BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

1.2. Etiologi Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang. bersifat organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Berbagai pilihan obat saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi merupakan pencapaian akan usaha seseorang yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). The International

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada. usia masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

OBA B T A T S I S ST S E T M

LAPORAN PENDAHULUAN. memperlihatkan iregularitas mukosa. gastritis dibagi menjadi 2 macam : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT / GANGGUAN SALURAN CERNA ULKUS PEPTIK ULKUS PEPTIK

OBAT GASTROINTESTINAL

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang adalah serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. pengertian (Newman, 2006). Pengertian pensiun tidak hanya terbatas pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe dari sel kanker tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANDA BERTANYA, APOTEKER MENJAWAB. Diasuh oleh para Apoteker Dosen Fakultas Farmasi Unand. Pertanyaan:

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

SAKIT PERUT PADA ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Thera Rolavina S,S.Farm.,Apt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.2. Parotitis. Diare. Apendisitis. Konstipasi

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dispepsia Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang tidak baik. Dispepsia mengacu pada nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas; meliputi nyeri epigastrium, perasaan cepat kenyang (tidak dapat menyelesaikan makanan dalam porsi yang normal), rasa penuh setelah makan. 10 Kebanyakan pasien dengan keluhan dispepsia pada saat pemeriksaan tidak ditemukan kelainan organik yang dapat menjelaskan keluhan tersebut seperti chronic peptic-ulcer disease, gastro-oesophageal reflux, malignancy, sekitar 60% keluhan-keluhan tersebut tidak dapat dijelaskan, keadaan ini disebut fungsional, atau non-ulcer dyspepsia. Pasien dengan penyebab yang jelas tidak dimasukkan dalam kategori dispepsia fungsional. 11 Menurut ROME III tahun 2006, dispepsia fungsional harus memenuhi semua kriteria di bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya satu kali seminggu selama minimal dua bulan sebelum diagnosis ditegakkan: 12 - Nyeri yang persisten atau berulang atau perasaan tidak nyaman yang berasal dari perut bagian atas (di atas umbilikus). - Nyeri tidak hilang dengan defekasi atau tidak berhubungan dengan suatu perubahan frekuensi buang air besar atau konsistensi feses. 4 - Tidak ditemukan kelainan organik. 4

2.2. Epidemiologi Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak tidak jelas diketahui. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja mengalami nyeri perut setiap minggu dan dalam penelitian lain juga dilaporkan berkisar 8% dari seluruh anak dan remaja rutin memeriksakan tentang keluhan nyeri perut yang dialaminya ke dokter. 13 Penelitian di Bangkok mendapatkan dispepsia fungsional sebesar 62% pada anak dan remaja berusia diatas 5 tahun yang mengeluhkan sakit perut, rasa tidak nyaman dan mual setidaknya dalam waktu satu bulan. 4 Data statistik kunjungan pasien baru rawat jalan poliklinik anak Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009 didapati 11 kasus dispepsia dari 1.910 pasien baru, tahun 2010 didapati 12 kasus dispepsia dari 1.894 pasien baru, tahun 2011 didapati 24 kasus dispepsia dari 1.935 pasien baru. Dari data statistik tersebut dijumpai peningkatan angka kunjungan pasien dispepsia setiap tahun. 14 Seiring dengan bertambah maju ilmu pengetahuan dan alat-alat kedokteran terutama endoskopi dan diketahuinya penyakit saluran pencernaan yang disebabkan Helicobacter pylori (Hp), maka diperkirakan makin banyak kelainan organik yang dapat ditemukan. Suatu studi melaporkan tidak dijumpai perbedaan karakteristik gejala sakit perut pada kelompok yang terinfeksi dengan yang tidak terinfeksi Hp. Pada anak di bawah 4 tahun sebagian besar disebabkan kelainan organik, sedangkan pada usia di atas 4 tahun kelainan fungsional merupakan penyebab terbanyak. 15-17 5

2.3. Patofisiologi 2.3.1. Faktor Genetik Genetik merupakan faktor predisposisi penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGFβ). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat meyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang memengaruhi motilitas dari usus. 11 Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik. Perbedaan pada kelenjar axis hipotalamus pituitary adrenal menjadi hasil temuan yang menarik. Pada pasien gangguan gastrointestinal fungsional terjadi hiperaktifitas dari axis hypothalamus pituitarity adrenal. 11 2.3.2. Faktor Psikososial Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosi labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini merupakan akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin. 11 Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa anak-anak dengan gangguan fungsi gastrointestinal lebih lazim disebabkan karena kecemasan pada diri mereka dan orang tua terutama ibu. Satu studi menyatakan bahwa stres atau kecemasan 6

dapat mengaktifkan reaksi disfungsi otonomik traktus gastrointestinal yang dapat menyebabkan gejala sakit perut berulang. 11,18 2.3.3. Pengaruh Flora Bakteri Infeksi Hp menyebabkan dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Hp pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan kadar somatostatin. 11,15,16 2.3.4. Gangguan motilitas dari saluran pencernaan Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Pada pasien dispepsia fungsional terjadi gangguan motilitas dibandingkan dengan kontrol yang sehat, dari 17 penelitian kohort yang di teliti tahun 2000 menunjukkan keterlambatan esensial pengosongan lambung pada 40% pasien dispepsia fungsional. Gastric scintigraphy ultrasonography dan barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalam lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah dan berkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalah keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal. 11 7

2.3.5. Hipersensitivitas viseral Hipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu hipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Fenomena ini berdasarkan mekanisme perubahan perifer. Sensasi viseral ditransmisikan dari gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatan persepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus. 6,11 Peningkatan perangsangan pada dinding perut menunjukkan disfungsi pada aktivitas aferen. Secara umum terganggunya aktivitas serabut aferen lambung mungkin menyebabkan timbulnya gejala dispepsia. Dispepsia fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat setelah rangsangan kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual dan penurunan motilitas duodenum. 11 Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanisme sentral. Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otak yang terlibat dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakit yang berhubungan dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwa perubahan periperal pada gastrointestinal dimodulasi oleh mekanisme sentral. Bagian kortikolimbikpontin otak adalah bagian pusat terpenting dalam persepsi stimuli periperal. 6,11 8

2.4. Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis membagi dispepsia berdasarkan atas keluhan/ gejala yang dominan menjadi tiga tipe yakni: 17 1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) a. Nyeri epigastrium terlokalisasi b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodik 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakit. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi nyeri. Gejala lain meliputi nafsu makan menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut 9

kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. 19,20 Gejala klinis dispepsia fungsional harus dapat kita bedakan dengan sakit perut berulang yang disebabkan oleh kelainan organik yang mempunyai tanda peringatan (alarm symptoms) seperti pada tabel berikut. 21 Tabel 2.1.Alarm symptoms sakit perut berulang karena kelainan organik. 21 Nyeri terlokalisir, jauh dari umbilikus Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah) Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari Nyeri timbul tiba-tiba Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan Disertai gangguan motilitas (diare, obstipasi, inkontinensia) Disertai perdarahan saluran cerna Terdapat disuria Berhubungan dengan menstruasi Terdapat gangguan tumbuh kembang Terdapat gangguan sistemik: demam, nafsu makan turun Terjadi pada usia < 4 tahun Terdapat organomegali Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi Kelainan perirektal: fisura, ulserasi 10

2.5. Pemeriksaan Pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian: 10,22 1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat diperiksa tumor marker seperti CEA (dugaan karsinoma kolon), dan CA 19-9 (dugaan karsinoma pancreas). 2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. 3. Endoskopi biasanya digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Hp. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. 4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi Hp, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi. 11

2.6. Penatalaksanaan Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan yang telah didukung oleh bukti ilmiah adalah : pemberantasan Hp, Itoprid, PPI, dan terapi psikologi. Pengobatan yang belum didukung bukti adalah antasida, antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, reseptor AH2, misoprostol, golongan prokinetik, selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan. 6,23 Penanganan dispepsia fungsional dapat dilakukan dengan non farmakologi dan farmakologi. 2.6.1. Non farmakologi Beberapa studi mengenai penanganan dispepsia fungsional diantaranya dengan cognitive-behavioural therapy, pengaturan diet, dan terapi farmakologi. Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala. Direkomendasikan juga untuk menghindari makan yang terlalu banyak terutama di malam hari dan membagi asupan makanan seharihari menjadi beberapa makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi relaksasi dan terapi perilaku. 22,24 2.6.2. Farmakologis Pengobatan dispepsia fungsional mengenal beberapa obat, yaitu : 6,7,25,26 a. Antasida b. Antikolinergik 12

c. Antagonis reseptor H2 d. PPI e. Sitoprotektif f. Golongan prokinetik g. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas) 2.7. Reseptor Antagonis H2 (AH2) Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini adalah famotidin, ranitidin, simetidin dan nizatidin. 7 Obat cepat diserap setelah pemberian per oral. Efek reseptor AH2 pada sekresi asam tergantung pada dosis dan konsentrasi. 27 Penghambat reseptor AH2 secara kompetitif manghambat aksi histamin pada reseptor histamine H2 pada sel parietal lambung. Sel parietal memiliki reseptor untuk histamin, asetilkolin dan gastrin, yang semuanya dapat merangsang sekresi asam hidroklorida ke dalam lumen gaster. 7,27 Penghambat reseptor H2 menghambat sekresi asam yang dihasilkan oleh reseptor histamin. Efek penghambat reseptor H2 pada sekresi asam tergantung pada dosis dan konsentrasi. 7,27 Reseptor AH2 kecil pengaruhnya terhadap otot polos lambung dan tekanan sfingter esophagus yang lebih bawah. Sekresi gastrointestinal yang lain tidak banyak berkurang. Terdapat perbedaan potensial yang sangat jelas dari efikasinya dibanding obat lain dalam mengurangi sekresi asam. 7 13

2.7.1 Famotidin Famotidin merupakan antagonis reseptor H2 yang bersifat long-acting. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan duapuluh lebih poten daripada simetidin. Famotidin cepat diserap dan mencapai kadar puncak di plasma kira- kira dalam 1 sampai 3 jam setelah penggunaan oral, masa paruh eleminasi 3 sampai 8 jam dan bioavaibilitas 40% sampai 50%. Metabolit utama adalah famotidin S-oksida. Setelah dosis oral tunggal sekitar 25% dari dosis ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melebihi 20 jam. 7 Efek reseptor AH2 pada sekresi asam tergantung pada dosis dan konsentrasi. Famotidin diberikan dengan dosis 0.5 mg/kgbb/dosis dua kali sehari dengan dosis maksimal 40 mg/hari selama dua minggu. 27 Efek samping famotidin biasa ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. 7 14

2.8. Kerangka Konseptual - Infeksi H. pylori - Ulkus lambung Faktor Psikososial Faktor Genetik Hipersensitif Viseral - Ulkus duoedenum DISPEPSIA Ulcus-like dyspepsia DISPEPSIA ORGANIK Dysmotility-like dyspepsia Non specific dyspepsia Pengobatan Famotidin DISPEPSIA FUNGSIONAL (menurut kriteria ROME III) Frekuensi Nyeri Lama/ Durasi nyeri : variabel yang diteliti 15