugat II) mempunyai utang kepada Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Kedua, benar bahwa Tergugat I dan Tergugat II sudah tidak dapat lagi membayar angsuran utangnya kepada Penggugat, karena usaha Tergugat I dan Tergugat II mengalami kemunduran atau tidak lancar. Selain itu bahwa Majelis Hakim juga telah memperoleh kesimpulan tentang hasil pembuktian Turut Tergugat, yaitu: Benar bahwa asset milik Tergugat I dan Tergugat II tersebut telah menjadi jaminan utang/tanggungan kredit pada Turut Tergugat dan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku asset-aset tersebut telah dipasang Hak Tanggungan (HT) oleh Turut Tergugat dan telah sah sebagai pemegang hak tanggungan atas asset-aset milik Tergugat I dan Tergugat II.

8 Berdasarkan kesimpulan tentang hasil pembuktian antara Penggugat dengan Tergugat dan telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: pertama, Tergugat I dan Tergugat II memiliki hutang kepada Penggugat sebesar Rp Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Kedua, Tergugat I dan Tergugat II pinjam uang dengan jaminan Bilyet Giro dengan dipotong 5% langsung pada saat pemberian pinjaman, dalam artian bunga sudah dibayar didepan sehingga tidak ada kewajiban lagi dari Tergugat untuk membayar bunga kepada Penggugat. Ketiga, Tergugat I dan Tergugat II sudah tidak dapat lagi membayar angsuran utangnya kepada Penggugat, karena usaha Tergugat I dan Tergugat II mengalami kemunduran atau tidak lancar. Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Atas Perkara Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang-Piutang Sebagaimana kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor: 90/Pdt.G/2011/PN.Ska. Berdasarkan pada pemeriksaan persidangan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan tentang hasil pembuktian antara Penggugat, Terugat dan Turut Terugat serta telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagaimana yang pada intinya adalah Penggugat dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya. Maka sebelum menjatuhkan putusan, Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan sebagai berikut: Dari hasil kesimpulan pembuktian tersebut dapat terbukti bahwa berdasarkan kenyataan yang ada bahwa Tergugat I dan Tergugat II sampai sekarang tidak mampu membayar hutangnya kepada Penggugat walaupun Penggugat sudah berkali-kali menagihnya. Namun Tergugat I dan Tergugat II

9 hanya janji-janji saja. Oleh karena itu, Tergugat I dan Tergugat II telah terbukti melakukan wanprestasi. Tergugat I dan Tergugat II telah membenarkan mempunyai hutang kepada Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah), maka pengakuan Tergugat I dan Tergugat II yang demikian menurut Majelis Hakim benar terbukti bahwa Tergugat I dan Tergugat II mempunyai hutang kepada Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (empat ratus juta lima ratus ribu rupiah). Berdasarkan bukti surat dan saksi-saksi yang telah diuraikan tersebut diatas, benar Tergugat mempunyai hutang kepada Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan sampai saat ini Tergugat tidak bisa membayar angsuran hutangnya, walaupun Penggugat sudah mengagihnya berkali-kali. Dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat dan berkesimpulan bahwa Tergugat terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan ingkar janji (wanprestasi). Dengan demikian karena Tergugat terbukti melakukan wanprestasi, maka Tergugat diwajibkan untuk membayar lunas seluruh hutangnya beserta membayar biaya ganti kerugian yang timbul. Dengan demikian sebagaimana uraian pertimbangan tersebut diatas telah sesuai dengan bunyi pada Pasal 1243 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa : Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, mulai diwajibkan bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan.

10 Dari pertimbangan hukum tersebut, maka pada akhirnya Majelis Hakim pemeriksa perkara menjatuhkan putusan yang inti amarnya: pertama, mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; kedua, menetapkan Tergugat I telah melakukan wanprestasi; ketiga, menyatakan Tergugat I mempunyai hutang atau pinjaman terhadap Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah); ketiga, menyatakan sah dan berharga sita persamaan atas: Sebidang tanah beserta bangunan, SHM. No. 1996, dengan luas ± 124 M2 atas nama Marbiki, dan Sebidang tanah beserta bangunan, SHM. No. 1782, dengan luas ± 425 M2 atas nama Nyonya Purwaningsih Esti Roostiani; keempat, menghukum Tergugat I untuk membayar pinjaman/hutangnya terhadap Penggugat sebesar Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah); kelima, menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi isi putusan ini; keenam, menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp 2.241.000,- (dua juta dua ratus empat puluh satu ribu rupiah); PENUTUP Kesimpulan Pertama, salah satu akibat hukum apabila debitur melakukan wanprestasi adalah debitur dituntut untuk membayar ganti rugi atas tidak terpenuhinya prestasi debitur tersebut. Menurut Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi perdata menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya perikatan (wanprestasi).

11 Kedua, kasus yang tertuang dalam Putusan Nomor: 90/Pdt.G/2011/PN.Ska. Berdasarkan kesimpulan tentang hasil pembuktian antara Penggugat dengan Tergugat dan telah diperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut: (a) Benar, Tergugat I dan Tergugat II memiliki hutang kepada Penggugat sebesar Rp Rp 407.500.000,- (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). (b) Tergugat I dan Tergugat II pinjam uang dengan jaminan Bilyet Giro dengan dipotong 5% langsung pada saat pemberian pinjaman, dalam artian bunga sudah dibayar didepan sehingga tidak ada kewajiban lagi dari Tergugat untuk membayar bunga kepada Penggugat. (c) Tergugat I dan Tergugat II sudah tidak dapat lagi membayar angsuran utangnya kepada Penggugat, karena usaha Tergugat I dan Tergugat II mengalami kemunduran atau tidak lancar. Ketiga, Dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat dan berkesimpulan bahwa Tergugat terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan ingkar janji (wanprestasi). Dengan demikian karena Tergugat terbukti melakukan wanprestasi, maka Tergugat diwajibkan untuk membayar lunas seluruh hutangnya beserta membayar biaya ganti kerugian yang timbul. Saran Penulis akan menyampaikan beberapa saran antara lain sebagai berikut: Pertama, untuk Penggugat yang dalam hal ini bertindak selaku kreditur, sebaiknya lebih berhati-hati sebelum memberikan pinjaman uang terhadap seseorang. Setidaknya harus lebih jeli dalam melihat kondisi seseorang yang meminta pinjaman uang tersebut.

12 Kedua, Kreditur harus bisa menilai apakah orang yang meminjam uang (debitur) nantinya dapat mengembalikan seluruh utangnya secara lunas dengan tepat waktu. Untuk Tergugat yang dalam hal ini bertindak selaku debitur, diharapkan dalam setiap melakukan perjanjian utang-piutang agar selalu beriktikad baik dalam menjalankannya perjanjian utang-piutangnya yakni dengan mengembalikan atau membayar angsuran kreditnya sampai selesai/lunas. Ketiga, untuk Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan wanprestasi, diharapkan harus cermat dan teliti dalam memeriksa perkara tersebut. Sehingga dalam proses pembuktian dipersidangan Majelis Hakim dapat melihat apakah Penggugat bisa membuktikan dalil gugatannya atau tidak. Jika memang Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya maka Majelis Hakim tidak akan mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Keempat, untuk masyarakat secara umum diharapkan untuk selalu bijaksana dan bertanggung jawab dalam setiap melakukan suatu perbuatan hukum, yang salah satunya melakukan perjanjian utang-piutang. Apabila sudah melibatkan diri dalam suatu perjanjian utang-piutang, maka haruslah selalu beriktikad baik untuk mengembalikan/melunasi hutang tersebut sampai dengan lunas dalam waktu yang telah ditentukan sesuai yang diperjanjikan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

13 Muhammad, Abdulkadir, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Putra Tje Aman, Mgs. Edy, 1989, Kredit Perbankan, Yogyakarta: Liberty Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa. Sunggono, Bambang, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Supramono, Gatot, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Noviaditya, Martha, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Skripsi Tidak Diterbitkan), Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta. Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet, Diakses dari www.hukumonline.com, pada tanggal 20 April 2015, Pukul 14.30 WIB.