Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia KERTAS POSISI. tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Mendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

Daftar Pustaka. Glosarium

Prinsip Dasar Peran Pengacara

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA. Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

Pendidikan Kewarganegaraan

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Indonesia Tahun 1945 dalam Alinea

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

UNOFFICIAL TRANSLATION

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

KAJIAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT MENURUT UU NO.26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM O L E H :

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Jakarta 14 Mei 2013

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. b. Kedua, dimensi eksternal yaitu untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Dimensi eksternal dari tujuan pendirian negara, Indonesia dengan menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): a. Untuk mengembangkan hubungan persahabatan antara negara-negara berdasarakn perhormatan pada prinsip kesetaraan hak dan penentuan nasib sendiri, dan untuk mengambil langkah-lanhkah yang layak untuk memperkuat perdamaian dunia b.untuk mencapai kerjasama internasional dalam menyelesaikan masalah-maasalah internasional yang bersifat ekonomi, sosial dan budaya atau kemanusiaan dan dalam memajukan dan mendorong penghormatan pada hak asasi manusia dan kebebasan dasar untuk semua tanpa pembedaan berdasarkan ras, jenis kelamin, bahasa, atas agama

Konflik di dunia: menurun Upaya internasional yang dilakukan oleh, terutama PBB untuk menurunkan konflik upaya serangan terhadap budaya impunitas (an assault on the culture of impunity). Indonesia telah menetapkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ran-HAM: menetapkan untuk, mengesahkan Statuta Roma

Statuta Roma bukan instrumen Internasional HAM per se, namun pengaturan di dalamnya sarat dengan tema atau isu HAM, yang oleh Statuta Roma, pada hakikatnya, harus dihormati dan pelanggaran terhadapnya dianggap sebagai bentuk tindak pidana (criminal act (s)) yang termasuk kategori kejahatan menurut hukum internasional dan yang dapat disidik, dituntut, dan diperiksa oleh Mahkamah Pidana Internasional (selanjutnya disebut MPI). Statuta Roma yang menetapkan ketentuan tentang dapat disidik, dituntut, dan diperiksanya di MPI sejumlah pelanggaran HAM dan yang menetapkan sejumlah asas yang juga merupakan asas HAM, merupakan, pada hakikatnya, instrumen hukum internasional yang, meskipun bukan instrumen hukum internasional per se, merupakan instrumen hukum internasional yang memastikan perlindungan HAM (international legal instrument ensuring the protection of human rights).

Statuta Roma adalah instrumen internasional tentang kejahatan menurut hukum internasional. Namun, di dalamnya terkandung ketentuan-ketentuan yang pada hakikatnya, menetapkan sejumlah tindak pelanggaran HAM yang pelakunya dapat dituntut dan dipidana serta memuat sejumlah prinsip yang merupakan asasasas HAM

Hak hidup (Pasal 6 (a), Pasal 7.1 (a), Pasal 8.2 (a) (ii), Pasal 8.2 (b) ( vi), Pasal 8 (b) ( xi), Pasal 8.2 (c) (i), dan Pasal 8.2(e) (1)) Hak untuk tidak diperbudak (Pasal 7. l (c) dan Pasal 7.1(g); Hak untuk bebas bertempat tinggal wilayah negara (Pasal 7.1(d); dan Pasal8.2 (2) (viii); Hak atas perlakuan dan perlindungan yang sama di depan hukum dan hak atas perlakuan yang adil dari pengadilan yang objek dan tidak berpihak (Pasal 7.1(c); Hak untuk tidak disiksa (Pasal 7.1 (f), Pasal 8.2(a) (iii), dan Pasal 8.2 (c) (1); Hak atas perlindungan diri pribadi, kehormatan, dan martabat Pasal 7.1(g), Pasal 8.2 (b) (xxi), Pasal 8.2 (b) (xxii), Pasal 8.2 (c) (ii), Pasal 8.2 (c) (ii), dan Pasal 8.2 (e) (vi) ; Hak beragama dan menjalankan ibadat menurut agama dan Kepercayaannya (Pasal 8.2 (b) (ix) dan Pasal 8.2 (e) (iv) ; Hak mempunyai milik dan atas perlindungan hak miliknya (Pasal 8.2 (b) (xiii), Pasal 8.2 (b) (xvi), Pasal 8.2 (e) (v), dan Pasal 8.2 (e) (xii); Hak memperolah keadilan (Pasal 8.2 (c) (vi) ; dan Hak hidup tenteram, aman, dan damai (Pasal 8.2 (e) (i) ;

Asas tidak berlaku surutnya aturan hukum (kecuali dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik - KIHSP -, 1966) (Pasal 11 dan Pasal 24) ; Asas ne bis in idem (Pasal 20); Asas legalitas (Pasal 22 dan Pasal 23); Asas kehadiran terdakwa dalam pemeriksaan pengadilan (Pasal 63); Asas praduga tak bersalah (Pasal 66); Hak terdakwa atas pemeriksaan pengadilan yang adil. (fair trial) (Pasal 66); dan Pemberian perlindungan kepada korban dan saksi (Pasal 68).

Statuta Roma memasukkan norma substantif hak asasi manusia, terutama dengan mendefinisikan kejahatan terhadap kemanusiaan tanpa perlu adanya hubungan dengan konflik bersenjata Salah satu ketentuan yang paling penting berkaitan dengan ini adalah Pasal 21 (3) yang menyatakan bahwa: Penerapan dan interpretasi hukum sesuai dengan pasal ini harus konsisten dengan hak-hak manusia yang dikenal secara internasional, dan tanpa ada perbedaan-perbedaan yang panting yang ditemukan pada dasar-dasar seperti gender sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 7 ayat 3, usia, ras, wama kulit, bahasa, agama atau keyakinan, politik atau pendapat-pendapat lain, kebangsaan, etnis atau asal sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain. Dalam hal ini Judge Pillay menyatakan bahwa untuk menjamin perlindungan yang paling penting dan mendasar, dengan diskresi yang ada, hakim-hakim oleh karena itu akan mengambil dari hukum hak asasi manusia

Oleh karena itu walaupun, MPI pada dasarnya adalah sebuah lembaga peradilan (juridical institution), namun demikian, keberadaannya dan hasil kerjanya pada masa depan akan membantu memajukan hak asasi manusia dengan menciptakan rekam historis tentang apa yang salah pada masa lalu (the past wrongs), menawarkan sebuah forum bagi korban untuk menyuarakan pendapatnya dan menerima kompensasi serta pemuasan atas kejahatan masa lalu, menciptakan preseden yuridis dan efek jera bagi para pelaku kejahatan yang paling berat dengan menghukum para pelaku.

Dengan menarik perhatian pada kejahatan yang paling berat dan kemudian melakukan penghukuman pada pelakunya, MPI akan menjadi penjera bagi pelaku pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Seperti sebuah lembaga pengadilan di tingkat nasional, MPI akan menjadi sebuah upaya yang melengkapi (komplementer) bagi upaya hak asasi manusia baik masa kini maupun masa depan.

Sebagai instrumen internasional yang juga merupakan instrumen yang melindungi sejumlah HAM dan yang juga menjunjung sejumlah prinsip yang juga merupakan prinsip-prinsip HAM, Statuta Roma turut memperkuat jaminan dihormati dan dilindunginya HAM serta dijunjungnya prinsip-prinsip HAM yang sudah dilakukan oleh instrumen-instrumen HAM, baik internasional, maupun regional, ataupun nasional. Menjadi pihaknya RI pada Statuta Roma akan makin meningkatkan citra dan komitmen bangsa Indonesia untuk tidak saja mengambil bagian dalam upaya komunitas internasional untuk menindas dan mencegah kejahatan paling serius yang merupakan urusan komunitas internasional secara keseluruhan melainkan juga menegaskan komitmen nasional dan internasionalnya untuk menjunjung tinggi dan melindungi HAM

MPI, yang keberadaan dan yurisdiksinya didasarkan pada Statuta Roma, adalah pelengkap yurisdiksi nasional atas kejahatan menurut hukum internasional sebagaimana ditetapkan oleh Statuta Roma (lihat: alinea kesepuluh pembukaan, Pasal 1, dan Pasal 17 - Pasal 19) Peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur penyelesaiaian yudisial kejahatan yang termasuk yurisdiksi MPI adalah UU 26/2000. Selaras dengan sifat MPI sebagai-pelengkap yurisdiksi nasional, maka, secara prinsip, UU 26/2000-lah yang akan diberlakukan guna menyelesaikan kejahatan yang termasuk baik yurisdiksi MPI maupun yurisdiksi. Pengadilan HAM menurut UU 26/2000, yang terjadi sesudah mulai berlakunya Statuta Roma untuk RI, kecuali dalam hal di mana RI dinilai oleh MPI tidak mau (unwilling) atau tidak mampu (unable) melakukan penyelesaian yuridis tersebut dan, dalam keadaan demikian, sesuai dengan Pasal 17 Statuta Roma, yurisdiksi MPI-lah yang akan diberlakukan

Yurisdiksi nasional tidak dapat sepenuhnya diutamakan bagi penyelesaian kejahatan internasional yang termasuk yurisdiksi MPI, karena yurisdiksi Pengadilan HAM menurut UU 26/2000 hanya meliputi sebagian kejahatan yang berada di bawah yurisdiksi MPI menurut Statuta Roma, yakni hanya kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, tanpa kejahatan perang dan kejahatan agresi, dan tidak ada pula peraturan perundang-undangan nasional lain yang mengatur penyelesaian yudisial kejahatan perang dan kejahatan agresi Guna memastikan agar yurisdiksi pidana nasional benarbenar menjadi yurisdiksi utama (primary jurisdiction) sedangkan yurisdiksi -MPI, bagi RI, akan benar-benar bersifat yurisdiksi pelengkap (complementary jurisdiction), maka RI harus membuat undang-undang perubahan atas UU 26/2000 atau undang-undang penggantinya

Peran Statuta Roma yang selain merupakan instrumen hukum pidana internasional untuk menindas dan mencegah kejahatan yang paling serius yang menjadi urusan komunitas internasional secara keseluruhan juga merupakan instrumen hukum Internasional yang melindungi HAM dan menjunjung asas-asaa HAM, maka, Komnas HAM, sesuai dengan tujuan, fungsi, dan wewenangnya dalam pemajuan, perlindungan, penegakkan, dan pelaksanaan HAM, mendorong disahkannya Statuta Roma dalam waktu yang tidak terlampau lama. Seiring dengan proses pengesahan Statuta Roma sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan yang relevan dari UU 24/2000 tentang Perjanjian Internasional, upaya perubahan UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM atau menggantinya dengan undang-undang baru, yang sudah dilakukan oleh Komnas HAM sejak 2005, perlu dipercepat.