1 Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat. Apalagi banyak masyarakat yang membutuhkan teknologi itu

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh informasi dan pengetahuan serta wadah untuk menyalurkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam idola (idols) akhir-akhir ini sepertinya sedang mewabah di

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin besar. Dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di era saat ini. Selebriti seolah telah menjelma menjadi sosok nyaris sempurna

BAB I PENDAHULUAN. kepada khalayak. Media adalah salah satu unsur terpenting dalam komunikasi. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dan masyarakat tak dapat di pisahkan, maka itu ada istilah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat penting, bukan

BAB I PENDAHULUAN. media massa karena sifatnya yang lebih efisien dan cepat. Media massa kini tidak

BAB I PENDAHULUAN. pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang. pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa,

BAB I PENDAHULUAN. membuat pemirsanya ketagihan untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan media elektronik, hal ini diikuti pula dengan perkembangan media hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan televisi di Indonesia saat ini bertumbuh sangat pesat. Hingga

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat

BAB I PENDAHULUAN. Perangkat televisi menjadi suatu kebiasaan yang popular dan hadir secara luas

3. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. begitu cepat, termasuk perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Televisi berasal dari kata tele dan vision yang berarti tele yaitu

BAB I PENDAHULUAN. seseorang. Komunikasi tidak saja dilakukan antar personal, tetapi dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan inti dari kehidupan. Dalam hidup, apa saja yang kita

2 orang tua mempunyai pengaruh lebih positif dari pada pengaruh televisi (Wong, 2000) Pada kenyataanya anak-anak meluangkan lebih banyak waktu untuk m

BAB I PENDAHULUAN. media atau khalayak menggunakan media sebagai pemuas kebutuhannya. Sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

HUBUNGAN ANTARA PARASOCIAL RELATIONSHIP

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

BAB I. Pendahuluan. kebudayaannya, media massa juga mengalami perkembangan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat penting,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun media elektronik mengalami kemajuan yang sangan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau

BAB I PENDAHULUAN. bagian internal dari sistem tatanan kehidupan sosial manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan dunia musik dan entertainment di Indonesia meningkat pesat.

BAB l. Perkembangan di dunia penyiaran yang semakin kompetitif saat ini. semakin marak. Setiap stasiun televisi berusaha menampilkan ulasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih,

BAB I PENDAHULUAN. kabar, menonton berita, mendengarkan radio, mengakses berita melalui internet.

MARAKNYA TAYANGAN HIPNOTIS SEBAGAI ACARA HIBURAN TERKAIT MENINGKATNYA ANIMO MENONTON TV DI KALANGAN MASYARAKAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. banyaknya program acara variety show, reality show, infotainment menjadi

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan akan informasi dan diiringi dengan kemajuan zaman yang sangat pesat,

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada dirinya sendiri, melainkan membutuhkan kehadiran orang lain.

BAB IV DATA PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. menyebarluaskan berita atau pesan kepada masyarakat. Dengan kata lain media massa adalah

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di semua belahan dunia. Komunikasi adalah suatu proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan hal penting untuk dapat berinteraksi dengan orang lain maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan media massa saat ini, khususnya media elektronik televisi telah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi sudah menjadi kebutuhan setiap manusia untuk mencapai suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Karena tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya media komunikasi saat ini membuat orang dari

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman ini manusia sangat bergantung dengan media massa. Semua

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

KUESIONER PENELITIAN. Pengaruh Media Televisi Terhadap Perilaku Menyimpang Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. ke komunikan. Media massa yang terdiri dari media cetak dan elektronik dapat

BAB I PENDAHULUAN. televisi sebagai audio visual menjadikan pemirsa mampu menyaksikan

ANALISIS GENRE PROGRAM QUIZ SHOW BULAN NOVEMBER TAHUN 2013 PADA STASIUN TELEVISI SWASTA NASIONAL DI INDONESIA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat kita lepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. menjawab pertanyaan berikut: Who Say What In Which Channel To Whom With

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN 1.1

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi semakin berkembang pesat. Dengan perkembangan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya atau dari kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Baik secara verbal

BAB I PENDAHULUAN. cara yang ditempuh untuk dapat berkomunikasi seperti melalui media massa,

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory Bateson, 1972)

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyiaran merupajan sebuah proses untuk menyampaikan siaran yang di

1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti setiap manusia tidak dapat hidup sendiri dan sangat dianjurkan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Media televisi menjadi penting dari semua media yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam bahasa komunikasi, pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. tanpa butuh waktu lama, tenaga yang besar ataupun biaya mahal. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. turut merubah peradaban manusia. Bukan hanya itu, teknologi juga merubah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap

BAB I PENDAHULUAN. dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat dubutuhkan oleh. masyarakat. Kebutuhannya itu dapat terpenuhi bila mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. maju begitu pesat. Dari berkembangnya hal tersebut, kebutuhan informasi bagi

4. HASIL DAN INTERPRETASI HASIL

PENDAHULUAN. mampu meyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan komunikasi dari waktu ke waktu selalu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya berbagai media komunkasi yang semakin canggih sehingga mampu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang pada masanya

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia hiburan (entertainment) terjadi secara pesat di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia. Perkembangan tersebut membuat media massa dan stasiun TV semakin berlomba untuk menampilkan acara-acara atau siaran-siaran yang menarik perhatian para pemirsa, sehingga banyak acara musik, film dan sinetron baru yang ditampilkan di televisi dan layar lebar Indonesia. Hal tersebut disusul pula dengan munculnya artis-artis pendatang baru yang mempunyai potensi baik secara fisik (penampilan) maupun kualitas sehingga banyak pemirsa yang kemudian menjadi penggemar mereka mulai dari anak-anak hingga dewasa. Maraknya perkembangan dunia hiburan tidak terlepas dari dukungan media elektronik dan teknologi. Seiring dengan kemajuan elektronik dan teknologi, dunia hiburan juga menjadi semakin maju. Berbagai jenis TV, radio, komputer atau laptop yang semakin canggih membuat para pemirsa semakin merasa puas saat menyaksikan acara-acara tersebut. Sedangkan adanya internet dan TV kabel membuat jarak tidak lagi berpengaruh besar. Internet dan TV kabel tersebut juga dapat membuat para pemirsa menyaksikan tayangan-tayangan hiburan dari luar negeri walaupun tayangan tersebut tidak ditayangkan di stasiun TV Indonesia. Bahkan internet tidak hanya memungkinkan pemirsa untuk menonton secara on-line, tapi juga menyimpannya ke dalam komputer atau laptop atau melihat siaran-siaran yang telah ditayangkan sebelumnya. Saat ini, para pemirsa tidak hanya diberi kesempatan untuk hanya sekedar melihat atau menonton tayangan TV, tapi juga diberi kesempatan untuk mengenal semakin jauh para artis yang biasanya hanya mereka lihat melalui layar TV. Pada beberapa stasiun TV terdapat program yang menayangkan kehidupan sehari-hari para artis dimana pada kesempatan itu pemirsa televisi diberi kesempatan untuk melihat rumah atau kamar tidur para artis dan juga melihat bagaimana artis tersebut menjalani kehidupan sehari-harinya. Dalam tayangan lain, tidak hanya kehidupan sehari-hari para artis yang dipublikasikan, tapi juga masalah pribadi seperti pacaran, pernikahan, atau perceraian juga diberitakan oleh media. 1

2 Di tahun 2000, tren infotainment mulai marak di Indonesia dipelopori oleh program Cek&Ricek (RCTI) dan Kiss (Indosiar). Infotainment itu sendiri awalnya bermaksud untuk menyajikan program yang menginformasikan sekaligus menghibur. Dengan demikian, infotainment mengemas informasi dan hiburan (entertaiment) dalam satu paket. Popularitas kedua program tersebut menyebabkan banyak stasiun TV dan rumah produksi lain ikut memproduksi program tersebut. Pada akhirnya, makna infotainment berubah menjadi program yang mengulas kehidupan artis atau selebritis baik berita faktual maupun yang masih berupa rumor alias gosip (Astuti, 2007). Adanya tayangan talk show dengan artis, wawancara di majalah atau acara gosip membuat pemirsa mengetahui kehidupan pribadi artis idolanya. Hal yang serupa juga dikemukakan Jonathan Cohen (2004), bahwa berbagai jenis acara yang menyajikan interaksi dengan artis seperti talk show, wawancara majalah atau surat kabar dilakukan untuk menarik perhatian pemirsa dan menjaga agar mereka tetap setia serta untuk memberikan perasaan mengenal para artis. Cara terbaru yang dilakukan oleh pihak media untuk memberikan perasaan mengenal para artis adalah melalui acara SMS artis, dan dengan cara ini para penggemarnya akan mendapatkan SMS langsung dari artis idolanya mengenai kehidupan pribadinya, padahal pada kenyataannya belum tentu benar artis tersebut yang mengirimkan SMS tersebut. Namun, hal tersebut dapat membuat para penggemar kemudian merasa bahwa mereka memiliki hubungan dengan artis favoritnya, padahal belum tentu artis tersebut mengenal atau mengetahui keberadaan mereka. Fenomena merasa mengenal para artis dikenal sebagai istilah parasosial. Istilah parasosial itu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Horton dan Wohl pada tahun 1956 sebagai suatu hubungan pertemanan atau hubungan intim dengan tokoh media berdasarkan perasaan ikatan afektif seseorang terhadap tokoh tersebut (dalam Harvey & Manusov, 2001, hlm 326). Istilah ini kemudian lebih dikenal sebagai intimacy at a distance dan pseudo-friendship antara penggemar dengan karakter televisi dalam hubungan yang khusus dan personal dimana hubungan tersebut bersifat satu arah (one-way relationship). Dengan kata lain, hubungan parasosial adalah hubungan satu arah sebagai hasil dari rekaan media massa dimana para penggemar merasa sangat mengenal secara personal

3 suatu tokoh, namun di lain pihak tokoh tersebut sama sekali tidak mengetahui sedikit pun mengenai para penggemarnya secara personal. Bagi pemirsa televisi, pengalaman melalui perantara media ini adalah pengalaman nyata, sehingga terbentuk ilusi keintiman dalam perilaku parasosial ini dimana pemirsa televisi merasa dirinya sangat mengenal tokoh idolanya (Horton & Wohl, 1982). Fenomena sangat mengidolakan tokoh tertentu ini sering dipersepsikan sebagai hubungan dua arah dan cukup mendalam oleh para penggemarnya. Karena itu, tidak jarang mereka akan merasa kehilangan saat idolanya tidak ada ataupun menyayangkan kesalahan atau kegagalan yang dialami tokoh idolanya. Bagi para penggemar, segala hal yang berkaitan dengan idolanya akan berdampak pada kehidupan pribadinya. Menurut Norlund (dalam Hoffner, 2002), terdapat tujuh karakteristik pemirsa televisi yang cenderung menampilkan perilaku parasosial, salah satunya adalah individu yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial. Lebih lanjut lagi, Peplau dan Perlman (dalam Deaux & Wrightsman, 1993) mengatakan bahwa kurangnya hubungan sosial yang dipersepsikan seseorang dapat mengakibatkan terjadinya loneliness. Loneliness itu sendiri memiliki banyak definisi, akan tetapi terdapat tiga elemen penting yang terkandung di dalamnya, yaitu hasil dari kurangnya hubungan sosial, bersifat subyektif, dan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan (Peplau dan Perlman, 1982). Dalam penelitian ini, definisi loneliness yang digunakan adalah keadaan tidak menyenangkan yang dipersepsikan seseorang akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan sosial ataupun hubungan interpersonal pada dirinya. Faktor personal dikatakan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan individu rentan terhadap loneliness. Individu yang mengalami loneliness biasanya pemalu, introvert, dan tidak punya cukup keinginan untuk mengambil risiko dalam berhubungan sosial. Perasaan loneliness ini juga menggambarkan pengalaman subyektif individu akan perasaan kehilangan dan isolasi, yang ditandai dengan adanya kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang dirasakan individu dalam hubungan personalnya (de Jong Gierveld, dalam McCourt & Fitzpatrick, 2001). McCourt dan Fitzpatrick (2001) mengatakan bahwa kualitas interaksi sosial dapat mempengaruhi individu dalam menonton televisi. Individu yang

4 kualitas serta kuantitas interaksi sosialnya baik, akan jarang menonton televisi dibandingkan dengan individu yang kualitas serta kuantitas interaksi sosialnya kurang. Sejalan dengan itu, Norlund (dalam Hoffner, 2002) mengatakan bahwa individu yang kurang memiliki keterlibatan sosial akan lebih sering berada di rumah, sehingga ia memiliki kecenderungan lebih besar untuk menggunakan televisi sebagai teman. Mengacu pada penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa individu yang mengalami loneliness akan memiliki kecenderungan lebih besar untuk menggunakan televisi sebagai teman, dan akan memiliki kecenderungan lebih besar untuk berperilaku parasosial. Selain itu, self-esteem juga dipercaya dapat mempengaruhi kualitas dari interaksi sosial seseorang. Biasanya, individu yang memiliki self-esteem rendah akan lebih sulit berkomunikasi langsung dengan orang lain, karena itu ia akan lebih memilih televisi dan menciptakan suatu hubungan dengan selebriti favoritnya. Dengan kata lain, perilaku parasosial ini menjadi alternatif bagi individu yang kurang memiliki ikatan sosial (Levy, 1982). Russel, Peplau, dan Cutrona (dalam McCourt & Fitzpatrick, 2001) menyatakan bahwa loneliness merupakan karakter penting untuk diteliti karena loneliness dirasakan oleh banyak orang dan memberikan dampak pada fungsi sosial seseorang. Mereka berpendapat bahwa loneliness berbeda dari integrasi sosial, dimana individu mungkin memiliki banyak kenalan, namun tetap merasa kesepian jika hubungan yang tercipta gagal memenuhi harapannya. Begitu juga dengan individu yang sedang menjalani hubungan romantis, mereka dapat merasakan loneliness jika hubungan idealnya tidak terpenuhi. Sebagai hasil, hubungan parasosial dilakukan tidak hanya oleh individu yang kekurangan hubungan sosial, tapi juga bagi mereka yang hubungan idealnya tidak terpenuhi. McCourt dan Fitzpatric (2001) kemudian membuat hipotesis Individu yang mengalami ketidakpuasan akan hubungan sosialnya akan beralih pada hubungan parasosial untuk memenuhi kekurangan yang dialami di kehidupan nyata. Sejalan dengan itu, mungkinkah individu yang mengalami loneliness akan mencari hiburan dari karakter-karakter di televisi?. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti mengenai hubungan perilaku parasosial dan loneliness. Salah satu pelopornya adalah Rubin, dkk. di tahun 1985. Hasil dari penelitian Rubin ini adalah: loneliness bukan prediktor

5 yang kuat atas intensitas hubungan parasosial. Hasil tersebut di luar dugaan Rubin, dkk. Kemudian McCourt dan Fitzpatric juga melakukan penelitian serupa di tahun 2001, namun mereka juga menemukan hasil yang tidak diduga. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ditemukan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antara loneliness dan perilaku parasosial. Tidak adanya korelasi ini mungkin dikarenakan oleh individu yang mengalami kesepian tidak memiliki energi emosional yang cukup untuk melakukan hubungan dengan selebriti dalam televisi (McCourt & Fitzpatrick, 2001). Penelitian yang serupa dilakukan oleh Diane D. Ashe and Lynn E. McCutcheon (2001) yang berjudul Shyness, Loneliness, and Attitude Towards Celebrities. Mereka juga memiliki hipotesis yang serupa dengan McCourt dan Fitzpatric, dimana mereka percaya bahwa akan terdapat korelasi yang signifikan antara karakteristik loneliness dan interaksi parasosial karena sifat pemalu dan perasaan kesepian (loneliness) sama-sama dihubungkan dengan perasaan tidak puas akan interaksi sosial. Namun, penelitian ini pun mendapatkan hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh ataupun McCourt dan Fitzpatric, yaitu hubungan antara kedua dimensi social anxiety (shyness dan loneliness) dan kuatnya interaksi parasosial terhadap selebriti sangat kecil atau bahkan tidak terjadi (Ashe & McCutcheon, 2001). Dilihat dari hasil beberapa penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa korelasi antara loneliness dan perilaku parasosial sangatlah kecil atau bahkan tidak terjadi. Namun, perlu kita ketahui bahwa terdapat perbedaan antara budaya Indonesia yang kolektif dengan budaya Barat yang individualistik. Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan di negara Barat yang memiliki budaya individualistik, dimana mereka terbiasa hidup terpisah dan memiliki kebebasan atas diri mereka sendiri. Sebaliknya, masyarakat di Indonesia berpegang pada budaya kolektif dimana mereka melihat diri mereka selalu berhubungan dengan orang lain (Markus & Kitayama dalam Matsumoto & Juang, 2004). Oleh karena itu, sebelum memutuskan apakah kesimpulan tersebut bahwa korelasi yang terjadi antara loneliness dan perilaku parasosial sangatlah kecil atau bahkan tidak terjadi juga terjadi di Indonesia, dibutuhkan penelitian lebih lanjut dan akan dicoba dicari jawabannya dalam penelitian ini.

6 Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan sampel penelitian pada wanita yang berada pada tahap dewasa muda. Alasan peneliti memilih wanita dewasa muda sebagai sampel penelitianya mengacu pada pernyataan Hoffner (2002) yang membuktikan bahwa perilaku parasosial lebih kuat dan lebih sering terjadi pada wanita. Selain itu, peneliti melihat banyak orang dewasa yang mengidolakan seseorang secara berlebih padahal, berdasarkan teori perkembangan, mengidolakan seseorang adalah salah satu tugas perkembangan yang terdapat pada masa remaja untuk menemukan jati diri, bukan tugas perkembangan pada tahap dewasa muda. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda, peneliti melakukan pendekatan kuantitatif dengan alat bantu kuesioner. Peneliti menggunakan adaptasi dari UCLA Loneliness Scale untuk mengukur loneliness, dan adaptasi dari Celebrity Attitude Scale (CAS) untuk mengukur perilaku parasosial. Sedangkan responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah wanita dewasa muda yang berumur antara 20-40 tahun. I.2. Permasalah Penelitian Permasalahan penelitian ini adalah: Apakah terdapat hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial pada wanita dewasa muda. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah individu yang mengalami perasaan kesepian (loneliness) akan memiliki kecenderungan untuk berperilaku parasosial. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi apakah terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan di luar negeri dengan penelitian yang dilakukan di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga

7 diharapkan dapat memicu terjadinya penelitian-penelitian selanjutnya mengenai parasosial di Indonesia, mengingat masih sedikitnya penelitian mengenai parasosial. I.5. Sistematika Penelitian Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang disusunnya penelitian ini mengenai hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial, permasalahan yang diangkat dalam penelitian, tujuan, manfaat serta sistematika penulisan penelitian. BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori-teori yang menjadi dasar dari penelitian ini. Bab tersebut akan berisi teori-teori mengenai loneliness, parasosial, dan dinamika hubungan antara loneliness dan parasosial. BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan selanjutnya mengenai permasalahan operasional dalam penelitian mengenai hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial, hipotesis penelitian serta variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu variabel loneliness dan perilaku parasosial. Selain itu pada bab ini juga dijelaskan mengenai kriteria responden yang digunakan sebagai sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, prosedur penelitian, pelaksanaan penelitian dan metode analisis data. BAB 4 HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN INTERPRETASI Bab ini akan berisi hasil penelitian yang dilaksanakan, yaitu mengenai gambaran perasaan loneliness dan perilaku parasosial yang dialami responden. Terdapat pula analisis dan interpretasinya.

8 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Bab ini akan berisi kesimpulan dari hasil penelitian mengenai hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial, diskusi dari hasil penelitian, dan saran untuk penelitan selanjutnya beserta aplikasi yang dapat digunakan dari hasil penelitan.