PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO

dokumen-dokumen yang mirip
KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

Kata kunci : Konsumsi, Konversi, Income Over Feed Cost (IOFC), Ayam Kampung, Enzim Papain

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dimana masing masing ulangan terdiri dari

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PENGARUH PENGGUNAAN IKAN PIRIK (LEIOGNATHIDAE) KERING DAN SEGAR TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

EFEK PENAMBAHAN TEPUNG KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr.) DALAM PAKAN TERHADAP JUMLAH TELUR DAN KUALITAS TELUR ITIK

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber penyedia daging dan telur telah dipopulerkan di Indonesia dan juga

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

MATERI DAN METODE. Materi

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG IKAN RUCAH NILA (Oreochromis niloticus) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BURAS

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian rakyat Indonesia, namun dilain pihak dampak

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

MATERI DAN METODE. Materi

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

MATERI DAN METODE. Materi

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

Kata kunci : Itik Mojosari betina dewasa, kupang (Musculata senhausia), konsumsi pakan, produksi telur, konversi pakan, income over feed cost.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an. ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan

PENYUSUNAN RANSUM UNTUK ITIK PETELUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BEKICOT DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN KANDUNGAN LEMAK KARKAS ITIK (Anas javanicus)

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah ransum yang tersisa (Fadilah, 2006). Data rataan konsumsi ransum

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

Transkripsi:

1 PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO Nonok Supartini dan Hariadi Darmawan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract The aim of this research are (1) to know the best composition of snail as duck s feed supplementation with bran and parcher rice; (2) to know responses of snail as duck s feed supplementation in feed consumption, digestibility, convertion, IOFC and also duck productivity of egg. This research held at Simorejo village, Bojonegoro. Materials used were 18 layer ducks. Method used were completely randomized design with 6 treatments which 3 repeats and 18 duck s layer for each treatment. The treatments were A0B1 = bran + 25% of snail; A0B2 = bran + 35% of snail; A0B3 = bran + 45% of snail; A1B1 = parcher rice + 25% of snail; A1B2 = parcher rice + 35% of snail; and A1B3 = parcher rice + 45% of snail. Variabels measured were feed consumption, digestibility, convertion, IOFC and also duck productivity of egg. The result showed that the best composition is parcher rice + 45% of snail which gave responses low consumption (266,67 ± 61,10) gr/tail with the best convertion rate (3,74 ± 1,16) and percentage of egg production (80,00 ± 17,32)% with egg weight (54,17 ± 7,22) gr. Keyword : Snail, Layer Duck, Feed Supplementation, Egg Productivity Pendahuluan Ternak itik merupakan salah satu komponen penting dalam sistem usahatani para petani kecil di beberapa daerah di Indonesia, sebagai salah satu sumber pendapatan tunai bagi keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjosworo (2002) yang melaporkan itik merupakan ternak unggas pertama yang dibudidayakan sebagai sumber pendapatan. Berbagai jenis itik lokal telah dikenal di Indonesia, dengan penyebaran yang cukup luas di berbagai propinsi. Namun, pada umumnya ternak itik masih dipelihara secara tradisional dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah, terutama sebagai penghasil telur. Pemanfaatan sumber pakan alternatif merupakan hal penting mengingat faktor pakan merupakan 70% penentu keberhasilan produksi dan harganya semakin mahal. Pada itik, khususnya itik petelur lokal terbukti memiliki genetik unggul, untuk itu perlu ditunjang dengan pakan yang berkualitas. Pakan alternatif berkualitas dibutuhkan untuk menekan biaya produksi. Pada pakan alternatif, ini limbah dan beberapa makhluk hidup pengganggu dipandang berpotensi sebagai bahan pakannya. Salah satunya adalah bekicot sawah, yang dipandang sebagai hewan predator untuk ekosistem sawah. Pemanfaatan bekicot sebagai bahan pakan perlu dikaji lebih mendalam mengingat di desa Simorejo, kecamatan kanor, kabupaten Bojonegoro, bekicot telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pakan dengan bentuk serta

2 formulasi yang sederhana dengan nasi aking dan bekatul. Untuk itu, menarik dikaji lebih dalam tentang pola budidaya peternak di desa Simorejo, kecamatan Kanor, kabupaten Bojonegoro tersebut, dalam kaitannya dengan pemanfaatan bekicot sawah sebagai pakan tambahan alternatif guna diperoleh pakan itik kualitas rendah, dengan harga murah, tetapi memiliki tingkat kecernaan tinggi, efisien dalam memanfaatkan pakan berserat dan meningkatkan produktifitas itik. Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui komposisi terbaik pemanfaatan bekicot yang dikombinasikan dengan bekatul dan nasi aking; (2) Mengetahui pengaruh dari penambahan bekicot dikombinasikan dengan bekatul dan nasi aking terhadap kecernaan pakan, konsumsi pakan, konversi pakan, IOFC (Income Over Feed Cost) dan pengaruhnya terhadap produktivitas telur itik. Metode Penelitian Penelitian dilakukan di peternak itik petelur di desa Simorejo, Kecamatan Kanor, kabupaten Bojonegoro dan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, sejak bulan Maret Mei 2015. Materi penelitian yang digunakan adalah itik betina, dengan umur 6-7 bulan, sebanyak 18 ekor yang sesuai kriteria penelitian dari pemeliharaan dan penetasan yang sama, dengan rata-rata bobot badan 1,6 kg. Itik dipelihara dalam kandang sistem flock Kandang terbuat dari bambu yang memanjang dan mempunyai 5 kotak dalam kandang sistem flock tersebut, jadi dalam satu kotak di isi dengan satu ekor itik. Masing-masing kotak berukuran panjang 30 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 50 cm. Setiap bagian depan kotak diberi tempat pakan dan minum yang terbuat dari plastik. Sedangkan untuk penampungan kotorannya di buat dari papan dan dilapisi oleh plastik. Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian lapang ini adalah : Tempat pakan dan minum, Gelas ukur 100 ml, Beker glas, Timba, Pengaduk, Soled, Nampan, Timbangan digital, Lampu dop sebanyak 15 buah. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan yaitu A0B1, A0B2, A0B3, A1B1, A1B2, A1B3 dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 18 unit percobaan dan setiap ulangan terdiri dari 1 ekor itik yang dikandangkan sendiri-sendiri. Perlakuan terdiri dari penggunaan bekicot (b) dan penggunaan aking (A). Penggunaan bekicot dan nasi aking terdiri dari : Bekicot : B1 = Bekicot 25 % B2 = Bekicot 35 % B3 = Bekicot 45 % Nasi Aking : A0 = Tanpa penggunaan nasi aking A1 = Penggunaan nasi aking Sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan yaitu : A0B1 = Tanpa penggunaan nasi aking+bekicot 25 % A0B2 = Tanpa penggunaan nasi aking + Bekicot 35 % A0B3 = Tanpa penggunaan nasi aking + Bekicot45 % A1B1 = Penggunaan nasi aking + Bekicot 25 % A1B2 = Penggunaan nasi aking + Bekicot 35 % A1B3 = Penggunaan nasi aking + Bekicot 45 % Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Konsumsi

3 pakan; (2) Konversi pakan; (3) Produksi telur; dan (4)Income Over Feed Cost (IOFC). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ragam pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika terdapat pengaruh nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Itik Mojosari Peranakan Penelitian ini menggunakan itik Mojosari peranakan sebagai materinya. Itik ini dipilih karena produktivitasnya dan banyak dipilih oleh peternak di lokasi penelitian termasuk peternak mitra. Itik Mojosari termasuk itik lokal Indonesia yang menurut Bahroto (2001) memiliki karakteristik fisik mirip itik tegal, tetapi ukuran tubuhnya lebih kecil dengan warna bulu di bagian perut berwarna keputihan dan terdapat perbedaan pada bulu betina berwarna cokelat tua kemerahan dengan beberapa variasi, sedangkan pada jantan, bulu pada bagian kepala, leher, dan dada berwama cokelat gelap kehitaman. Selain itu, pada bagian sayap terdapat bulu suri berwarna hitam mengkilap. Karakteristik produksi telur itik Mojosari menurut Supriyadi (2009), ratarata 130 butir/ekor/tahun pada pemeliharaan digembalakan, namun bila dipelihara secara intensif dengan dikandangkan, produksi telur dapat meningkat mencapai rata-rata 265 butir/ekor/tahun. Satu kelebihan itik mojosari adalah masa produktifnya lebih lama dengan bertelur pertama kali pada usia 5 7 bulan. Kestabilan produksi telur baru tercapai setelah usianya lebih dari 7 bulan. Selain kedua karakteristik tersebut, itik Mojosari juga dikenal sebagai hewan yang rakus terhadap pakan. Bahroto (2001) berpendapat bahwa itik Mojosari mampu mengkonsumsi pakan 1000 gr/ekor/hari. Hal tersebut juga terbukti dalam penelitian pendahuluan yang berlangsung mulai tanggal 14 Maret sampai dengan 28 Mei 2015, tercatat konsumsi pakan itik per hari mencapai 700 gr/ekor/hari dengan formulasi pakan berupa campuran dedak dan bekicot yang diberikan ad-libitum. Namun, teridentifikasi juga bau amoniak yang cukup menyengat dan manure itik yang cukup banyak. Hal ini diduga palatabilitas itik terhadap pakan cukup baik namun kecernaannya kurang, yang diduga dikarenakan pakan yang dikonsumsi melebihi kebutuhan dan formulasi pakannya kurang tepat. Konsumsi dan Konversi Pakan Itik yang diberi Campuran Bekicot Formulasi pakan menjadi salah satu fokus dalam teknis penelitian ini. oleh karenanya, fokus saat penelitian pendahuluan untuk mengevaluasi formulasi pakan yang tepat dan tingkat konsumsinya. Hal ini terkait dengan fase adaptasi itik terhadap pakan perlakuan, khususnya bekicot. Setelah melalui tahap penelitian pendahuluan, kemudian itik mulai diberikan pakan perlakuan yang dibatasi pemberiannya adalah 400 gr/ekor/hari. Pemberian ini dilakukan untuk semua itik perlakuan yang dipisahkan kedalam flock. Pencatatan konsumsi pakan itik dilakukan secara harian dengan mengurangkan jumlah pemberian dan sisa pakan yang ditimbang tiap flock. Untuk mengetahui konsumsi harian per ekor dilakukan dengan membagi nilai konsumsi pakan tiap flock dengan 3 ekor itik yang terdapat didalamnya. Berdasarkan hal tersebut diperoleh konsumsi harian per ekor hasil penelitian sebagaimana dalam tabel 1 berikut ini.

4 Tabel 1. Konsumsi Harian Per Ekor Hasil Penelitian Rataan Perlakuan Konsumsi Harian (gr/ekor) Konversi Pakan A0B1 340,00 ± 55,68 6,75 ± 1,22 A0B2 366,67 ± 25,17 6,67 ± 1,46 A0B3 386,67 ± 15,28 8,51 ± 2,71 A1B1 230,00 ± 45,83 13,22 ± 6,30 A1B2 250,00 ± 45,83 5,19 ±2,13 A1B3 266,67 ± 61,10 3,74 ± 1,16 Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi harian tertinggi adalah (643±18,69) gr/ekor terdapat pada perlakuan A0B3, yaitu pakan perlakuan berupa dedak + bekicot 45%. Sedangkan konsumsi harian terendah adalah (383,33±91,07) gr/ekor terdapat pada perlakuan A1B1, yaitu pakan perlakuan berupa dedak + nasi aking + bekicot 45%. Secara umum, berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan A0 (tanpa penambahan nasi aking) menunjukkan tingkat konsumsi harian per ekor yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan A1 (dengan penambahan nasi aking). Hal ini terbukti secara statistik yang menunjukkan bahwa konsumsi harian per ekor perlakuan A0 berbeda sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan A1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat palatabilitas (kesukaan) itik terhadap pakan perlakuan lebih tinggi pada perlakuan A0 daripada A1. Tingginya palatabilitas tersebut kemungkinan diduga dari kandungan protein yang cukup tinggi pada perlakuan A0 daripada A1, yang bersumber dari dedak dan bekicot. Hal ini sesuai dengan pendapat Rochjat (2000) yang menyebutkan bahwa protein merupakan suatu susunan atau gabungan organis yang kompleks, yang terdiri dari berbagai unsur (karbohidrat, lemak, mineral dan unsur lainnya), dan menyusun senyawa rasa yang disuka sehingga protein sangat di butuhkan oleh itik. Penambahan nasi aking merupakan bentuk penambahan mineral pada pakan. Menurut Supriyadi (2009), mineral pada pakan itik berfungsi untuk : (1) Menjaga keseimbangan asam basa dalam cairan tubuh; (2) Merupakan bagian aktif dalam struktur potein; (3) Merupakan bagian kerangka dalam tubuh itik; (4) Bagian dari asam amino; (5) Bagian penting dalam tekanan osmotik sel; (6) Merangsang enzim; (7) Untuk menggerakkan sari-sari makanan yang beredar dalam tubuh. Dikarenakan, kebutuhan mineral tidak banyak dibutuhkan oleh tubuh itik, namun kekurangan mineral membuat pertumbuhan itik menjadi terhambat. Selain itu, ditambahkan oleh Rochjat (2000), yang menerangkan bahwa penambahan mineral dapat mengurangi konsumsi pakan itik dikarenakan mineral mampu membuat kenyang karena kandungan serat kasarnya. Pada produksi telur, pemberian mineral penting untuk meningkatkan bobot dan warna telur. Tingginya bobot telur akan berpengaruh pada konversi pakannya. Konversi pakan selama penelitian sebagaimana disajikan dalam tabel 1 menunjukkan bahwa nilai konversi pakan terbaik adalah pada perlakuan A1B3, dengan nilai (3,74±1,16). Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan A1B3 mampu memberikan efisiensi

5 pakan lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain. Penambahan nasi aking mampu menggantikan pemberian dedak dengan tingkat produktivitas telur yang sama dan bahkan lebih baik. Perlakuan A1B3 ini juga menunjukkan pengaruh bahwa pemberian bekicot 45% dari total pakan mampu meningkatkan produktivitas dan menekan konsumsi pakan Produksi Telur Itik yang Diberi Pakan Campuran Bekicot Pengaruh pemberian pakan perlakuan terhadap produksi telur, juga merupakan salah satu pengamatan juga yang dilakukan dalam penelitian ini. Pengamatan dilakukan terhadap produksi telur harian, yang meliputi : jumlah produksi telur, total bobot produksi telur dan rataan bobot telur, serta penampilan fisik telur, dalam hal ini adalah warna dan ukuran telur yang menentukan grading (kualitas) telur di pasar. Hasil pengamatan terhadap produksi telur itik yang diberi pakan perlakuan ditampilkan pada tabel 3 berikut ini. Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan harian jumlah produksi telur tertinggi adalah pada kelompok itik dengan perlakuan pakan A0B2, yaitu (1,00 ± 0,17) gr/ekor dan yang terendah adalah kelompok itik dengan perlakuan pakan A1B1, yaitu (0,40 ± 0,17) gr/ekor. Tabel 2. Produksi Telur Bebek yang Diberi Pakan Perlakuan Rataan Bobot Rataan Total Produksi Telur Perlakuan Telur per Butir Jumlah (butir/ekor) Bobot (gr) Persentase (%) A0B1 58,33 ± 14,43 0,90 ± 0,30 3150,00 ± 1050,00 90,00 ± 30,00 A0B2 55,56 ± 9,62 1,00 ± 0,17 3333,33 ± 577,35 100,00 ± 17,32 A0B3 54,17 ± 7,22 0,90 ± 0,30 2933,33 ± 975,11 90,00 ± 30,00 A1B1 50,00 ± 0,00 0,40 ± 0,17 1200,00 ± 519,62 40,00 ± 17,32 A1B2 63,89 ± 12,73 0,80 ± 0,17 3066,67 ± 663,95 80,00 ± 17,32 A1B3 54,17 ± 7,22 0,80 ± 0,17 4366,67 ± 461,88 80,00 ±17,32 Rataan 56,02 ± 9,29 0,80 ± 0,27 3008,33 ± 1147,15 80,00 ± 27,22 Ditinjau dari rataan bobot telur, maka dapat diketahui bahwa rataan bobot telur tertinggi terdapat pada kelompok itik dengan perlakuan pakan A1B2, yaitu (63,89 ± 12,73) gr/butir dan rataan bobot telur terendah terdapat pada kelompok itik dengan perlakuan pakan A1B1, yaitu (50,00 ± 1,87) gr/butir. Persentase produktivitas tertinggi terdapat pada kelompok itik dengan perlakuan pakan A0B2, yaitu (100,00 ± 17,32)%. Hasil penelitian tersebut secara umum mendeskripsikan bahwa pada kelompok perlakuan A0 mampu meningkatkan jumlah produktivitas telur itik, sedangkan kelompok perlakuan A1 mampu meningkatkan bobot telur. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa penambahan nasi aking mampu menambah bobot telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Rochjat (2000), yang menyatakan bahwa salah satu sumber mineral pakan adalah nasi aking dan pemberian mineral penting untuk meningkatkan bobot dan warna telur. Produktivitas telur itik yang diberi perlakuan pakan dengan penambahan bekicot sebagaimana ditampilkan tabel 3 menunjukkan tingkat produktivitas dan

6 bobot telur yang lebih tinggi daripada umumnya. Menurut Bahroto (2001), yang menyatakan bahwa itik umur 25 30 minggu produktivitas telurnya mencapai 50 60 %, sementara hasil penelitian ini rataan persentase produktivitasnya mencapai (80,00 ± 27,22)%. Tingginya persentase produktivitas telur ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pemerataan konsumsi pakan pada tiap induk, tingginya palatabilitas dan kandungan pakannya. Ditinjau dari pemerataan konsumsi pakannya, maka dapat diduga bahwa pada perlakuan A0B2 konsumsi pakannya lebih merata kepada tiap induk dibandingkan pada kelompok lain dengan tingkat palatabilitas yang relatif tinggi jika ditinjau dari konsumsi pakan yang ditampilkan pada tabel 1 Kelompok perlakuan A1 terdapat produktivitas terendah dalam penelitian ini, yaitu pada perlakuan A1B1 (26,67±11,55)%. Perlakuan ini, dianggap kondisi ekstrim dikarenakan awal bertelurnya adalah yang paling terlambat dan peningkatan produktivitasnya cukup lambat. Hal ini berhubungan dengan konsumsi pakannya yang bisa ditinjau pada tabel 2 dan menunjukkan tingkat konsumsi yang paling rendah dalam penelitian ini. Kondisi ini diduga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas pakan yang cukup rendah. Pendugaan selanjutnya adalah pada kondisi fisiologis itik yang berada pada kelompok perlakuan A1B1 terdapat ternak itik yang tidak sehat. Hal tersebut kurang terpantau dikarenakan itik tidak menunjukkan gejala tidak sehat atau memiliki kelainan. Tingkat Pendapatan dari Biaya Pakan Campuran Bekicot Produktivitas telur ini pada itik petelur sangat penting, terutama dalam menganalisis potensi ekonomis dan kelayakan usahanya. Salah satu indikator yang dapat diukur dalam menganalisis potensi ekonomis dan kelayakan usahanya adalah tingkat pendapatan dari biaya pakan atau yang biasa dikenal dengan istilah Income Over Feed Cost. Tingkat pendapatan dari biaya pakan atau Income Over Feed Cost (IOFC) didefinisikan menurut Wahju (2004) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha pemeliharaan ternak. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual. Perhitungan tingkat pendapatan dari biaya pakan selama penelitian ditampilkan dalam tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan A1 secara umum menunjukkan nilai lebih rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan A0, yang menggambarkan tingginya biaya pakan tidak sebanding dengan jumlah pendapatan. Kondisi ini bisa terjadi mengingat umur produksi itik sedang pada masa awal produksi. Pada masa awal produksi, menurut Bahroto (2001), cenderung konsumsi pakan masih tinggi tapi belum berimbang dengan produktivitas telurnya. Hal tersebut akan berubah seiring dengan masa produksi yang lebih lama dan mencapai puncak produksi. Dinyatakan oleh Supriyadi (2009), bahwa semakin mencapai puncak produksi, tingkat konsumsi itik akan menurun dan mencapai titik impas dan bahkan akan lebih rendah dari pendapatan. Faktor yang memungkinkan ini terjadi juga dipengaruhi oleh harga. Harga jual telur itik di lokasi penelitian masih tergolong rendah. Untuk kualitas 1, ditinjau dari warna, ukuran dan berat telur itik, harga per butirnya adalah Rp 1.700,-. Kualitas telur hasil penelitian masuk dalam kategori kualitas 1. Harga ini relatif lebih rendah, mengingat pada beberapa daerah yang lain harganya bisa

7 mencapai Rp. 1.800,- sampai dengan Rp. 1.850,-. Namun, keistimewaan dari lokasi penelitian ini adalah bahan pakan yang digunakan tersedia melimpah ruah dan tidak dibeli oleh masyarakat. Nilai harga bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini, mangingat peneliti bukan warga masyarakat setempat dan penghitungan tingkat pendapatan membutuhkan nilai harga bahan pakan. Tabel 3. Hasil Penghitungan Pendapatan dari Biaya Pakan selama Penelitian Perlakuan Tingkat Pendapatan dari Biaya Pakan A0B1 51000,00 ± 24022,49 A0B2 62400,00 ± 20189,98 A0B3 54680,00 ± 29660,72 A1B1 14580,00 ± 21884,87 A1B2 56100,00 ± 21420,00 A1B3 57600,00 ± 22118,77 Rataan Total 49393,33 ± 25615,89 Tingkat pendapatan tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan A0B2 dengan nilai (62400±20189,98). Namun, bila tingkat pendapatan tersebut dibandingkan dengan nilai konsumsi dan konversi pakan yang terdapat pada tabel 2, maka dapat diketahui bahwa perlakuan A0B2 sebanding, mengingat konsumsi dan konversinya merupakan salah satu yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rochjat (2000), yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsumsi pakannya maka semakin tinggi pula produktivitasnya. Tinjauan secara umum pada kelompok perlakuan A0 dan A1 dapat diketahui bahwa, tingkat pendapatan yang reltif lebih tinggi adalah pada kelompok perlakuan A1. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan A1 mampu meningkatkan tingkat pendapatan. Penambahan nasi aking mampu mengurangi pemberian dedak, yang harganya lebih mahal dengan ekspresi produktivitas telur yang lebih baik. Pada kelompok perlakuan A1 terdapat kondisi yang ekstrem pada kelompok perlakuan A1B1, dan dalam hal ini diabaikan dalam kajiannya. Hal tersebut mengingat nilai tingkat pendapatan pada kelompok perlakuan A1B1, yaitu (14580,00 ± 21884,87) yang jauh lebih rendah daripada rataan total, yaitu (49393,33± 25615,89). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Komposisi terbaik pemanfaatan bekicot dalam pakan itik petelur adalah bekatul : nasi aking : bekicot = 9 : 2 : 9 atau 45% : 10% : 45%. 2. Komposisi tersebut mampu memberikan konsumsi rendah (266,67 ± 61,10) gr/ekor dengan tingkat konversi pakan terbaik (3,74 ± 1,16) dan produktivitas telur cukup tinggi, berupa persentase sebesar (80,00 ± 17,32)% dan total produktivitas bobot telur tertinggi mencapai (4366,67 ± 461,88) gr

8 Saran Kesimpulan diatas menjadi dasar penyusunan saran sebagai berikut : 1. Untuk usaha skala komersial, disarankan pemberian pakan dengan pemanfaatan bekicot dalam komposisi bekatul : nasi aking : bekicot = 9 : 2 : 9 dan pemberian harian per ekor ratarata 270 gr 2. Perlunya penelitian lanjutan untuk mengganti dedak sebagai sumber energi dan protein yang lebih murah serta alternatif pengganti bekicot mengingat bekicot tidak melimpah sepanjang tahun dan tidak selalu ada di semua lokasi dalam jumlah yang melimpah. Daftar Pustaka Bahroto, K. D. 2001. Cara Beternak Itik. Semarang. Aneka Ilmu. Ditjennak. 2012. Statistik Peternakan 2012. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. Hardjosworo, P.S., A. R. Setioko, P. P. Ketaren, L. H Prasetyo, A. P. Sinurat dan Rukmiasih. 2002. Pengembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Presiding Lokakarya Unggas Air: Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor, 6-7 Agustus 2001. P. 22-41 Murtidjo, 1985. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta Rasyaf, M. 1993. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Rochjat, 2000. Penyusunan Ransum untuk ItikPetelur. http://www.pustakadeptan.go.id/agretik/dkij0116.pdf. diakses tanggal 23 Juni 2015 Supriyadi, 2009. Panduan Lengkap Itik.. Jakarta. Penebar Swadaya. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-v.penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.