KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN PEMBUKTIAN PUTUSAN HAKIM TENTANG UNSUR MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Pengadilan Tipikor Palu)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai 5 sub pokok bahasan

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk


LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Nama : ALEXANDER MARWATA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB IV KONSEP TENTANG KEUANGAN NEGARA YANG IDEAL BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

Kerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

A. Latar Belakang Masalah

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah digugat di pengadilan oleh

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB 1. Pendahuluan. A. Hukum Keuangan Negara

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

TERDAKWA KASUS KORUPSI DANA BANSOS DITUNTUT 4 TAHUN 6 BULAN PENJARA

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan yang digunakan ialah Yuridis Normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan Pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang penulis peroleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis interpretasi Sistematis, dengan menafsirkan dan menghubungkan undang-undang yang terkait. Berdasarkan hasil penelitian penulis memperoleh jawaban, bahwa adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan pidana yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat, sehingga sejak uang dikeluarkan pada tahun 2002 maka sejak itulah Negara mengalami kerugian, dan keuangan Negara baru dipulihkan sejak uang tersebut secara riil dikembalikan pada tahun 2004. Sedangkan terhadap dissenting opinion, kurang tepat kiranya Dissenting Opininion tersebut, karena unsur kerugian keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi berbeda dengan Undang-undang BPK. Kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi bersifat potensiil, sedangkan dalam kebijakan BPK mengacu pada perbuatan materiil, maka walaupun kerugian terssebut dikembalikan kepada Negara dan keuangan Negara telah dipulihkan namun tidak dapat menghapuskan tindak pidana seperti yang tertera pada pasal 4 UU PTPK. Kata kunci: Kerugian, Keuangan Negara, Korupsi, I. PENDAHULUAN Merugikan keuangan negara merupakan salah satu unsur untuk dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkembangan dalam penerapan pengertian merugikan Keuangan Negara tersebut tidak terlepas dari dari peraturan-peraturan yang terkait dengan pengertian Keuangan Negara. Beberapa kasus yang telah diputuskan dalam tingkat pertama mempunyai penerapan peraturan yang berbeda-beda mengenai 11

definisi keuangan negara, pengertian keuangan negara memang tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada selain ketentuan dalam UU TPK antara lain terdapat dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Permasalahan mendasar adalah keuangan negara dikatikan dengan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yaitu bagaimana pengertian keuangan negara dikaitkan dengan unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi. Yaitu bagaimana pengertian keuangan negara dikaitkan dengan unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi, apakah BUMN Persero yang pengurusannya didasarkan dalam UU PT dapat dikategorikan dalam ketentuan keuangan negara dalam UUPTK dan apakah jika terjadi kerugian terhadap BUMN Persero, UU yang manakah yang akan dipergunakan untuk menilai terjadinya kerugian negara tersebut? 1.1 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : - Bagaimana kerugian negara dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta dalam praktik korupsi sendiri? II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitiannya secara deskriptif analitistis didukung dengan pemahaman secara preskriptif. Sumber dan jenis datanya berupa data primer dan data sekunder, lalu teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi lapangan dan studi kepustakaan. Teknik analisa datanya menggunakan analisis kualitatif dengan pemikiran secara dedukatif-indukatif. 12

III. PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mendefinisikan keuangan negara sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pengertian lain yang lebih sempit adalah Pasal 1 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan penyertaan negara merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Ketika kekayaan negara telah dipisahkan maka kekayaan tersebut bukan lagi masuk ke dalam ranah hukum publik namun masuk ranah hukum privat. Pasal 2 huruf g UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Kekayaan negara yang dipisahkan dalam pengertian ini adalah berbentuk saham penyertaan yang dimiliki oleh negara dalam BUMN, bukan merupakan harta BUMN itu sendiri karena BUMN tunduk kepada ketentuan Hukum Perseroan Terbatas. A. DASAR PERUMUSAN BAGI TERJADINYA KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UU TINDAK PIDANA KORUPSI. Kesalahan pengelolaan keuangan negara menyebabkan peruntukannya tidak tepat sasaran dan menimbulkan kerugian negara. Kesalahan terjadi karena pelakunya melakukan kesengajaan atau kelalaian dalam mengelola keuangan negara. Hal ini tidak boleh dilakukan agar terhindar dari cengkraman hukum sebagai objek hukum bukan merupakan subjek hukum selaku pendukung hak dab kewajiban dalam perhubungan hukum dibidang pengelolaan keuangan negara. Pengertian keuangan negara dalam pasal 1 angka 1 UUKN memiliki substansi 13

yang dapat ditinjau dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Menurut Muhammad Djafar Saidi 1, menjelaskan bahwa Keuangan negara dalam arti luas meliputi hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk barang milik negara, yang tidak tercakup dalam anggaran negara. Sementara itu, keuangan negara dalam arti sempit hanya terbatas pada hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk barang milik negara yang tercantum dalam anggaran negara untuk tahun yang bersangkutan. Kerugian negara menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perbendaharaan Negara (UUPN) adalah: berkurangnya uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Dalam argumentasi lain, mengenai kerugian keuangan negara menurut Bohari 2 bahwa: bukanlah kerugian negara dalam pengertian didunia perusahaan/perniagaan, melainkan suatu kerugian yang terjadi karena sebab perbuatan (perbuatan melawan hukum) dalam kaitan ini, faktor-faktor lain yang menyebabkan kerugian negara adalah penerapan kebijakan yang tidak benar, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Demikian halnya dalam pembuktian tindak pidana korupsi dalam proses persidangan di pengadilan, pembuktian merupakan tahapan yang sangat penting apalagi dalam proses perkara pidana khususnya menyangkut kerugian keuangan negara harus jelas dan pasti. Dalam proses perkara pidana, pembuktian memerlukan ketelitian dan kecermatan hakim sebelum menjatuhkan putusannya. Hal ini karena pada tahap pembuktianlah hakim dapat memperoleh keyakinan 1 Muhammad Djafar Saidi. Hukum Keuangan Negara. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, Hlm 11 2 Bohari.Hukum Keuangan Negara. Tanpa Penerbit. Makassar, 2006, Hlm 29 14

bahwa benar telah terjadi atau tidak terjadi tindak pidana korupsi dan terdakwa nyata-nyata merugikan keuangan negara. Dalam membuktikan perkara tindak pidana korupsi Jaksa Penuntut Umum yang diberikan kewajiban untuk melakukan upaya pembuktian tentang ada tidaknya kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana yang di dakwakan kepada terdakwa hal ini sangat penting karena merupakan salah satu unsur yang harus dibuktikan apakah terdakwa bersalah atau tidak bersalah, karena sesuai dengan ketentuan Pasal 66 KUHAP dijelaskan bahwa : Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Dari penjelasan pasal diatas, jelaslah bahwa upaya pembuktian atas perkara diberikan kepada JPU. Sistem pembuktian yang dianut dan diatur dalam KUHAP terdapat pada Pasal 183 yang penekanannya harus terdapat pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah. Dalam Pasal 183 KUHAP tersebut dijelaskan bahwa : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa pembuktian yang dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum ditujukan untuk membenarkan hal-hal yang termuat di dalam surat dakwaan yang dihadapkan didepan persidangan. Surat dakwaan merupakan surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidik. Surat dakwaan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di depan persidangan. Fakta yang diajukan dalam surat dakwaan inilah yang nanti di uji kebenarannya dalam persidangan dengan kata lain surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh penuntut mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan 15

Ketika faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara tersebut dikaji dalam aspek hukum, kerugian negara berada dalam rana hukum publik, seperti hukum keuangan negara dan hukum pidana. Kedua jenis hukum ini memiliki substansi yang berbeda tetapi tetap pada tujuan yang sama berupa menempatkan keuangan negara dalam kedudukan normal. Hal ini didasarkan bahwa keuangan negara merupakan daya dukung dalam rangka mencapai tujuan negara sebagaimana dimaksudkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Kerugian negara dan tuntutan ganti kerugian merupakan substansi dalam hukum keuangan negara yang melibatkan pihak pengelola keuangan negara dengan pihak yang berwenang melakukan tuntutan ganti kerugian. Ketika salah satu pihak tidak dapat melaksanakan fungsinya, berarti terdapat kendala terhadap penegakan hukum keuangan negara. Kendala itu harus dikesampingkan sehingga tujuan negara yang hendak dicapai dapat memperoleh pembiayaan sebagaimana yang diamanatkan dalam anggaran negara. Sementara terkaitnya hukum pidana dalam masalah kerugian negara karena perbuatan itu dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara atau bahkan perekonomian negara. Hal ini didasarkan bahwa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara merupakan salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam UUPTPK. Dilain pihak, sebenarnya hukum perdata tidak menjangkau mengenai kerugian negara dan penyelesaiannya walaupun terdapat prosedur tuntutan ganti kerugian maupun penjatuhan sanksi berupa ganti kerugian. Ketidakjangkauan hukum perdata disebabkan substansi hukum yang terkandung didalamnya hanya bersifat keperdataan, yakni mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan orang lain saja. Timbulnya kerugian negara menurut Djoko Prakoso 3 sangat terkait dengan berbagai transaksi. Seperti transaksi barang dan ajasa, transaksi yang terkait 3 Djoko Prakoso. Kejahatan-kejahatan yang merugikan Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1987, Hlm 76 16

dengan utang piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya dan pendapatan. bahwa tiga kemungkinan terjadinya kerugian negara tersebut menimbulkan beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat merugikan keuangan negara, adalah sebagai berikut : 1. Terdapat pengadaan barang-barang dengan harga yang tidak wajar karena jauh diatas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan negara sebesar selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang sebenarnya. 2. Harga pengadaan barang dan jasa ajar-ajar tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi barang dan jasa yang dipersyaratkan. Kalau harga barang dan jasa murah, tapi kualitas barang dan jasa kurang baik, maka dapat dikatakan juga merugikan keuangan negara; 3. Terdapat transaksi yang memperbesar uang negara secara tidak wajar, sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negara karena kewajiban negara untuk membayar utang semakin besar. 4. Piutang negara berkurang secara tidak wajar dapat juga dikatakan merugikan keuangan negara. 5. Kerugian negara dapat terjadi kalau aset negara berkurang karena dijual dengan harga yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau ditukar dengan pihak swasta atau perorangan (ruilags) 6. Untuk merugikan negara adalah dengan memperbesar biaya instansi atau perusahaan. Hal ini dapat terjadi baik karena pemborosan maupun dengan cara lain, seperti membuat biaya fiktif. Dengan biaya yang diperbesar, keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak semakin kecil dan hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan sebenarnya, sehingga mengurangi penerimaan resmi perusahaan tersebut. Kerugian negara sebagaimana tersebut merupakan kerugian negara ditinjau dari aspek hukum keuangan negara dalam arti terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh suatu instansi atau suatu perusahaan yang mengaitkan keuangan negara dalam aset perusahaan yang bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk memisahkan secara tegas kerugian negara yang terkait dengan 17

hukum keuangan negara dengan hukum pidana. Oleh karena, dalam UUKN memiliki substansi yang memandang kerugian negara tidak hanya tertuju pada pengelolaan keuangan negara tetapi termasuk pula merugikan perekonomian negara. Adapun dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi berkaitan pengertian kerugian keuangan negara dengan mengadopsi pengertian keuangan negara sebagaimana diuraikan dalam penjelasan undangundang tindak pidana korupsi yaitu: Unsur Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara. 1. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara atau perekonomian negara adalah seluruh kekayaaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: - Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah dan - Berada dalam pengurusan dan pertangungjawaban badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. 2. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan perekonomian negara kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang berdasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat V. KESIMPULAN Dari hasil pemaparan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 18

Adapun yang menjadi dasar perumusan bagi terjadinya kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi yaitu dengan mengadopsi penjelasan undang-undang tindak pidana korupsi yaitu bahwa yang dimaksud dengan keuangan negara atau perekonomian negara adalah seluruh kekayaaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. Dapat diketahui bahwa pengertian keuangan negara yang dapat merugikan keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi menggunakan pengertian merugikan keuangan negara dalam penjelasan tindak pidana korupsi, bukan pengertian keuangan negara menurut undang-undang perbendahaan negara atau undang-undang keuangan negara walaupun dasar pertimbangan tentang merugikan keuangan negara tetap mengadopsi undang-undang tersebut. dengan demikian maka perumusan keuangan negara menggunakan beberapa pendekatan yaitu : Pendekatan dari sisi objek keuangan negara; pendekatan subjek, keuangan negara, pendekatan proses dan pendekatan tujuan.dengan pendekatan sebagaimana diuraikan diatas, undang-undang nomor 17 tahun 2003 merumuskan Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. VI. DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Jurisprudence), Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence). Jakarta, Kencana Prenada, 2009. Bohari. Hukum Keuangan Negara. Tanpa Penerbit. Makassar, 2006. 19

Djoko Prakoso. Kejahatan-kejahatan yang merugikan Negara, Bina Aksara, Jakarta, 1987. Muhammad Ray Akbar, Mengapa harus Korupsi. Penerbit: Akbar, Jakarta, 2008. Muhammad Djafar Saidi. Hukum Keuangan Negara. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013 PERA.TURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendahaan Negara Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU. Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 20