NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wayang wong merupakan suatu khasanah budaya yang penuh dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wayang orang atau wayang wong dalam bahasa Jawa-nya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

September Revisi : Semester IV Judul praktek Jam pertemuan 32x100 menit

BAB V PENUTUP. Punakawan merupakan tokoh dalam wayang yang merupakan bagian dari dunia

BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

diciptakan oleh desainer game Barat umumnya mengadopsi dari cerita mitologi yang terdapat di Di dalam sebuah game karakter memiliki

Oleh: LITA AYU SOFIANA A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, guru

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013

PENANAMAN NILAI PATRIOTISME (Analisis Isi Film Merdeka atau Mati Soerabaia 45 Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

PROCEEDING Seminar Nasional Psikometri SOCIAL STORIES WAYANG PUNAKAWAN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

PEMBUATAN FILM ANIMASI 3D PEWAYANGAN PUNAKAWAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lilis Melani, 2014 Kajian etnokoreologi Tari arjuna sasrabahu vs somantri di stsi bandung

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di negara manapun di dunia ini. Kebudayaan apapun dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Sarjana S-1

Bab VI Simpulan & Saran

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Makna. merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( R P P )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya

PADEPOKAN DAN GEDUNG PERTUNJUKAN WAYANG ORANG DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULER

BAB I PENDAHULUAN. negara yang kaya dalam berbagai hal, termasuk dalam segi kebudayaan.

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Budaya tersebut terbagi dalam beberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERAN TOKOH PUNAKAWAN DALAM WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA PENANAMAN KARAKTER DI DESA BENDOSEWU KECAMATAN TALUN KABUPATEN BLITAR.

3. Karakteristik tari

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANAK Sukoharjo) Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi media hiburan juga berfungsi sebagai media informasi dan sarana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dicapai dalam penelitian ini adalah penulis dapat mengetahui gambaran secara

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masih jauh dari harapan nilai keadilan. Ditambah pula

penelitian. Pendeskripsian meliputi mencatat dan meneliti novel Ipung 1 karya Prie

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kepribadian dan perilaku mereka sehari-hari. Krisis karakter yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Menurut John Vivian, film bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

KURNIASIH A

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menggunakan pendekatan. penjelajahan: kesimpulanya studi kasus deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan dan dirumuskan beberapa saran sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA. Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada

NASKAH PUBLIKASI MUATAN DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROSES PEMBELAJARAN

PENGALAMAN MENJADI PEMAIN WAYANG ORANG NGESTI PANDOWO

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan untuk mengungkap suatu kebenaran. 1. dengan peristiwa atau kenyataan yang ada. 2

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA NOVEL ELANG DAN BIDADARI KARYA PUPUT SEKAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI SMA

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. penelitian ini tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN PELESTARIAN BUDAYA DAERAH MELALUI PERTUNJUKAN KETHOPRAK

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS X SMA (Studi Kasus Di SMA Muhammadiyah 4 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012)

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

Transkripsi:

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Disusun Oleh : AMUNG WIWEKO Q 100 120 086 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

IIALAMAN PENGESAHAN NILAI-NILAI PENDIDIKAII KARAKTER TATA RIAS WAJAH PT]NAKAWAII WAYAI\IG ORANG SRTWEDARI SURAKARTA Dipersiapkan dan Disusun Oleh: AMUNG WTWEKO Q 100 120 086 Naskah publikasi telah disetujui oleh: Pembimbing I Pembimbing II Dr. Sabar Narimo. MM. M.Pd.rk,'

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TATA RIAS WAJAH PUNAKAWAN WAYANG ORANG SRIWEDARI SURAKARTA Oleh: Amung Wiweko amungwiweko@gmail.com Abstract The objectives of the research are: (1) to know make up characteristics of Punakawan Human Puppet of Sriwedari Surakarta; (2) to know symbolic meanings of Punakawan make up of Human Puppet of Sriwedari Surakarta; and (3) to know characters building values in Punakawan make up of Human Puppet of Sriwedari Surakarta. The result shows that the characteristics of Semar make up describe Semar as wise, calm, and religious personality. the characteristics of Gareng make up describes Semar as talk less and honest personality. The characteristics of Semar make up describes Petruk as dynamic and caring personality. The characteristics of Bagong make up describes Bagong as stubborn, creative, an, and optimistic. Character building values in Semar make up are religious, peaceful, honesty, and nasionalism. Character building values in Gareng make up are honesty, peaceful, and nasionalism. Character building values in Petruk make up are communicative, peaceful, and optimistic, and Character building values in Bagong make up are curiousity, dynamic and creative. Keywords: values, character building, make up, and human puppet Abstrak Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendiskrisikan karakteristik tata rias wajah masing-masing Punakawan Wayang Orang Sriwedari Surakarta; (2) Mendiskripsikan makna simbolik dari tata rias wajah Punakawan Wayang Orang Sriwedari Surakarta; dan (3) Mendiskripsikan nilai pendidikan karakter pada tata rias wajah Punakawan Wayang Orang Sriwedari Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: karakteristik tata rias wajah Semar menggambarkan sosok bijaksana, tenang, dan religius. Karakteristik tata rias wajah Gareng menggambarkan sosok tidak banyak bicara dan jujur. Karakteristik tata rias wajah Petruk menggambarkan sosok yang dinamis dan peduli lingkungan. Karakteristik tata rias wajah Bagong menggambarkan sosok yang angkuh tetapi kreatif dan optimis. Nilai pendidikan karakter pada tata rias wajah Semar adalah nilai religius, cinta damai, jujur, dan nasionalis. Nilai pendidikan karakter pada tata rias wajah Gareng adalah nilai, peduli lingkungan, cinta damai, dan nasionalis. Nilai pendidikan karakter pada tata rias wajah Petruk adalah komunikatif, peduli lingkungan, dan optimis, dan nilai pendidikan karakter pada tata rias wajah Bagong adalah penuh rasa ingin tahu, dinamis, dan kreatif. Kata kunci: nilai, pendidikan karakter, tata rias, wayang orang 2

Pendahuluan Pertunjukan wayang di kehidupan masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai media untuk berbagai kepentingan, baik yang bersifat religious, penerangan, pendidikan, metafisis, estetis, bahkan sebagai media politik. Sehingga seni pertunjukan wayang dapat muncul kapan saja, dimana saja, sepanjang manusia masih ada (Cassires, 1994: 23) Wayang orang, sebagai salah satu jenis wayang yang berkembang dalam budaya Indonesia merupakan personifikasi pertunjukan wayang kulit purwa yang tumbuh dan berkembang luas di Pulau Jawa. Dalam prakteknya, wayang orang merupakan dramatari yang memanfaatkan berbagai medium yang terpadu menjadi pertunjukan yang utuh, dan merpakan penggabungan seni tari, seni musik, sastra, drama dan seni rupa. Wayang Orang merupakan bentuk drama tradisional yang dimainkan oleh sekelompok orang sebagai pemain di atas panggung berdasarkan cerita Epos Mahabaratha dan Epos Ramayana. Dalam pertunjukan wayang orang, dalang dan sinden tetap merupakan komponen penting yang memainkan, musik gamelan Pelog dan Slendro. Para pemain berdialog dengan antawecana dan tembang. Sejumlah tokoh pewayangan dengan jelas merupakan simbol dari kehidupan secara nyata. Tokoh punakawan adalah salah satu tokoh yang ada pada wayang orang cerita Mahabharata. Punakawan selalu dimunculkan dalam pertunjukan wayang terutama dalam gara gara. Hadirnya atau munculnya empat tokoh Punakawan ini selalu ditunggu tunggu oleh penonton atau penikmat pertunjukan wayang. Hadirnya Punakawan yang bisa membawa suasana menjadi hangat dan ceria serta membuat penonton tertawa, tersirat bahwa punakawan sangat lekat di hati masyarakat, khususnya masyarakat jawa. Para penonton atau penikmat tertawa dan terhibur selain karena tingkah laku punakawan yang lugu juga karena rias wajah yang lucu. Rias wajah punakwan yang lucu tersebut ada makna simbol yang dibawanya atau disampaikan. 3

Karakter punakawan yang arif, sebenarnya mengajarkan filsafah kehidupan yang sudah dibentuk dan disampikan oleh para leluhur kita sejak ribuan tahun lalu. Nilai pendidikan yang diajarkan melalui tokoh punakawan dapat dilihat dari makna simbolik bentuk tata rias wajah punakawan, dengan melihat karakteristik rias wajah pada alis, mata, hidung, dan mulut atau bibirnya. Karakteristik tata rias wajah tokoh pewayangan, dari putri alus sampai ke putra gagah yang sering dilewatkan oleh masyarakat adalah karakteristik tata rias wajah punakawan. Masyarakat hanya melihat bentuk visual rias wajah punakawan yang lucu. Masyarakat secara umum belum tahu atau sama sekali mencoba menganalisis nilai pendidikan karakter tata rias wajah punakawan. Pada tata rias wajah punakawan dengan melihat bentuk alis, mata, hidung, dan mulut terdapat makna simbol dan nilai pendidikan yang bermanfaat dalam menjalankan kewajiban hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan dengan latar belakang penelitian, maka fokus penelitian ini adalah bagaimana nilai pendidikan karakter tata rias wajah punakawan wayang orang Sriwedari Surakarta? Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif bidang filsafat, dengan pendekatan hermeneutik. Penelitian kualitatif bidang filsafat adalah model penelitian ilmiah, yang meneliti kualitas-kualitas obyek penelitian berupa nilai, makna, emosi manusia, penghayatan religius, keindahan suatu karya seni, peristiwa sejarah, simbol-simbol atau artefak tertentu (Patton, 2009:44). Pendekatan hermeneutic mengarah kepada penafsiran ekspresi yang penuh makna dan melakukan interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh pribadi atau kelompok masyarakat di Surakarta terhadap situasi mereka sendiri untuk memahami makna simbolisme dan nilai pendidikan karakter pada tata rias wajah punakawan wayang orang sriwedari Surakarta sebagai permasalahannya. Objek material dalam penelitian ini berupa konsep filosofis yang terkandung 4

dalam bentuk tata rias wajah yang kemudian dideskripsikan dalam bentuk naskah narasi. Subyek penelitian ini adalah para informanatau narasumber.. Teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan meninjau dokumen. Observasi data berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan langsung, kegiatan manusia dan situasi sosial (Sugiyono, 2013: 119). Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara (Sugiyono, 2013:100). Dokumen sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2012: 160). Teknik analisis data menggunakan model analisis interaksi yaitu dengan reduksi data, display, dan kesimpulan gambar. Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan trianggulasi sumber. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam konteks nasional pendidikan karakter harus dibangun berlandaskan filosofi kehidupan masyarakat Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila harus menjadi pondasi awal didalam menumbuhkan karakter yang diinginkan. Nilai-nilai karakter yang akan dibangun harus mengacu pada Agama, Pancasila, dan Budaya Indonesia Tokoh wayang Punakawan merupakan gambaran dari realisasi ajaran pendidikan karakter. Dalam penelitian yang dibahas oleh Basuki (2006) dijelaskan bahwa di Indonesia, khususnya Jawa, mitologi wayang merupakan tradisi dan budaya yang telah mendasari dan berperan besar dalam membentuk karakter dan eksistensi bangsa Indonesia. Hal itu disebabkan mitologi merupakan kristalisasi konsep-konsep, nilai-nilai, dan norma-norma yang menjiwai sikap hidup masyarakat selama ini dan menyebabkan komunikasi antar anggota masyarakat menjadi efisien. Cerita wayang merupakan hasil karya seni yang adiluhung, monumental, dan amat berharga, bukan saja karena kehebatan cerita, keindahan penyampaian, 5

ketegasan pola karakter, melainkan juga nilai filosofi dan ajaran-ajaran -nya yang tidak ternilai dan masih saja relevan dengan keadaan kini (Mulyono, 1989). Nilai-nilai wayang yang menyangkut kehidupan sosial dan kehidupan religius. Nilai wayang terlihat kental terkait dengan nilai kegotongroyongan, kerukunan hidup, kedamaian, kepedulian kepada sesama, solidaritas sesama, dan lain-lain dengan muara akhir ketenteraman dan kedamaian hidup bersama. Hal itu juga terlihat dalam nilai-nilai yang terkait dengan unsur religius (Nurgiyantoro, 2011). Bahkan, dalam cerita wayang nilai religius amat kental karena kehidupan religius memperoleh penekanan utama, dan tujuan hidup yang berupa kesempurnaan hidup merupakan hal terpenting dalam cerita wayang, walau orang tidak boleh mengabaikan kehidupan sosial. Kehidupan pribadi harus dikalahkan demi kepentingan sosial, sebagaimana tercermin dalam ungkapan ramai ing gawe sepi ing pamrih rajin bekerja tetapi tidak untuk kepentingan pribadi. Nanik (2001) dalam penelitiannya warna, garis, dan bentuk ragam hias dalam tata rias dan tata busana wayang orang sriwedari Surakarta sebagai sarana ekspresi, mengkaji tentang makna rias pada tokoh pemain wayang orang. Keunggulan penelitian ini adalah mengkaji secara luas makna tata rias dan busana seluruh tokoh wayang orang di sriwedari Surakarta. Helen (2004) dalam penelitiannya yang berjudul PRESIDENT AS PUNAKAWAN: PORTRAYAL OF NATIONAL LEADERS AS CLOWN-SERVANT IN CENTRAL JAVANESA WAYANG mengkaji tentang gaya kepemimpinan presiden di Indonesia yang mirip dengan makna simbol dari punakawan pewayangan di jawa tengah. Keunggulan penelitian ini langsung di implemantasikan pada seorang pemimpin. Penelitian Sainah dengn judul Tokoh dan Fungsi Penokohan dalam Pertunjukan Wayang Orang Ngesti Pandawa di Semarang pada tahun 2010. Sainah memaparkan hasil penelitian skripsinya berupa penjabaran tentang tokoh punokawan yang dikaji dari segi gerak, ontowecono, rias dan busana pada wayang 6

orang Ngesti Pendawa di Semarang. Fungsi tokoh punokawan dalam pertunjukan wayang orang mesti pandawa disemarang yaitu sebagai pengayom (fungsi simbolik), penunjuk jalan atau perantara dalam lakon cerita dan sebagai penghibur terkain dengan hal tersebut tokoh dan fungsi punokawan dapat terlihat dalam lakon cerita, hal tersebut sebenarnya merupakan penggambaran dari sifatsifat manusia dalam kehidupan sehari-hari. Jadi nilai pendidikan karakter melalui tokoh wayang berusaha membentuk sumberdaya manusia yang berdimensi kaffah, yaitu memiliki keunggulan kompetensi dan berkarakter dalam bidang teknologi. Indikator keunggulan sumberdaya manusia yang berdimensi kaffah sebagai tuntutan era global meliputi dimensi godly character, excellent competence, kemandirian berpikir, kemampuan emulasi dan sustainable self-learning, dan memiliki spiritual discerment (Mukhadis, 2013). 1. Karakter, makna simbolik, dan nilai pendidikan karakter alis pada tata rias wajah punakawan wayang orang sriwedari Surakarta. Karakteristik tata rias wajah Semar adalah tata rias wajah orang tua, dengan alis melengkung tipis ke atas. Makna simbolik bentuk tata rias alis wajah Semar adalah Semar mempunyai kepribadian yang halus, lembut, tidak suka kekerasan. Alis Semar mempunyai nilai pendidikan karakter religius, cintai damai. Karakteristik tata rias alis wajah Gareng adalah melengkung kecil seperti bulan sabit. Alis melengkung seperti bulan sabit menunjukkan Gareng mempunyai kepribadian yang luwes dan dinamis. Alis Gareng mempunyai nilai karakter bersahabat/ komunikatif, cintai damai. Karakteristik tata rias wajah alis Petruk adalah tipis ditarik ke atas, Alis panjang Petruk mempunyai makna simbolik kepribadian yang praktis dan sederhana; Petruk yang tipis lurus ditarik keatas mempunyai nilai pendidikan karakter religius, sederhana. Karakteristik tata rias wajah bentuk alis melengkung seperti cacing yang berada di samping mata, Alis Bagong mempunyai makna simbolik Bagong adalah seorang yang mempunyai kepribadian kurang konsisten. Untuk alis 7

Bagong tidak mempunyai nilai pendidikan karakter karena bagong seorang yang tidak konsisten; 2. Karakter, makna simbolik, dan nilai pendidikan karakter mata pada tata rias wajah punakawan wayang orang sriwedari Surakarta. Bentuk mata Semar rembesan, mempunyai makna simbolik menunjukkan mata tua dengan penglihatan tidak jelas tetapi semar mempunyai mata hati yang tajam; dan mata Semar mempunyai nilai pendidikan karakter religious, tanggung jawab, disiplin, dan percaya diri. Bentuk mata Gareng kero atau juling, mata juling/kero Gareng menunjukkan tidak suka melihat hal-hal yang tidak baik, tetapi suka melempar kesalahan pada orang lain; mata juling Gareng mempunyai nilai pendidikan karakter kreatif. Bentuk tata rias mata Petruk panjang menyamping, makna simbolik mata petruk menunjukkan sifat ingin tahu segala sesuatu yang ada disekitarnya, tata rias mata Petruk mempunyai nilai pendidikan karakter rasa ingin tahu, kerja keras. Bentuk mata Bagong bulat besar, mata bulat lebar Bagong memiliki makna simbolik kalau Bagong mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan suka dipuji; mata bagong yang besar bulat mempunyai nilai pendidikan karakter ras ingin tahu, kreatif, kerja keras. 3. Karakter, makna simbolik, dan nilai pendidikan karakter hidung pada tata rias wajah punakawan wayang orang sriwedari Surakarta. Karkateristik hidung Semar besar dan pesek, makna simbolik hidung Semar ini tidak suka mencium hal-hal yang sifatnya keduniawian; hidung Semar mempunyai nilai pendidikan karakter religius, taat pada aturan social. Bentuk hidung gareng kecil pesek, mempunyai makna simbolik kalau hidung Gareng dapat mencium niat jahat orang lain; hidung Gareng nilai pendidikan karakternya rasa ingin tahu, dan kerja keras. Bentuk hidung Petruk panjang/mancung, hidung mancung Petruk mempunyai makna simbolik kalau Petruk mempunyai jiwa yang longgar/sosial yang tinggi; hidung Petruk 8

mempunyai nilai pendidikan karakter seorang yang jiwa sosial dan peduli dengan lingkungan. Bentuk hidung Bagong pesek, hidung pesek Bagong ini mempunyai makna simbolik tidak suka mencium hal-hal yang sifatnya keduniawian; hidung Bagong mempunyai nilai karakter bersahabat/komunikatif, cintai damai. 4. Karakter, makna simbolik, dan nilai pendidikan karakter mulut pada tata rias wajah punakawan wayang orang sriwedari Surakarta. Bentuk bibir Semar melebar ke samping mingkem atau sedikit mencep, makna simboliknya adalah mulut bentuk tua, tidak banyak bicara, pandai menyimpan rahasia. Dan nilai pendidikan karakternya adalah religius, tanggung jawab, disiplin, dan percaya diri. Bentuk mulut Gareng kecil, ciut, atau cabik. Makna simbolik mulut Gareng yang ciut tersebut adalah tidak banyak bicara tetapi kalau diminta bicara gareng akan bicara. Nilai pendidikan karakter pada mulut Gareng yang kecil menunjukkan kalau gareng mempunyai jiwa demokratis. Bentuk mulut Petruk mesem, mulut Petruk mempunyai makna simbolik seorang yang ramah, mulut Petruk mempunyai nilai pendidikan karakter bersahabat, jujur, cintai damai, tanggung jawab, dan demokratis. Bentuk mulut Bagong lebar kesamping. mulut lebar Bagong mempunyai makna simbolik banyak bicara/clemang-clemong tetapi komunikatif. Mulut bagong yang lebar ke samping mempunyai nilai pendidikan karakter jujur. Hal ini senada dengan perilaku yang dilakukan oleh actor pemeran tokoh punakawan wayang orang sriwedari Surakarta berdasarkan synopsis perang baratayuda dalam cerita mahabarata. Dan sesuai dengan hasil wawancara dengan para tokoh punakawan wayang orang sriwedari Surakarta. Karakter Punakawan mengindikasikan bermacam peran sosial dalam masyarakat, seperti penghibur, badut, pengamat dan kritisi sosial bahkan 9

sebagai sumber nasihat kebenaran. Punakawan dijadikan sebagai pamong untuk tokoh wayang utama. Pada dasarnya setiap manusia memerlukan penasihat, pengayom karena manusia adalah mahluk yang lemah, hidupnya memerlukan orang lain (manusia sebagai mahluk sosial) yang dapat mengarahkan hidupnya dan memberikan pertimbangan dan saran. Pamong dapat diartikan sebagai guru / Mursyid terhadap upayanya dalam pencarian jati diri manusia. Jika dikaitkan dengan beberapa teori yang ada, baik dari teori para ahli tentang konsep pendidikan karakter, maka dapat simpulkan bahwa nilai karakter yang pada tata rias wajah Punakawan telah memenuhi kriteria untuk mewujudkan manusia yang pancasilais sebagaimana yang telah dirumuskan kedalam grand design pendidikan karakter. Simpulan Jadi dengan melihat karakteristik dan makna simbolik tersebut diatas Alis Semar mempunyai nilai pendidikan karakter religius, cintai damai; mata Semar mempunyai nilai pendidikan karakter religious, tanggung jawab, disiplin, dan percaya diri; hidung Semar mempunyai nilai pendidikan karakter religius, taat pada aturan sosial; mulut mingkem Semar nilai pendidikan karakternya adalah jujur, bertanggung jawab, dan demokratis. Kemudian karakteristik dan makna simbolik dari tat arias wajah garen diatas dapat disimpulkan kalau alis Gareng mempunyai nilai karakter bersahabat/komunikatif, cintai damai; mata juling Gareng mempunyai nilai pendidikan karakter kreatif; hidung Gareng nilai pendidikan karakternya kerja keras, rasa ingin tahu; mulut Gareng yang kecil menunjukkan demokratis. Untuk karakteristik dan makna simbolik tata rias wajah petruk alis Petruk yang tipis lurus ditarik keatas mempunyai nilai pendidikan karakter religius, sederhana; mata mempunyai nilai pendidikan karakter rasa ingin tahu, kerja keras; hidung Petruk mempunyai nilai pendidikan karakter seorang yang jiwa 10

social dan peduli dengan lingkungan; mulut Petruk nilai pendidikan karakternya bersahabat, jujur, cintai damai, tanggung jawab, dan demokratis. Karakteristik tata rias wajah Semar adalah tata rias wajah orang tua, dengan alis melengkung tipis ke atas, mata rembesan, hidung pesek, dan bibir melebar ke samping yang menggambarkan sosok bijaksana, tenang, dan religius. Makna simbolik bentuk tata rias wajah Semar adalah Semar pribadi yang bijaksana, lembut, religius, optimis penuh dengan kebaikan dalam melaksanakan tugasnya untuk mengajak kebaikan kepada seluruh umat manusia, dan tidak suka bicara atau banyak bicara untuk hal yang tidak ada manfaatnya. Karakteristik tata rias wajah Gareng adalah tata rias wajah orang yang kurang percaya diri dengan alis melengkung kecil, mata, hidung, dan mulut kecil yang menggambarkan sosok tidak banyak bicara dan jujur. Makna simbolik bentuk tata rias wajah Gareng adalah Gareng pribadi yang mampu menerima pendapat dan masukan dari siapapun, tidak mau melihat hal-hal yang mengundang kejahatan atau hal yang tidak baik, waspada, dan gemar menolong. Jadi dengan melihat karakteristik dan makna simbolik tata rias wajah Bagong menunjukkan kalau alis Bagong tidak mempunyai nilai pendidikan karakter karena bagong tidak konsisten; mata bagong yang besar bulat mempunyai nilai pendidikan karakter ras ingin tahu, kreatif, kerja keras; hidung Bagong mempunyai nilai karakter bersahabat/komunikatif, cintai damai; mulut bagong yang lebar ke samping mempunyai nilai pendidikan karakter jujur. Itulah nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam tata rias wajah punakawan wayang orang Sriwedari Surakarta. Nilai-nlai tersebut memiliki peranan yang baik apabila benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan sehingga dapat membentuk watak atau pribadi bangsa yang berkarakter dan bermartabat dengan nilai-nilai budaya yang adiluhung. 11

Daftar Pustaka Akhwan, Muzhoffar. 2011. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya dalam Pembelajaran di Sekolah/Madrasah. Makalah dipersiapkan dan disajikan dalam diskusi dosen Fakultas Ilmu Agama Islam UII, tanggal 2 Nopember 2011. Ardian Kresna. 2012. Punakawa: Simbol Kerendahan Hati Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Basuki R. 2006. Panakawan s Discaurse of Power in Javanese Shadow Pupet During The Order Regine: From Tradisional Perspektif to New Historicism. Petra Christian University: English Departement. Cassires, E, 1994, An Essay on Man: An Introduction to-a- Philosophy of Human Culture, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Helen P. 2004. President as Punakawan: Portrayal of National Leaders as Clown Servant in Central Javanese Wayang. Jurnal of Southear Asia Studien. The National University of Singapore. Moleong, L., J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyono. S. 1989. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta : Pertja. Nanik S.S. 2001. Warna, Garis, dan Bentuk Ragam Hias dalam Tata Rias dan Tata Busana Wayang Wong Sriwedari Surakarta Sebagai Sarana Ekspresi. Dalam Jurnal Harmonia Vol 2 no 3 September Desember 2001 Surakarta: UNS Patton, M.Q. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sainah, 2010. Tokoh dan Fungsi Punokawan Wayang Orang Ngesti Pandowo di Semarang Skripsi S-1. Jurusan Seni Drama, Tari, dan Musik Fakultas, Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang. Sudiro. 2002. Kesenian Wayang Orang dan Fungsinya. The art of wayang orang and its Fuanction dalam Jurnal Penelitian Humaniora Vol.3 n0.1 edisi Februari. Surakarta: Lembaga Penelitian UMS Sugiyono. 2013. Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 12