I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Staf Pengajar Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam ekonomi Indonesia. Potensi

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

I. PENDAHULUAN. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu tanaman pangan

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Pengelolaan Air Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

TINJAUAN PUSTAKA Asal usul dan Taksonomi Tanaman Kedelai. Kedelai telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM dan merupakan

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PENDUGAAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN NILAI KOEFISIEN TANAMAN (K c. ) KEDELAI (Glycine max (L) Merril ) VARIETAS TANGGAMUS DENGAN METODE LYSIMETER

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman yang menghendaki tanah yang gembur dan kaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

ESTIMASI NERACA AIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE MATTER. RAHARDYAN NUGROHO ADI BPTKPDAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN WAKTU TANAM SEMANGKA (CITRULLUS VULGARIS) BERDASARKAN NERACA AIR LAHAN DI KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

A. Metode Pengambilan Data

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

Tabel 1. Deskripsi tanaman padi varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang (Suprihatno et al. 2009).

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan Januari 2014 di

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak

Analisis Ketersediaan Air terhadap Potensi Budidaya Kedelai (Glycine max (L) Merril) di Daerah Irigasi Siman

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

Fadhilatul Adha 1), Tumiar Katarina Manik 2), R.A.Bustomi Rosadi 3)

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Kata kunci: faktor penyesuai, evapotranspirasi, tomat, hidroponik, green house

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN PADA KONDISI IKLIM YANG BERBEDA

TINJAUAN PUSTAKA. Semua varietas kedelai merupakan tanaman semusim, dan termasuk tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengairi sawah,ladang,perkebunan dan lain-lain usaha pertanian.usaha

ANALISIS KERENTANAN PRODUKTIVITAS KEDELAI (Glycine max (L.)merril) AKIBAT FLUKTUASI NERACA AIR LAHAN DAN DINAMIKA IKLIM DI KABUPATEN GORONTALO

ANALISIS NERACA AIR LAHAN DI KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

2 TINJAUAN PUSTAKA. Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot

PENENTUAN WAKTU TANAM BAWANG MERAH(Allium ascalonicum L) BERDASARKAN NERACA AIR LAHAN DI KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

Keywords: evapotranspiration, TurcLungbein, BanleyCriddle, irrigation

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

I. PENDAHULUAN. dapat menghasilkan genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap berbagai

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dari data klimatologi yang diambil dari stasiun pengamatan Landasan Udara Abdul Rahman Saleh didapatkanlah rata-rata ETo nya adalah 3,77 mm/day.

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

NERACA AIR LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis Jacq), DI KECAMATAN SANGKUB, KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. NERACA AIR 3.1. NERACA AIR WILAYAH PENDAHULUAN HUJAN. Tujuan Instruksional khusus: Mampu menjelaskan Neraca air di mintakat perakaran.

Laju dan Jumlah Penyerapan Air

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada abad ke-19, minuman kopi sangat populer di seluruh dunia dan mulai

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

PENGEMBANGAN PROGRAM ALOKASI AIR(PAA) BERBASIS OPEN OFFICE CALC. Arif Faisol 1), Indarto 2) :

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan dalam negeri. Olahan dari biji kedelai dapat dibuat menjadi tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tepung kedelai, minyak, taosi dan tauco (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013). Terkait dengan itu, pasar kedelai sangat luas dan akan terus berkembang. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2013), menyebutkan bahwa kebutuhan konsumsi kedelai di Indonesia lebih dari 2,2 juta ton/tahun. Hal ini sangat memprihatinkan karena sejak tahun 2011 atau bahkan mungkin sebelumnya, produksi nasional tidak lebih dari 1 juta ton/tahunnya. Pada tahun 2014, produksi kedelai nasional mengalami perkembangan mencapai 955,00 ribu ton. Hasil ini meningkat dari sebelumnya yang selalu mengalami penurunan dari 851,29 ribu ton di tahun 2011; 843,15 ribu ton di tahun 2012 dan 779,99 ribu ton di tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2015). Upaya peningkatan produksi perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kedelai, salah satunya melalui perluasan areal tanam. Lahan kering masam yang ada di Indonesia cukup luas dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai usahatani

kedelai. Misalnya di Lampung yang tersedia lahan sekitar 164 ribu ha, namun kedelai harus bersaing dengan ubi kayu yang pangsa pasarnya sudah terjamin atau bersaing dengan jagung atau padi gogo (Harsono, 2008). Menurut Manik, dkk. (2010), penanaman kedelai perlu diperluas ke lahan kering untuk mengatasi kurangnya areal tanam meskipun dibandingkan dengan lahan kering, lahan sawah memiliki potensi yang lebih besar dalam mendukung peningkatan produksi kedelai. Air sangat dibutuhkan sejak awal pertumbuhan dan pada saat pengisian biji karena itu ketersediaan air merupakan faktor pembatas yang paling menentukan pada usaha tani lahan kering. Tidak semua lahan dapat ditanami sepanjang tahun sebab kemampuannya memanfaatkan air tanah terbatas, walaupun faktor tanah dan potensi biologisnya memungkinkan atau tanamannya peka terhadap cekaman kekeringan (Musa, 2012). Menurut Kurnia (2004), ketersediaan air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, perkolasi dan kehilangan pada saluran. Jumlah air seharusnya berada pada kiasaran air tersedia atau mendekati kapasitas lapang. Jumlah kebutuhan air memiliki hubungan yang erat dengan evapotranspirasi tanaman (ET c ) dan curah hujan (CH) efektif. Jika jumlah CH efektif lebih besar dari evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tercukupi. Sebaliknya, jika jumlah curah hujan lebih rendah dari evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tidak tercukupi (Rizqiyah, 2013). Evapotranspirasi tanaman merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui jumlah konsumsi air oleh tanaman dan mengelola rencana irigasi. Sebuah pendekatan yang umum digunakan untuk mengetahui evapotranspirasi tanaman adalah dengan memperhatikan koefisien tanaman (K c ) dan

evapotranspirai standar. Beberapa metode untuk memperkirakan nilai ET o telah dikembangkan dan diterbitkan dalam FAO Irrigation and Drainage Paper No. 24 'Crop water requirements yaitu metode Blaney Criddle, radiasi, Penman dan metode panci evaporasi. Setelah dilakukan beberapa pendekatan khususnya pada metode Penman, kemudian yang direkomendasikan oleh FAO adalah metode Penman Monteith (Allen et. al., 1998). CROPWAT merupakan software yang dikembangkan oleh FAO sesuai dengan rumus empiris Penman Monteith untuk memperkirakan evapotranspirasi, jadwal irigasi dan kebutuhan air pada yang pola tanam yang berbeda. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa daerah yang kebutuhan airnya lebih besar daripada air yang diberikan, jumlah hasil yang hilang dapat dikurangi secara signifikan dengan penerapan jadwal irigasi yang baik (Nazeer, 2009). Menurut Manik, dkk. (2012), yang telah melakukan penelitian pada dua stasiun dataran rendah di Lampung menyatakan bahwa pendugaan laju evapotranspirasi dengan menggunakan metode Penman-Monteith tidak menghasilkan pendekatan yang erat terhadap hasil pengamatan panci evaporasi. Ada dua kemungkinan penyebab ketidakeratan pendugaan yaitu pengamatan penurunan muka air pada panci evaporasi yang kurang teliti dan data pengamatan menunjukkan bahwa hubungan lama penyinaran dan intensitas radiasi tidak linier sedangkan model Penman-Monteith menggunakan lama penyinaran sebagai parameter radiasi yang kemudian dikonversikan kedalam intensitas radiasi dengan rumus linier. Pola tanam yang diterapkan petani di lahan kering ditentukan berdasarkan lama bulan basah atau bulan kering pada masing-masing zona agroklimat. Lahan

pertanian di Lampung tergolong dalam beberapa zona agroklimat yaitu A hingga B2 (7-9 bulan basah/tahun) dan C2 hingga C3 (5-6 bulan basah/tahun). Pada lahan kering bulan basah 7-9 bulan/tahun, kedelai bisa ditanam sebagai tanaman sekunder. Pola tanam yang diterapkan sebaiknya disesuaikan dengan tanaman utamanya (main crop) yang diusahakan petani setempat (Harsono, 2008). Daerah Masgar dan Terbanggi Besar adalah wilayah yang berpotensi dikembangkan untuk sebagai areal penanaman kedelai di Lampung. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman dalam Nurhayati, dkk. (2010), dua daerah tersebut masuk dalam golongan zona agroklimat antara D2 hingga C2 yang berarti keadaannya cenderung kering, oleh karena itu diperlukan perencanaan penanaman yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui neraca air tanaman sebagai dasar rekomendasi jadwal tanam kedelai di wilayah tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menduga nilai evapotranspirasi standar berdasarkan metode Penman Monteith dengan menggunakan CROPWAT. 2. Menyusun neraca air tanaman kedelai menggunakan CROPWAT dan metode Thornthwite and Mather untuk wilayah Masgar dan Terbanggi Besar berdasarkan koefisien tanaman yang direkomendasikan FAO. 3. Merekomendasikan jadwal tanam kedelai untuk wilayah Masgar dan Terbanggi Besar.

1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh rencana jadwal tanam kedelai untuk direkomendasikan di wilayah Masgar dan Terbanggi Besar. 1.4 Kerangka Pemikiran Upaya peningkatkan hasil produksi kedelai untuk memenuhi target swasembada dapat dilakukan dengan perluasan areal tanam ke lahan kering. Pemanfaatan lahan kering akan memberikan tantangan serius pada petani dalam hal penyediaan kebutuhan air tanaman kedelai. Selain butuh biaya lebih besar yang digunakan untuk budidaya, petani juga membutuhkan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan air tanaman. Menurut Allen et. al. (1998), evapotranspirasi merupakan gabungan dari penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi dan tanaman atau transpirasi. Keduanya terjadi secara bersamaan dan tidak mudah cara untuk membedakan antara dua proses ini. Selain itu, evapotranspirasi terdiri dari tiga macam yaitu crop evapotranspiration under standard condition (ET c ), reference crop evapotranspiratio (ET o ) dan crop evapotranspiration under non standard conditions (ET c adj ). Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi antara lain : 1. Parameter cuaca Parameter cuaca utama yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi, suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin. Penguapan ke atmosfer ditunjukkan oleh evapotranspirasi standar (ET o ).

2. Faktor tanaman Jenis tanaman, varietas dan fase pertumbuhan harus dipertimbangkan ketika menilai evapotranspirasi dari tanaman yang tumbuh dalam jumlah besar. Perbedaan ketahanan terhadap transpirasi, tinggi tanaman, kekasaran tanaman, refleksi, penutup tanah dan karakteristik perakaran tanaman menghasilkan tingkat ET yang berbeda dalam berbagai jenis tanaman di bawah kondisi lingkungan yang identik. 3. Kondisi manajemen dan lingkungan Faktor-faktor seperti salinitas tanah, tanah yang tidak subur, pemupukan yang terbatas, tidak adanya pengendalian penyakit dan hama serta pengelolaan tanah yang buruk dapat membatasi pertumbuhan tanaman dan mengurangi evapotranspirasi. Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan ketika menilai ET adalah penutup tanah, kerapatan tanaman dan kadar air tanah. Pengaruh kadar air tanah terhadap ET terutama oleh besarnya defisit air dan jenis tanah. Di sisi lain, terlalu banyak air akan menghasilkan genangan air yang dapat merusak akar dan membatasi penyerapan air akar dengan menghambat respirasi. Reference crop evaptranspiration atau reference evapotranspiration atau ET o adalah laju evapotranspirasi dari permukaan acuan, yang tidak kekurangan air. Permukaan acuan adalah tanaman rumput acuan dengan tinggi 0,12 m, memiliki tahanan permukaan 70 s m -1 dan albedo 0,23, tanaman menutupi semua areal tanam yang luas, mendapat pengairan yang baik, pertumbuhannya aktif serta tingginya seragam. Beberapa metode telah dikembangkan oleh beberapa ilmuan, namun metode pengukuran tidak langsung yang direkomendasikan oleh FAO

adalah metode Penman Monteih (Allen et. al., 1998). Persamaan dari metode tersebut adalah sebagai berikut: ET o = 0 408 900 T 273 1 0.34u Rn G u e e. Δ 2 s a 2. (1) keterangan : ET o = evapotranspirasi acuan(mm/hari), Rn = radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari), G = kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari), T = temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m ( o C), u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s), e s = tekanan uap jenuh (kpa), e a = tekanan uap aktual (kpa), = kurva kemiringan tekanan uap (kpa/oc), = konstanta psychrometric (kpa/oc). Berdasarkan persamaan tersebut, FAO mengembangkan aplikasi yang memudahkan untuk menghitung ET o, yaitu software CROPWAT (Allen et. al., 1998). Software ini adalah model pengelolaan irigasi dan simulasi perencanaan yang kompleks antara iklim, tanaman dan tanah. CROPWAT dapat membantu untuk memperkirakan evapotranspirasi tanaman, jadwal irigasi dan kebutuhan air pada pola tanam yang berbeda. Model ini dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi dan kebutuhan air tanaman, memberikan rekomendasi dalam perkembangan penerapan irigasi, perencanaan jadwal irigasi dan pengurangan kehilangan hasil dalam berbagai kondisi. Selain itu, dapat dengan tepat memperkirakan penurunan hasil karena kekurangan air dan dampak iklim yang menjadikan model ini sebagai cara yang terbaik untuk perencanaan dan manajemen irigasi (Nazeer, 2009).

Selain ET o, faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi tanaman menurut Allen et. al. (1998) yaitu koefisien konsumtif tanaman (K c ). Koefisien tanaman (K c ) merupakan perbandingan antara besarnya evapotranspirasi tanaman dengan evapotranspirasi standar. Dengan mengetahui nilai K c, maka dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman. Nilai koefisien tanaman bervariasi selama periode pertumbuhan karena perubahan pada vegetasi dan penutupan tanah. Tren K c selama periode pertumbuhan digambarkan dalam kurva koefisien tanaman. Ada tiga nilai K c untuk membuat kurva koefisien tanaman yaitu fase pertumbuhan awal (initial stage, K c ini ), fase pertengahan (mid season stage, K c mid ) dan fase akhir (late season, k c end ) (Rosadi, 2012). Berikut ini adalah contoh gambar tren K c tanaman: Sumber: Allen et. al., 1998 Gambar 1. Kurva K c Tanaman Secara Umum Crop evapotranspiration under standard conditions atau ET c adalah evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit, pupuknya baik, tumbuh di areal luas, di bawah kondisi air tanah yang optimum dan mencapai produksi maksimal di bawah kondisi ikim tertentu. Nilai ET c adalah perkalian dari nilai evapotranspirasi acuan dan koefisien tanaman (Rosadi, 2012).

Dengan menggunakan data iklim dan sifat fisik tanah kemudian dapat disusun neraca air. Neraca air (water balance) menurut Purnama, dkk. (2012), adalah neraca masukan dan keluaran air sehingga dapat diketahui jumlah kelebihan atau kekurangan air yang ada di suatu tempat pada periode tertentu. Beberapa model neraca air yang biasa dikenal antara lain: 1. Model Neraca Air Umum. Model ini menggunakan data klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya bulan-bulan basah. 2. Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan data klimatologis dengan data tanah terutama data kadar air tanah pada kapasitas lapang (KL), kadar air tanah pada titik layu permanen (TLP), dan air tersedia (WHC). 3. Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan data klimatologis, data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu. Data tanaman yang digunakan adalah data koefisien tanaman pada komponen keluaran dari neraca air. Metode yang telah banyak digunakan sebelumnya untuk menghitung neraca air lahan adalah metode Thornthwite and Mather. Menurut Thornthwite and Mather (1957) dalam Mardawilis, dkk. (2011), menyebutkan bahwa rumusan perhitungan neraca air wilayah adalah: 1. ETP (Evapotranspirasi Potensial) = 1,6F (10 T/I) a.... (2) dengan catatan bahwa : I = akumulasi indeks panas dalam satu tahun yaitu : (T/5) 1,54 T = suhu rerata bulanan ( 0 C)

A = ketetapan dengan nilai a = 0,675 x 10-6 I 3 0,771 x 10-4 I 2 + 0,017921 + 0,49239 F = faktor panjang hari (dari bulan ke bulan dalam setahun) 2. APWL (Accumulation Off Potential Water Losses) = akumulasi nilai CH ETP yang bernilai negatif.... (3) 3. KAT (kadar lengas tanah) = KL x ka... (4) dengan catatan bahwa : KL = kapasitas lapang (mm) a = harga mutlak APWL k = nilai ketetapan, dimana k = po + pi/kl (dimana, po = 1,000412351; pi = 1,073807306) 4. dkat = KAT i KAT i-1...... (5) 5. ETA (evapotranspirasi aktual) adalah jika CH > ETP, maka ETA = ETP dan jika CH < ETP, maka ETA = CH + dkat negatif.. (6) 6. Defisit = ETP ETA.... (7) 7. Surplus = CH ETP.... (8) Penentuan awal tanam di wilayah yang sesuai dengan tanaman kedelai sangat dibutuhkan. Jadwal tanam pada masing masing wilayah berbeda karena adanya keragaman pola iklim. Dari hasil analisis selama satu tahun pada masing masing titik pengamatan kemudian ditentukan kadar air tanah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman kedelai selama satu siklus musim tanam dan ditentukan awal musim tanamnya (Nurhayati, dkk., 2010). Menurut Manik, dkk. (2010), menyatakan bahwa waktu tanam sebaiknya dilakukan ketika curah hujan lebih tinggi dari evapotranspirasi untuk menjamin

ketersediaan air. Hal ini berarti penanaman dapat dilakukan pada saat terjadi surplus air sehingga kebutuhan air tanaman akan terjamin aman. Sebaliknya jika penanaman pada saat terjadi defisit air, maka sangat beresiko tanaman akan mengalami kekurangan air. Dalam satu tahun, biasanya petani dapat melakukan budidaya sebanyak 2-3 kali, tergantung pada komoditas yang ditanam. Untuk memperoleh pendapatan yang maksimal, petani juga harus menentukan pola tanam yang sesuai. Misalnya, pola tanam dengan satu komoditas yang sama atau dapat juga divariasikan dengan komoditas lain. Hal ini tentunya dilakukan dengan perhitungan yang tepat khususnya dalam memperhitungkan ketersediaan air bagi tanaman tersebut.