BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hadi Wiguna Kurniawan, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini membahas tentang pendekatan dan metode penelitian, definisi

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gina Aprilian Pratamadewi, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB II. Tinjauan Pustaka

MENGEMBANGKAN SELF CONCEPT SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menimbulkan banyak masalah bila manusia tidak mampu mengambil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: Pendidikan formal,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. individu tentang dirinya sendiri inilah yang disebut konsep diri.

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

PENGARUH KONSEP DIRI SISWA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KEMANDIARIAN BELAJAR SISWA SMP DI PALU SULAWESI TENGAH. Nurwahyuni

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 1 GUNUNG TALANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN. dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 24 tahun (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

OLEH : DINA OFTAVIANA NPM :

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi sampai dengan akhir hayat. Selama rentang waktu itu sterjadi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam peneltian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi belajar. studi, angka kelulusan, prediket keberhasilan, dan semacamnya (Azwar, 1996).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI (SELF ESTEEM) DENGAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL SISWA KELAS X SMA NEGERI 3 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif yang merupakan pendekatan utama dan pendekatan kualitatif sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Pada setiap tahap perkembangan individu harus menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Tugas-tugas tersebut disebut dengan tugas perkembangan. Selama menjalani tugas perkembangan, individu akan dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Individu yang menjalani masa remaja akan menghadapi berbagai macam permasalahan terutama dalam menyelesaikan tugas perkembangannya. Masa remaja dapat dikatakan masa perkembangan yang berperan penting dalam menentukan masa perkembangan individu selanjutnya. Menurut Hurlock (2004:207) berbagai pengaruh pada perkembangan di masa remaja dapat memberikan akibat pada masa perkembangan selanjutnya terutama masa dewasa. Permasalahan yang dihadapi remaja juga dikarenakan masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Lebih jelasnya Hurlock (2004:207) mengemukakan masa peralihan merupakan periode dimana individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa remaja individu memiliki peranan yang tidak jelas karena remaja bukanlah anak-anak, bukan pula orang dewasa. Status ketidakjelasan yang menyebabkan masa remaja sebagai tahapan peralihan merupakan masa dimana individu mencari eksistensi diri untuk mendapatkan pengakuan diri. 1

2 Kebingungan remaja dalam menyikapi kondisi fisik dan psikologis pada masa peralihan sering menimbulkan perilaku salah suai. Hal tersebut ditampilkan dalam bentuk rasa rendah diri, cemas yang berlebihan, dan pandangan diri yang cenderung negatif (Pudjijogyanti, 1993:41). Masa remaja yang dialami oleh sebagian besar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada pada masa remaja madya (15-18 tahun) tidak terlepas dari berbagai perilaku salah suai. Hal tersebut berdampak tidak baik bagi aktualisasi potensi diri dan perkembangan pribadi remaja. Pudjijogyanti (1993:1) menjelaskan hasil pengamatan yang dilakukannya, ternyata banyak siswa yang mengalami kegagalan dalam pelajaran bukan disebabkan oleh tingkat intelegensi yang rendah atau keadaan fisik yang lemah, namun oleh perasaan tidak mampu dalam mengerjakan tugas. Cara pandang individu terhadap kemampuannya berpengaruh kepada kemampuan individu dalam mengoptimalkan dirinya untuk meraih tujuan dan prestasinya, seperti yang diungkapkan oleh Santrock yaitu (2006:524): remaja yang memiliki prestasi baik di bidang akademis di sekolah, yang secara aktif berpartisipasi di berbagai klub yang diterima oleh masyarakat, atau yang memiliki kemampuan di bidang atletik, orang-orang seperti ini cenderung mengembangkan cara pandang yang positif terhadap diri mereka sendiri Perasaan tidak mampu, merasa diri lemah, tidak berdaya merupakan pandangan diri individu yang negatif. Pandangan diri yang negatif ini akan mempengaruhi bagaimana individu bersikap. Apabila individu memandang diri tidak mampu dalam menyelesaikan permasalahan, seterusnya individu akan bersikap sebagai individu yang tidak mampu dalam menyelesaikan masalah.

3 Bila pandangan negatif terus melekat pada individu dalam rentang waktu yang lama akan berdampak depresi pada individu seperti yang dikemukakan oleh Clark & Beck : Pandangan diri yang negatif dan berkepanjangan dapat menjadikan remaja mengalami depresi. Individu yang mengalami depresi dikarenakan pada awal skema kognitif dengan karakteristik berupa rendahnya pandangan terhadap diri sendiri dan tidak yakin mengenai masa depan. (Beck, 1976; Clark & Beck, 1989; Kovacs, 1989 dalam Santrock, 2006:530). Lebih lanjut Santrock (2006:530) menjelaskan kebiasaan memiliki pandangan negatif semakin menambah dan memperluas pengalaman negatif yang dimiliki individu ketika mengalami depresi, selanjutnya remaja akan menyalahkan diri sendiri lebih dari seharusnya. Pandangan diri individu terhadap diri adalah konsep diri (Calhoun & Acocella, 1995:90). Terdapat dua jenis konsep diri, yaitu: konsep diri yang positif dan konsep diri yang negatif. Konsep diri yang positif adalah individu mampu memandang diri secara baik, berupa penerimaan diri. Konsep diri yang negatif cenderung merasa diri yang paling tidak beruntung dan tidak mampu menerima diri sebagaimana adanya. Hurlock (Yusuf, 2002:6) mengemukakan konsep diri merupakan inti atau gravitasi kepribadian, sehingga konsep diri berpengaruh terhadap aktivitas individu. Pendapat mengenai konsep diri berpengaruh terhadap kualitas sikap dan perilaku individu, baik dengan diri sendiri (intrapersonal), maupun dengan orang lain atau lingkungannya (interpersonal).

4 Konsep diri negatif berdampak pada perkembangan kepribadian remaja. Hal tersebut dikarenakan pola kepribadian dibentuk oleh konsep diri yang dimiliki individu. Pandangan individu yang merasa diri bodoh, tidak berpenampilan menarik, tidak memiliki kemampuan apapun, dan merasa diri paling tidak beruntung. Pandangan negatif menimbulkan permasalahan: perasaan minder, tidak percaya diri, putus asa, dan penyesalan terhadap diri. Pandangan diri yang negatif dapat mengakibatkan pribadi individu menjadi tertutup sehingga mengganggu perkembangan kepribadian yang tidak sehat. Syarif (2007:63) dalam penelitian mengenai faktor determinan yang mempengaruhi pembentukan konsep diri remaja pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Margahayu Bandung, menyebutkan gambaran konsep diri siswa SMA Negeri 1 Margahayu Bandung menunjukan 52,29% siswa memiliki konsep diri positif dan 47,71% siswa memiliki konsep diri negatif. Penelitian menunjukan siswa SMA masih memiliki kecenderungan konsep diri negatif, apabila tidak segera ditanggulangi berdampak pada permasalahan akademis atau belajar, kepribadian dan sosial. Oleh karena itu konsep diri siswa SMA masih perlu diarahkan mengingat konsep diri bersifat dinamis. Sekolah memiliki peranan dalam membentuk konsep diri siswa yang positif. Optimalisasi bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat lagi dikesampingkan, mengingat permasalahan yang akan dihadapi oleh para siswa apabila konsep diri tidak segera ditanggulangi. Berbagai macam dampak yang terkait dengan konsep diri negatif, seperti permasalahan akademis, sosial, dan

5 pribadi, menjadi tanggung jawab bimbingan dan konseling dalam mengembangkan konsep diri siswa di sekolah. Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari sekolah dalam memberikan layanan yang bersifat psiko-edukatif, yaitu layanan yang tidak didapat oleh siswa dari kegiatan belajar-mengajar di kelas. Winkel (1997:68) menyebutkan tujuan dari layanan bimbingan dan konseling merupakan perkembangan kepribadian seoptimal mungkin. Lebih lanjut Winkel mengemukakan dalam mengembangkan dirinya sendiri individu harus memahami dirinya, mengenal lingkungan hidupnya, harus membangun cita-cita yang ingin dicapai, harus menimbang beraneka dorongan motivasional yang terdapat dalam dirinya sendiri, harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang terbuka baginya untuk mencapai individu, mengadakan evaluasi atas dirinya sendiri dan arah kehidupannya sendiri. Kecenderungan remaja dalam menghadapi hambatan dalam menerima dirinya sangat penting untuk ditanggulangi, Calhoun & Acocella (1995:73) menyebutkan dasar dari konsep diri adalah penerimaan diri. Remaja membutuhkan layanan bantuan dalam menyelesaikan hambatan dalam menerima keadaan dirinya. Peran guru pembimbing sebagai tenaga profesional dalam mendampingi para siswa sangat strategis, sehingga siswa dapat mengembangkan konsep diri yang lebih positif dibandingkan sebelumnya. Layanan bimbingan yang diharapkan mampu mengembangkan konsep diri siswa SMA sehingga perkembangan kepribadian siswa menjadi sehat adalah bimbingan pribadi. Winkel (1982:45) mengungkapkan bimbingan pribadi ialah

6 bimbingan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi; bila kesulitan tertentu berlangsung terus dan tidak mendapat penyelesaiannya terancamlah kebahagiaan hidup, malah akan timbul gangguan-gangguan mental. Upaya guru pembimbing menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi siswa SMA adalah dengan menyusun program bimbingan dan konseling sesuai dengan permasalahan yang umumnya dihadapi para siswa. Begitu pula permasalahan yang menyangkut konsep diri siswa, upaya dalam penyusunan program merupakan usaha guru pembimbing, akan tetapi dalam hal ini guru pembimbing menerapkan program kegiatan bimbingan yang telah disusun sehingga melalui campur tangan guru pembimbing siswa memiliki konsep diri yang positif. Berdasarkan paparan yang telah disampaikan, fokus masalah penelitian adalah konsep diri siswa SMA, berdasarkan profil konsep diri dikaji program hipotetik bimbingan pribadi. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengembangkan konsep diri siswa SMA yang positif. Skripsi ini diberi judul Konsep Diri Siswa SMA Negeri 11 Bandung Kelas XI Tahun Ajaran 2009/2010 (Studi ke Arah Pengembangan Program Bimbingan Pribadi) B. Identifikasi Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Pudjijogyanti (1993:94) masa peralihan yang dialami oleh remaja menimbulkan perubahan yang sangat menegangkan. Perubahan yang diawali oleh perubahan fisik, yaitu dengan berkembangnya tanda-tanda kelamin

7 sekunder. Hurlock (2004:207) menjelaskan tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku pada masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik dan perilaku yang dialami oleh remaja akan menimbulkan ketidakpuasan terhadap dirinya. Menurut Erickson (Pudjijogyanti, 1993:42) keadaan fisik pada masa remaja merupakan sumber pembentukan identitas diri dan konsep diri. Penerimaan diri merupakan salah satu faktor bagi remaja untuk memiliki konsep diri yang positif. Brooks (Rakhmat, 2005:99) mendefinisikan konsep diri sebagai those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interact with others. Konsep diri adalah pandangan atau persepsi diri terhadap fisik, sosial, dan psikologi dari pengalaman yang didapat melalui interaksi individu dengan individu lain. Pandangan terhadap diri pada masa remaja harus stabil, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (2004:235): Remaja harus mempunyai konsep diri yang stabil. Konsep diri biasanya bertambah stabil dalam periode masa remaja. Hal ini memberi perasaan kesinambungan dan memungkinkan remaja memandang diri sendiri dalam cara yang konsisten, tidak memandang diri hari ini berbeda dengan hari lain. Selain itu dapat meningkatkan harga diri dan memperkecil perasaan tidak mampu. Apabila remaja memiliki perasaan tidak mampu yang berlebihan, remaja akan memandang dirinya sebagai individu yang tidak berdaya, merasa lemah, tidak memiliki kelebihan, bodoh, bahkan rasa cemas yang berlebihan. Pandangan remaja terhadap dirinya menjadikan remaja memiliki konsep diri yang negatif.

8 Konsep diri negatif yang berkepanjangan dapat menjadikan remaja mengalami depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Dobson dan Shaw (1987 dalam Calhoun & Acocella, 1995:7) menunjukan konsep diri negatif sering kali berhubungan dengan depresi klinis. Depresi diakibatkan dari ketidakmampuan remaja dalam menghadapi masalah. Perasaan tidak mampu merupakan konsep diri yang negatif, sehingga perkembangan kepribadian remaja menjadi tidak sehat. Konsep diri merupakan pola dalam pembentukan kepribadian remaja. Apabila konsep diri remaja cenderung negatif maka secara keseluruhan kepribadian remaja terganggu. Masa remaja yang merupakan masa transisi dari peran anak ke peran orang dewasa diharapkan memiliki konsep diri yang positif. Hal tersebut dikarena pada saat dewasa konsep diri individu akan stabil. Remaja menghabiskan sebagian waktunya di sekolah, dikarenakan sekolah merupakan lingkungan kedua yang dapat memberikan pengalaman baru bagi remaja dalam membentuk konsep diri yang positif. Pudjijogyanti (1993:49) menjelaskan sekolah mempunyai fungsi sebagai wadah untuk mewujudkan seluruh kemampuan siswa dan merupakan lingkungan yang dapat memberikan pengalaman baru kepada siswa, maka sekolah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan konsep diri siswa. Guru pembimbing atau konselor sekolah memiliki peran yang amat penting dalam mengembangkan konsep diri siswa di sekolah. Hal tersebut dikarenakan fungsi dan peran guru pembimbing yang strategis. Tugas dan peran guru pembimbing dalam mendampingi siswa menempatkan guru pembimbing sebagai tenaga profesional dalam memberikan layanan bantuan yang bersifat

9 psiko-edukatif. Bentuk layanan yang dikembangkan difokuskan untuk dapat mengembangkan konsep diri para siswa. Combs (Nelson, 1972:52) menyebutkan layanan bimbingan dan konseling merupakan campur tangan yang tepat dalam pembentukan konsep diri yang positif di institusi pendidikan atau sekolah. Bimbingan dan konseling di sekolah berfungsi dalam pemberian informasi mengenai pemahaman diri, sehingga melalui pemahaman diri tersebut siswa dapat merubah konsep dirinya menjadi lebih positif. Konsep diri merupakan pola dari kepribadian, maka bantuan dalam memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu menangani masalahnya merupakan bagian dari layanan bimbingan pribadi. Layanan bimbingan pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalahnya sendiri sehingga diharapkan mampu mengembangkan konsep diri siswa. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disampaikan secara umum masalah dalam penelitian adalah bagaimana program bimbingan pribadi yang dapat mengembangkan konsep diri siswa Sekolah Menengah Atas. Agar penelitian lebih terfokus dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian diantaranya sebagai berikut. 1. Seperti apa gambaran umum konsep diri siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung tahun ajaran 2009/2010?

10 2. Layanan kebutuhan bimbingan pribadi seperti apa yang dibutuhkan bagi siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung dalam mengembangkan konsep dirinya? 3. Program hipotetik bimbingan pribadi seperti apa yang dapat mengembangkan konsep diri siswa SMA Negeri 11 Bandung tahun ajaran 2009/2010? D. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan menghasilkan program hipotetik bimbingan pribadi yang dapat mengembangkan konsep diri siswa SMA. Secara khusus penelitian bertujuan: 1. Memperoleh gambaran umum konsep diri siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung tahun ajaran 2009/2010. 2. Memperoleh gambaran kebutuhan layanan bimbingan pribadi bagi siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung dalam mengembangkan konsep diri. 3. Program hipotetik bimbingan pribadi untuk mengembangkan konsep diri siswa SMA Negeri 11 Bandung tahun ajaran 2009/2010. E. Asumsi Penelitian Penelitian dilaksanakan berdasarkan atas asumsi sebagai berikut. 1. Konsep diri merupakan pandangan individu terhadap dirinya dan bagaimana cara individu menyikapi individu lain memandang dirinya (Hurlock, 1974:21).

11 2. Konsep diri positif merupakan pemahaman dan penerimaan seseorang terhadap sejumlah fakta yang mungkin sangat beragam tentang dirinya secara positif dan dinamis (Calhoun & Acocella, 1995:74). 3. Permasalahan pribadi yang dicakup oleh layanan bimbingan pribadi adalah persepsi siswa terhadap diri, motivasi diri, pemahaman karakteristik diri, dan keberminatan siswa (Nordberg, 1970:6). 4. Bimbingan dan konseling merupakan campur tangan yang tepat dalam pembentukan konsep diri yang positif bagi para siswa di lingkungan pendidikan (sekolah) (Combs, dalam Nelson, 1972:52). F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah menjadi rujukan program yang kemudian dapat digunakan oleh guru pembimbing untuk membantu siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif. G. Definisi Operasional Variabel Program bimbingan pribadi untuk mengembangkan konsep diri siswa SMA dalam penelitian adalah rancangan aktivitas yang terencana dalam mengembangkan pandangan siswa tentang diri dan cara siswa menyikapi pandangan orang lain tentang diri yang meliputi aspek physical self-concept, psychological self-concept, dan attitudinal. a. Physichal self-concept, meliputi kondisi fisik, daya tarik tubuh, dan persepsi diri tentang perilaku diri yang diperoleh dari kesan orang lain.

12 b. Psychological self-concept, meliputi karakteristik diri yang khas, kemampuan dan ketidakmampuan diri, latar belakang dan asal usul keluarga, dan kualitas penyesuaian hidup. c. Attitudinal, meliputi perasaan individu tentang dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya sekarang dan masa depannya, sikap tentang keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaan. H. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian agar memperoleh data berupa angka-angka tentang konsep diri siswa SMA yang dapat diolah dengan menggunakan perhitungan statistika. Data yang diperoleh dan diolah dapat menggambarkan profil konsep diri siswa SMA. Metode yang digunakan adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan permasalahan konsep diri siswa SMA. I. Subjek Penelitian Populasi penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung. Pengambilan sampel mengacu pada pendapat Surakhmad (Riduwan, 2008:65) yaitu bila populasi dibawah 100 dapat dipergunakan sampel sebesar 50%, dan jika berada diantara 100 sampai 1000, maka dipergunakan sampel sebesar 15%-50% dari jumlah populasi.

13 Sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak pada siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung. Seluruh individu yang menjadi anggota populasi memiliki peluang yang sama dan bebas dipilih sesuai anggota sampel. J. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik yang dilakukan dalam mengumpulkan data adalah angket (kuesioner). Data yang dikumpulkan yaitu mengenai konsep diri siswa kelas XI SMA Negeri 11 Bandung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Angket tentang konsep diri siswa untuk mengetahui konsep diri siswa kelas XI di SMA Negeri 11 Bandung. Angket disusun oleh peneliti dengan mengacu pada Hurlock (1974:22) yang menyebutkan terdapat tiga pola konsep diri, yaitu fisik (physical self-concept), psikis (psychological self-concept) dan attitudinal. Angket yang telah disusun kemudian dipertimbangkan oleh tiga ahli dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Angket yang akan disusun berbentuk force-choice (ya-tidak). 2. Pedoman penilaian untuk menguji validasi program dari pakar terhadap program bimbingan pribadi untuk mengembangkan konsep diri siswa Sekolah Menengah Atas. Isi program bimbingan pribadi dalam penelitian meliputi komponen program, struktur program dan isi program secara keseluruhan.