BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. harga. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan inflasi sebagai angka

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PENAWARAN TAHUN

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

Suku Bunga dan Inflasi

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mankiw, 2006: 145). Ini tidak berarti bahwa harga harga berbagai macam

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

1. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Perlunya inflasi dikendalikan rasanya tidak perlu dipertanyakan lagi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa kajian/landasan teoritis, studi empiris terkait sebelumnya atau yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Inflasi 2.2 Inflasi Regional

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. beberapa hasil penelitian terdahulu: Penelitian Nugroho dan Basuki (2012) dengan judul Analisis Faktorfaktor

V. TEORI INFLASI Pengertian Inflasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan taraf pertumbuhan ekonomi

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

PENGANTAR (LANJUTAN )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. lembaga keuangan. Definisi dari pengertian uang beredar terdiri atas beberapa

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

Bab 6 INFLASI. Gambar 6.1. Perkembangan Inflasi Dan Output Gap Nasional. Bahan Kuliah Ekonomi Moneter Aris B. Setyawan 66

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. semua negara di dunia adalah inflasi (Soebagiyo,2016:95). Definisi singkat dari

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

10 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggambarkan bahwa telah terjadi inflasi (Rahardja Manurung, 2001) :

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Inflasi Mankiw (2007) menyebutkan bahwa inflasi adalah seluruh kenaikan dalam harga. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan inflasi sebagai angka gabungan dari perubahan harga dari sekelompok barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan dianggap mewakili seluruh barang dan jasa yang dijual di pasar. Khalwaty (2000) menyatakan bahwa inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Bank Indonesia, inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang dan jasa masyarakat yang bersifat umum dan terus menerus. Secara teori, pada dasarnya inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi antara permintaan dan penawaran. Namun, pada kenyataannya inflasi tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lainnya seperti tata niaga dan kelancaran dalam lalu lintas barang dan jasa serta peranan kebijakan pemerintah.

9 2.1.2 Teori Inflasi Cavanese dalam Atmadja (1999) menyebutkan bahwa terdapat berbagai macam teori yang berusaha menjelaskan inflasi dari berbagai sudut pandang. Teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Keynesian Model, Mark-up Model dan Teori Struktural. Teori Kuantitas adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut : 1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral. 2. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynesian Model, dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk

10 mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Mark-up Model, teori ini mendasarkan pemikiran bahwa model inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar. Teori Struktural, merupakan inflasi yang terjadi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, guncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Structural bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu : 1. Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih menggunakan metode

11 dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya. 2. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barangbarang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Akibat dari lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan. 3. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printing of money). Adanya structural bottlenecks ini, dapat memperburuk inflasi di negara berkembang dalam jangka panjang, oleh karenanya fenomena inflasi di negaranegara yang sedang berkembang sering menjadi suatu fenomena jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist menekankan pada struktur sektor

12 keuangan. Dasar pemikiran kaum neo-structuralist ini adalah pengaruh uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau produksi. Berdasarkan pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu faktor penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi melimpah, menyebabkan harga uang (suku bunga) menjadi murah, maka volume investasi akan meningkat dan juga meningkatkan volume produksi sehingga penawaran barang meningkat, yang pada akhirnya menekan tingkat inflasi. Kaum strukturalis berpendapat, bahwa selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini disebabkan antara lain oleh harga barang-barang impor yang meningkat di daerah asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor. 2.1.3 Sumber Inflasi Di dalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Dalam teori ini sumber inflasi dibedakan menjadi dua yaitu teori demand pull inflation dan cost push inflation. Selain menggunakan pendekatan teori kuantitas dalam menganalisis sumber-sumber penyebab inflasi, juga digunakan pendekatan struktur ekonomi, pendekatan moneter dan pendekatan akuntansi seperti dijelaskan oleh Khalwaty (2000) di bawah ini:

13 a. Demand pull inflation Demand pull inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan secara agregat, dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan permintaan total (agregate demand) selain dapat menaikkan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan produksi (output) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga yang biasa disebut sebagai Indeks Murni (pure inflation). Mishkin (2009) menyebutkan inflasi yang disebabkan demand pull inflation dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.1 di bawah ini: Sumber : Mishkin, 2009. Gambar 2.1 Demand Pull Inflation b. Cost push inflation Cost push inflation terjadi pada kondisi tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Hal ini disebabkan oleh adanya

14 kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu. Penawaran total (supply agregat) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi. Kenaikan biaya produksi yang menimbulkan cost push inflation didorong oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Adanya tuntutan kenaikan upah dari para pekerja yang biasa dikoordinir oleh organisasi serikat buruh. 2. Adanya industri yang monopolis, yang memberikan kekuatan kepada produsen untuk menguasai pasar dan selanjutnya menaikkan harga lebih tinggi. 3. Kenaikan bahan baku industri. 4. Pemerintah terlalu berambisi untuk menguasai sumber-sumber ekonomi dalam jumlah yang besar yang seharusnya dapat diserahkan kepada pihak swasta. 5. Adanya kebijakan pemerintah, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi yang dapat memicu kenaikan harga-harga, seperti kenaikan tarif angkutan umum dan kenaikan tarif listrik, kenaikan gaji pegawai negeri dan kenaikan anggaran belanja negara yang dibiayai dengan pencetakan uang baru (money creation). 6. Pengaruh alam yang dapat menurunkan produksi dan menaikkan harga seperti musim kemarau panjang yang mengakibatkan gagalnya panen.

15 7. Pengaruh inflasi dari luar negeri, terutama bagi negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka atau pasar bebas. Sedangkan menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa cost push inflation dapat disebabkan oleh: 1. Wage Cost Push Inflation Teori inflasi yang menekankan dorongan biaya upah menyatakan bahwa kenaikan-kenaikan yang terjadi pada biaya upah, yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan permintaan merupakan penyebab awal terjadinya inflasi. 2. Price Push Inflation Teori inflasi yang menekankan price push atau juga dikenal dengan istilah administered price theory of inflation, memiliki persamaan dengan teori inflasi yang menekankan dorongan biaya upah. Teori tersebut menyatakan bahwa para penjual memiliki kekuatan monopoli, dan mereka ingin sekali menaikkan harga, tapi karena mereka takut terjadnya antitrust dari pihak pemerintah maka mereka menggunakan kenaikan dalam biaya produksi dapat dijadikan alasan yang diperlukan untuk membenarkan adanya kenaikan harga. 3. Import Cost Push Inflation Inflasi karena dorongan biaya impor, berupa suatu kenaikan dalam tingkat harga suatu negara yang disebabkan adanya suatu kenaikan dalam harga-harga barang impor penting. 4. Structural Rigidity Inflation Menekankan kekakuan struktural, mengasumsikan bahwa sumber-sumber daya tidak dengan cepat beralih dari penggunaan yang satu ke penggunaan yang lain

16 dan adalah mudah untuk menaikkan upah berupa uang dan harga-harga daripada menurunkannya. Mengingat bahwa upah dan harga-harga adalah kaku, maka tidak akan terlihat adanya penurunan upah dan harga pada sektorsektor yang berkontraksi potensial. Sehingga proses penyesuaian upah dan harga-harga di dalam sebuah perekonomian dengan adanya kekakuan struktural menyebabkan munculnya inflasi. Mishkin (2009) menyebutkan inflasi yang disebabkan cost push inflation dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.2 di bawah ini: Sumber : Mishkin, 2009. Gambar 2.2 Cost Push Inflation 2.1.3.1 Hubungan Harga Komoditi Pangan dan Inflasi Kenaikan komoditas di belahan dunia merupakan fenomena unik bagi sebagian orang, yang melihat kaitannya dengan perkembangan makro ekonomi dan hubungannya dengan tingkat inflasi. Disadari atau tidak, inflasi bahan pangan secara logika dasar makro ekonomi, dapat menyebabkan peningkatan inflasi,

17 sedangkan inflasi sangat erat kaitannya dengan besaran tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dan pertumbuhan merupakan kunci untuk memberantas unemployment. Braun (2008), menjelaskan adanya keterkaitan antara krisis pangan dengan krisis finansial, walaupun secara underlying causes (penyebab dasarnya) berbeda. Namun, keduanya dapat mengancam keamanan pangan, keamanan politik, dan stabilitas finansial dan ekonomi. Dapat dijabarkan juga bahwa inflasi pangan menaikkan tekanan secara umum pada nilai inflasi di seluruh dunia. Dalam kaitannya dengan negara berkembang, hal ini dapat terjadi karena rata-rata konsumsi pangan menempati porsi terbesar dari tingkat konsumsi masyarakat. Studi Braun (2008) menunjukkan bahwa rata-rata inflasi bahan pangan lebih tinggi dari rata-rata inflasi secara keseluruhan di 27 dari 31 negara dengan proporsi besar dari konsumsi pangan. Rahardja (2011) menyatakan bahwa harga komoditas di Indonesia seperti gula, minyak goreng, kedelai dan jagung berhubungan dengan harga dunia. Dalam periode sekitar satu tahun, satu persen kenaikan rata-rata harga komoditas dunia akan menyebabkan kenaikan sebesar satu persen harga domestik di Indonesia. Komoditas yang lain akan merespon hal yang sama dengan waktu respon yang bervariasi. Secara umum, kecepatan harga domestik untuk menyesuaikan terhadap guncangan harga dunia yang paling cepat adalah komoditas gula dan minyak goreng sedangkan yang paling lambat pada kedelai dan jagung. Kecepatan transmisi terhadap guncangan harga international juga berbeda diantara provinsi di Indonesia 4. 4 Sjamsu Rahardja. Ekonom pada World Bank Jakarta. Hhttp://go.worldbank.org/AAG7PZGKR0

18 2.1.3.2 Hubungan antara Harga Minyak Dunia dan Inflasi Purwanti (2011) menyebutkan bahwa mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dijelaskan oleh Blanchard. Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan antara keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga. 2.1.3.3 Hubungan antara Upah Buruh dan Inflasi Hubungan antara upah dan inflasi ditunjukkan oleh teori inflasi yang menekankan dorongan biaya upah dan menyatakan bahwa kenaikan-kenaikan yang terjadi pada biaya upah, yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan permintaan merupakan penyebab awal terjadinya inflasi. Di samping itu kekakuan struktural, mengasumsikan bahwa sumber-sumber daya tidak dengan cepat beralih dari penggunaan yang satu ke penggunaan yang lain dan menjadi mudah untuk menaikkan upah berupa uang dan harga-harga daripada menurunkannya. Mengingat bahwa upah dan harga-harga adalah kaku, maka tidak akan terlihat adanya penurunan upah dan harga pada sektor-sektor yang berkontraksi potensial. Jadi proses penyesuaian di dalam sebuah perekonomian dengan adanya kekakuan struktural menyebabkan munculnya inflasi.

19 2.1.3.4 Hubungan antara Expected Inflation dan Inflasi Mankiw (2007) menyebutkan bahwa kurva Philips (Philips Curve) dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan salah satunya adalah inflasi yang diharapkan. Inflasi yang diharapkan (expected inflation) tersebut ada beberapa bentuk yaitu: a. Inflasi ekspektasional, yang tergantung pada perbandingan-perbandingan dalam hal melihat harapan di masa yang akan datang (forward looking expextation). Dengan begitu laju inflasi yang terbentuk sekarang akan dipengaruhi nilainya oleh nilai laju inflasi pada masa yang akan datang. Hal ini mengakibatkan pembentukan harga dan upah akan disesuaikan dengan laju inflasi yang diharapkan pada masa yang akan datang. b. Ekspektasi adaptif, tergantung pada perbandingan-perbandingan dalam hal melihat pengalaman di masa yang lampau (backward looking expectation). Dengan begitu laju inflasi yang akan datang dipengaruhi nilainya oleh laju inflasi pada masa lampau. Hal ini mengakibatkan pembentukan harga dan upah akan disesuaikan dengan laju inflasi yang terjadi pada masa yang lampau. Ekspektasi adaptif ini susah untuk ditanggulangi, karena menyangkut efek psikologis, berupa trauma akan laju inflasi yang terbentuk di masa lalu. Oleh karena itu model ekspektasi adaptif ini memiliki pengaruh yang paling besar terhadap laju inflasi dibandingkan bila menggunakan variabel ekspektasi yang lain (Bank Indonesia, 2000).

20 2.1.3.5 Hubungan antara Nilai Tukar (Exchange Rate) dan Inflasi Studi Permana (2004) menjelaskan bahwa nilai tukar merupakan salah satu variabel mekanisme transmisi kebijakan moneter. Nilai tukar berpengaruh terhadap inflasi karena adanya direct passthrough effect melalui harga bahan baku impor. Barang tersebut dapat berupa barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal. Dampak perubahan nilai tukar terhadap laju inflasi melalu impor barang konsumsi tergolong ke dalam first direct passthrough, karena harga impornya dapat langsung mempengaruhi harga jual produk tersebut di dalam negeri. Sedangkan dampak melalui impor bahan baku dan barang modal tergolong ke second direct passthrough, karena pembentukan harganya melalui proses produksi terlebih dahulu. Dengan adanya depresiasi nilai tukar maka harga bahan baku impor akan naik sehingga biaya produksi akan naik, penawaran akan turun dan terjadilah inflasi dari sisi penawaran (cost push inflation). Nilai tukar mempunyai elastisitas yang besar terhadap inflasi karena masih besarnya ketergantungan industri terhadap bahan baku impor. 2.1.4. Penghitungan Inflasi di Indonesia Menurut BPS (2009), inflasi di Indonesia merupakan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada suatu periode terhadap periode sebelumnya. Penghitungan IHK tersebut menggunakan metode Laspeyers yang dikembangkan (modified Laspeyers) karena dalam rumusan indeksnya menggunakan kuantum

21 yang tetap sesuai tahun dasar. Rumusan Indeks Laspeyers dituliskan sebagai berikut: 100% (2.1) dimana : In = Indeks bulan ke-n Pn = Harga jenis komoditi bulan ke-n Po = Harga jenis komoditi tahun dasar Qo= Kuantum jenis komoditi tahun dasar dengan pertimbangan teknis pengolahan dari penghitungan IHK, maka rumusan Indeks Laspeyers diatas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan rumusan indeks sebagai berikut: 100% (2.2) dimana : In = Indeks bulan ke-n Pn = Harga jenis komoditi bulan ke-n Po = Harga jenis komoditi tahun dasar Qo= Kuantum jenis komoditi tahun dasar P (n-1) = Harga jenis komoditi bulan ke- (n-1) Tahapan untuk menghitung inflasi dimulai dengan menghitung relatif harga (RH), kemudian menghitung nilai konsumsi (NK), menghitung IHK, dan terakhir menghitung angka inflasi untuk masing-masing kota. Dari masing-masing kota ditimbang untuk mendapatkan angka inflasi nasional.

22 Menurut BPS, penghitungan inflasi di Indonesia dilaksanakan di 66 kota dan meliputi 774 jenis barang/jasa dan kemudian dikelompokan menjadi 7 kelompok utama yaitu: 1. Bahan Makanan 2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 3. Perumahan 4. Sandang 5. Kesehatan 7. Transportasi dan Komunikasi Komponen penghitungan IHK adalah: 1. Tahun Dasar Periode dasar atau tahun dasar adalah periode waktu tertentu yang dipakai sebagai dasar perbandingan. Pengukuran IHK sampai dengan bulan maret 1998 menggunakan periode 1988-1989 sebagai tahun dasar. Sedangkan sejak April tahun 1998 menggunakan periode tahun 1996 sebagai periode dasar dan sejak Januari 2004 sudah menggunakan tahun 2002 sebagai periode dasar. Sejak Juni 2008 tahun dasar yang dipakai untuk penghitungan inflasi adalah 2007. 2. Data Harga Harga yang dipilih dalam pengumpulan data harga konsumen adalah harga eceran, yaitu harga transaksi secara tunai yang terjadi antara penjual (pedagang eceran) dan pembeli (konsumen langsung).

23 3. Paket komoditas Adalah sejumlah komoditi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di suatu kota yang digunakan sebagai acuan dalam penghitungan indeks. Paket komoditas diperoleh dari suatu survei pengeluaran rumahtangga yang mencakup seluruh pengeluaran konsumsi untuk komoditi. Survei tersebut adalah Survei Biaya Hidup (SBH). 4. Diagram Timbangan Bobot/peran dari setiap jenis barang/jasa, dimana sumber datanya adalah Survei Biaya Hidup (SBH) yaitu nilai konsumsi makanan dan bukan makanan. Setelah diperoleh IHK, maka inflasi dapat diketahui. Penghitungan inflasi menggunakan persamaan sebagai berikut: 100 (2.3) Dimana merupakan inflasi yang terjadi pada periode t, merupakan IHK pada periode t sedangkan merupakan IHK pada periode sebelumnya. Inflasi terjadi apabila perubahan IHK bernilai positif, apabila perubahannya bernilai negatif maka disebut terjadi deflasi. 2.2 Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi telah banyak dilakukan. Pada Tabel 2.1 akan ditampilkan ringkasan penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi.

24 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi. NAMA NO PENELITI 1 Permana, 2004 2 Trihadmini, 2004 JUDUL PENELITIAN Analisis Faktorfaktor Penentu Laju Inflasi dilihat dari Sisi Penawaran dan Ekspektasi Adaptif dalam Rezim Nilai Tukar Mengambang Bebas Analisis Determinan Inflasi di Indonesia Periode 1988-2002 DATA DAN METODE - Indonesia, data tahun 1993-2004 - Model regresi berganda OLS - Indonesia, data tahun 1988-2002 - Model Persamaan Simultan HASIL PENELITIAN Harga BBM dan harga beras tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi, sedangkan nilai tukar berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi. Ekspektasi inflasi dan inflasi impor berpengaruh terhadap inflasi. 3 Krisnawati, 2006 4 Mardianti, 2006 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Inflasi di Indonesia. Analisis Inflasi di Indonesia dari Sisi Permintaan Uang 5 Devi, 2006 Analisis Inflasi di Indonesia - Indonesia (1983-2004 dan 1997-2004) - Multicointegration - Data Indonesia periode 1990: kuartal 1 sampai 2005: kuartal 3 - Error Correction Model (ECM) - Indonesia, data tahun 2000-2005 - Model OLS Output gap sangat berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia periode 1983-2004 sedangkan periode 1997-2004 yang berpengaruh terhadap inflasi adalah disequilibrium pasar uang. Inflasi Indonesia periode t-1, perubahan broad money, perubahan nilai tukar periode t-1 dan t-2, berhubungan positif dengan inflasi di Indonesia. PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar secara serentak mempunyai hubungan secara signifikan terhadap inflasi, secara parsial nilai tukar dan jumlah uang beredar

25 6 Apriani, 2007 Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia: Periode 1990-2006 - Indonesia, data tahun 1990-2006 - Model VAR dilanjutkan dengan VECM mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi. Guncangan harga minyak dunia berhubungan positif dengan inflasi, output, jumlah uang beredar dan nilai tukar riil. 7 Budiarti, 2008 Pengaruh Kenaikan Harga Bbm Terhadap Indeks Harga Konsumen (Ihk) Masing-Masing Kelompok Barang Dan Jasa Di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008 8 Sultan, 2011 Inflation in Kingdom of Saudi Arabia: A Bound Test Analysis 9 Dwiantoro, 2004 10 Monfort and Pena, 2008 Analisis Determinan Inflasi di Indonesia dengan Engle- Granger Error Correction Model Inflation Determinant in Paraguay: Cost Push versus Demand Pull Factors - Kota Banda Aceh, data tahun 1998-2008 - Model VAR - Arab Saudi - Model Cointegration dengan VECM - Indonesia - Model Eagle- Granger Error Correction Model (EG-ECM) - Paraguay - Model Cointegration dengan pendekatan VAR Kenaikan harga BBM berhubungan positif dengan inflasi umum dan inflasi untuk masing-masing komoditi barang dan jasa. Inflasi di dunia ekonomi, tingkat nilai tukar dan money supply adalah faktor utama yang mempengaruhi inflasi di Saudi Arabia. GDP riil berpengaruh negatif terhadap inflasi dan inflasi harapan berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi dalam jangka panjang. Jumlah uang beredar berpengaruh dalam inflasi jangka panjang sedangkan harga luar negeri/ harga beberapa produk makanan dan indeks upah punya pengaruh dalam jangka pendek

26 Penelitian ini berdasarkan penelitian Permana (2004). Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia dari sisi penawaran. Sedangkan perbedaannya terletak pada cakupan tahun, variabel yang digunakan dan metode analisis yang digunakan. Periode tahun dalam penelitian Permana adalah data kuartalan dari tahun 1993-2004 sedangkan dalam penelitian ini periode yang digunakan adalah data bulanan dari tahun 1998-2010. Variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah harga BBM dan harga beras sedangkan dalam penelitian ini menggunakan variabel harga minyak dunia dan indeks harga komoditi pangan dunia. Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah regresi berganda Ordinary Least Square (OLS) sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis Vector Error Correction Model (VECM). 2.3 Kerangka Pemikiran Operasional Guncangan penawaran yang negatif berupa bencana alam telah menyebabkan kegagalan panen dan terjadinya kelangkaan komoditi pangan. Kelangkaan pangan akan berimbas pada naiknya harga komoditi pangan. Disamping itu adanya krisis energi yang mulai melanda di tahun 2005 yang dimulai dengan berkurangnya pasokan minyak dunia berimbas pada kenaikan harga minyak dunia. Di Indonesia, kenaikan harga minyak dunia diikuti oleh kenaikan harga bahan bakar minyak oleh pemerintah. BBM yang merupakan input produksi sehingga kenaikan harganya akan meningkatkan biaya produksi. Supaya

27 tidak mengalami kerugian, maka produsen akan menaikkan harga jual produknya ke konsumen sehingga akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga di masyarakat. Semakin mahalnya harga-harga membuat buruh berusaha menuntut kenaikan upah supaya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenaikan upah ini akan meningkatkan biaya produksi dan sekali lagi akan membuat produsen menaikkan harga jual produknya. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar akan membuat harga bahan baku impor menjadi mahal sehingga akan membebani biaya produksi. Kerangka pemikiran di atas dapat disajikan dalam Gambar 2.3. Krisis Pangan Dunia dan Domestik Krisis energi Dunia Harga minyak dunia ik UMR Exchange rate -harga bahan baku impor naik. Harga Pangan Naik Harga BBM naik Biaya Produksi Naik Cost Push Inflation Inflasi Implikasi Kebijakan Pemerintah Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran