BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan manusia sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhannya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk.

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan sampah tidak lepas dari adanya aktivitas manusia di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia terdapat banyak sungai yang menjadi sumber kehidupan

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. baik dari segi manfaat maupun penggunaannya. Hal ini dapat dilihat

Bab I. Pendahuluan. pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan. yang menjadi pendukung kehidupan manusia telah rusak.

KINERJA KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH DI LOKASI DAUR ULANG SAMPAH TAMBAKBOYO (Studi Kasus: Kabupaten Sleman)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan usaha pelestarian fungsi air terutama pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pembangunan yang terjadi di Indonesia sangat berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan kota dan perkembangan industri serta tranportasi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Menurut isi dari Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun tentang Perindustrian, Industri adalah :

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat dan adanya hubungan timbal balik terhadap

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB V PENCEMARAN SUNGAI DUSUN LUWUNG. yang langsung dialirkan pada sungai. Hal tersebut menyeba bkan pe ndangkalan

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 23 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

karena harus mengorbankan aspek lingkungan hidup.

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH

BUPATI HULU SUNGAI UTARA

BAB III STUDI LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I P E N D A H U L U A N

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahun Jika tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian penelitian dan (1.6) Batasan istilah;

BANK SAMPAH RANGGA MEKAR : BERKAT SAMPAH MENUAI BERKAH. Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan manusia

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR... TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (makhluk hidup) dan abiotik (makhluk tak hidup). Kedua komponen itu akan

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan sisa aktivitas manusia yang belum dimanfaatkan

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. yang datang ke Yogyakarta untuk tujuan wisata, pendidikan, ataupun tinggal dan

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki daya tarik tersendiri untuk

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

PERAN SERTA WANITA DALAM MEMPELOPORI GAYA HIDUP BERWAWASAN LINGKUNGAN DI RW O2 KELURAHAN PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permukiman Sehat Yang Bersih Dari Sampah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan manusia sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhannya terhadap lingkungan. Manusia memperoleh daya dan tenaga serta pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, tersier, maupun segala keinginan lainnya dari lingkungan. Aktivitas manusia berjalan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, dimana penduduk dengan segala aktivitasnya merupakan salah satu komponen penting dalam timbulnya permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan yang terkait dengan aktivitas manusia adalah sampah. Aktivitas manusia baik produksi maupun konsumsi akan menghasilkan sisa (buangan) yang dinamakan sampah. Permasalahan sampah merupakan tantangan bagi para pengelola perkotaan. Bahwa hingga tahun 2020, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Sampah yang dihasilkan setiap penduduk Indonesia rata-rata 0.8 kg per kapita per hari pada tahun 1995, dan meningkat menjadi 1 kg per kapita per hari pada 1

2 tahun 2000, sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 2,1 kg per kapita per hari. 1 Sampah (waste) pada dasarnya adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan domestik (rumah tangga) maupun buangan pabrik sebagai sisa proses industri. Sampah yang berasal dari daerah pemukiman umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk (garbage), yaitu sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas, daun, air larutan deterjen bekas cucian, tinja (faeces), dan urin. Sampah industri umumnya merupakan sampah organik yang lambat lapuk (rubish), misalnya limbah pabrik berupa kertas karton, ampas, limbah sisa gergajian dan serpihan kayu, serbuk besi dan logam lainnya, karton, plastik, kaca, mika, dan sebagainya. Secara kimiawi, sampah-sampah tersebut dibedakan sebagai sampah organik dan sampah anorganik 2. Kabupaten Sleman adalah salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarata (DIY) yang mengalami pertambahan jumlah penduduk yang pesat. Hasil sensus jumlah penduduk pada tahun 2011 tercatat sebanyak 1.125.369 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 559.302 jiwa (49,70%), perempuan 566.067 jiwa (50,30%) dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,73% dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 305.376 dengan laju 1 Febriani dan Sukarjaputra (2004) analisis penurunan kualitas lingkungan di sekitar tempat pembuangan akhir sampah galuga kabupaten bogor jawa barat.hlm 14. 2 http:// KastamanKramadibrata.wordpress.com/2009/04/05/pengelolaan-sampah-secara-terpadudi-wilayah-perkotaan/diakses pada tanggal 12 Agustus 2012

3 pertumbuhan sebesar 2,39% 3. Pertambahan jumlah penduduk yang diikuti semakin bertambahnya tingkat produksi dan konsumsi serta aktivitas lainnya berakibat semakin bertambahnya pula buangan (sampah) yang dihasilkan. Sampah tersebut diangkut dan dibuang di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Piyungan yang berlokasi di wilayah Kabupaten Bantul. Jumlah volume sampah di Kabupaten Sleman yang dibuang ke Tempat Penampungan Sampah Terpadu ( TPST ) di kawasan Piyungan Bantul terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data DPUP Kabupaten Sleman yang terhimpun pada bagian bersangkutan menyebutkan, volume sampah di Kabupaten Sleman yang dibuang ke TPST Piyungan tahun 2010 sebanyak 38.672.426 kg sampah, atau dalam perharinya 413 meter kubik perhari dan tahun 2011 meningkat menjadi 40.068.892 kg atau 428 meter kubik perhari 4. Adanya peningkatan volume sampah di Kabupaten Sleman yang dibuang ke TPST Piyungan Bantul, selain kesadaran masyarakat untuk membuang sampah di tempat penampungan sampah semakin tinggi, juga meningkatnya jumlah penduduk termasuk upaya sosialisasi kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan dalam bentuk pengelolaan sampah mandiri di wilayahnya masing-masing. 3 www.slemankab.go.id/dinas Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil Kabupaten Sleman. 2011.diakses tanggal 8 Desember 2012 4 www.slemankab.go.id/dinas Pekerjaan Umum dan Pertamanan Kabupaten Sleman 2011. Diakses tanggal 8 Desember 2012

4 Kabupaten Sleman merupakan salah satu Kabupaten di DIY yang memiliki aktivitas masyarakat yang tinggi, adanya permukiman padat, banyaknya tempat-tempat yang menyajikan hiburan malam (Cafe dan Restoran) dan semakin banyaknya para pendatang yang masuk di Kabupaten Sleman jelas akan menambah permasalahan khusunya sampah itu sendiri. Minimnya penyediaan sarana dan prasarana di permukiman padat penduduk umumnya dilatarbelakangi oleh kurang terorganisirnya antara RT dan RW di daerah permukiman tersebut dengan pemerintah Kabupaten setempat (Kabupaten Sleman), sehingga berdampak kepada semakin turunnya kualitas lingkungan permukiman. Sebagai contoh, dengan tidak tersedianya sarana pembuangan sampah maka masyarakat akan cenderung mencemari permukiman dengan sampah sehingga timbulan sampah akan teronggok di setiap sudut permukiman. Pengelolaan sampah di TPSS Sleman masih berpegang pada paradigma lama, yaitu mengumpulkan, mengangkut, dan membuang sampah. Sampah yang telah diangkut ke TPAS Piyungan hanya diratakan dan ditindih dengan alat berat lalu ditutup dengan tanah. Mobil pengangkut sampah yang melebihi kapasitasnya menyebabkan sampah tercecer serta kerusakan jalan yang dilalui kendaraan tersebut. Peningkatan volume sampah yang dibuang akan menimbulkan dampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk mengelola sampah seperti untuk Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, serta tanah penimbun sampah di TPA. Hal tersebut akan

5 sulit dipenuhi karena kebutuhan lahan untuk keperluan lainnya seperti permukiman dan aktivitas ekonomi juga akan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Bersamaan dengan peningkatan volume sampah akibat meningkatnya jumlah penduduk, maka pertumbuhan penduduk juga berimplikasi terhadap kebutuhan lahan untuk tempat tinggal. Jumlah ketersediaan lahan bersifat tetap namun kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan diabaikannya persyaratan lingkungan permukiman. Menurut Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah TPSS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Dalam hal ini TPSS sangat penting bagi masyarakat maupun bagi pemerintah dalam menjaga kebersihan lingkungan karena sebelum sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), maka terlebih dahulu diangkut ke tempat penampungan sampah (TPS) sementara, sehingga memudahkan masyarakat untuk membuang sampah. Ketersediaan tempat penampungan sampah (TPS) sementara di setiap daerah baik desa, kecamatan, maupun kota/kabupaten sangat diperlukan untuk membantu penanganan masalah sampah. Timbulnya TPSS ilegal di Kabupaten Sleman sebenarnya terbentuk karena prilaku dari masyarakat itu sendiri, banyak yang beranggapan karena mereka telah dibebani untuk membayar retribusi, sehingga dianggap bahwa sampah adalah urusan pemerintah. Yang mereka

6 (masyarakat) tahu hanya membuang sampah pada tempatnya. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang membuang di tempat-tempat kosong, begitu dan begitu untuk seterusnya perilaku masyarakat. Semula biasanya warga yang tidak mempunyai tempat sampah pribadi membuang sampah di tempat-tempat kosong atau lahan-lahan kosong yang terbengkalai atau tidak berpenghuni lagi, hal ini yang dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk dapat mengais rejeki. Sebenarnya permasalahan awal timbul itu dari sini, yang pada awalnya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya setelah terlalu lama di telantarkan dan mungkin memang sudah menjadi kebiasaan warga setempat membuang sampah dilahan tersebut. Maka tempat tersebut dijadikan sentral TPSS yang ilegal. Hal ini diperparah karena para petugas dari dinas kebersihan pun tidak mau mengambil sampah-sampah yang teronggok di TPSS ilegal karena dianggap bukan lahan yang disediakan oleh pemerintah, hasilnya sampah semakin banyak dan sudah tidak tertampung lagi. Pembuangan sampah ilegal atau pada lahan terbuka terjadi karena jarak yang jauh, antara area/daerah timbulan sampah dengan TPSS. Dengan TPSS yang jauh serta tidak diletakkan di desa-desa terdekat dan juga pelayanan pengumpulan yang kurang memadai, masyarakat penghasil sampah cenderung membuang sampah di lahan kosong. Hal ini yang sebenarnya perlu dihindari, karena pembuangan sampah pada lahan kosong akan dapat mencemari lingkungan sekitar dan mengganggu kesehatan lingkungan.

7 Penegakan hukum terhadap tempat sampah sementara ilegal dianggap perlu untuk diteliti karena TPSS ilegal ini dapat menimbulkan berbagai macam dampak yang berpengaruh terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar TPSS ilegal itu sendiri. Sebagai contoh kongkrit, pro dan kontra antar warga masyarakat jelas terjadi. Bagi mereka yang tidak ingin susah payah mengatasi permasalahan sampah tersebut maka mereka akan membuang sampahnya di tempat pembuangan sampah yang ilegal, namun bagi masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran TPSS ilegal jelas akan mengalami berbagai gangguan, seperti gangguan kesehatan akibat banyaknya lalat yang hinggap di TPSS ilegal itu masuk ke dalam rumahrumah warga di sekitaran TPSS ilegal, juga bau yang ditimbulkan dari TPSS ilegal tersebut yang dapat membuat ketidaknyamanan warga setempat untuk bernapas dan dapat merusak keindahan tatanan di sekitar daerah bantaran tempat pembuangan sampah ilegal tersebut. Jika tidak segeranya diselesaikan, akan menimbulkan konflik berkepanjangan.

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum bagi TPSS ilegal yang ada di Kabupaten Sleman Yogakarta? 2. Apakah ada kendala yang di alami Pemerintah dalam melakukan penertiban TPSS ilegal sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan? C. Tujuan Penelitian Penulis dalam melakukan penelitian sudah tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum bagi TPSS ilegal yang ada di Kabupaten Sleman sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan. 2. Untuk mengetahui apakah ada kendala yang di alami Pemerintah dalam melakukan penertiban TPSS ilegal sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peraturan hukum yang terkait dalam masalah lingkungan khususnya mengenai penegakan hukum bagi TPSS ilegal yang ada di Kabupaten Sleman. 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat agar senantiasa mengetahui akan sampah itu sendiri dan agar lebih memperhatikan perlindungan kualitas pencemaran lingkungan itu sendiri. 3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Kantor lingkungan hidup Kabupaten Sleman dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan akibat maraknya TPSS yang ilegal. E. Keaslian Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa penyusunan laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli penulis. Menurut sepengetahuan penulis, judul dan rumusan masalah mengenai Penegakan Hukum Terhadap TPSS Ilegal Sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Lingkungan Di Kabupaten Sleman belum ada yang meneliti.

10 Penelitian yang sudah pernah dilakukan ialah : 1. Pengelolaan Sampah Pasar Untuk Mencegah Pencemaran Di Kabupaten Cilacap yang di tulis oleh Yuliana seorang mahasiswi fakultas hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada tahun 2009 dengan rumusan masalahnya bagaimana pengelolaan sampah di pasar Kabupaten Cilacap yang menurut penulis permasalahan sampah di pasar di Kabupaten Cilacap tersebut kurang mendapat perhatian dengan baik dari para pelaku pasar itu sendiri maupun pemerintah Daerah Cilacap khusunya oleh dinas Cipta Kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Cilacap itu sendiri yang menyebabkan banyaknya timbunan sampah disana-sini. Adapun tujuan dari penelitian tersebut ingin mengetahui bagaimana pengelolaan sampah pasar di Kabupaten Cilacap tersebut agar tidak memberikan dampak yang negatif yaitu berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Dengan hasil penelitiannya adalah pengelolaan pasar belum berjalan sebagaimana mestinya/belum optimalnya karena belum maksimalnya kinerja dari unit paguyuban pengumpul sampah, kepala pasar, Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Pertamanan, serta kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menjaga lingkungan yang bersih dan Asri. Banyak kendala yang dihadapi oleh Dinas Cipta Karya Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cilacap yang mengakibatkan kerja Dinas tidak maksimal, diantaranya kendala mengenai kurangnya fasilitas-fasilitas kebersihan, kurang ada koordinasi yang baik antara kepala-kepala pasar dengan

11 petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cilacap, Kurangnya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan sekitar. kemudian penelitian yang sudah pernah dilakukan ialah : 2. Pengelolaan Sampah Pasar Oleh Dinas Pengelolaan Pasar Sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Lingkungan di Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No 18 tahun 2002 yang di tulis oleh Diyanmas Wiharto Panggabean, seorang mahasiswa fakultas hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada tahun 2011. Adapun rumusan masalah pada penulisan judul ini adalah penulis ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan sampah pasar oleh dinas pengelola pasar dalam upaya pengendalian pencemaran lingkungan di kota Yogyakarta itu sendiri. Adapun temuan yang diperoleh dari penulisan ini adalah berdasarkan hasil penelitian bahwa pengelolaan sampah pasar oleh dinas pengelola pasar sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan di kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Yogyakarta Nomor 18 tahun 2002 telah dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan kondisi pasar-pasar yang ada di kota Yogyakarta yang jauh dari adanya tumpukan sampah yang membuat suasana pasar menjadi nyaman untuk dikunjungi para pembeli. Koordinasi dengan lembaga terkait telah berjalan dengan baik dalam

12 melaksanakan pengeloaan sampah pasar. Paradigma penanganan sampah pada tahap akhir (TPSA) harus segera diubah dengan pengelolaan sampah pasar mulai dari sumbernya yang dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dan akan memberi banyak keuntungan bagi Pemerintah Kota Yogayakarta, dinas pengelola pasar, pedagang dan pengunjung serta masyarakat. Dalam pembahasannya jika di bandingkan dengan tulisan yang akan penulis tulis memiliki banyak perbedaan terutama dalam lokasi penelitiannya dan dalam penulisan hukum ini penulis ini lebih banyak membahas mengenai dinas pengelola sampah pasar itu sendiri. 3. Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Permukiman Sebagai Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan di Desa Catur tunggal Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Ditulis oleh Leonardus Angelo Roncall Sikteubun seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Pada Tahun 2007. Adapun temuan yang di peroleh dari penulis ini adalah upayaupaya masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman Desa Catur Tunggal berlangsung dengan baik dimana kegiatan pengelolaan sampah dilakukan secara swadaya masyarakat setempat, dengan melibatkan warga lokal sebagai petugas kebersihan. Hal ini oleh penulis dianggap sesuai dengan Pasal 5 ayat 2 Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 10 tahun 2001 tentang pengelolaan sampah yang menyebutkan bahwa pengambilan sampah dari lingkungan permukiman sampai TPS

13 dilakukan oleh warga masyarakat. Walaupun selama ini masyarakat tidak mengetahui tentang Peraturan Daerah tersebut, namun dalam prakteknya kesadaran warga tentang kebersihan lingkungan cukup tinggi. Dari hasil pengamatan penulis, rumah-rumah di permukiman penduduk di desa Catur Tunggal tersebut hampir semuanya mempunyai tempat pembuangan sampah. Kalaupun tidak punya, mereka biasanya menitipkan sampah mereka ke tempat sampah tetangga yang kemudian diangkut oleh petugas, dan membagi pembayarannya dengan tetangganya tersebut, atau langsung dibuang ke TPS terdekat. Dalam hal ini perbedaan tulisan ini dapat diketahui bahwa ada pada obyek kajian penulisan itu sendiri dan penulis penelitian ini mengkaji bagaimana pengelolaan sampah yang ada di Desa Catur Tunggal Kecamatan Depok Kabupaten Sleman agar tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan itu sendiri. Sedangkan penulisan yang ingin penulis tulis ialah bagaimana penegakan hukum bagi TPSS yang illegal yang ada di Kabupaten Sleman. Dengan demikian setelah melihat beberapa resensi di atas penulisan hukum yang penulis buat bukan merupakan plagiat atau duplikasi dari hasil karya penulis lain. Dan jika memang terbukti penulis melakukan plagiat atau duplikasi dari karya penulis lainnya, penulis bersedia menerima sanksi dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal tersebut.

14 F. Batasan Konsep Batasan Konsep ini adalah : 1. Sampah. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Persampahan. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat. 2. Tempat Pembuangan Sampah Sementara. Menurut Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Tempat Pembuangan sampah sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. 3. Pencemaran Lingkungan. Menurut Pasal 1 Butir 14 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran lingkungan adalah Masuk atau Dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan.

15 4. Pengendalian Pencemaran Menurut Pasal 13 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009, Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1). Pencegahan; 2). Penanggulangan; dan 3.) Pemulihan 5. Tempat Pembuangan Sementara Ilegal Tempat Pembuangan Sementara Ilegal adalah tempat yang dikelola bukan oleh lembaga resmi untuk menampung sampah yang bersifat sementara sebelum diangkut ke TPA. 6. Penegakan hukum Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut keinginan-keinginan hukum dalam hal ini adalah pikiran-pikiran pembuat hukum yang dirumuskan dalam Peraturan-peraturan hukum itu 5. Dengan demikian, apabila kita membicarakan pada hakekatnya kita membicarakan penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang notebene bersifat abstrak. Apabila dirumuskan dengan bahasa yang lebih mudah maka penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses 5 Satjipto Rahardjo, 1984, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan sosiologis, Penerbit Sinar Baru, Bandung, hlm 24.

16 mewujudkan ide-ide inilah yang merupakan hakikat penegakan hukum 6. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan pendekatan secara empiris, yaitu penelitian yang berfokus pada perilaku masyarakat hukum (law in action) berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap TPSS Ilegal di Kabupaten Sleman. Penelitian ini memerlukan data primer sebagai bahan utama di samping data sekunder (bahan hukum). 2. Sumber Data a. Data Primer Data primer yang di gunakan adalah data yang di peroleh secara langsung dari narasumber dan responden mengenai obyek yang diteliti yaitu Penegakan hukum terhadap TPSS Ilegal di Kabupaten Sleman. b. Data sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer diperoleh berdasarkan hukum positif Indonesia berupa Peraturan Perundang-undangan yang 6 Ibid hlm 15

17 berlaku yang berhubungan dengan obyek yang akan diteliti yang memiliki sifat mengikat, yaitu: a) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah b) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup c) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Persampahan. 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan, pengendalian pencemaran lingkungan, tempat pembuangan sampah sementara ilegal. Selain itu, bahan hukum sekunder mencakup dasar-dasar teoritik maupun doktrin yang relevan mengenai pengendalian pencemaran lingkungan akibat TPSS ilegal yang dilakukan dengan membandingkan antara peraturan yang ada dengan kenyataan yang terjadi. 3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan narasumber dan responden dengan tujuan untuk menemukan dan memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian hukum yang dilakukan. Wawancara tersebut dilakukan secara bebas terpimpin

18 dengan mewawancarai narasumber dan responden melalui pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dan melalui tanya jawab yang dilakukan secara bebas dan terkonsep dengan kebijaksanaan peneliti. Kemudian akan diadakan pencatatan terhadap jawaban dari responden dalam proses tanya jawab didalam wawancara tersebut. b. Studi pustaka Studi kepustakaan yang digunakan dalam penelitian hukum ini bertujuan untuk menunjang penelitian lapangan yaitu dengan mempelajari, membaca, membandingkan, dan memahami secara teliti buku-buku, peraturan perundang-undangan, serta pendapatpendapat yang memiliki hubungan erat dengan subtansi atau materi yang akan diteliti. 4. Populasi dan Sampel Populasi memiliki pengertian yaitu keseluruhan obyek yang akan menjadi pengamatan peneliti, yaitu tempat-tempat dan jalanjalan di Kabupaten Sleman yang teridentifikasi mengalami pencemaran lingkungan akibat tempat pembuangan sampah sementara yang ilegal. Sedangkan sempel yang dimaksud dalam penelitian ini ialah sebagian atau contoh populasi. 5. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian yang dipilih penulis yaitu di Kabupaten Sleman.

19 6. Responden dan Narasumber a. Responden Responden adalah subyek dalam penelitian yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti dalam wawancara ataupun kuisioner yang terkait langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti. Responden dalam penelitian hukum ini ialah 5 warga dari Kecamatan Depok yaitu Bapak, Kartono, Karjono, Dahlan dan Sebagai Ketua RT Bpk. Sentun. Kemudian 5 Warga Dari Kecamatan Gamping yaitu Parjo Nardi Utomo,, Mudiyo, Bapak Walkidi Sunaji, Kardoyo. Serta 3 Warga dari Kecamatan Mlati Yaitu Adji Alexander, Sumarmo, Ketua RT Bapak Kartowiyono. b. Narasumber Narasumber adalah salah satu subyek dalam penelitian yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan dari peneliti yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Narasumber dalam penulisan ini adalah: 1) Indra Darmawan Kepala Bidang Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Sleman. 2) Purwoko Kasi Pengembangan Kapasitas dan Peran Serta Masyarakat Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman.

20 3) Artoni Suwasti SH Selaku Kasi Perekonomian dan Pembangunan Kecamatan Depok. 4) Suwidjiarto Selaku Kepala Polisi Pamong Praja. 5) Endang selaku Kasi Perekonomian dan Pembangunan Kecamatan Mlati. 7. Metode analisis data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian empiris adalah metode kualitatif, yaitu hal yang dinyatakan responden atau narasumber baik secara tertulis maupun lisan dan juga perilaku nyata yang berhubungan dengan obyek yang diteliti yaitu perlindungan hukum terhadap tempat pembuangan sampah sementara ilegal sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan.