BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB II TI JAUA PUSTAKA

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB 2 LANDASAN TEORI

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 7 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

BAB II LANDASAN TEORI. dihadapi dengan standar median filter. Perbedaan mendasar antara dua filter ini

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONVOLUSI UNTUK PELEMBUTAN CITRA (IMAGE SMOOTHING) DALAM OPERASI REDUKSI NOISE

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

Implementasi Reduksi Noise Citra Berwarna dengan Metode Filter Median dan Filter Rata-rata

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 6 Restorasi Citra (Image Restoration) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Model Citra (bag. 2)

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE HARMONIC MEAN FILTERDAN CANNY UNTUK MEREDUKSI NOISEPADA CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

IDENTIFIKASI DAUN BERDASARKAN FAKTOR KEKOMPAKAN DAN FAKTOR KEBUNDARAN BENTUK DAUN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merekam suatu adegan melalui media indra visual. Citra dapat dideskripsikan

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

By Emy 1 MEREDUKSI NOISE By Emy By Emy

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Closed Circuit Television (CCTV)

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing)

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Model Citra (bag. I)

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB 2 LANDASAN TEORI

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PERANCANGAN PENGARANGKAT LUNAK MEREDUKSI NOISE CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN CONTRAHARMONIC MEAN FILTTER

Pengolahan citra. Materi 3

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI TRANSFORMASI WATERSHED UNTUK SEGMENTASI CITRA DENGAN SPATIAL FILTER SEBAGAI PEMROSES AWAL

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang mewakili orang tersebut, foto sinar X-thorax yang mewakili gambar bagian tubuh seseorang dan lain sebagainya (Hestiningsih, Idhawati., 2008). Citra yang terlihat merupakan cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek. Sumber cahaya tersebut akan menerangi objek, objek kemudian akan memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya lalu ditangkap oleh alat-alat optik, seperti mata manusia, kamera, scanner, dan sensor satelit, kemudian direkam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat optic berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan. 2.1.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecemerlangan atau intensitas cahaya citra pada titik tersebut. Citra digital adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya yang disebut sebagai elemen gambar atau piksel menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam bilangan bulat (integer). Sebuah piksel merupakan sampel dari pemandangan yang mengandung intensitas citra yang dinyatakan dalam bilangan bulat. Untuk menunjukkan lokasi suatu piksel, koordinat (0,0) digunakan untuk posisi kiri atas dalam bidang citra, dan koordinat (m-1,n-1)

digunakan untuk posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n piksel dimana m adalah kolom dan n adalah baris. Untuk menunjukkan tingkat pencahayaan suatu piksel, seringkali digunakan bilangan bulat yang besarnya delapan bit dengan lebar selang nilai 0-255 dimana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih, dan tingkat abu-abu berada di antara nilai 0 dan 255 (Ahmad, Usman., 2005). Source: Hestiningsih, I. 2008 Gambar 2.1 Gambar posisi letak piksel Beberapa jenis citra yang sering digunakan adalah sebagai berikut: 1. Citra Biner (Monokrom) Citra biner merupakan citra yang telah melalui proses pemisahan piksel-piksel berdasarkan derajat keabuan yang dimiliki. Citra biner adalah citra yang hanya direpresentasikan nilai tiap pikselnya dalam satu bit (satu nilai binary). Banyaknya warna yang terdapat pada citra biner adalah dua, yaitu hitam dan putih. Salah satu contoh dari gambar biner dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dibutuhkan satu bit di memori untuk menyimpan kedua warna ini. Setiap piksel pada citra bernilai 0 untuk hitam dan 1 untuk putih (Hestiningsih, Idhawati., 2008).

Contoh: Gambar 2.2 Contoh Citra Biner 2. Citra Grayscale (Skala Keabuan) Citra warna grayscale menggunakan warna tingkatan warna abu-abu. Warna abu-abu merupakan satu-satunya warna pada ruang RGB dengan komponen merah, hijau, dan biru mempunyai intensitas yang sama. Banyaknya warna yang ada tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna ini. Salah satu contoh gambar grayscale dapat dilihat pada Gambar 2.2. Contoh, citra dengan skala keabuan empat bit maka jumlah kemungkinan warnanya adalah warna dengan kemungkinan warna 0 (min) sampai 15 (max) (Hestiningsih, Idhawati., 2008).

Gambar 2.3 Contoh Citra Grayscale 3. Citra Warna (True Color) Setiap piksel yang terdapat pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar (RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap warna memiliki gradasi sebanyak 255 warna. Berarti setiap piksel memiliki kombinasi warna sebanyak = lebih dari 16 juta warna. Itulah sebabnya format ini dinamakan true color karena memiliki jumlah warna yang cukup besar. Misalnya warna kuning merupakan kombinasi dari warna merah dan hijau sehingga nilai RGB warna tersebut adalah 255 255 0, contohnya dapat dilihat pada Gambar 2.3. Salah satu contoh gambar true color dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Contoh palet warna kuning pada photoshop

Source: www.pacific-resorts.com Gambar 2.5 Contoh Citra True Color 2.2 Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra digital merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, transformasi geometrik, skala), agar mudah diinterpretasi oleh manusia/mesin (komputer). Masukkannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan misal citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring), dan mengandung noise (misal bintikbintik putih) sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan menjadi berkurang. Contoh pengolahan citra digital yang sering dilakukan yaitu: 1. Perbaikan Kualitas Citra (image enhacement) Operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan memanipulasi parameter-parameter citra sehingga citra yang dihasilkan akan semakin baik. Operasi perbaikan citra: a. Perbaikan kontras gelap/terang. b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement). c. Penajaman (sharpening). d. Pemberian warna semu (pseudocoloring). e. Penapisan derau (noise filtering). Contohya dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Source: Hestiningsih, I. 2008 Gambar 2.6 Contoh Noise Filtering 2. Pemugaran Citra (image restoration) Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan cacat pada citra. Hal ini hampir sama dengan perbaikan citra perbedaannya adalah penyebab degradasi citra diketahui. Operasi perbaikan citra yaitu: a. Penghilangan kesamaran (image deblurring). b. Penghilangan derau (noise). 3. Pemampatan Citra (image compression) Operasi ini dilakukan agar citra direpresentasikan dalam bentuk lebih kompak, sehingga keperluan memori lebih sedikit namun dengan tetap mempertahankan kualitas gambar. Contohnya suatu citra dalam format BMP dimampatkan menjadi format JPG. Salah satu contoh pemampatan citra dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Source: Hestiningsih, I. 2008 Gambar 2.7 Contoh Image Compression 4. Segmentasi Citra (image segmentation) Operasi segmentasi citra ini bertujuan untuk memecah citra menjadi beberapa segment dengan kriteria tertentu. Biasanya berkaitan dengan pengenalan pola. Segmentasi membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan tertentu antara derajat keabuan suatu piksel dengan derajat keabuan piksel-piksel tetangganya. Salah satu contoh segmentasi citra dapat dilihat pada Gambar 2.7. Source: Hestiningsih, I. 2008 Gambar 2.8 Contoh Image Segmentation

5. Analisis Citra (image analysis) Operasi ini bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif dari citra untuk menghasilkan deskripsinya. Proses ini biasanya diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh operasi analisis citra yaitu: a. Pendeteksian tepian objek (edge detection). Salah satu contoh edge detection dapat dilihat pada Gambar 2.8. b. Ekstraksi batas (boundary). c. Representasi daerah (region). Source: Hestiningsih, I. 2008 Gambar 2.9 Contoh edge detection 6. Rekontruksi Citra (image recontruction) Operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra hasil proyeksi. Operasi rekontruksi citra biasanya banyak digunakan pada bidang medis Contohnya beberapa foto rontgen digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh. Pada Gambar 2.9 dapat dilihat hubungan pengolahan citra. Maksud dari citra baru pada gambar adalah citra yang telah mengalami pengolahan citra seperti perbaikan citra, segmentasi citra, dan pemampatan citra. Citra Pengolahan citra Citra baru Gambar 2.10 Hubungan pengolahan citra

2.3 Noise Noise muncul biasanya sebagai akibat dari pembelokan yang tidak baik. Gangguan tersebut umumnya berupa variasi intensitas suatu piksel yang tidak berkorelasi dengan piksel-piksel tetangganya. Secara visual, gangguan mudah dilihat oleh mata karena tampak berbeda dengan piksel tetangganya. Piksel yang mengalami gangguan umumnya memiliki frekuensi tinggi. Komponen citra yang berfrekuensi rendah umumnya mempunyai nilai piksel konstan atau berubah sangat lambat (Munir, R., 2004). Ada tiga jenis noise, yaitu Gaussian Noise, Speckle Noise, dan Salt and Pepper Noise. 1. Gaussian Noise merupakan model noise yang mengikuti distribusi normal standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi 1. Efek dari Gaussian Noise ini pada gambar adalah munculnya titik-titik berwarna yang jumlahnya sama dengan persentase noise. 2. Speckle Noise merupakan model noise yang memberikan warna hitam pada titik yang terkena noise. 3. Salt and Pepper Noise adalah bentuk noise yang biasanya terlihat titik-titik hitam dan putih pada citra seperti tebaran garam dan merica. Source: Basuki, A. 2005 (a) (b) (c) Gambar 2.11 Macam-macam noise (a) Noise Gaussian, (b) Noise Speckle, dan (c) Noise Salt and Pepper

Pada suatu pengolahan citra terkadang untuk menguji suatu algoritma untuk dapat mereduksi noise, maka noise dihasilkan dari proses pembangkitan noise. Untuk membangkitkan noise digunakan suatu bilangan acak sebagai pengganti noise yang dihasilkan (Basuki et al, 2005). 2.3.1 Membangkitkan Gaussian Noise Gaussian Noise dapat dibangkitkan dengan cara membangkitkan bilangan acak [0.1] dengan distribusi Gaussian. Kemudian untuk titik-titik yang terkena noise, nilai fungsi citra ditambahkan dengan nilai noise yang ada, atau dirumuskan dengan: y(i,j) = x(i,j) + p.a di mana: a adalah nilai bilangan acak berdistribusi Gaussian p adalah persentase noise y(i,j) adalah nilai citra yang terkena noise x(i,j) adalah nilai citra sebelum terkena noise Untuk dapat membangkitkan bilangan acak berdistribusi Gaussian, tidak dapat langsung menggunakan fungsi rnd, tetapi memerlukan suatu metode untuk mengubah distribusi bilangan acak ke dalam fungsi f tertentu. Dalam aplikasi yang akan dirancang digunakan metode rejection untuk membangkitkan bilangan acak tersebut. Metode rejection dikembangkan dengan membangkitkan dua bilangan acak (x,y) dan ditolak bila y>f(x) (Basuki et al, 2005). 2.3.2 Membangkitan Salt & Pepper Noise Salt & Pepper Noise dapat dibangkitkan dengan membangkitkan bilangan 255 (warna putih) pada titik-titik yang secara probabilitas lebih kecil dari nilai probabilitas noise (Basuki et al, 2005). F(x,y) = 255 jika p(x,y)<probnoise Dimana: F(x,y) adalah nilai grayscale pada titik (x,y) p(x,y) adalah probabilitas acak

2.3.3 Membangkitkan Speckle Noise Speckle Noise dapat dibangkitkan dengan membangkitkan bilangan 0 (warna hitam) pada titik-titik yang secara probabilitas lebih kecil dari nilai probabilitas noise (Basuki et al, 2005). F(x,y) = 0 jika p(x,y)<probnoise Dimana: F(x,y) adalah nilai grayscale pada titik (x,y) p(x,y) adalah probabilitas acak 2.4 Pemfilteran Domain Spasial Istilah filter di sini sebenarnya mengacu kepada proses domain frekuensi, yaitu meloloskan (menerima) komponen frekuensi tertentu dan menghilangkan (menolak) frekuensi yang lain. Sebagai contoh, filter lolos rendah (Low Pass Filter) berarti meloloskan komponen frekuensi yang rendah. Low Pass Filter menghasilkan citra blur (lembut/halus). Biasanya filter disebut juga sebagai mask, kernel atau window, berupa kumpulan piksel berukuran 2x2, 3x3, 5x5 dan seterusnya, tergantung kebutuhan. Istilah domain spasial pada dasarnya merujuk pada bidang citra itu sendiri dan pendekatan yang digunakan pada metode ini berdasarkan atas manipulasi langsung terhadap kumpulan piksel dari sebuah citra. Pemfilteran domain spasial adalah proses manipulasi kumpulan piksel dari sebuah citra untuk menghasilkan citra baru. Pemfilteran domain spasial merupakan salah satu alat yang digunakan dalam banyak bidang untuk berbagai aplikasi, khususnya bagian ini untuk peningkatan kualitas citra dan perbaikan citra. 2.4.1 Low Pass Filter Low Pass Filter (LPF) merupakan bentuk filter yang mengambil frekuensi rendah dan membuang frekuensi tinggi. LPF menghasilkan citra blur (lembut/halus). Ciri-ciri dari LPF adalah semua koefisien filter harus positif dan jumlah semua koefisien sama dengan satu. Salah bentuk dari LPF adalah filter rata-rata.

2.4.1.1 Filter Rata-rata Pada filter rata-rata, nilai intensitas setiap piksel diganti dengan rata-rata dari nilai intensitas piksel tersebut dengan piksel-piksel tetangganya. Filter rata-rata merupakan filter h dalam bentuk matriks berukuran mxn (biasanya m=n) dan nilainya sama untuk setiap elemen. Ukuran mxn ini yang menentukan jumlah tetangga yang harus dilibatkan dalam perhitungan. Karena bersifat LPF maka jumlah seluruh elemen adalah satu. Secara matematis filter rata-rata dapat dituliskan sebagai berikut: Keterangan: h(x,y) = filter h (filter rata-rata) n = jumlah baris pada filter h (filter rata-rata) m = jumlah kolom pada filter h (filter rata-rata) x = koordinat letak citra pada titik x y = koordinat letak citra pada titik y Contoh filter rata-rata berukuran 3x3 Operasi rata-rata dapat dipandang sebagai konvolusi yaitu perkalian fungsi diskrit antara citra f(x,y) dan filter g(x,y) (pada bagian ini filter h(x,y) dimisalkan sebagai g(x,y)). h(x,y) = f(x,y) * g(x,y) Dalam hal ini, h(x,y) disebut sebagai konvolusi dari f(x,y) dengan respon g(x,y). Apabila g(x,y) adalah matriks berukuran 3x3 seperti diperlihatkan pada Gambar 2.11, f(x,y) adalah piksel yang dikenai operasi beserta tetangganya, maka h(x,y) adalah hasil dari perhitungan dari persamaan berikut:

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa titik pusat jendela konvolusi yang merupakan piksel yang akan dimodifikasi nilainya bersesuaian dengan titik E dan faktor pemberat A, B, C, D, E,, I pada matriks konvolusi adalah nilai dari g[-k,-l], dengan k,l = -1, 0, +1. Dalam manipulasi citra untuk menghasilkan citra yang baru, konvolusi berarti komputasi dari jumlah pembobotan terhadap piksel-piksel pada citra. Maka respon g[x,y] dapat disebut juga cetakan konvolusi, karena hasil dari operasi konvolusi sangat tergantung pada g[x,y]. Setiap nilai piksel pada citra nilai h[i,j] dihitung dengan memetakan cetakan konvolusi ke piksel [i,j] dalam citra asal, kemudian ditambahkan kepada jumlah pembobotan piksel-piksel tetangganya dimana nilai pembobotan bersesuaian dengan cetakan konvolusi. Operasi ini diilustrasikan dalam Gambar 2.11 menggunakan cetakan konvolusi 3x3. Untuk menjaga agar hasil perhitungan nilai intensitas yang baru tidak melebihi nilai maksimum yang dapat ditampung, maka faktor pembobot dari cetakan konvolusi (A, B, C,, I) merupakan bilangan-bilangan pecahan yang jumlahnya satu. Konvolusi bersifat invariant (lokasi piksel tidak mempengaruhi hasil operasi), karena filter pembobotan yang digunakan sama pada seluruh bagian citra (Ahmad, Usman., 2005). A B C D E F H(x,y) G H I Gambar 2.12 Contoh matriks 3x3 untuk konvolusi

Berikut merupakan gambaran proses reduksi noise dengan filter rata-rata secara konvolusi. Contoh: Citra keabuan f(x,y) yang berukuran 10x8 memiliki 8 skala keabuan dari sebuah filter rata-rata g(x,y) yang berukuran 3x3 sebagai berikut: 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 2 1 3 4 0 5 1 3 3 6 3 0 1 6 2 3 0 7 0 7 4 0 1 0 2 3 2 7 0 7 4 5 1 0 6 3 2 7 0 7 4 5 5 7 7 6 2 6 4 6 0 1 4 7 0 7 2 0 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 f(x,y) Pilih f(x,y) ukuran 3x3, dimulai dari pojok kiri atas. Kemudian, hitung konvolusinya dengan filter h(x,y). Hasil konvolusi g(x,y) adalah: 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 2 1 3 4 0 5 1 3 3 6 3 0 1 6 2 3 0 7 0 7 4 0 1 0 2 3 2 7 0 7 4 5 1 0 6 3 2 7 0 7 4 5 5 7 7 6 2 6 4 6 0 1 4 7 0 7 2 0 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0

2 diganti oleh 3, tempatkan pada matriks yang baru, hasilnya adalah: 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 3 3 6 0 7 0 7 0 7 4 6 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 Geser f(x,y) ukuran 3x3 satu piksel ke kanan, kemudian hitung konvolusinya. Hasil konvolusinya adalah: 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 2 1 3 4 0 5 1 3 3 6 3 0 1 6 2 3 0 7 0 7 4 0 1 0 2 3 2 7 0 7 4 5 1 0 6 3 2 7 0 7 4 5 5 7 7 6 2 6 4 6 0 1 4 7 0 7 2 0 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 1 diganti dengan 2, kemudian tempatkan pada matriks yang baru. 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 3 2 3 6 0 7 0 7 0 7 4 6 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0

Proses perhitungan kemudian dilakukan terus hingga f(x,y) ukuran 3x3 sampai pada ujung kanan bawah hasilnya adalah: 5 3 3 0 4 4 0 5 2 2 4 3 2 2 3 3 2 3 3 3 6 3 2 2 2 3 2 3 3 0 7 4 2 2 2 3 3 4 3 0 7 5 3 3 3 4 4 4 3 0 7 4 3 4 4 5 4 4 3 4 6 4 3 4 4 5 4 3 2 2 6 5 1 3 2 4 4 1 0 0 Berikut ini merupakan contoh lain dari penggunaan filter rata-rata. Perhatikan potongan gambar dalam bentuk matriks berikut: Apabila digambarkan maka akan tampak sebagai berikut: Dengan menggunakan filter rata-rata 3x3, maka proses filter dilakukan dengan cara menghitung konvolusi dari kernel filter rata-rata 3x3 dan H, maka diperoleh

Bila digambarkan maka hasil filter rata-rata sebagai berikut: Hasilnya terdapat titik-titik yang berbeda (dianggap sebagai noise) akan dikurangi hingga mendekati nilai dominan. Salah satu efek dari hasil filter ini adalah efek blur. Untuk mengukur kinerja dari filter ini digunakan nilai pengaruh noise terhadap suatu sinyal (dalam hal ini citra adalah sinyal 2 dimensi) yang dinyatakan sebagai nilai SNR (Signal to Noise Rasio) (Basuki et al, 2005). Adapun rumus dari SNR adalah: Dimana: I adalah jumlah nilai citra. N adalah jumlah nilai noise (citra yang terkena noise In dikurangi dengan citra I). Untuk menghitung SNR pada contoh di atas adalah sebagai berikut.

Dengan dianggap bahwa semua nilai F adalah 1 (seragam) sedangkan yang lainnya dianggap noise. Dibandingkan dengan gambar sebelum filter SNR sebelum filter dapat dihitung dengan: N=5 maka Ada peningkatan SNR setelah dilakukan filtering menggunakan filter rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa noise berkurang.