PERFORMA MENCIT (Mus musculus) JANTAN LEPAS SAPIH UMUR HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PENAMBAHAN DAUN KATUK

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Pengaruh Pemberian Zeolit dalam Ransum Terhadap Performans Mencit (Mus musculus) Lepas Sapih

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PERFORMA REPRODUKSI CACING TANAH Lumbricus rubellus YANG MENDAPAT PAKAN SISA MAKANAN DARI WARUNG TEGAL

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

5 KINERJA REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

PENGARUH TARAF PENAMBAHAN ZEOLIT DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA PRODUKSI MENCIT (Mus musculus) LEPAS SAPIH HASIL LITTER SIZE PERTAMA

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

MATERI DAN METODE. Materi

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,

EVALUASI PERTUMBUHAN JANGKRIK KALUNG (Gryllus bimaculatus) YANG DIBERI PAKAN DENGAN CAMPURAN DEDAK HALUS SKRIPSI AMELIA L. R.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

PEMAKAIAN ONGGOK FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA AYAM BURAS PERIODE PERTUMBUHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

PROFIL MINERAL KALSIUM (Ca) DAN BESI (Fe) MENCIT (Mus musculus) LAKTASI DENGAN PERLAKUAN SOP DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus L.)

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA KOMBINASI PAKAN KOMERSIAL DENGAN DEDAK PADI, ONGGOK DAN POLLARD

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PERFORMA MENCIT (Mus musculus) JANTAN LEPAS SAPIH UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN SKRIPSI ARI PRADANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2012

RINGKASAN Ari Pradana. D14070294. 2012. Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Salundik, M.Si. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang memiliki kandungan nutrisi yang baik, meliputi protein yang lengkap dengan asam amino yang diperlukan tubuh dan kandungan asam lemak jenuh yang rendah. Banyak diantara hewan ternak seperti unggas dan mencit mau memakan cacing dalam kondisi segar (hidup). Penggunaan L. rubellus sebagai pakan tambahan dalam kondisi segar jarang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan performa mencit jantan lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda, sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakaan, serta mortalitas). Mencit yang digunakan sebagai materi penelitian berasal dari peternak dengan manajemen pemeliharaan yang sebelumnya telah diketahui. Tiga taraf perlakuan yang diberikan yaitu : 1) mencit tidak diberi L. rubellus (P0); 2) mencit diberi 1 g L. rubellus/ekor/hari; 3) mencit diberi 2 g L. rubellus/ekor/hari. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf perlakuan dan lima kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), jika terdapat hasil yang berbeda dilanjutkan dengan uji banding Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian L. rubellus tidak berpengaruh terhadap keseluruhan parameter yang diamati (konsumsi pakan dan konversi pakan, pertambahan bobot badan, dan mortalitas). Cacing tanah (L. rubellus) tidak dapat diberikan sebagai pakan tambahan karena tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa mencit. Kata-kata kunci : mencit, cacing tanah, performa.

ABSTRACT The Performance of 21-39 Day Old Male Mice (Mus musculus) With Worms (Lumbricus rubellus) as Feed Suplement. Pradana, A., H.C.H. Siregar and Salundik The purpose of research was to analize the effect of worms (Lumbricus rubellus) as feed supplement to performance of 21-39 day old male mice. Variables that be observed were dry matter consumtion, 39 old day body weight, daily weight gain, feed conversion, and mortality. The treatments were P0 (consentrate/control); P1 (concentrate + 1 g worms/day); P2 (concentrate + 2 g worms/day). Consentrate and water was given by ad libitum. The result showed that the addition worms did not influence in all variables observed (P>0,05). Keywords: worms, mice, performance.

PERFORMA MENCIT (Mus musculus) JANTAN LEPAS SAPIH UMUR 21-39 HARI DENGAN PEMBERIAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN ARI PRADANA D14070294 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2012

Judul : Performa Mencit (Mus musculus) Jantan Lepas Sapih Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan Nama NIM : Ari Pradana : D14070294 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.) (Dr. Ir. Salundik, M.Si.) NIP : 19620617 199003 2 001 NIP : 19640406 198903 1 003 Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian : 28 Juni 2012 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ari Pradana, dilahirkan pada tanggal 15 Mei 1989 di Nganjuk. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Budi Santoso dan Ibu Suparmi. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 3 Balongrejo pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 3 Bagor dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 3 Nganjuk. Status mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2007. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Unit Kegiatan Kampus Koperasi Mahasiswa pada tahun 2007-2008. Penulis aktif menjadi Staf Divisi Animal Breeding Club HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) tahun 2008-2009. Penulis aktif dalam kegiatan kesenian dan tergabung dalam komunitas seni Teater Kandang dan paduan suara Graziono Simphonia tahun 2008. Penulis dipilih sebagai ketua umum HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) periode 2009-2010. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik Pengolahan Limbah Peternakan tahun 2011. Penulis aktif dalam program pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh IPB yaitu IPB Go Field di Indramayu Jawa Barat pada tahun 2008-2009. Penulis tergabung dalam program SIBERMAS (Sistem Pemberdayaan Masyarakat) Pemerintah Propinsi Gorontalo pada tahun 2010-2011. Penulis pernah menjadi pembina petani muda dalam kegiatan temu patani muda se-jawa Barat tahun 2011.

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis ucapkan pada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga Penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul Performa Mencit Jantan Lepas Sapih (Mus musculus) Umur 21-39 Hari dengan Pemberian Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Pakan Tambahan. Skripsi ini merupakan hasil dari serangkaian penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Januari 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan performa mencit jantan lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi L. rubellus sebagai pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda. Sehingga didapatkan taraf pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakaan). Mencit telah banyak diternakkan oleh masyarakat yang tujuannya dimanfaatkan sebagai bahan percobaan, pakan hewan lain atau sebagai hewan peliharaan. Mencit mampu berkembang biak dengan cepat, didukung dengan manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang berkualitas. Pakan mencit yang lazim digunakan adalah pakan ayam ras dan pakan ayam buras. Pakan ayam buras lebih sering digunakan dari pada pakan ayam ras, karena harganya lebih murah. Banyak pula yang menggunakan sisa makanan manusia sebagai pakan mencit untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan. Kualitas nutrisi harus tetap diperhatikan untuk menunjang produksi yang baik, untuk itu diperlukan pakan tambahan yang bernutrisi baik, murah, dan mudah untuk didapatkan. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) dapat digunakan sebagai pakan tambahan untuk mencit karena selain kandungan nutrisinya yang baik, L. rubellus mudah untuk dibudidayakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Amin. Bogor, Juli 2012 Penulis

DAFTAR ISI RINGKASAN ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN..... RIWAYAT HIDUP.... KATA PENGANTAR..... DAFTAR ISI.... DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR..... DAFTAR LAMPIRAN..... Halaman PENDAHULUAN.... 1 Latar Belakang........ 1 Tujuan....... 2 TINJAUAN PUSTAKA.... 3 Mencit (Mus musculus)..... 3 Kebutuhan dan Konversi Pakan...... 5 Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan...... 6 Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)... 6 MATERI DAN METODE.... 9 Lokasi dan Waktu... 9 Materi..... 9 Ternak... 9 Kandang dan Peralatan... 9 Pakan... 9 Prosedur........ 10 Persiapan... 10 Pelaksanaan Penelitian... 10 Rancangan dan Analisis Data... 11 Rancangan... 11 Analisis Data... 12 Peubah yang Diamati... 12 HASIL DAN PEMBAHASAN....... 14 Kondisi Umum Penelitian... 14 Kandang Penelitian....... 14 Pakan......... 15 i ii iii iv v vi vii ix x xi

Pengaruh Perlakuan Terhadap Peubah yang Diamati... 16 Konsumsi Pakan....... 16 Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan... 18 Konversi Pakan... 20 Mortalitas..... 21 KESIMPULAN DAN SARAN....... 22 Kesimpulan..... 22 Saran... 22 UCAPAN TERIMAKASIH........ 23 DAFTAR PUSTAKA....... 24 LAMPIRAN.. 27

Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus)... 4 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan... 8 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan Nutrisi Mencit dalam Bahan Kering... 10 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Mencit pada Taraf Pemberian L. rubellus yang Berbeda... 16 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit Selama Penelitian... 18 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L. rubellus yang Berbeda... 20

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Mencit Putih (M. musculus)... 3 2. Lumbricus rubellus........ 7 3. Suhu Kandang......... 14 4. Kelembaban Kandang... 15 5. Grafik Konsumsi Pakan Mencit... 17 6. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit... 19

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit... 28 2. Analisis Ragam Total Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit... 28 3. Analisis Ragam Konversi Pakan Mencit... 28 4. Analisis Ragam Konsumsi Serat... 28 5. Analisis Ragam Konsumsi Protein... 28

PENDAHULUAN Latar Belakang Mencit (Mus musculus) merupakan mamalia kecil yang nilai kemanfaatanya tinggi, diantaranya sebagai hewan dalam percobaan (penyakit, gizi, dan makanan) pada manusia, hewan peliharaan, maupun pakan bagi hewan lain. Manfaat mencit yang tinggi mengakibatkan mencit harus selalu tersedia dalam jumlah banyak dengan produktifitas dan performa yang baik. Kelemahan mencit di pasaran adalah mencit bukan merupakan hewan yang dibutuhkan secara kontinyu. Kadang mencit dibutuhkan dalam jumlah banyak dan segera, tetapi terkadang permintaan mencit sangat sedikit. Saat permintaan sedikit, penekanan biaya produksi harus dilakukan oleh peternak. Perkembangbiakan mencit yang cepat harus diimbangi dengan penyedian pakan serta tenaga kerja yang cukup. Tindakan yang biasanya dilakukan oleh peternak adalah memberikan pakan dengan harga dan kualitas yang rendah. Hal tersebut hanya untuk mempertahankan mencit untuk tetap hidup tanpa memperhatikan aspek produktifitas dan performanya. Beberapa peternak memberikan pakan ayam buras dan sisa makanan manusia sebagai pakan mencit, kemungkinan kebutuhan nutrisi untuk mencit belum tercukupi. Disaat permintaan mencit tinggi pemberian pakan bernutrisi baik perlu untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksi yang optimum. Pakan ayam buras yang bernutrisi rendah (protein kasar 12%) biasanya dicampur dengan pakan ayam ras (protein kasar 20%-22%). Pencampuran tersebut dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan. Hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi karena harga pakan ayam ras mahal. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) merupakan satwa harapan yang dapat dijadikan pakan tambahan untuk mencit. Selain mengandung nutrisi yang baik terutama kandungan proteinnya yang tinggi, L. rubellus mudah untuk dikembangbiakkan. Lumbricus rubellus sebagai pakan tambahan dapat diberikan dalam bentuk segar ataupun yang telah diolah seperti dikeringkan dan dibuat menjadi tepung. Pengolahan tersebut tentu akan menaikkan biaya produksi. Pemberian L. rubellus sebagai pakan tambahan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap performa mencit lepas sapih.

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan performa mencit jantan lepas sapih umur (21-39 hari) yang diberi cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai pakan tambahan pada taraf pemberian yang berbeda. Sehingga diperoleh taraf pemberian terbaik yang didasarkan pada parameter (bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan mencit).

TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar 40%-80%. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh mencit sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifatsifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994). Mencit merupakan hewan poliestrus, yaitu hewan yang mengalami estrus lebih daripada dua kali dalam setahun. Seekor mencit betina akan mengalami estrus setiap 4-5 hari sekali. Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit betina memiliki lima pasang kelenjar susu, yaitu tiga pasang di bagian dada dan dua pasang di bagian inguinal. Petter (1961) menjelaskan bahwa mencit (M. musculus) dan tikus (Rattus norvegicus) merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolifik, kecil, dan jinak. Mencit laboratorium memiliki berat badan yang bervariasi antara 18-20 g pada umur empat minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit memiliki bulu yang pendek halus dan berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang dari badan dan kepalanya. Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Filum Chordata, Klas Mamalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies M. musculus. Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) Smith dan Mangkowidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah

berkembang biak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Sifat biologis mencit secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (M. musculus) Kriteria Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus estrus Lama estrus Berat dewasa Jantan Betina Berat lahir Berat sapih Jumlah anak lahir Jumlah putting susu Kecepatan tumbuh Keterangan 1-3 tahun 9 bulan 19-21 hari 19-24 jam 21 hari 35 hari 8 minggu 4-5 hari 12-14 jam 20-40 g 18-35 g 0,5-1,0 g 18-20 g 6-15 ekor 5 pasang 1 g/hari Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988) Mencit disapih setelah berumur 21 hari dengan berat rata-rata 10,59 g (Bakker, 1974); 7,66 g (Sudono, 1981); 5,98 g (Nafiu, 1996); dan 7, 76 g (Fitriawati, 2001). Besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan serta suhu lingkungan (Hafez dan Dyer, 1969). Setelah disapih mencit mempunyai kemampuan tumbuh 0,5-1 g/hari. Mencit mencapai dewasa kelamin setelah berumur 35 hari dengan berat dewasa tubuh jantan dan betina secara berturut-turut 20-40 g dan 18-35 g.

Kandang mencit biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik atau metal dengan kawat kasa sebagai penutup bagian atas kandang. Kelengkapan lain yang diperlukan yaitu tempat pakan, tempat minum, dan alas kandang. Kandang mencit memiliki luasan 97 cm 2 /ekor untuk mencit dewasa sedangkan untuk betina dan anakanaknya yaitu 390 cm 2 (Rakhmadi, 2008). Syarat yang harus dipenuhi untuk kandang mencit yaitu, kandang harus memiliki luasan yang cukup sehingga mencit bebas bergerak dan mempunyai tempat untuk sarang beranak. Satu kandang biasanya terdapat 5-6 ekor mencit. Mencit sebaiknya ditempatkan dalam kondisi yang redup atau agak gelap dengan cahaya kurang dari 60 lux terutama untuk mencit albino. Kandang tidak boleh ditempatkan pada daerah yang bising, lembab dan berdebu serta yang paling penting adalah bahwa mencit lebih menyukai tempat yang gelap (Rakhmadi, 2008). Kebutuhan dan Konversi Pakan Mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g/hari. Zat-zat makanan yang dibutuhkan seekor mencit adalah protein kasar 20%-25%, kadar lemak 10%-12%, kadar pati 44%-45%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5%-6% (Smith dan Mangkowidjojo, 1988). Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur lingkungan, kecepatan partum-buhan, keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum dan cekaman yang dialami ternak tersebut (Anggorodi, 1994). Rakhmadi (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa konsumsi pakan mencit sangat dipengaruhi oleh aktifitas dan jenis alas yang digunakan pada kandang mencit. Aktifitas atau pergerakan yang tinggi terjadi pada mencit dengan kandang bersekat. Sekat kandang menjadi tempat untuk memanjat dan bergelantungan sehingga aktifitas makan menurun. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa, air minum yang dibutuhkan oleh seekor mencit berkisar antara 4-8 ml/hari. Air minum untuk dikonsumsi harus selalu tersedia dan bersih karena mencit menyukai air yang baru. Seekor mencit mudah sekali kehilangan air sebab evaporasi tubuhnya yang tinggi. Ransum dan air minum mencit biasanya diberikan ad libitum. Konsumsi dapat meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat, sehingga mampu menampung ransum dalam jumlah lebih banyak (Anggorodi, 1994).

Konversi pakan Merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dalam waktu tertentu (Anggorodi, 1994) atau menurut Chruch (1991) konversi pakan merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan digunakan sebagai keefisienan seekor ternak menggunakan makanannya untuk berproduksi. Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin tinggi keefisienan ternak tersebut menggunakan pakan (Sihombing, 1997). Mencit mampu tumbuh 1 g/ekor/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), dengan konsumsi pakan 5 g/ekor/hari (Malole dan Pramono, 1989) maka konversi pakan mencit berkisar antara 5-9. Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan Menurut Anggorodi (1994), pertumbuhan dapat terjadi secara hiperplasi (penambahan jumlah sel tubuh) dan hipertrophy (penambahan ukuran tubuh). Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh genetik, bobot lahir, jumlah anak sekelahiran, produksi air susu induk, perawatan induk dan umur induk (Hafez, 1963). Kurnianto et al.,(1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pada titik peralihan (inflection point) yang menandai bobot badan pada mencit jantan lebih tinggi dari mencit betina. Laju pertumbuhan mencit sesuai dengan analisis multiphasik kurva pertumbuhan. Kurva tersebut menunjukkan bahwa terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu pertumbuhan organ-organ tubuh, otak dan sistem saraf pada fase pertama, kemudian pertumbuhan tulang dan otot serta fase terakhir adalah pertumbuhan atau pertambahan lemak. Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada saat setelah disapih sampai umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 0,55 g/hari dan 0,50 g/hari. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Nafiu (1996) yakni pada umur lima minggu tanpa membedakan perlakuan dan jenis kelamin adalah 0,77 g/hari. Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Cacing tanah (Lumbricus rubellus) termasuk ke dalam filum annelida. Spesies cacing tanah ini banyak dijumpai di tempat yang lembab, dan hidup dalam kotoran hewan. Menurut Gates (1972), klasifikasi spesies L.rubellus adalah: Filum

Annelida, Kelas Oligochaeta, Ordo Opisthopora, Subordo Lumbricira, Famili Lumbricidae, Genus Lumbricus, Species L. rubellus. Cacing L. rubellus mempunyai bentuk tubuh lebih pipih dibandingkan cacing tanah jenis lain. Jumlah segmen tubuh yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum (penebalan pada tubuh cacing) terletak pada segmen 27-37 (Sihombing, 2002). Cacing jenis L. rubellus memiliki produktivitas yang tinggi meliputi, pertambahan bobot badan, produksi telur dan produksi anakan. Lumbricus rubellus bergerak lambat dan tidak aktif, sehingga kalah bersaing dengan jenis lain yang lebih aktif seperti cacing kalung dalam hal mencari makan. Gambar. 2. Lumbricus rubellus Spesies lain yang sering dikembangkan secara komersil adalah L. terestris dan Perionyx excavates. Dibandingkan dengan kedua spesies tersebut L. rubellus memiliki kandungan protein paling tinggi. Secara berturut-turut kandungan protein ketiga jenis cacing tersebut adalah sebagai berikut, L. rubellus 65,63 % (Damayanti et al., 2008); L. teristris 32,66 % (Julendra, 2003); P. excavates 57,2% (Tram et al., 2005). Lumbricus rubellus mengandung protein dengan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh ternak (Istiqomah, 2009). Menurut Yaqub (1991), komposisi asam amino L. rubellus yang lengkap sangat berpotensi untuk menggantikan tepung ikan. Manfaat L. rubellus yang juga penting adalah kemampuannya menghambat aktivitas bakteri patogen dengan komponen bioaktif Lumbrician (Cho et al., 1998).

Bersama dengan atau tanpa citosan komponen tersebut mampu mereduksi koloni Ercericia coli dalam tubuh ternak. Lumbricus rubellus memiliki kandungan asam amino yang hampir sama dengan tepung daging dan tepung ikan. Kandungan asam amino tepung ikan, tepung daging dan tepung cacing tanah L. rubellus terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Asam Amino Cacing Tanah, Tepung Daging dan Tepung Ikan Asam Amino Tepung Ikan Tepung Daging Tepung Cacing (L. rubellus) ------------------------------------g/100g------------------------------------ Essensial : Histidin 2,50 2,00 3,80 Treonin 1,10 6,50 2,10 Arginin 4,60 3,30 6,00 Methionin 3,00 1,50 2,00 Valin 5,70 4,70 4,40 Fenilalanin 4,20 3,50 5,30 Isoleusin 6,00 3,50 5,30 Lisin 10,40 6,90 7,30 Triptophan 1,10 6,50 2,10 Non Essensial : Sistein 1,10 1,10 1,80 Asam glutamat 13,80 14,80 13,20 Glisin 7,20 4,00 4,30 Tirosin 3,00 1,60 4,60 Alanin - - 5,40 Prolin - - 5,10 Asam aspartat - - 10,50 Serin - - 5,80 Sumber : Sihombing (2002)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 7 Agustus 2011 sampai dengan 10 Januari 2012. Cacing tanah (L. rubellus) diperoleh dari Laboratorium Lapang Kandang C, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan analisis pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 15 ekor mencit (M. musculus) jantan umur 21 hari dengan berat rata-rata 12 g. Mencit tersebut diperoleh dari salah satu peternak mencit di wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan sebanyak 15 kandang individu, terbuat dari plastik yang berukuran 30 x 24 x 10 cm. Kandang tersebut dilengkapi dengan kawat penutup serta tempat pakan dan minum untuk mencit. Peralatan yang digunakan antara lain termohygrometer yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang. Timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01 g. Alat penampi yang digunakan untuk memisahkan pakan yang bercampur dengan sekam dan kotoran. Sapu dan sikat untuk membersihkan kandang, alat tulis, serta kertas label. Pakan Pakan yang digunakan adalah pakan ayam bukan ras (buras) komersil yang biasa digunakan peternak mencit dengan kandungan protein kasar 12% serta L. rubellus sebagai pakan tambahan. Lumbricus rubellus diberikan dalam kondisi hidup. Kandungan pakan yang digunakan tersaji pada Tabel 3.

Table 3. Kandungan Zat Nutrisi Pakan yang Digunakan dan Kebutuhan Nutrisi Mencit dalam Bahan Kering Kandungan dalam Kandungan L. Kebutuhan mencit Zat nutrisi pakan utama * rubellus ** *** Bahan kering (%) 90,91 87,97 - Abu (%) 18,11 5,09 - Protein kasar (%) 8,38 60,03 12-24 Serat kasar (%) 13,53 7,10 5,00 Lemak (%) 3,40 7,36 5,00 Keterangan : * Hasil Analisis Peroksimat, di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Februari 2012 ** Fauzzy (2009) *** National Research Council (1995) Persiapan Prosedur Persiapan materi penelitian dilakukan dengan memelihara induk mencit dengan manajemen pemeliharaan yang baik, sehingga didapatkan mencit lepas sapih yang baik. Kriteria pemilihan indukan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan (rata-rata 8 ekor/kelahiran), litterr size sapih, dan keberhasilan kopulasi. Perkawinan dilakukan secara koloni yaitu dengan menggabungkan satu ekor pejantan dengan delapan ekor betina. Setelah bunting induk mencit ditempatkan dalam kandang beranak secara individu. Setelah beranak dan disapih, dilakukan pemisahan terhadap anak mencit lepas sapih jantan dan betina. Sebanyak 15 ekor mencit jantan lepas sapih kemudian digunakan sebagai materi penelitian. Pakan tambahan (L. rubellus) dipersiapkan dengan dipelihara dan dikembangbiakkan selama dua bulan. Media pemeliharaan L. rubellus berupa feses sapi, sedangkan L. rubellus yang dipelihara sebanyak 500 g. Kandang dan peralatan dibersihkan sebelum digunakan, dilakukan dengan mencuci kandang dan peralatan tersebut dengan desinfektan. Alas kandang mencit (sekam padi) ditampi terlebih dahulu untuk memisahkan sekam dari debu dan kotoran. Setelah ditampi sekam dimasukkan ke dalam kandang individu dengan ketebalan 1-2 cm. Pakan dan minum diberikan sebelum mencit dimasukkan ke dalam kandang. Pengecekan botol minum juga dilakukan untuk mengantisipasi adanya kebocoran.

Pelaksanaan Penelitian Mencit dimasukkan secara acak ke dalam 15 kandang individu, kemudian kandang tersebut diletakkan ke dalam rak penelitian. Pakan utama (pakan ayam kampung) diberikan ad libitum pada pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan cacing tanah diberikan pada siang hari pukul 11.00-12.00 WIB. Waktu pemberian cacing didasarkan pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Penelitian pendahuluan mencoba tiga cara pemberian cacing untuk mencit. Cara pertama yaitu cacing diberikan sebelum mencit mendapatkan pakan utama. Hasil pengamatan menunjukkan cacing termakan habis oleh mencit. Cara kedua yaitu cacing diberikan secara bersamaan dengan pakan utama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cacing tidak dimakan oleh mencit karena mencit lebih memilih pakan utama. Cacing yang tidak dimakan menyebabkan semut masuk dalam kandang dan mengganggu kondisi mencit. Cara ketiga yaitu cacing diberikan 3-4 jam setelah pemberian pakan utama. Hasil menunjukkan bahwa cacing termakan habis oleh mencit. Cara ketiga lebih baik dari pada cara pertama. Pakan sumber protein hewani lebih lama dicerna dalam menghasilkan energi dibandingkan dengan pakan pati-patian (Widodo 2002), sehingga cacing lebih baik diberikan setelah pakan utama. Sebelum diberikan, terlebih dahulu cacing dibersihkan dari tanah dan kotoran yang menempel kemudian di timbang sesuai perlakuan. Pemeriksaan dilakukan setiap pukul 16.00 WIB untuk mengetahui apakah cacing dimakan atau tidak. Cacing yang tidak dimakan dikeluarkan dari kandang karena dapat mengundang semut. Pemberian air minum dan penggantian alas dilakukan setiap tiga hari sekali. Alas yang telah digunakan ditampi untuk memisahkan sekam dengan sisa pakan dan feses mencit. Sisa pakan yang telah terpisah dijemur terlebih dahulu kemudian ditimbang. Periode pemeliharaan dilakukan hingga mencit berumur lima minggu atau ketika mencit telah dewasa kelamin dan mencapai bobot 20 g. Rancangan dan Analisis Data Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga taraf perlakuan yaitu, mencit tidak diberi L. rubellus (P0); L. rubellus 1 g/ekor/hari (P1); L. rubellus 2 g/ekor/hari (P2). Tiap perlakuan mendapat lima kali ulangan.

Menurut Steel dan Torrie (1993) model statistiknya adalah sebagai berikut : Yij = µ + iד + зij Keterangan : Yij = nilai pengamatan ke-j pada perlakuan ke-i µ = nilai rataan umum (1,2,3) ke-i iד = pengaruh perlakuan зij = pengaruh galat ulangan ke-j (1,2,3,4,5) pada perlakuan ke-i Analisis Data Data dianalisis dengan analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA). Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Pengujian ini dilakukan menggunakan software Minitab 15. Jika hasil analisis menunjukkan nyata atau sangat nyata maka dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan mengunakan uji Tukey. Peubah yang Diamati 1. Konsumsi Bahan Kering Pakan (g BK/ekor/hari) Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi mencit selama 24 jam, diukur dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian dan sisa pakan kemudian dibagi dengan waktu penggantian pakan. Konsumsi Pakan (g BK/ekor/hari) = 2. Bobot Badan (g/ekor) Bobot badan merupakan ukuran berat badan saat ditimbang. Diperoleh dengan menimbang mencit yang ditempatkan di atas timbangan digital. 3. Pertambahan Bobot Badan Harian (g/ekor/hari). {pemberian pakan (g) sisa pakan (g)} 3 hari Merupakan pertambahan bobot badan dalam satu satuan waktu tertentu. Perhitungan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) dilakukan dengan cara mengurangkan bobot badan pada saat penimbangan (BB t ) dengan bobot badan tiga hari sebelumnya (BB t-3 ). Rumus yang digunakan adalah: PBBH (g/ekor/hari) = BB t (g) - BB t-3 (g) 3 hari

4. Konversi Pakan (KP) Konversi pakan adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah pakan yang diperlukan (g) untuk mendapatkan satu gram pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Konversi pakan dihitung dengan rumus : KP = Konsumsi pakan mencit (g/ekor/hari) PBB (g/ekor/hari) 5. Mortalitas Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dari suatu populasi atau sampel. Persentase mortalitas didapatkan dengan membagi jumlah mencit yang mati (y) dengan jumlah keseluruhan sampel dalam satu level perlakuan (n). Mortalitas mencit ditentukan dengan rumus berikut : Presentase Mortalitas (%) = y n x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Suhu ( 0 C) 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Hari ke- Pagi Siang Sore Gambar 3. Suhu Kandang Suhu kandang pada pagi dan sore hari termasuk suhu yang nyaman untuk mencit, sedangkan pada siang hari suhu kandang diatas kondisi yang ideal untuk mencit. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit adalah 18-29 C dengan rataan 22 C. Hewan percobaan tidak akan berkembang baik pada suhu kamar lebih dari 30 C (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Hasil pengamatan dalam penelitian pendahuluan, pada kondisi suhu 30 C mencit akan menjulurkan kepala ke bagian tutup kandang untuk mencari udara bebas, hal tersebut terjadi terutama pada kandang koloni. Sesekali mencit aktif bergelantungan di bagian tutup untuk mencari aliran udara, mencit stres dan aktifitas makanpun menurun.

Rataan kelembaban kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 89,55%; 66,27%; dan 78,44%. Kelembaban kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Kelembaban (%) 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Hari ke- Pagi Siang Sore Gambar 4. Kelembaban Kandang Rataan kelembaban yang tinggi selama penelitian terjadi pada pagi dan sore hari, kelembaban tersebut lebih tinggi dari yang disarankan oleh Malole dan Pramono (1989) yaitu 30%-70%. Pada siang hari, kelembaban menurun sampai pada kondisi yang sesuai untuk mencit. Kelembaban kandang yang tinggi dapat memicu perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Hal tersebut dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit pada mencit. Pakan Kandungan protein kasar (PK) dalam pakan utama sekitar 8,38% (Tabel 3), namun informasi dalam kemasan menyebutkan PK dalam pakan tersebut 12%. Kandungan PK tersebut belum memenuhi kebutuhan nutrisi mencit. Mencit membutuhkan pakan berkadar protein di atas 14% (Malole dan Pramono, 1989). Rekomendasi dari National Research Council (1995) mengenai kebutuhan protein kasar mencit adalah 12%-24%. Kadar serat kasar sebesar 13,53% melebihi standar yang ditentukan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dan National Research Council (1995) yaitu 5%. National Research Council (1995) menjelaskan bahwa serat kasar dapat menurunkan palatabilitas, kecernaan, laktasi, biosintesa mikroba usus dan asupan nutrisi lainnya.

Kadar lemak kasar sebesar 3,40% belum sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Smith dan Mangkoewijojo (1988) yaitu 10%-12% dan National Research Council (1995) yaitu minimal 5%. Kadar lemak minimal tersebut belum dapat mendukung reproduksi dan pertumbuhan mencit. Kadar lemak yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ketengikan pakan. Semakin tinggi kadar lemak dalam pakan, maka pakan akan semakin cepat tengik (Tillman et al., 1989). Pakan yang digunakan adalah pakan komersial untuk ayam kampung, berbentuk crumble, dan berwarna kuning kecoklatan. Secara keseluruhan nutrien pakan tersebut belum sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi mencit, terutama protein. Diperlukan pakan tambahan agar kebutuhan protein dapat terpenuhi. Kandungan nutrisi L. rubellus (Tabel 3) kemungkinan dapat meningkatkan konsumsi nutrisi pada mencit terutama protein, sehingga produktivitas mencit dapat lebih baik. Cacing L. rubellus dipilih sebagai pakan tambahan karena, selain kandungan nutrisinya yang baik cacing tersebut mudah dipelihara dan produktifitasnya baik. Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang Diamati Konsumsi Pakan Konsumsi bahan kering pakan mencit selama 18 hari tersaji pada Tabel 4. Rataan konsumsi pakan mencit adalah 4,57 g/ekor/hari atau 28,87% dari bobot badan, konsumsi tersebut termasuk normal. Sebagai pembanding adalah penelitian Rakhmadi (2008) yang memperoleh konsumsi pakan mencit lepas sapih sebesar 3,98 g/ekor/hari. Konsumsi tersebut juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dari Anantyo (2006) dan Panda (2007) yang mendapatkan konsumsi pakan mencit dengan kadar protein kasar dalam ransum 17%-20% yaitu 4-6 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi pakan ke tiga perlakuan tidak berbeda nyata. Pemberian L. rubellus sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering pakan. National Research Council (1994) menyatakan bahwa, konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum. Semakin tinggi serat kasar maka konsumsi ransum cenderung menurun. Ransum yang berserat tinggi bersifat amba, sehingga mempercepat penuhya lambung.

Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit pada Taraf Pemberian L. rubellus yang Berbeda - Pakan utama (g BK/ekor/hari) Konsumsi P0 KK P1 KK P2 KK Ratarata 4,30 7,35 4,43 2,75 4,19 8,85 4,30 - L.rubellus (gbk/ekor/hari) 0 0,00 0,27 0,00 0,54 0,00 0,27 - Total (g BK/ekor/hari) 4,30 7,35 4,70 2,74 4,73 8,52 4,57 Protein kasar (g/ekor/hari) 0,36 21,01 0,53 14.82 0,67 13.68 0,51 Serat kasar (g/ekor/hari) 0,58 20,77 0,61 20,70 0,60 24,77 0,60 Lemak kasar (g/ekor/hari) 0,14 22,02 0,17 19,57 0,18 20,01 0,16 Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus Mencit jantan lepas sapih mampu menghabiskan 2 g L. rubellus/ekor/hari (dalam kondisi segar/hidup). Pemberian cacing sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari menaikkan konsumsi protein sampai 14%, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi total konsumsi bahan pakan. Grafik konsumsi pakan mencit dapat dilihat pada Gambar 5. 7 6 5 4 3 2 1 0 3 6 9 12 15 18 Hari ke- P0 P1 P2 Gambar 5. Grafik Konsumsi Pakan Mencit Terjadi penurunan konsumsi pada hari ke-6 sampai 9 dan hari ke-15 sampai 18. Konsumsi pakan yang tidak stabil dikarenakan suhu kandang yang tidak stabil, terutama pada siang hari. Suhu tinggi pada hari ke-17 yaitu 33,2 C, hal tersebut yang mempengaruhi konsumsi rata-rata pada hari ke-16 sampai dengan hari ke-18. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain suhu dan kelembaban kandang, kesehatan mencit, kadar air dalam makanan (Malole dan

Pramono, 1989) serta perbedaan fisiologis mencit dalam siklus kehidupan seperti pertumbuhan dan reproduksi (National Research Council, 1995). Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit berkisar 19-29 C dengan rataan 22 C. Ditambahkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa hewan percobaan pada umumnya tidak dapat berkembang dengan baik pada suhu kamar lebih dari 30 C. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Performa mencit dapat dilihat dari pencapaian bobot badan tiap tiga hari dan pada saat bobot akhir. Rataan total bobot badan awal mencit sebesar 12,67 g/ekor dengan koefisien keragaman 16,59 seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit Selama Penelitian Rataan Bobot Badan Awal (g) KK (%) Akhir (g) KK (%) PBBH (g/ekor/hari) KK(%) P0 13,19 26,69 21,55 13,56 0,46 13,98 P1 11,56 10,65 21,79 8,21 0,56 15,88 P2 13,27 12,45 21,91 18,85 0,48 50,80 Rataan 12,67 16,59 21,75 13,54 0,5 26,88 Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus Bobot badan mencit lepas sapih yang digunakan tidak sama dengan yang diungkapkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa bobot mencit lepas sapih berkisar antara 18-20 g. Hal tersebut dikarenakan perbedaan manajemen pemeliharaan mencit. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan harian (PBBH) mencit selama 18 hari penelitian tidak berbeda nyata. Kecepatan tumbuh mencit dengan nutrisi pakan yang baik dapat mencapai 1 g/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), hal tersebut tidak tercapai dalam penelitian ini. Pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, karena konsumsi pakan menentukan masuknya zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya. Karena konsumsi pakan dari ke tiga perlakuan adalah sama, maka pertumbuhan yang dicapai pun tidak berbeda. Hasil penelitian ini mendukung

pernyataan Soeharsono (1976) bahwa konsumsi ransum erat kaitanya dengan pertumbuhan. Selain itu sejalan dengan Jull (1978) yang menyatakan bahwa secara tidak langsung pertumbuhan merupakan peningkatan air, protein dan mineral serta terdapat hubungan yang erat antara kecepatan tumbuh dengan jumlah ransum yang dikonsumsi pada periode tertentu. Pada saat pertumbuhan berjalan dengan cepat, ternak sangat sensitif terhadap tingkat gizi pada ransum (Wahju, 1992) dan apabila lebih banyak ransum yang dikonsumsi maka lebih cepat pertambahan bobot badan ternak tersebut. Gambaran pertambahan bobot badan mencit dapat dilihat pada Gambar 6. 25 PBBH (g/ekor/hari) 20 15 10 5 0 0 3 6 9 12 15 18 Hari ke- P0 P1 P2 Gambar 6. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Pola garis yang hampir sama antara P0, P1, dan P2 (Gambar 6) menunjukkan tidak adanya perbedaan bobot badan mencit selama penelitian. Titik infleksi belum terlihat pada grafik. Titik infleksi merupakan titik balik grafik yang menunjukkan bahwa hewan telah mencapai dewasa kelamin dan mengalami perlambatan pertumbuhan. Sudono (1981) menyatakan bahwa laju pertumbuhan tertinggi pada umur 29 hari, sedangkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit dapat mencapai dewasa kelamin pada umur kurang dari 35 hari. Bobot badan mencit pada hari ke-18 telah mencapai ukuran bobot dewasa tubuh yaitu diatas 20 g dan mencit telah berumur 39 hari. Pencapaian bobot badan tersebut lebih baik dari pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Malole

dan Pramono (1989) bahwa mencit mencapai bobot badan 20 g dan siap untuk dikawinkan pada umur 56 hari. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena perbedaan manajemen pemeliharaan mencit. Konversi Pakan Rataan umum konversi pakan mencit (umur 21-39 hari) selama 18 hari penelitian adalah 8,60 dengan koefisien keragaman 26,15 seperti tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L. rubellus yang Berbeda Perlakuan Rataan konversi pakan KK (%) P0 9,28 19,63 P1 7,80 19,17 P2 8,74 39,66 Rataan 8,60 26,15 Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus Rataan konversi tersebut lebih baik dari penelitian Rakhmadi (2008) yang mendapatkan rataan konversi pakan mencit 12,33 dengan koefisien keragaman 45,66 (umur mencit 28-49 hari) pada kadar PK ransum 15,79% dan dengan suhu pemeliharaan yang nyaman. Perbedaan nilai konversi tersebut dikarenakan umur dan lama pemeliharaan mencit yang berbeda. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahwa mencit tidak efisien dalam memanfaatkan ransum untuk mengubah bobot badan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian L. rubellus sebagai pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap konversi pakan mencit. Konversi pakan mencerminkan kesanggupan ternak dalam memanfaatkan pakan (North dan Bell, 1990). Konversi yang sama memperlihatkan bahwa semua pakan mempunyai tingkat efisiensi yang sama. Dapat dikatakan bahwa pemberian L. rubellus sebagai pakan tambahan tidak menaikkan nilai konversi pakan meskipun memberikan sumbangan protein yang nyata pada konsumsi hariannya.

Mortalitas Tidak terdapat kematian mencit selama penelitian, mencit sehat, aktif, berbulu rapat, dan mengkilap. Manajemen pemeliharaan yang baik sangat berpengaruh terhadap mortalitas mencit yang di dukung dengan kondisi lingkungan yang baik. Menurut Blakely dan David (1991) kondisi lingkungan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak dapat menurunkan angka mortalitas. Dilihat dari penampilan fisik mencit, pemberian L. rubellus sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari tidak menimbulkan bahaya sakit pada mencit tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Cacing tanah (Lumbricus rubellus) tidak dapat dijadikan sebagai pakan tambahan untuk mencit (Mus musculus) sampai dengan taraf pemberian 2 g/ekor/hari dalam kondisi segar/hidup, karena tidak berpengaruh terhadap performa mencit tersebut. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian L. rubellus terhadap reproduksi mencit. Sebaiknya dilakukan metode pemberian yang berbeda seperti pengeringan dan penepungan, sehingga diketahui secara keseluruhan manfaat L. rubellus sebagai pakan tambahan untuk mencit. Model kandang perlu untuk diperbaiki sehingga mudah dipisahkan antara kotoran, pakan, dan materi lain. Dapat dilakukan dengan pemberian kawat kasa sebagai alas kandang.

UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas karunianya sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Bapak Budi Santoso dan Ibu Suparmi serta kepada saudara Penulis Miim Wijayanti, Muneri Anjas, Akum Yusmilan dan Dian Putri Hayati yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moril sehingga penulis mampu bertahan dan berjuang sampai pada kondisi sekarang ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. dan Dr. Ir. Salundik M.Si. yang telah membimbing, membantu dan mengarahkan penyusunan proposal penelitian, penelitian hingga penulisan skripsi. Ucapan terimakasih Kepada Ir. B. N. Polii, SU. selaku pembimbing akademik sekaligus penguji seminar yang telah memotivasi Penulis selama masa studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Baihaqi Spt. M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Didit Apriyadi M.Sc. selaku penguji dalam ujian sidang yang telah memberikan kritik, saran dan arahan dalam penulisan skripsi ini. Kepada keluarga besar Kandang ABC, Ibu Pipih Suningsih, Bapak Ilyas, Bapak Ade, Bapak Dadang, Kuswanto, Agung, Ucha, dan Riki yang telah mewarnai keseharian saya. Teman terbaik serta partner penulis dalam banyak hal selama di IPB Bedi Ferlangga, Widya Fitri Akbar, Nicky Puspita Dewi, Ihsan Adi Putra, Riki Renaldi, Fastasqi dan CBC. Kepada Ibu Rini serta teman-teman Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak (Rio, Dini, Ika, Ester, Embhan, Indah, dan Restu) yang telah memberikan keceriaan di masa-masa akhir studi Penulis. Keluarga Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) atas kepercayaannya. Teman-teman IPTP 44 atas kebersamaannya, segenap dosen dan karyawan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, keluarga besar Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menjadi salah satu mahawiswa di institusi pendidikan tercinta (IPB). Mimpi dapat kita raih asalkan kita mau bekerja keras, terimaksih. Bogor, Juli 2012 Penulis

DAFTAR PUSTAKA Anantyo. 2006. Performa mencit (Mus musculus) lepas sapih dengan perbedaan taraf pengunaan zeolit dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Arrington, L.R. 1972. Introduction Laboratory Animal. The Breeding, Care and Management of Experimental Animal Science. The Interstate Printers and Publishing Inc. New York. Bakker, H. 1974. Effect of selection for relative growth rate and body weight of mice, composition and efficiency of growth. Doctor Thesis. Wageningen University, Wageningen. Blakely, J. & H.B. David. 1991. Ilmu Peternakan. 4 th Ed. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Cho, J.H., C.B. Park, Y.G. Yoon & S.C. Kim. 1998. Lumbricin I, a novel prolinerich antimicrobial peptide from the earthworm: purification, DNA cloning and molecular characterization. Biochim. Biophys. Acta. 1408 (1): 67-76. Chruch, D.C. 1991. Digestive Physiologi and Nutrition of Ruminans. Oregon State University Press, Corvallis, Oregon. Damayanti, E., H. Julendra & A. Sofyan. 2008. Antibacteria activity of earthworm meal (Lumbricus rubellus) with different methods to the Escherichia coli. Proceedings. National Food Seminar, Yogyakarta, January 17, 2008. P. 54 60. Fauzzy, A. 2009. Kajian pengaruh substitusi parsial tepung terigu dengan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap sifat kimia dan penilaian sensori kreker. Skripsi. Jurusan Ilmu Produkasi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fitriawati, N. 2001. Kajian penambahan ekstrak buah dan daun pare (Momordica charantia L.) pada sifat-sifat reproduksi mencit betina (Mus musculus albinus). Skripsi. Jurusan Ilmu Produkasi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gates, G.E. 1972. Burmesse Earthworms. Vol 62. The American Philocophical Society Independent Square. Philadelphia. Hafez, E.S.E. & L.A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea & Febiger, Philadelphia. Hafez, E.S.E. 1963. Reproduction in Farm Animal. 5 th Philadelphia. Ed. Lea & Febiger, Istiqomah, L. 2009. Amino Acid Profile of Earthworm and Eartworm Meal (Lumbricus rubellus) for Animal Feedstuff, LIPI, Yogyakarta. Julendra, H. 2003. Antibacterial activity test of earthworm meal as broiler feedstuff to the bacteria growth of Salmonella pullorum with invitro method.

Proceedings. Study Report of Research and Development in Technical Science and Knowledge (IPT) 2003. Jull, M.A. 1978. Poultry Husbandry. 3 rd Edition. Mc. Graw Hill Book Co. Inc. New York. Toronto.London. Kurnianto, E.,A. Shimjo & D. Suga. 1999. Multiphasic analysis of growth curve of body weight in mice. Asian Aus. J. Anim. Sci. 12 (3): 331-335. Malole, M.B. & C.S Pramono. 1989. Pengunaan Hewan Percobaan di Laboratorium Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Moriwaki, K.T. Shiroshi & H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice. Its Application to Biomedical Research. Japan Scientific Societies Press. Karger, Tokyo. Nafiu, L.O. 1996. Kelenturan fenotipik mencit (Mus musculus) terhadap ransum berprotein rendah. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1995. Nutrien Requirement of Laboratory Animals. 4 rd Edition. National Academy Press, Washington. National Research Council. 1994. Nutrien Ruquirement of Poultry. Ninth Revised Edition. Printing and Publishing National Academi of Science, Washington. North, M.O. & D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Product Manual. Second Edition. The Avi Publishing Co. Inc. Wesport, Connecticut. Panda, R. 2007. Pengaruh taraf pemberian zeolit dalam ransum terhadap performa produksi mencit (Mus musculus) lepas sapih hasil litter size pertama. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Petter, W.L. 1961. Provision of Laboratory Animal for Research. Elsevier Publishing Company, London. Rakhmadi, I. 2008. Performa mencit jantan (Mus musculus) umur 28-63 hari pada kandang tanpa sekat dan bersekat dengan alas kandang yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sihombing, D.T.H. 2002. Satwa Harapan 1. Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Smith, B.J. & S. Mangkoewidjojo.1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Soeharsono. 1976. Respon broiler terhadap berbagai kondisi lingkungan. Disertasi. Universitas Padjajaran. Steel, R.G. D., & J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. P.T. Gramedia, Jakarta.

Sudono, A. 1981. Pengaruh antara genotip dan lingkungan terhadap pertumbuhan, keefesienan makanan, daya produksi dan reproduksi mencit. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tram, N.D.Q, L.D. Ngoan & B. Ogle. 2005. Culturing earthworms on pig manure and the effect of replacing trash fish by earthworms on the growth performance of Catfish (Clarias macrocephalus x Clarias gariepinus). Tesis, http://www.mekam.org/msc2003 (Juni 2012). Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press, Yogjakrta. Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Universitas Muhamadiyah Malang Press, Malang. Yaqub, H. 1991. Earthworm and maggot meals as a potential fish meal replacement. Thesis. Institute of Renewable Natural Resources U.S.T., Kumasi, Ghana.