I. PENDATIULUAN. Kerjasama dan koordinasi antara aparat penegak hukum bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi keduanya PETUNJUK TEKNIS

dokumen-dokumen yang mirip
2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

: PAS-HM : PKS LPSWX/2015

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR : 099/KMA/SKB/V/2010 NOMOR : M.HH-35.UM.03.01TAHUN 2010 NOMOR : KEP-059/A/JA/05/2010 NOMOR : B/14/V/2010

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

LAMPIRAN I : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005 PEDOMAN BANTUAN HUKUM DI LUAR PENGADILAN BAB I U M U M

Institute for Criminal Justice Reform

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

LAMPIRAN II : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 600/PRT/M/2005 Tanggal : 23 Desember 2005

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

2. Nama : HANDOYO SUDRADJAT Jabatan : Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165); 3. Undang-Undang No

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PERJANJIAN KERJA SAMA A1\[TARA TENTAIYG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

TENTANG KERJASAMA DALAM PENANGANAN HASIL PEMERIKSAAN KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA YA.NG DITEMUKAN PETUNJUK ADANYA TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

Wewenang Penahanan Berujung OTT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Sumber Daya Alam. Satuan Tugas. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-005 /A/JA/03/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGAWALAN DAN PENGAMANAN TAHANAN

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAI(ATAN JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS NOMOR : PAS-O8.HM.O5.O2 TAHUN 2OL4 NOMOR : KEP-0O? I ElE,ip I os I 2o14 NoMoR : KEP-04 l? lrip I Og I 2O!4 TENTANG PENEMPATAN, PEMBANTARAN, DAN PEMINJAMAN TAHANAN DAN / ATAU NARAPIDAI{A I. PENDATIULUAN Kerjasama dan koordinasi antara aparat penegak hukum bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi keduanya dalam upaya penanganan tindak pidana secara efektif dan efisien sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan tlmum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang meiaksanakan kekuasaan negara di bidang penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah institusi Pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab dalam bidang Perawatan Tahanan, Pembinaan Narapidana serta Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pemasyarakatan) secara fungsional bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepakatan Bersama antara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : M.HH.O1.HM.05.O2 Tahun 2OL4; KEP-A441 Al JAI O3l2O14 Tentang Peningkatan Koordinasi dalam rangka Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana, disusunlah Petunjuk Teknis ini untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan penempatan, pembantararr tahanan, danf atau peminjaman tahanan danf atau narapidana guna mengoptimalkan penanganan tindak pidana. U. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2OO4 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2OO4 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor aaoll; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) 5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun L999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor l4o, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 387a); 6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2OlO Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; 7. Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.O4-UM.O 1.06 Tahun 1983 tentang Tata Cara Penempatan, Perawatan Tahanan dan Tata Tertib Rumah Tahanan Negara;

B. 9. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-05.OT.01.01 Tahun 201O tanggal 30 Desember 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia; Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : OOglAlJAlOll2}ll tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Agung Republik Indonesia; 1O. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER- 0o5/A/JAl03l2O13 Tentang Standar operasional Prosedur (sop) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan; 1 1. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pembantaran (Stuiting) Tenggang Penahanan bagi Terdakwa yang dirawat di Rumah Sakit di luar Rutan atas Izin Instansi yang berwenang menahan; 12. Nota Kesepakatan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : M.HH.O1.HM.05.02 Tahun 20 14; KEP-O44 I Al JAIOS l20 14 Tentang Peningkatan Koordinasi dalam rangka Optimalisasi Penanganan Tindak Pidana. III. PELAKSANAAN A. KETENTUAN UMUM 1. Tahanan yang dimaksud dalam petunjuk teknis ini adalah Tahanan Kejaksaan. 2. 3. 4. 5. Narapidana yang dimaksud dalam petunjuk teknis ini adalah sebagaimana yang diatur pada Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yaitu terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas /Rutan. Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat melaksanakan pembinaan bagi Narapidana dan Anak' Hari Kerja adalah hari Senin sampai dengan hari Jumat kecuali hari libur.

6. Jam Kerja adalah jam o7.30 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat untuk hari Senin sampai dengan Kamis dan hari Jumat jam 07.30 sampai dengan jam 16.30 waktu setempat. B. PENEMPATAN TAHANAN 1. Kejaksaan selaku Penyidik maupun Penuntut Umum dapat menempatkan tahanan pada RUTAN melalui koordinasi dengan sarana tercepat dan segera menyampaikan surat permohonan secara tertulis kepada Kepala RUTAN. 2. Penempatan tahanan disertai surat perintah penahanan dan berita acar a penahanan. 3. Penempatan tahanan dapat dilakukan di luar jam kerja, setelah berkoordinasi dengan pihak RUTAN. 4. Penempatan tahanan di luar jam kerja dituangkan dalam Berita Acara Penempatan dan dilaporkan kepada atasan instansi masing-masing dengan melampirkan surat penahanan. 5. Dalam hal pengeluaran tahanan yang ditempatkan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan, pihak Kejaksaan mengirimkan surat panggilan kepada tahanan dengan tembusan kepada Kepala RUTAN sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari pemeriksaan atau hari sidang. 6. Pihak RUTAN wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kejaksaan yang melakukan penahanan mengenai tahanan yang ditempatkan akan berakhir masa penahanan atau masa perpanj angan penahanan. 7. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 6 disampaikan dan diterima oleh Kejaksaan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan atau masa perpanj angan penahanan berakhir. 8. Pihak RUTAN/LAPAS segera memberitahukan secara tertulis dan atau lisan yang ditindaklanjuti secara tertulis kepada Pihak Kejaksaan terkait hal-hal yang berhubungan dengan tahanan yang ditempatkan. C. PEMBAIITARAN PENAHANAN 1. Pembantaran penahanan atas tahanan yang ditempatkan dilakukan Kejaksaan setelah berkoordinasi dan menyampaikan

surat tertulis kepada RUTAN/ LAPAS; 2. 3. 4. 5. 6. Pembantaran penahanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan terhadap tahanan yang sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit atas rekomendasi dokter RUTAN/LAPAS dan/atau dokter pemerintah yang ditunjuk oleh Kejaksaan. Pengawalan dan penjagaan tahanan selama dirawat di rumah sakit di luar RUTAN/LAPAS dilakukan oleh POLRI atas permintaan Pihak Kejaksaan. Keselamatan dan keamanan tahanan selama pembantaran penahanan merupakan tanggung jawab Pihak Kejaksaan dan tanggung jawab dimaksud berakhir pada saat tahanan diserah terimakan kembali ke pihak RUTAN/LAPAS dengan Berita Acara Penyerahan Tahanan. Segala biaya yang dikeluarkan selama perawatan Rumah Sakit akibat pembant aran menjadi tanggungiawab pihak Tersangka/Terdakwa dan atau Keluarganya, kecuali pembantaran bukan atas permohonan dari yang bersangkutan menj adi tanggungj awab Kej aksaan. Dalam hal masa penahanannya habis karena pembantaratl, Pihak Kejaksaan wajib mengeluarkan surat perintah penahanan yang baru sesuai ketentuan yang berlaku. D. PEMINJAMAN TAIIANAN DAN/ATAU I{ARAPIDANA 1. Peminjaman tahanan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan oleh pihak Kejaksaan dilakukan dengan mengirimkan surat panggilan kepada tahiananf Narapidana dengan tembusan kepada Kepala RUTAN/LAPAS sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari pemeriksaan atau hari sidang, kecuali untuk kepentingan pemeriksaan lanjutan atau sidang lanjutan yang waktunya kurang dari 3 (tiga) hari setelah peminjaman, dapat dilakukan melalui koordinasi dengan Pihak RUTAN/LAPAS. 2. peminjaman narapidana sebagaimana dimaksud angka 1, dapat dilakukan setelah mendapat ijin tertulis dari Kepala RUTAN/LAPAS. 3. Dalam hal terdapat keperluan lain diluar sebagaimana dimaksud pada angka l, tahanan danlatau narapidana hanya dapat d.ibawa keluar RUTAN/LAPAS setelah mendapat ijin tertulis dari

4. 5. 6. 7. 8. 9. Dirjen Pemasyarakatan (antar wilayah)/kakanwil (da1am satu wilayah). Keperluan lain terhadap tahanan sebagaimana dimaksud pada angka 3 guna kepentingan penyidik lainnya untuk kasus-kasus tertentu dan menarik perhatian dilakukan atas persetujuan pihak Kejaksaan. Keperluan kemanusiaan terhadap tahanan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dalam hal keluarga inti sakit/ meninggal dunia atau menikah atau menikahkan anak atau lainnya atas persetujuan kej aksaan. Jangka waktu peminjaman tahanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lama 3 (tiga) hari, dengan pengawalan polri, sedangkan untuk Narapidana selama 1 (satu) hari dengan pengawalan POLRI, dan apabila masih diperlukan Kejaksaan dapat mengajukan perpanjangan kepada Diqjen Pemasyarakatan dengan tembusan kepada Kalapas/Karutan. Bilamana peminjaman narapidana membutuhkan waktu lebih dari satu hari, maka narapidana tersebut dapat dititipkan dan/atau dipindahkan sementara pada Lapas/Rutan terdekat. Keselamatan, keamanan, dan kesehatan tahanan dan/atau narapidana yang dipinjam menjadi tanggung jawab Pihak Kejaksaan. Tanggung jawab Pihak Kejaksaan berakhir pada saat tahanan dan/atau narapidana diserahterimakan di RUTAN/LAPAS dengan Berita Acara Pengembalian Tahanan/ Narapidana. tv. BIAYA Biaya yang timbul dalam pelaksanaan Petunjuk Teknis ini menjadi beban dan tanggung jawab dari instansi masing-masing. V. PENUTUP Apabila dikemudian hari timbul perselisihan dalam pelaksanaan petunjuk teknis ini, akan diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Petunjuk teknis pelaksanaan ini merupakan pedoman yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baikr:ya dan penuh tanggung jawab. Jakarta, 11 Maret 2Ol4 ffitii}a JA.KSA AGI'IIG TUUDA DIAEKTUR JEHDERAL rrffit [t KIIUSUS, PEffiA$YARAI(ATAN,.fi../; A'ir". :,".{ } '{.?rr\ \.r4), f$r ',...\$, q!:ti -"i"