BAB I PENDAHULUAN. dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, 2007), hal 1.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Pedoman Standardisasi Nasional tentang panduan keberterimaan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian kesesuaian untuk produk pe

Dr. Zakiyah Kepala Pusat Sistem Penerapan Standar, BSN Forum Diskusi Perdagangan Internasional APINDO Kamis, 26 Januari 2017

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

legal opinion Subbagian Analisa dan Bantuan Hukum Biro Hukum, Organisasi dan Humas

legal opinion Subbagian Analisa dan Bantuan Hukum Biro Hukum, Organisasi dan Humas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

j ajo66.wordpress.com 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KESESUAIAN PENGATURAN PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA SECARA WAJIB DENGAN PENGATURAN TBT DAN GRP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KERALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL N0M0R3TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Helm. Roda Dua. Standar. Nasional

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

i.rai j> BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR2TAHUN 2011 TENTANG

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap negara lainnya merupakan salah satu faktor penyebab semakin maraknya

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

BADAN STANDARDISASI NASIONAL RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan L

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Standar Nasional Indonesia. Pemutus Sirkit. Proteksi Arus. Rumah Tangga.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2016 DEPUTI BIDANG PENELITIAN DAN KERJASAMA STANDARDISASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN,

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Isu Prioritas - Standar (SNI)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27

BAB II PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Standar sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kata

2 negara lain. Dari situlah kemudian beberapa negara termasuk Indonesia berinisiatif untuk membentuk organisasi yang berguna untuk mengatur seluruh pe

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. SNI. Sepatu. Pengaman.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan merupakan salah satu faktor sentral, bagi negara berkembang maupun negara maju untuk memusatkan kekuatan ekonominya, hal ini tidak lepas dari tingginya tuntutan arus globalisasi yang memaksa tiap negara untuk memusatkan kekuatan ekonominya melalui perdagangan. Tingginya tuntutan arus globalisasi ini tidak terlepas dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat dengan masalah ekonomi yang tidak akan pernah ada habis-habisnya. Hal inilah yang terjadi pada Indonesia, negara berkembang dengan penduduk lebih dari 240.000.000 (dua ratus empat puluh juta) jiwa, bersikeras untuk memajukan kemampuan ekonomi melalui sektor perdagangan dan industri. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi dan demi meningkatkan daya saing terutama dalam perdagangan internasional, Indonesia meratifikasi persetujuan pembentukan (World Trade Organization) WTO melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) untuk selanjutnya disebut WTO, yang mana WTO ini secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995. 1

Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia WTO membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Sebagai konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan dalam forum WTO, konsekuensi internalnya Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. 1 Konsekuensi internal yang diterima Indonesia cukup kompleks, karena negara penandatangan harus bisa mengubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan persetujuan WTO dan disertai jaminan bahwa hukum nasional yang disesuaikan tersebut, dapat diterapkan di Indonesia secara konsisten. Dengan adanya WTO sebagai organisasi perdagangan dunia akan memberikan proteksi lebih kepada setiap negara untuk melakukan praktik dagang lintas negara. WTO akan mengawasi praktik-praktik perdagangan internasional dengan secara reguler meninjau kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan melalui prosedur notifikasi serta menyediakan bantuan teknis yang diperlukan bagi anggotanya, termasuk bagi negaranegara berkembang dalam melaksanakan hasil Putaran Uruguay, sehingga persebaran perdagangan internasional akan meluas dan menjadi acuan bagi Indonesia sebagai negara berkembang untuk meningkatkan kekuatan ekonominya. 1 Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm 13-14. 2

Terdapat beberapa persetujuan-persetujuan dalam WTO seperti Agreement on Technical Barrier to Trade (Persetujuan TBT), Agreement on Sanitary and Phytosanitary (Persetujuan SPS), Agreement on Agriculture (AoA), dan Rule of Origin. Penulisan hukum ini akan lebih membahas pada Persetujuan TBT, dimana dalam pembukaannya Persetujuan TBT ini menyadari bahwa dengan menganggap pentingnya kontribusi akan standar internasional dan penilaian kesesuaiaan akan meningkatkan efisiensi produksi dan memfasilitasi pengadaan perdagangan internasional. Persetujuan TBT ini membahas standar dan aturan teknis yang diterapkan tiap-tiap negara atas barang dagangannya tidak menjadi hambatan dalam perdagangan internasional. Berdasarkan Paragrap 1 Annex/TBT Agreement; Technical Regulation is a document which lays down product characteristics or their related processes and production methods, including the applicable administrative provisions, with which compliance is mandatory. It may also include or deal exclusively with terminology, symbols, packaging, marking or labeling requirements as they apply to a product, process or production method. 2 Jadi peraturan teknis adalah aturan yang menetapkan karakteristik produk atau proses yang terkait, termasuk ketentuan administrasi yang berlaku, yang mana pemberlakuannya bersifat wajib/mandatory, ini juga termasuk pada terminologi, simbol, pengemasan, penandaan atau persyaratan pelabelan yang berlaku pada suatu produk, proses atau metode produksi, peraturan teknis ini bersifat wajib bagi setiap produk, proses 2 Paragrap 1 Annex / TBT Agreement. 3

maupun metode produksi. Selanjutnya berdasarkan Paragrap 2 Annex/TBT Agreement; Standards is a document approved by a recognized body, that provides, for common and repeated use, rules, guidelines or characteristics for products or related processes and production methods, with which compliance is not mandatory. It may also include or deal exclusively with terminology, symbols, packaging, marking or labeling requirements as they apply to a product, process or production method. 3 Standar adalah aturan yang telah disetujui oleh badan yang berwenang, untuk sesuatu yang umum dan digunakan berulang, aturan, pedoman atau karakteristik atas suatu produk atau proses atau metode produksi yang bersangkutan, pemenuhannya tidak wajib, sehingga bersifat sukarela. Persetujuan TBT ini berlaku untuk All products, including industrial and agricultural products, shall be subject to the provisions of this Agreement. 4 Ruang lingkup produk dalam persetujuan TBT cukup luas, mencakup semua produk termasuk produk industri dan pertanian. Pengecualiannya adalah spesifikasi pembelian yang dibuat oleh badan pemerintah dalam rangka pengadaan barang dan jasa, serta produk untuk sanitasi dan fitosanitasi tidak berlaku karena mempunyai ranahnya masing-masing dalam Agreement on Sanitary and Phytosanitary (Persetujuan SPS). Implikasi yang harus dilakukan Indonesia dalam melaksanakan persetujuan TBT adalah dengan membuat PP No. 102 Tahun 2002 tentang 3 Paragrap 2 Annex / TBT Agreement. 4 Article 1, 1.3 TBT Agreement. 4

Standarisasi Nasional, peraturan pemerintah ini menggatur mengenai suatu standar yang diterapkan di Indonesia. Standar yang diberlakukan di Indonesia adalah Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) dan badan yang berwenang mengeluarkan SNI adalah Badan Standarisasi Nasional (BSN). Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. BSN selaku Badan Notifikasi (Notification Body) dan Pelayanan Pertanyaan (Enquiry Point) TBT-WTO bertugas mengkoordinasikan kegiatan terkait penanganan berbagai permasalahan penerapan persetujuan TBT-WTO di Indonesia. Fungsi Notification Body adalah untuk memberikan informasi tentang rencana pemberlakuan regulasi teknis baru, standar dan prosedur penilaian agar pihak berkepentingan di negara WTO lain dapat memberikan pandangan/masukan serta dapat mempersiapkan diri. Fungsi Enquiry Point adalah untuk memberikan informasi atas pertanyaan dari pihak berkepentingan di setiap anggota WTO tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan regulasi teknis, standar dan prosedur penilaian, baik yang telah berlaku atau yang akan diberlakukan. 5 Standardisasi sebagai unsur penunjang pembangunan, mempunyai peranan penting dalam usaha mengoptimalisasi pendayagunaan sumber daya dalam kegiatan pembangunan. Perangkat standardisasi berperan pula dalam menunjang kemampuan produksi khususnya peningkatan perdagangan dalam negeri dan luar negeri, serta pengembangan industri 5 http://bsn.go.id/main/bsn/isi_bsn/15 5

dan perlindungan konsumen. 6 Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela dengan demikian untuk menjamin pemanfaatan SNI secara luas, penerapan norma keterbukaan bagi semua pemangku kepentingan, transparan dan tidak memihak, serta selaras dengan perkembangan standar internasional merupakan faktor yang sangat penting. Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, pemerintah dapat saja memberlakukan SNI tertentu secara wajib. Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang. 7 Diantara kategori SNI yang telah dinotifikasikan ke Sekretariat WTO untuk diberlakukan penerapannya secara wajib adalah persyaratan keselamatan untuk perlindungan konsumen, hal ini lah yang menjadi dasar dikeluarkannya Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/M- IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib telah diubah menjadi Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib. Pemberlakuan SNI mainan secara wajib memang menjadi gebrakan baru dalam pemberlakuan 6 http://tbt.bsn.go.id/index.php//main/utama/publik/en 7 http://www.bsn.go.id/main/bsn/isi_bsn/17 6

standarisasi mengingat banyaknya mainan baik dari luar negeri maupun dalam negeri yang diperdagangkan di Indonesia secara mudah dan bebas dengan harga yang relatif murah, sehingga permintaan akan mainan akan terus bertambah, tingginya permintaan akan mainan ini harus diimbangi dengan pengawasan dan standarisasi yang mumpuni bagi setiap mainan yang diperdagangkan. Namun dibalik bebasnya perdagangan mainan di Indonesia ternyata mempunyai dampak negatif, seperti pengujian yang dilakukan oleh YLKI antara lain: Pada bulan Maret 2011, YLKI bersama Departemen Kimia FMIPA-Universitas Indonesia melakukan pengujian terhadap beberapa jenis mainan edukasi yang dijual di beberapa tempat, seperti pasar mainan, ITC, dan mal atau pusat perbelanjaan di lima wilayah DKI Jakarta.Beberapa tempat yang menjadi lokasi pengambilan sampel adalah mal-mal besar, seperti ITC Kuningan, Ciputra Mall, ITC Cempaka Mas, Pejaten Village, dan Senayan City. Namun ada juga yang diambil dari pasar mainan terkemuka, seperti Pasar Gombrong. Dari hasil pengujian staf peneliti YLKI ditemukan bahwa banyak produk mainan edukasi yang mengandung zat kimia berbahaya bagi kesehatan. 8 Dengan adanya penelitian yang di lakukan oleh YLKI ini rasanya cukup untuk menjadi alasan pemberlakuan SNI mainan secara wajib, dimana telah ditemukannya fakta-fakta bahwa terdapat zat kimia yang berbahaya pada mainan yang dapat membahayakan kesehatan. Mainan yang dimaksud dalam pemberlakuan SNI mainan secara wajib adalah setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunannya oleh anak dengan usia 14 (empat belas) 8 http://female.kompas.com/read/2012/01/25/13474213/waspadai.mainan.beracun.di.mal 7

tahun kebawah untuk bermain dengan penggunaan yang normal maupun kemungkinan penggunaan yang tidak wajar sesuai dengan kebiasaan seorang anak 9. Ruang lingkup mainan yang diberlakukan SNI secara wajib hanyalah mencakup mainan yang dirancang dan diperuntukkan oleh anak dengan usia 14 (empat belas) tahun kebawah. Pemberlakuan SNI mainan secara wajib dibuat pada tanggal 2 April 2013 dan mulai dilaksanakan sejak tanggal 30 April 2014, sehingga produsen mainan lokal maupun luar negeri diberi waktu sekitar satu tahun untuk menstandarkan mainan yang diproduksinya. Namun hingga saat ini pelaksanaan pemberlakuan SNI mainan secara wajib belum sepenuhnya terlaksana dan dilakukan oleh produsen mainan, terutama produsen mainan lokal. Berbagai kendala dialami oleh produsen mainan lokal, baik dari segi kesiapan, proses sertifikasi yang cukup rumit dan memakan biaya yang tidak sedikit dan jangka waktu sertifikasi yang sangat sebentar yaitu hanya 6 bulan, sehingga produsen setiap setengah tahun sekali harus memperbaharui setifikasi produk mainannya belum lagi ditambah banyaknya mainan yang diproduksi oleh produsen lokal, jangka waktu ini cukup menjadi kendala bagi produsen mainan anak lokal. Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mendapatkan kebenaran mengenai 9 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Perindustrian No. 24/M-IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib 8

pemberlakuan SNI mainan secara wajib khususnya bagi produsen mainan lokal, baik dari aturan penerapan pemberlakuan SNI itu sendiri, penerapan yang dilakukan produsen mainan lokal untuk memenuhi standarisasi produknya dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat produsen mainan lokal dalam sertifikasi SNI mainan secara wajib pada produk mainannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penulisan ini penulis mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan pengaturan pemberlakuan SNI mainan secara wajib khususnya oleh produsen mainan lokal di Kota Yogyakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat produsen mainan lokal di Kota Yogyakarta dengan memberlakukan SNI pada tiap mainan yang di produksi dan cara mengatasinya? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif 9

a. Mengetahui penerapanpengaturan pemberlakuan Standar SNI mainan secara wajib khususnya oleh produsen mainan lokal di Kota Yogyakarta; dan b. Mengetahui dan menganalisis pemberlakuan SNI mainan secara wajib pada tiap mainan yang diproduksi oleh produsen mainan lokal di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Subjektif Untuk mencari dan memperoleh data akurat yang berhubungan dengan objek yang diteliti dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian penelitian Sepanjang yang diketahui penulis dengan melakukan penulusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tidak ditemukan adanya penelitian terkait dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib Khususnya Bagi Produsen Mainan Anak Lokal di Kota Yogyakarta. Namun terdapat penulisan yang mengangkat tema mengenai standarisasi yang dapat dikatakan sejenis, yaitu: 1. Pemungutan Retribusi Izin dan Rekomendasi Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Swasta dalam Mewujudkan Standarisasi Mutu Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Boyolali, yang disusun oleh Aprilia Sulistianti 10

pada tahun 2010, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dengan rumusan masalah: a. Bagaimanakah realisasi pemungutan retribusi izin dan rekomendasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta di Kabupaten Boyolali? b. Apakah pemungutan retribusi izin dan rekomendasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan telah sesuai dengan standarisasi mutu pelayanan kesehatan di Kabupaten Boyolali? Penulisan hukum di atas memiliki kemiripan tema yang diangkat dari segi standarisasi namun penulisan hukum diatas lebih membahas mengenai pada standarisasi mutu pelayanan kesehatan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan swasta, dimana setiap pemberi tenaga kesehatan harus memiliki standar yang jelas dalam peran aplikatifnya dengan menggunakan standarstandar yang telah ditetapkan, apabila peran tersebut dapat dijalankan sesuai atau melebihi standar yang ditetapkan, maka pemberi pelayanan kesehatan termasuk dalam kategori pemberi layanan kesehatan yang bermutu. Selain itu penulisan hukum diatas juga lebih membahas mengenai pemungutan retribusi izin dan rekomendasi penyelenggaraan pelayanan kesehatannya, sehingga secara lugas dapat dikatakan standarisasi yang dituju berbeda dengan standarisasi yang dibahas oleh penulis yang itu pemberlakuan SNI secara wajib bagi mainan. 2. Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib berdasarkan Technical Barrier to Trade dan Good Regulatory Prectice, merupakan tesis yang disusun oleh Amesta Yisca Putri pada 11

tahun 2010, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Program Pascasarjana kekhususan Hukum tentang Perdagangan Internasional, tesis ini membahas mengenai kesesuaian pemberlakuan SNI secara wajib dengan berdasarkan perjanjian TBT dan Good Regulatory Practice (GRP) serta dibandingkan dengan peraturan yang telah ada yaitu Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional, tesis di atas lebih membahas pemberlakuan standarisasi berdasarkan dengan aturan terdahulu yang mengikat yaitu TBT dan GRP sedangkan penulis membahas mengenai standardisasi nasional yang lebih khusus yaitu pemberlakuan SNI secara wajib pada mainan anak. Dengan demikian penulisan hukum ini adalah asli dan untuk pertama kalinya ditulis dalam penulisan hukum, bukan hasil plagiat maka telah memenuhi syarat keaslian penelitian. Jika ternyata ditemukan penelitian yang serupa atau hampir serupa, maka hal tersebut diluar sepengetahuan penulis dan penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya. E. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis di bidang Hukum Dagang terutama dalam bidang Persetujuan-persetujuan WTO mengenai Agreement on Technical Barriers to Trade, menambah pengetahuan dan literatur di bidang Hukum Dagang, khususnya terkait dengan pemberlakuan SNI mainan secara wajib. 2. Manfaat Praktis 12

a. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan pengetahuan danpemahaman mengenai pemberlakuan SNI mainan secara wajib khususnya bagi produsen mainan lokal. b. Manfaat bagi pengembangan hukum di Indonesia Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah maupun instansi yang berwenang untuk mengefektifkan aturan pemberlakuan SNI mainan secara wajib, sehingga produsen mainan anak lokal dapat memberikan standarisasi wajib tanpa ada halangan yang berarti bagi tiap produk mainan yang dibuatnya. 13