Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

KETERKAITAN HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking Disertai Aktivitas Quick On The Draw Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

ISSN: X 165 PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

PENGARUH PEMBELAJARAN VISUAL THINKING DISERTAI AKTIVITAS QUICK ON THE DRAW TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. 1 The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

KOMUNIKASI MATEMATIKA TERTULIS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TEORI BRUNER DALAM MATERI TRIGONOMETRI DI SMA

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STATISTIK PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

Fraenkel, J.R & Wallen, N. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc. Graw Hill.

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan. lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

EKSPLORASI KEMAMPUAN OPERASI BILANGAN PECAHAN PADA ANAK-ANAK DI RUMAH PINTAR BUMI CIJAMBE CERDAS BERKARYA (RUMPIN BCCB)

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek

Penerapan Pendekatan Konstektual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA. Bell, Frederick H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (the secondary schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa kita. Padahal matematika sumber dari segala disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

ASOSIASI KEMAMPUAN SPASIAL DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN GEOGEBRA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

HUBUNGAN ANTARA SELF-CONFIDENCE DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MTs. NEGERI BOJONG PADA MATERI STATISTIKA. Zuhrotunnisa ABSTRAK

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Rezi Ariawan 1, Hayatun Nufus 2 1 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UIR 2 Dosen Pendidikan Matematika FTK UIN Suska Riau email reziariawan@edu.uir.ac.id Abstrak Penelitian ini mengkaji hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di Pekanbaru pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 25 Pekanbaru kelas VIII dengan jumlah sampel sebanyak 81 orang siswa. Instrumen penelitian yang digunakan berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan. Analisis data menggunakan uji prasyarat model regresi linier, uji koefisien korelasi rumus Pearson/Product Moment, uji t koefisien korelasi, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan siswa secara keseluruhan. Artinya, semakin tinggi kemampuan pemecahan masalah matematis, maka semakin tinggi pula kemampuan komunikasi matematis siswa tersebut. Namun sebaliknya pada level kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang negatif. artinya semakin tinggi kemampuan pemecahan masalah matematis, maka semakin rendah kemampuan komunikasi matematisnya. Kata Kunci : Komunikasi Matematis, Korelasi, Pemecahan Masalah, 82

1. PENDAHULUAN Pendidikan dipandang memiliki peranan yang sangat penting. Peranan pendidikan tersebut diantaranya adalah dapat menciptakan manusia-manusia yang berkualitas, cerdas, kreatif, terampil, produktif, bertanggung jawab dan berbudi luhur yang sangat berguna bagi pembangunan demi kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan matematika adalah salah satu bagian dari pendidikan Nasional yang memiliki peranan yang sangat penting. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita rasakan saat ini adalah salah satu bentuk dari kontribusi matematika. Matematika juga telah banyak mengajarkan manusia mengenal dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di sekeliling kita. Dengan matematika juga, manusia dapat mempelajari dan sekaligus mendapatkan pemodelan atas fenomena yang terjadi atau yang diamatinya. Oleh karena itu, secara sadar maupun tidak, kita telah banyak menggunakan dan memanfaatkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat betapa pentingnya matematika, maka di dalam kurikulum pendidikan Nasional, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik. Setelah mempelajari matematika di sekolah, maka siswa tidak hanya diharapkan dapat memahami materi matematika yang diajarkan, tetapi siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan matematis yang berguna untuk menghadapi tantangan global. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Sabandar (2008), dimana pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya bertujuan agar siswa memahami materi matematika yang diajarkan, tetapi tujuan-tujuan utama lainnya, yaitu agar siswa memiliki kemampuan penalaran matematika, komunikasi matematika, koneksi matematika, representasi matematika dan pemecahan masalah matematika, serta perilaku tertentu yang harus siswa peroleh setelah ia mempelajari matematika. Diantara kemampuankemampuan yang dikemukakan oleh Sabandar di atas, kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang sangat diperlukan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan, terutama dalam era globalisasi dan informasi seperti saat ini. Kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang telah dinyatakan secara tertulis di dalam tujuan mata pembelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Depdiknas (2006) mengemukakan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, 83

efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sejalan dengan hal itu, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran matematika. Adapun keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh NCTM (2000: 29) adalah: (1) pemecahan masalah; (2) penalaran dan pembuktian; (3) komunikasi; (4) koneksi; (5) representasi. Keterampilan-keterampilan tersebut termasuk pada berpikir matematis tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang sangat penting dan menjadi fokus utama untuk dikembangkan dan dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran matematika di sekolah. Kemampuan pemecahan masalah diperlukan dalam memahami dan menyelesaikan masalah. Cooney et. al. (Hudojo, 2003: 152) menyatakan bahwa mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Selanjutnya Selanjutnya, Hudojo juga menyatakan bahwa bila seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengambil keputusan sebab siswa itu menjadi mempunyai keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya. Pemecahan masalah adalah bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Wahyudin (2008: 520) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah bagian integral dari semua belajar matematika. Oleh sebab itu, pemecahan tidak bisa diberikan secara terpisah dalam pembelajaran matematika. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah 84

matematis untuk dimiliki oleh siswa juga dinyatakan oleh Sumarmo (1993), yaitu pemilikan kemampuan pemecahan masalah pada siswa adalah penting, karena kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Berkaitan dengan pentingnya kemampuan pemecahan masalah, Sumarmo (2010) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah penting, karena memalui pemecahan masalah siswa dapat (1) mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah; (2) membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah seharihari dan menyelesaikannya; (3) memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika; (4) menjelaskan dan menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; (5) menerapkan matematika secara bermakna. Uraian di atas mengindikasikan bahwa betapa pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah oleh siswa melalui pembelajaran di sekolah. Penelitian Sumarmo (1993) menunjukkan bahwa tingkat berpikir formal siswa masih belum berkembang secara optimal, dan kemampuan pemecahan masalahnya masih rendah. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Garofalo dan Lester (Wahyudin, 2008) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan matematis bukan disebabkan oleh kegagalan-kegagalan dalam pemecahan masalah, melainkan tidak efektif dalam memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya. Dalam hal ini, siswa memiliki pengetahuan matematis, hanya saja tidak cermat dan terampil dalam memanfaatkan pengetahuan tersebut. Paparan hasil penelitian di atas mengisyaratkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Selain kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika juga penting untuk ditingkatkan. Menurut Lindquist and Elliott (1996: 3) komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika. Sejalan dengan itu, Wahyudin (2008 : 534) juga menyatakan bahwa komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Turmudi (Dahlan, 2011) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Hal ini merupakan cara untuk sharing gagasan dan mengklasifikasi pemahaman. Proses komunikasi membantu membangun makna dan kelengkapan gagasan dan membuat hal ini menjadi milik publik. Ketika seorang siswa ditantang untuk diminta berargumentasi untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan dan tertulis, maka mereka belajar untuk menjelaskan 85

dan menyakinkan orang lain, mendengarkan gagasan atau penjelasan orang lain, serta memberikan kepada siswa untuk mengembangkan pengalaman mereka. Kusumah (2008) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena melalui komunikasi (1) ide matematis dapat dieksploitasi dalam berbagai perspektif; (2) cara berfikir siswa dapat dipertajam; (3) pertumbuhan pemahaman dapat diukur; (4) pemikiran siswa dapat dikonsolidasi dan diorganisir; (5) pengetahuan matematis dan pengembangan masalah siswa dikontruksi; (6) penalaran siswa dapat ditingkatkan; dan (7) komunikasi siswa dapat dibentuk. Beberapa pendapat di atas mengindikasikan bahwa merupakan hal yang sangat penting. Mengingat pentingnya kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika, maka harus ditingkatkan. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa siswa masih rendah. Rohaeti (2003) menyatakan bahwa rata-rata KKM siswa berada pada kualifikasi kurang dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika termasuk dalam kategori kurang sekali. Selanjutnya Firdaus (2005) meny atakan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran dalam kelompok kecil tipe Team-Assited-Individualization (TAI) berbasis masalah masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari perolehan skor kemampuan komunikasi matematis siswa ± 60% dari skor ideal. Beberapa pendapat yang telah dikemukan di atas memperlihatkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Salah satu penyebab dari rendahnya siswa adalah dikarenakan siswa kurang bisa mengkomunikasikan ide-ide matematis dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi matematis siswa harus dikembangkan. Selanjutnya Barody (1993) menyatakan bahwa terdapat paling tidak ada dua alasan penting mengapa kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics is language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan, namun matematika jugam merupakan alat yang tidak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. 86

2. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Peneliti bertujuan mencari hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis peserta didik tanpa terlebih dahulu memberikan perlakuan apapun. Waktu, Tempat, dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pekanbaru, Riau. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di salah satu SMP di Pekanbaru pada tahun ajaran 2013/2014. Dari seluruh siswa kelas VIII, maka dipilih dua kelas dengan jumlah sebanyak 81 orang siswa. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa instrumen tes pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Adapun data yang digunakan diperoleh melalui kegiatan tes, yaitu dengan melakukan tes yang terdiri atas enam soal (tiga soal kemampuan pemecahan masalah matematis dan tiga soal kemampuan komunikasi matematis), dengan rincian indikator yang digunakan pada penelitian ini untuk kedua kemampuan sebagai berikut: 1. Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis (Berdasarkan Polya dalam Sumarmo (2013): Dalam penelitian ini kemampuan pemecahan masalah matematis akan diukur dengan menggunakan indikator diantaranya yaitu: a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. b. Memiilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika. c. Menjelaskan dan menginterpretasikan hasil. 2. Indikator kemampuan komunikasi matematis (berdasarkan NCTM dalam Sumarmo (2013): a. Memodelkan situasi-situasi dengan menggunakan tulisan, baik secara konkret, gambar, grafik, atau metode-metode aljabar. b. Menjelaskan ide atau situasi matematis secara tertulis. c. Mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri. Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan microsoft excel tanpa bantuan software statistik tertentu. Sebelum data diolah, peserta didik dikelompokkan dalam tiga level kemampuan, yaitu level tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan didasarkan pada nilai rata-rata total yang diperoleh masing-masing peserta didik dengan memperhatikan juga nilai standar deviasi yang dihasilkan. Adapun rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Sebaran Sampel Penelitian Level Kemampuan Rentang Nilai Jumlah Tinggi x > 1,48 22 Sedang 0,28 x 1,48 79 Rendah x < 0,28 17 Keseluruhan 118 Ket: x = rata total Setelah dihitung rata-rata yang diperoleh setiap peserta didik untuk masing-masing kemampuan, data diolah menggunakan uji prasyarat pada analisis data model regresi linier. Dengan rumus (Riduwan dan Sunarto, 2013): y = a + bx dengan 87

b =... ( ) dan a =. Pengolahan data selanjutnya adalah uji koefisien korelasi menggunakan rumus Pearson/Product Moment : r = xy ( x )( y ) Untuk melihat koefisien korelasi yang dihasilkan signifikan atau tidak, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji t. = 2 1 Jika thitung ttabel, maka H0 artinya signifikan, dan sebaliknya. Jika koefisien korelasi signifikan, besarnya pengaruh antar variabel dapat dicari dengan koefisien determinasi, dengan rumus : D =(rxy) 2 x 100% Adapun pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 0,199 Sangat rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,000 Sangat kuat Sumber: Sugiyono (2011) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Rangkuman perhitungan persamaan regresi baik secara keseluruhan maupun per-level kemampuan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Persamaan Regresi Linier Sederhana Kategori Persamaan n Kemampuan Regresi Rendah 16 y = 1,94 0,76x Sedang 46 y = 6,95 0,12x Tinggi 19 y = 7,89 0,04x Keseluruhan 81 y = 6,71 + 0,134x Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa nilai b pada masing-masing level kemampuan bernilai negatif, artinya peningkatan yang terjadi adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi nilai X (dalam hal ini ), maka akan semakin rendah nilai Y (dalam hal ini kemampuan pemecahan masalah matematis). Namun sebaliknya untuk data secara keseluruhan. Peningkatan yang terjadi adalah berbanding lurus. Rangkuman perhitungan koefisien korelasi rumus product moment baik secara keseluruhan maupun per-level kemampuan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Hasil Koefisien Korelasi rumus Product Moment Level Kemampuan Koefisien Korelasi Rendah 0,74 Sedang 0,31 Tinggi 0,11 Keseluruhan 0,32 Dari Tabel 4 di atas, diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis peserta didik dengan kemampuan rendah, memiliki r = 0,74 yang berarti bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik berkemampuan rendah memiliki hubungan yang kuat dengan kemampuan komunikasinya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kemampuan pecmecahan masalah pada kategori ini, maka akan semakin 88

rendah kemampuan komunikasinya. Begitu juga sebaliknya. Hubungan yang tidak searah juga terjadi pada peserta didik dengan kemampuan sedang dan tinggi. Namun hubungan yang terjadi bersifat rendah (lemah). Namun untuk data secara keseluruhan, hubungan yang terjadi bersifat positif dan cenderung rendah. Rangkuman perhitungan uji t baik secara keseluruhan maupun per-level kemampuan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Hasil Uji t Kategori Kemampuan t hitung Nilai t t tabel Keterangan Rendah -4,29 2,074 H 0 diterima Sedang -2,16 1,990 H 0 diterima Tinggi -1,15 2,109 H 0 diterima Keseluruhan 4,084 1,980 H 0 ditolak H 0: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi H a: Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi Setelah data secara keseluruhan di uji t, maka tak ada alasan untuk menerima H 0 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis peserta didik. Namun sebaliknya untuk level kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis peserta didik Rangkuman perhitungan koefisien determinasi baik secara keseluruhan maupun per-level kemampuan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Hasil Koefisien Determinasi Level Kemampuan Koef. Determinasi Rendah 1,24% Sedang 9,88% Tinggi 55,21% Keseluruhan 10,31% Koefisien determinasi sebesar 1,24 %, mengungkapkan bahwa besarnya sumbangan kemampuan pemecahan masalah matematis terhadap turunnya peserta didik adalah sebesar 1,24 %. Sedangkan 98,76% merupakan sumbangan dari faktor lainnya. Begitu juga untuk level kemampuan sedang dan tinggi. Secara keseluruhan, koefisien determinasi sebesar 10,31 %, mengungkapkan bahwa besarnya sumbangan kemampuan pemecahan masalah matematis terhadap naiknya peserta didik adalah sebesar 10,31 %. Sedangkan 89,69% merupakan sumbangan dari faktor lainnya. Pembahasan Terjadinya perbedaan penerimaan hipotesis pada uji t antara level kemampuan dengan data secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh kepositifan nilai b pada persamaan regresi linier sederhana dan koefisien korelasi yang terbentuk. Pada level kemampuan hubungan yang terjadi bersifat negatif namun cenderung kuat (level kemampuan tinggi) dan lemah (level kemampuan sedang dan rendah). Sementara untuk data keseluruhan bersifat positif namun lemah (rendah). Jadi, pada dasarnya kedua menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua kemampuan. Selain itu, berdasarkan koefisien determinasi, terlihat jelas bahwa tinggi rendahnya kemampuan pemecahan 89

masalah matematis peserta didik lebih dipengaruhi oleh faktor lain dibandingkan kemampuan komunikasi matematis mereka. Perbedaan ini perlu dicermati lebih lanjut. Hal ini karena hasil perhitungan statistik fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan hal yang berlawanan dengan konsep secara teoritis. Oleh karena itu, sebaiknya perlu ada kajian lebih mendalam yang bersifat kualitatif untuk mengkaji fenomena ini. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan komunikasi matematis peserta didik secara keseluruhan (tanpa memandang level kemampuan). 2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan komunikasi matematis peserta didik untuk level kemampuan tinggi, sedang, dan rendah 5. REFERENSI Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K- 8. Helping Children think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika Edisi 1. Buku Materi Pokok: Universitas Terbuka. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Firdaus. (2005). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran dalam Kelompok Kecil Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan Pendekatan Berbasis Masalah. Tesis pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Hudojo, H. (2003). Common Texk Book: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: Universitas Negeri Malang. Lindquist, M. M & Elliott, P.S. (1996). Communication an Inperactive for Change: A conversation with Many Lindquist. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM. Kusumah, Y. (2008). Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer Based Learning dalam Meningkatkan Kemampuan High Order Mathematical Thinking. Pidato pada pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Pendidikan Matematika pada FPMIPA UPI, Bandung. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Riduwan dan Sunarto, H. (2013). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta. Rohaeti, E. E. (2003). Pembelajaran dengan Metode IMPROVE untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan komunikasi Matematik Siswa SLTP. Tesis 90

SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Sabandar, J. (2008). Berpikir Reflektif. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sehari: Permasalahan Matematika dan Pendidikan Matematika Terkini tanggal 8 Desember 2007, UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian, Bandung: Lembaga Penelitian. Sumarmo,U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wpcontent/upload/2010/02/ BERPIKIR-DAN-DISPOSISI- MATEMATIK-SPS-2010.pdf. [10 Mei 2011]. Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematis serta Pembelajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Bandung: UPI Press. 91