berlaku. 3 Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA Hukum Acara Tata Usaha Negara Pembicara : PoltakSijabat (2011) Pemateri : 1. David Julianus Saruksuk (2014) 2. Gita Maria Puspita Sitinjak (2014) Moderator : Alfa Redo Napitupulu (2014) I. PENGERTIAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Pasal 4 Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. 1 Dari ketentuan pasal tersebut, jelas bahwa kompetensi PTUN adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN. 2 Sengketa dalam pengertian hukum ialah perbedaan pendapat antara minimal dua pihak mengenai penerapan hukum tentang suatu hak maupun kewajiban.adapun yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara ialah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang untuk adanya sengketa TUN yakni: 1. Harus ada perbedaan pendapat tentang suatu hak dan kewajiban. 2. Sengketa yang terjadi harus dalam bidang tata usaha negara. 3. Pihak / subjek yang bersengketa 1 Pasal 4 Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 2 Pasal 47Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 3 Pasal 1 ayat (4) UU No 9 tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1
4. Sengketa tersebut timbul karena dikeluarkannya dan berlakunya keputusan Tata Usaha Negara. II. DASAR HUKUM DAN ASAS-ASAS PTUN A. Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara 1) Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. 2) TAP MPR Nomor : IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara menjamin eksistensi PTUN 3) UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara diundangkan (UU No.5 Tahun 1986 diubah dengan UU No.9 Tahun 2004 dan UU No. 51 tahun 2009 sebagai perubahan kedua) 4) UU No.10 Tahun 1990 dan Kepres No.52 Tahun 1990 (tentang pembentukan pengadilan tinggi dan pengadilan tata usaha negara) 5) PP No.7 Tahun 1991 tentang Penerapan UU No. 5 Tahun 1986. B. Asas-Asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Adapun ciri khas dari Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara terletak pada asas-asas yang melandasinya, yaitu : 1. Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid : presumptio iustea causa), asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap rechtmatige sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986); 2. Asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW. Asas ini dianut oleh Pasal 101 UU No.5 tahun 1986, hanya saja masih dibatasi ketentun Pasal 100; 3. Asas keaktifan hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena Tergugat adalah Pejabat Tata Usaha 2
Negara sedangkan Penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Penerapan asas ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85; 4. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat erga omnes. Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa. Dalam rangka ini kiranya ketentuan Pasal 83 tentang intervensi bertentangan dengan asas erga omnes Selain empat asas tersebut di atas, Zairin Harahap menambahkan asas-asas yang lainnya, yang menurut hemat penulis adalah asas yang juga berlaku di Peradilan lainnya. Berikut ini asas-asas tersebut setelah penulis kurangi asas-asas yang dikemukakan Philipus M. Hadjon, sebagai berikut: 4 a) Asas para pihak harus didengar b) Asas sidang terbuka untuk umum c) Asas pengadilan berjenjang d) Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium) e) Asas obyektivitas f) Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. III. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PTUN A. TUGAS POKOK Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara Tata Usaha Negara di tingkat pertama, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 5 46 4 Projohamidjojo, Martiman. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. (Jakarta: Ghalia Indonesia.1996). hal. 5 Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 3
B. FUNGSI Untuk melaksanakan tugas pokok dan wewenang tersebut, Pengadilan Tata Usaha Negara mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama dan pelaksanaan putusan (eksekusi); 2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan paninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya; 3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara (umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara); 4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Tata Usaha Negara pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; 5. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti pelayanan riset/penelitian dan sebagainya IV. SUSUNAN ORGANISASI PTUN Peradilan Tata Usaha Negara disusun sebagai berikut: 1. Pengadilan Tata Usaha negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat I, yaitu Pengadilan yang pertama kali menangani sengketa Tata Usaha Negara 2. Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Pengadilan Tata Usaha Negara, (Pengadilan Tingkat I) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden, sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Pengadilan tingkat banding) dibentuk dengan Undang-Undang.Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara, terdiri atas Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris.Pimpinan Pengadilan terdiri atas seorang Ketua, dan Wakil Ketua, sedangkan hakim anggota pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah Hakim Tinggi (Pasal 11 UU No 9 tahun 2004) 4
V. SUBJEK DAN OBJEK PTUN A. Subjek PTUN Para pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah: 1. Pihak Penggugat Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukum, orang maupun badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di Pusat maupun di Daerah. 6 2. Pihak Tergugat. Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya 7 B. Objek PTUN Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah: 1. Keputusan Tata Usaha Negara Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha 6 Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 7 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara 5
Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata (Pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986). 2. Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara Yang dimaksud diatas adalah: a) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. b) Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. c) Dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : maka setelah lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan Keputusan Penolakan. VI. PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA 1) Upaya Penyelesaian Sengketa Dalam hal penyelesaian Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara lain: a) Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU No. 51 tahun 2009) Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri. 6
Bentuk upaya administrasi: Hukum Acara Tata Usaha Negara 1. Keberatan, yaitu Prosedur(upaya administrasi) yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap KTUN yang penyelesaiaan sengketa TUN sebagai akibat dikeluarkannya KTUN tersebut dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat TUN mengeluarkan Keputusan itu. 2. Banding Administratif, yaitu Prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap KTUN yang penyelesaiaan sengketa TUN sebagai akibat dikeluarkannya KTUN tersebut dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat TUN mengeluarkan Keputusan itu. atau instansi lain dari Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan yang tersebut. b) Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU No. 51 tahun 2009) Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara b.1 PROSEDUR PENGAJUAN GUGATAN Untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ada prosedur-prosedur yang harus dijalani, yaitu : 8 1. Pihak dari penggugat datang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan membawa Surat gugatan. Apabila dikuasakan membawa Surat Kuasa Khusus dari Penggugat kepada Kuasanya dengan Fotocopy Kartu Anggota Advokat kuasa hukum yang bersangkutan. Fotocopy Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek sengketa, 8 Wiyono, R. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika. 2013. Hal. 54 7
2. Di PTUN Pihak berperkara (Penggugat) menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat-surat tersebut. 3. Petugas Meja Pertama memeriksa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (check list) dan meneruskan berkas yang telah selesai diperiksa kelengkapannya kepada Panitera Muda Perkara untuk menyatakan berkas telah lengkap atau tidak lengkap. 4. Panitera Muda Perkara meneliti berkas: APABILA BERKAS BELUM LENGKAP : Panitera Muda Perkara mengembalikan berkas yang dengan melampirkan daftar periksa supaya Penggugat dapat melengkapi kekurangannya APABILA SUDAH LENGKAP : Dikembalikan kepada Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga ) agar membayar Panjar Biaya Perkara 5. Pihak berperkara setelah menerima SKUM menuju Bank yang ditunjuk untuk mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip Bank tersebut sesuai dengan SKUM seperti nomor urut dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut. 6. Setelah Pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan SKUM kepada pemegang kas. 7. Pemegang kas setelah meneliti slip bank,s kemudian memberi tanda lunas dalam SKUM dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama SKUM serta surat gugatan. 8. Pihak berperkara menyerahkan kepada Petugas Meja Pertama surat gugatan serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). 9. Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas. 8
10. Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara. 11. Pihak-pihak berperkara akan dipanggil melalui surat tercatat menghadap ke pengadilan untuk : Dismissal Proses/Pemeriksaan Persiapan/Persidangan. b.2 PROSES DISMISSAL Setelah Penelitian Administrasi, Ketua melakukan proses dismissal, berupa proses untuk meneliti apakah gugatan yang diajukan penggugat layak dilanjutkan atau tidak. Pemeriksaan Disimissal, dilakukan secara singkat dalam rapat permusyawaratan oleh ketua dan ketua dapat menunjuk seorang hakim sebagai reporteur (raportir). 9 Dalam Prosedur Dismissal Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum menentukan penetapan disimisal apabila dipandang perlu. Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar,dalam hal : 1. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan. 2. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan. 3. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak. 4. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan TUN yang digugat. 5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. b.3 PEMERIKSAAN PERSIAPAN Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan ketua majelis. Oleh 9 Ibid. hal 57 9
karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatan dan atau tergugat untuk dimintai keterangan/penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu harus didengarsecara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja hakim tanpatoga. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua majelis. b.4 PROSES PERSIDANGAN Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat. 10 Ketua Majelis/Hakim memerintahkan panitera memanggil para pihak untuk pemeriksaan persidangan dengan surat tercatat. Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari enam hari, kecualidalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat. Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan surat tercatat. Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai salinan gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis. Apabila dipandang perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang menghadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa. 11 b.4.1 Tahapan Persidangan : 1. Gugatan 2. Jawaban 3. Replik 4. Duplik 5. Pembuktian a. Surat atau tulisan b. Keterangan ahli 10 Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004 11 Marbun, S.F. Peradilan Tata Usaha Negara. (Yogyakarta: Liberty.1988). hal. 98 10
c. Keterangan saksi d. Pengakuan para pihak e. Pengetahuan hakim. 6. Kesimpulan 7. Putusan b.5 PUTUSAN Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut. Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin olehhakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakataan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan. Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak. Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilandiucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan. 12 12 Belinfante, A. D. Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara. (Bandung: Binacipta.1983). Hal. 132 11
DAFTAR PUSTAKA Belinfante, A. D. 1983. Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara. Bandung: Binacipta Harahap, Zairim. 2002. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Indroharto. 1993. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Marbun, S.F. 1988. Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty Projohamidjojo, Martiman. 1996. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia Wiyono, R. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. 2013. Jakarta: Sinar Grafika Undang-Undang Undang-Undang No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 12