BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah merupakan suatu langkah pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di daerah. Prinsip dasar dari otonomi adalah otonomi luas nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1 angka 6, yang berbunyi sebagai berikut: Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran sistem pemerintahan yang sentralisasi menuju sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Dengan adanya perubahan tersebut diharapkan kesejahteraan umum dapat terwujud. Keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan suatu daerah dalam membiayai rumah tangga sendiri, dalam arti sampai sejauhmana daerah mampu menggali sumbersumber keuangan untuk membiayai keperluan-keperluan sendiri tanpa semata-mata menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi pemerintah pusat. 1
2 Ketergantungan pada bantuan pusat seharusnya seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memaksimalkan potensi pendapatan dari pajak daerah. Kabupaten Ngawi adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Ngawi berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten ini mencapai 1.295,98 Km 2 atau menduduki peringkat ke-17 kabupaten terluas se-jatim, dimana hampir 40 persen dari luas tersebut atau sebesar 504,76 Km 2 adalah berupa lahan sawah. Dengan lahan pertanian yang luas tersebut tidak heran jika sektor pertanian masih menjadi sektor andalan bagi Kabupaten Ngawi, sehingga membuat Kabupaten Ngawi menjadi salah satu lumbung padi Jawa Timur. Selain itu Kabupaten Ngawi juga merupakan jalur transit, jalur perdagangan dan terletak di perbatasan Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada tahun 2014 laju pertumbuhan ekonominya masih di bawah laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yaitu sebesar 5,86%. Akan tetapi bila dibandingkan dengan daerah di SWP (Satuan Wilayah Pembangunan) Madiun yang terdiri dari Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Magetan, Madiun, Ngawi, dan Kota Madiun, laju pertumbuhan Kabupaten Ngawi menduduki urutan kedua setelah kota Madiun, seperti yang digambarkan pada tabel 1.1.
3 Tabel 1.1 Indikator Makro Sosial Ekonomi di Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) Madiun Tahun 2014 No Uraian Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Sumber: BPS Kabupaten Ngawi (2015) Tingkat Pengangguran Terbuka IPM (1) (2) (3) (4) (5) 1 Kab Pacitan 5,21 1,34 73,68 2 Kab Ponorogo 5,28 2,44 73,04 3 Kab Magetan 5,18 3,04 74,73 4 Kab Madiun 5,34 1,07 71,84 5 Kab Ngawi 5,61 3,25 71,28 6 Kota Madiun 5,62 5,31 78,64 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi pada tahun 2014 sebesar 5,61%, berada diurutan kedua setelah Kota Madiun yang mencapai sebesar 6,62%. Sementara kabupaten di kawasan SWP (Satuan Wilayah Pembangunan) Madiun dengan laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten Magetan dengan 5,18%. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi berada diurutan kedua, namun berbanding terbalik dengan nilai IPM yang justru berada diurutan paling akhir dengan 71,28. Kota Madiun berada diurutan pertama untuk nilai IPM dengan sebesar 78,64. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tersebut dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berakibat pada pendapatan daerah kabupaten/kota dari sektor tersebut akan semakin bertambah tidak terkecuali pada Kabupaten Ngawi. Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tersebut, jenis pajak yang menjadi sumber pemasukan bagi kabupaten/kota yaitu: (1) Pajak Hotel; (2) Pajak
4 Restoran; (3) Pajak Hiburan; (4) Pajak Reklame; (5) Pajak Penerangan Jalan; (6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; (7) Pajak Parkir; (8)Pajak Air Tanah; (9) Pajak Sarang Burung Walet; (10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan (11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
5 Tabel 1.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2010-2015 (Milyar Rupiah) No Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 1 Pajak daerah 9,58 34,86 11,50 18,69 14,27 22,55 16,83 19,65 33,90 20,03 38,54 20,16 2 Retribusi daerah 12,86 46,78 9,65 15,69 11,31 17,87 16,10 18,79 15,80 9,34 15,95 8,34 3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4 Lain-lain PAD yang sah 1,07 3,91 1,64 2,67 1,85 2,92 8,58 10,02 8,77 5,18 9,04 4,73 3,97 14,45 38,74 62,96 35,85 56,65 44,13 51,53 110,77 65,45 127,61 66,76 Total PAD 27,48 100,00 61,53 100,00 63,28 100,00 85,64 100,00 169,23 100,00 191,14 100,00 Sumber: DPPKA Kabupaten Ngawi 2016, (data diolah)
Penerimaan Kabupaten Ngawi hingga tahun 2015 selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2015 total penerimaan Kabupaten Ngawi adalah sebesar 1,91 triliun rupiah, dengan pendapatan asli daerah (PAD) menyumbang sebesar 191,14 milyar rupiah meningkat sebesar 12,95% dari tahun sebelumnya 169,23 milyar rupiah. Namun Perolehan PAD tersebut sebagian besar masih diperoleh dari Lain-lain PAD yang sah dimana kontribusinya mencapai 66,76% di tahun 2015. Sementara penerimaan dari pajak daerah masih belum mampu menjadi sumber utama dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut terbukti dengan besarnya kontribusi pajak yang baru mencapai 20,16% atau 38,54 milyar rupiah yang masih cukup rendah bila dibandingkan dengan lain-lain pendapatan yang sah pada tahun 2015. Namun demikian perolehan pajak daerah selalu meningkat pada setiap tahunnya. Kontribusi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih realtif kecil mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah Ngawi terhadap pemerintah pusat cukup tinggi. Penerimaan PAD tersebut mencerminkan kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah masih belum optimal. Dengan ketergantungan terhadap pusat yang masih cukup tinggi, maka dapat dikatakan bahwa suatu daerah tersebut belum bisa dikatakan mandiri. Penelitian mengenai efektivitas dan kontribusi pajak daerah pernah dilakukan oleh Octovido et all (2014), dengan daerah studi mengambil Kota Batu. Penelitian tersebut mengambil sampel data dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pada tahun 2009, pajak
7 daerah memiliki tingkat kontribusi terkecil terhadap Pendapatan Asli Daerah. Namun secara umum, kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD di Kota Batu sangat baik, karena selama 4 (empat) tahun terakhir tingkat kontribusinya di atas 50%, yaitu dari tahun 2010 hingga 2013 dengan besarnya kontribusi masing-masing 53,72%, 64,13%, 72,66% dan 72,58%. Oleh karena itu, Pajak Daerah merupakan sumber penghasilan utama Pendapatan Asli Daerah di Kota Batu. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rooy dan Budiarso (2015), membahas kontribusi pajak daerah di Kabupaten Raja Ampat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 5 (lima) tahun terakhir sejak tahun 2010 sampai 2014, kontribusi pajak daerah mengalami fluktuatif. Hanya pada tahun 2014 kontribusi pajak daerah sangat tinggi, sementara tahun-tahun sebelumnya masih kecil. Kontribusi pajak daerah di Kabupaten Raja Ampat dari tahun 2010 hingga 2014 masing-masing sebesar 11,18%, 10,00%, 12,00%, 31,40%, dan 65,16%. Dari kedua penelitian di atas terlihat bahwa ada perbedaan kontribusi pajak daerah antara Kota Batu dengan Kabupaten Raja Ampat. Dimana di Kota Batu, pajak daerah memiliki kontribusi yang tinggi di atas 50% pada 2010 hingga 2013. Sementara di Kabupaten Raja Ampat kontribusinya masih jauh di bawah 50%, kecuali pada tahun 2014. Perbedaan tersebut terjadi karena setiap wilayah pastinya memiliki potensi yang berbeda-beda dengan wilayah yang lainnya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka judul penelitian yang diambil adalah Efektivitas Dan Kontribusi
8 Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010-2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan di dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat efektivitas penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi Tahun 2010-2015? 2. Bagaimana kontribusi penerimaan Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2010-2015? 3. Bagaimana proyeksi penerimaan Pajak Daerah pada 5 (lima) tahun yang akan datang di Kabupaten Ngawi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang diharapkan akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Ngawi Tahun 2010-2015. 2. Untuk mengetahui kontribusi penerimaan Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Ngawi Tahun 2010-2015. 3. Untuk mengetahui proyeksi penerimaan Pajak Daerah pada 5 (lima) tahun yang akan datang di Kabupaten Ngawi.
9 D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dapat memberikan masukan dan informasi bagi Pemerintah Daerah terkait khususnya Kabupaten Ngawi, selain itu juga diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal pengelolaan pajak daerah. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan bagi para peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai pajak daerah. 3. Dapat memberikan serta menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca, khusunya yang ingin mengetahui lebih dalam tentang pajak daerah.