BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

AKIBAT HUKUM PERALIHAN TANGGUNG JAWAB PENYIDIK ATAS BENDA SITAAN 1 Oleh : Noldi Panauhe 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan masalah guna memberikan petunjuk pada permasalahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

III. METODE PENELITIAN. akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta memecahkan suatu masalah. Dalam melakukan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

I. METODE PENELITIAN. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

III. METODE PENELITIAN. Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

METODE PENELITIAN. untuk itu agar diperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah meliputi semua aspek kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari semua aspek kehidupan tersebut yang perlu mendapat perhatian khusus saat ini adalah aspek hukum, di mana masyarakat mencari keadilan baik urusan pribadi maupun harta bendanya. Dalam penyakaan hukum yang berkenaan dengan suatu tindak pidana, biasanya yang sering kurang mendapat perhatian adalah mengenai perlindungan benda sitaan atau barang bukti dari suatu proses pidana tersebut. Penyitaan alat bukti ini pada hakekatnya termasuk wewenang dan fungsi penyidikan. Tujuan dari penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang pengadilan, kemungkinan besar tanpa barang bukti perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Kadang-kadang yang disita bukan milik tersangka, adakalanya barang orang lain yang dikuasainya secara melawan hukum seperti dalam perkara

2 pencurian. perampokan. Atau memang barang tersangka, tetapi yang diperolehnya dengan jalan melanggar ketentuan Undang-Undang atau diperoleh tanpa izin yang menurut Undang-Undang, seperti dalam tindak pidana ekonomi atau tindak pidana korupsi. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di samping mengatur ketentuan tentang tata cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat dalam proses pidana. Proses pidana yang dimaksud dimulai dari tahap pemeriksaan tersangka pada tingkat penyidik. Pemeriksaan tersangka merupakan salah satu usaha untuk mengumpulkan bahan pembuktian, yaitu untuk mendapatkan keterangan atau kejelasan tentang terjadinya suatu tindak pidana yang mungkin melibatkan tersangka berikut barang buktinya. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran material ialah kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu perkara tindak pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum melalui pemeriksaan dan proses peradilan. 1 Dari rangkaian suatu proses peradilan yakni dari tingkat penyidikan, penuntutan dan sampai putusan hakim eksekusi tentunya disertakan barang bukti yang dipergunakan terdakwa dalam melakukan suatu tindak pidana ataupun barang rampasan negara. Agar barang bukti dan rampasan negara 1 Supomo, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 1999), hlm 27.

3 tersebut terjamin keamanan serta keutuhannya diperlukan suatu institusi khusus untuk menyimpan, yaitu Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN) salah satu institusi yang diberi wewenang oleh Undangundang untuk melaksanakan penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan negara tersebut. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 39 ayat (2) KUHAP, penyitaan dalam proses perkara pidana menjangkau : 1. Penyitaan barang yang telah di Consevatoir Beslag (disita)dala barang yang telah di Consevatoir Beslag (disita) dalam perkara perdata. 2. Penyitaan barang yang berada dalam Sita Pailit atau bedel pailit. Agar penyitaan dalam konteks yang seperti itu betul-betul obyektif pengadilan harus benar-benar mempertimbangkan faktor Relevansi dan Urgensi yang digariskan Pasal 39 KUHP secara utuh. Secara Relevansi menunjuk kepada persyaratan barang yag boleh disita menurut Pasal 39 ayat 1 KUHAP, hanya terbatas : 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa (seluruh atau sebagian), diduga : a. Diperoleh dari tindak pidana, atau b. Sebagian hasil dari tindak pidana. 2. Benda yang digunakan baik secara langsung : a. Melakukan tindak pidana, atau b. Mempersiapkan tindak pidana. 3. Benda yang digunakan menghalangi-halangi penyidikan.

4 4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana. 5. Benda yang lain mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yangg dilakukan. Segi Urgensi, telah ditegaskan dalam Pasal 39 ayat 2 tentang penyitaan untuk kepentingan pemeriksaan. Sebagai perlindungannya disebutkan dalam Pasal 44 ayat 2 KUHAP yaitu penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaikbaiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1983 Bab IX Tentang Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, disebutkan dalam Pasal 27 ayat 3 yaitu Benda Sitaan disimpan ditempat RUPBASAN untuk menjamin keselamtan dan keamanannya. Peraturan Menteri Kehakiman RI No. 05-UM.01.06 tahun 1983 Tentang Pengelolaan Basan dan Barang Rampasan Negara di RUPBASAN, disebutkan dalam Pasal 6 yaitu : 1. Kepala RUPBASAN bertanggung jawab atas keamanan benda sitaan. 2. Sesuai dengan tanggung jawab dimaksud ayat (1) Kepala RUPBASAN harus : a. Menjaga supaya tidak terjadi pencurian. b. Mencegah terjadinya kebakaran atau kebanjiran. c. Memelihara keutuhan gedung dan seluruh isinya. d. Mencatat dan melaporkan kepada instansi yang menyita apabila terjadi

5 kebakaran dan pencurian atas benda sitaan. Beranjak dari Undang-Undang dan peraturan itulah, perlindungan, keamanan dan keselamatan benda sitaan dan rampasan negara akan terjamin keutuhannya. Secara Struktural dan Fungsional Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN) berada di bawah lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI c/q Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang akan menjadi pusat penyimpanan segala barang sitaan dari seluruh instansi. Dalam Pasal 44 ayat (1) menentukan tempat penyimpanan benda sitaan mesti disimpan di RUPBASAN, siapapun tidak diperkenankan mempergunakan sebagaimana ditegaskan secara jelas dalam Pasal 44 ayat (2) maksudnya untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan jabatan pada masa lalu, banyak diantara pejabat penegak hukum yang menguasai dan menikmati benda sitaan. Akibatnya banyak benda sitaan yang tidak tentu rimbanya, pada saat pelaksanaan eksekusi atas benda sitaan tidak lagi bekas dan jejaknya. Ada yang beralih menjadi milik pejabat dan ada pula yang 6 sudah hancur atau habis. Atas pengalaman dan kejadian tersebut KUHAP & PP menggariskan ketentuan yang diharapkan perlindungan, keselamatan, keutuhan benda sitaan dan rampasan negara lebih terjamin demi tercapainya supermasi hukum. Dari uraian tersebut diatas maka penulis mengangkat dalam bentuk suatu tulisan dalam sekripsi dengan judul PERLINDUNGAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA DALAM PROSES

6 PERADILAN PIDANA (STUDI KASUS RUPBASAN KLAS I JAKARTA BARAT DAN TANGERANG). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah bentuk potensi penyalahgunaan RUPBASAN sebagai tempat penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara? 2. Bagaimanakah proses eksekusi terhadap benda sitaan negara dan barang rampasan negara? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam pokok permasalahan yang menjadi obyek penelitian, misalnya : 1. Untuk mengetahui potensi penyalahgunaan RUPBASAN sebagai tempat penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara. 2. Untuk mengetahui proses eksekusi benda sitaan negara dan barang rampasan negara. D. Kegunaan Penelitian/ Pendekatan yang digunakan Kegunaan penelitian yang dilakukan oleh penulis di RUPBASAN terkandung suatu harapan bahwa hasil penelitian bisa bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis di lingkungan Unit Pemasyarakatan. 1. Ditinjau dari segi teoritis diharapkan penelitian memberikan kegunaan bagi pengembangan hukum, khususnya dalam bidang hukum

7 pidana/hukum perdata yang menyangkut barang bukti atau benda sitaan negara dan barang rampasan negara. 2. Sedangkan secara praktis, dengan penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi petugas pengelola benda sitaan dan rampasan negara. E. Metode Penelitian Metode penelitian di sini merupakan suatu cara untuk mempelajari, menganalisis, menyelidiki atau meneliti suatu bidang perlindungan benda sitaan negara dan barang rampasan negara sampai terjadinya proses eksekusi yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dengan maksud bahwa informasi yang telah dikumpulkan akan relevan dengan masalah yang diteliti sehingga keterangan-keterangan tersebut dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan dengan cara : 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian dalam penulisan ini adalah Yuridis Empiris yaitu penelitian yang dilakukan baik untuk studi library maupun secara langsung di lapangan : a. Penelitian Hukum Normatif/ Yuridis Mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan benda sitaan negara diantaranya KUHAP, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Kehakiman RI, Juklak-Juknis RUPBASAN.

8 b. Penelitian Hukum Empiris Melalui wawancara guna memperoleh keterangan secara nyata atau konkrit tentang data yang diperlukan sehubungan dengan perlindungan, keselamatan, dan keamanan benda sitaan. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah bersifat Diskripsif Analisis yaitu penelitian yang menggambarkan atau mendiskripsikan secara jelas dan cermat tentang benda sitaan dan rampasan negara, dari hasil tersebut dianalisa sesuai dengan pokok permasalahan. 3. Sumber Data a. Sumber Hukum Primer yaitu sumber hukum yang terdapat dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Juklak-Juknis RUPBASAN. b. Sumber Hukum Sekunder yaitu sumber hukum yang telah dikumpulkan pihak lain sebagaimana literature, masalah hasil penelitian dll. c. Sumber Hukum Tersier yaitu melalui kamus Inggris dan Bahasa Indonesia. 4. Analisa data Dari hasil penelitian tersebut akan dianalisis secara kualitatif baik terhadap data primer maupun data sekunder untuk memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

9 F. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Dalam BAB I ini diuraikan mengenai latar belakang, pokok permasalahan, tujuan kegunaan penelitian, metode penelitian, landasan teori, definisi operasional dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan umum tentang benda sitaan Dalam BAB II ini akan diuraikan mengenai : pengertian benda sitaan, fungsi benda sitaan, hubungan benda sitaan dengan sitaan dengan alat bukti, macam-macam benda sitaan dan tata cara memperoleh benda sitaan. BAB III Benda Sitaan Negara dan Rampasan Negara di RUPBASAN Diuraikan mengenai fungsi RUPBASAN, prinsip-prinsip penyimpanan benda sitaan, keadaan isi benda sitaan di RUPBASAN Klas I Jakarta Barat dan Tangerang dan pelindungan benda sitaan negara di RUPBASAN. BAB IV Analisis peranan dan fungsi RUPBASAN dalam mengelola benda sitaan Dalam BAB IV ini diuraikan mengenai proses benda sitaan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, potensi penyalahgunaan RUPBASAN terhadap benda sitaan dan barang rampasan negara.

10 BAB V Penutup Dalam BAB V ini berisikan tentang kesimpulan, saransaran.