Penggunaan antibiotik dengan justifikasi

dokumen-dokumen yang mirip
Penggunaan antibiotik menjadi kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik pada Pasien Unit Perawatan Intensif Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Demam neutropenia adalah apabila suhu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

ABSTRAK POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN POLA SENSITIVITASNYA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JULI 2005-JUNI 2006

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB III METODE PENELITIAN

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

PORGRAM NASIONAL STANDAR 4 PENYELENGARAAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA SEPSIS BAYI DI RUANG PICU DAN NICU RUMAH SAKIT X PERIODE AGUSTUS 2013-AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pola bakteri aerob dan kepekaan antibiotik pada otitis media supuratif kronik yang dilakukan mastoidektomi

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB 3 METODE PENELITIAN

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PENGOBATAN DEMAM TIFOID ANAK DI RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

UNIVERSITAS INDONESIA

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I Pendahuluan UKDW. penyebab keempat dari disabilitas pada usia muda (Gofir, 2009).

UJI IN-VITRO SENSITIVITAS ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI SALMONELLA TYPHI DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

Sepsis neonatorum merupakan penyebab

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

Transkripsi:

Artikel Asli Pola Sensitifitas Bakteri dan Penggunaan Antibiotik Sri Sulastri Katarnida, Mulya Rahma Karyanti, Dewi Murniati Oman, Yusticia Katar SMF Anak RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta Latar belakang. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa mengakibatkan resistensi obat, meningkatkan morbiditas, mortalitas dan biaya pengobatan. Faktor utama menentukan tepatnya penggunaan antibiotik adalah pemilihan antibiotik yang tepat, berdasarkan bakteri penyebab dan sensitifitasnya terhadap antibiotik. Sampai saat ini penelitian penggunaan antibiotik dan pola sensitifitas bakteri pada pasien anak di RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso belum pernah dilakukan. Tujuan. Mengetahui pola bakteri dan sensitifitasnya terhadap antibiotik pada pasien anak yang dirawat di RSPI SS. Metode. Penelitian dilakukan secara deskriptif, retrospektif dari rekam medis pasien rawat inap anak nonbedah, umur 1 bulan-15 tahun, dan hasil kultur tumbuh bakteri, periode tahun 2010 dan 2011. Pasien PICU dan pasien yang dalam perawatannya didiagnosis sebagai pasien bedah dikeluarkan dari penelitian. Hasil. Kultur dilakukan pada 286/1256 (22,8%) sampel, tumbuh bakteri pada 96/286(33,6%). Kelompok bayi 1bulan-<1tahun 14 (26,9%) paling banyak dilakukan kultur. Hasil kultur terbanyak S. typhi 11/54 (20,4%), E. coli 9/54 (16,7%) dan S epidermidis 7 (13%). S. typhi sensitif 100% terhadap sefotaksim, seftriakson, kloramfenikol, dan kotrimoksazol. Sensitifitas E. coli 62,5% terhadap kloramfenikol, tetapi kurang sensitif terhadap antibiotik lainnya. Kesimpulan. Bakteri terbanyak ditemukan S typhi (20.4%) dan E coli (16.7%). Sensitifitas S typhi 100% terhadap semua antibiotik yang digunakan (kotrimoksazol, tiamfenikol, kloramfenikol, sefotaksim dan seftriakson). Penggunaan antibiotik untuk S typhi masih bisa dengan lini pertama antibiotik sejauh tidak ada kontra indikasinya. Sari Pediatri 2013;15(2):61-4. Kata kunci: antibiotik, anak, kultur, sensititas Alamat korespondensi: Dr. Sri Sulastri Katarnida, Sp.A. SMF Anak RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jl. Sunter Permai Raya, Sunter 14340 Jakarta Utara. HP 0811864097, Fax 021.4718778 Tel 021.4895279, E-mail: srilastri07@ yahoo.co.id Penggunaan antibiotik dengan justifikasi yang kurang tepat dapat mengakibatkan resistensi obat, meningkatkan morbiditas, mortalitas dan biaya pengobatan. 1,2 Pilihan 122

penggunaan antibiotik yang tepat hanya dapat dilakukan jika mengetahui bakteri penyebab yang paling memungkinkan dan pola sensitifitas yang berlaku. 3 Dengan mengetahui pola bakteri pada kultur dan sensitifitasnya terhadap antibiotik maka pemilihan terapi empirik dapat ditentukan. Pengidentifikasian bakteri patogen penyebab infeksi perlu dilakukan, kultur diikuti dengan uji kepekaan (sensitifitas) terhadap antibiotik. Waktu yang diperlukan untuk melakukan kultur dari bakteri tumbuh sampai uji sensitifitas, umumnya membutuhkan waktu 3 sampai 7 hari. Hal tersebut menyulitkan pemberian terapi definitif, terutama pada pasien yang mengalami infeksi berat yang harus mendapatkan antibiotik secepatnya. Apabila dari hasil uji sensitifitas ternyata pilihan antibiotik semula tadi tepat, serta gejala klinik jelas membaik maka terapi penggunaan antibiotik tersebut dapat diteruskan. Namun, jika hasil uji sensitifitas menunjukkan ada antibiotik lain yang lebih efektif, sedangkan dengan antibiotik semula gejala klinik penyakit tersebut menunjukkan perbaikan maka antibiotik semula tersebut sebaiknya diteruskan. Namun, apabila hasil perbaikan klinis kurang baik, antibiotik yang diberikan semula dapat diganti dengan yang lebih tepat sesuai dengan hasil uji sensitifitas. 4 Antibiotik pada sarana kesehatan digunakan secara empirik, profilaksis, atau secara definitif. Kualitas dari terapi empirik dan terapi profilaksis sebagian besar ditentukan oleh ketersediaan dari data surveillance lokal terhadap resistensi antibiotik dan dari informasi epidemiologi lokal infeksi dan organisme penyebabnya. Se menjak adanya resistensi bakteri, terapi empiris dengan antibiotik spektrum yang lebih luas akan diperlukan. Distribusi sensitifitas dan strain resisten bervariasi antar negara, antar rumah sakit dan bahkan antar pelayanan dalam satu rumah sakit. Data surveillance lokal juga harus tersedia. 3 Sampai saat ini penelitian pola sensitifitas bakteri dan penggunaan antibiotik pada anak yang dirawat di RSPI SS belum ada. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola sensitifitas bakteri dan penggunaan antibiotik pada pasien anak yang dirawat di RSPI SS. Metode Penelitian deskriptif retrospektif dari status rekam medis pasien anak yang dirawat sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah semua pasien nonbedah anak, umur 1 bulan sampai 15 tahun yang dirawat tahun 2010 dan 2011 dengan hasil kultur tumbuh bakteri. Kriteria eksklusi adalah pasien yang dirawat diruang PICU dan pasien yang dalam perawatannya didiagnosis sebagai pasien bedah. Data awal hasil kultur pasien anak tahun 2010 dan 2011 diambil dari laporan instalasi laboratorium. 5 Selanjutnya, status rekam medis pasien dan data jumlah pasien anak dicari di Instalasi Rekam Medis. Didapat data pasien anak non-bedah yang dirawat selama tahun 2010 dan 2011, berjumlah 3094 orang, dan pasien yang dapat antibiotik tahun 2010 dan 2011 berjumlah 1256. Berdasarkan laporan instalasi laboratorium, permintaan kultur dari ruang rawat anak Melati tahun 2010 dan 2011 berjumlah 286 sampel, dan hasil kultur yang tumbuh bakteri 96 sampel. Status rekam medis yang ditemukan 60, 8 orang tidak diikutsertakan dalam penelitian karena memenuhi kriteria eksklusi, terdiri dari 6 orang pernah dirawat diruang PICU, dan 2 orang pasien bedah. Hanya 52 orang yang menjadi subjek penelitian. Penghitungan proporsi bakteri terbanyak dan sensitifitasnya terhadap antibiotik dihitung dari hasil kultur dan uji sensitifitas yang ditemukan. Hasil Limapuluh dua subjek penelitian, terdiri dari 32 (61,5%) laki-laki dan 20 (38,5%) anak perempuan. Kelompok umur terbanyak ditemukan adalah bayi 1 bulan-<1 tahun 13 (25%). Pada kelompok umur di bawah lima tahun (Balita) 30 (57,7%), dan 22 (42,3%) umur 5-15 tahun. Rerata umur pasien adalah 5 tahun dengan rentangan umur 1 bulan sampai 14 tahun. Dari Tabel 1. Profil subjek penelitian Karakteristik Jumlah % Jenis kelamin Laki-laki 32 61,5 Perempuan 20 38,5 Kelompok umur 1 bulan - < 1 tahun 13 25 1 tahun - < 3 tahun 11 21,1 3 tahun - < 5 tahun 6 11,5 5 tahun - < 12 tahun 10 19,2 12 tahun 14 tahun 11 21,1 Lama dirawat (hari) 7 37 71,2 >7 15 28,8 123

Tabel 2. Distribusi bakteri hasil kultur No Bakteri Darah Tinja Urin Pus Sputum Swab tenggorok Jumlah 1 S typhi 11 - - - - - 11 2 E coli 1 1 7 - - - 9 3 S epidermidis 5-2 - - - 7 4 Klebsiella 1 3 1 - - - 5 5 Proteus - 3 1 1 - - 5 6 S aureus - - - 2-1 3 7 Vibrio cholera - 3 - - - - 3 8 Pseudomonas - 1 2 - - - 3 9 Enterobakter cloaca - 1-1 - - 2 10-15 6 bakteri lain 1 2 1 1 1-6 Jumlah 19 14 14 5 1 1 54 Tabel 3. Persentase sensitifitas 5 bakteri terbanyak terhadap antibiotik Hasil kultur Amikasin Amoksisilin Ampisilin Sefotaksim Seftriakson Kloramfenikol S typhi 90.9 100 90.9 100 100 100 9.0 100 100 100 100 100 (-) data E coli 87,5 37,5 12,5 37,5 50 62,5 0 62,5 87,5 62,5 37,5 25 (-) data S epidermidis 100 85,7 42,9 71,4 42,9 57,1 42,9 85,7 85,7 42,9 (-) data (-) data 71.4 K pnemonia 100 0 0 20 20 20 0 80 100 20 80 20 20 Proteus 100 60 40 100 100 20 0 100 100 80 40 20 (-) data Eritromisin Gentamisin Imipenem Kanamisin Asam Nalidiksat Sulfametoksazol Vankomisin Sumber: Peta bakteri dan kepekaan terhadap antibiotik RSPI Sulianti Saroso 5 52 subjek penelitian, yang dirawat 7 hari 37(71,1%), dan yang dirawat >7 hari 15(28,9%). Rerata lama rawat pasien adalah 3.7 hari dengan rentangan lama rawat satu hari sampai 18 hari. Dari 52 subjek penelitian, ditemukan hasil kultur tumbuh 54 bakteri pada 54 sampel, karena ada pasien yang diambil lebih dari satu sampel untuk dilakukan kultur. Dari 54 bakteri yang tumbuh didapat 15 jenis bakteri. Bakteri yang tumbuh terbanyak berasal dari darah 19 (35,2%), tinja 14 (25,9%), urin 14 (25,9%), dan yang lainnya dari sputum, pus dan swab tenggorokan. Bakteri terbanyak yang ditemukan adalah S. typhi 11 (20,4%), E. coli 9 (16,7%), dan S epidermidis 7 (13%). Bakteri yang sedikit ditemukan ada 6 bakteri, masing-masing terdiri dari 1 bakteri, yaitu Acinetobacter baumani, Shigella equuli, Morganella morgagni, Salmonella enteritidis, Aeromonas hydrophila dan Basillus sp. Dari 54 hasil kultur, sebagian besar ditemukan adalah bakteri Gram negatif 46 (85,2%) dan bakteri Gram positif 8 (14,8%) terdiri dari S. epidermidis 7 dan basillus sp 1. Semua S. typhi yang ditemukan berasal dari sampel darah. Sedangkan dari 9 E. coli, ditemukan 7 E. coli berasal dari sampel urin, satu dari sampel tinja, dan satu dari darah. Dari 11 hasil kultur S. typhi yang ditemukan, didapat diagnosis dari status rekam medis 7 pasien dengan diagnosis demam tifoid, dua demam paratifoid, satu diagnosis meningitis tifosa, sedangkan 1 pasien didiagnosis sebagai suspek disentri amuba. Dari semua S. typhi yang ditemukan, didapat total 15 antibiotik, empat pasien mendapat lebih dari 1 antibiotik dalam waktu bersamaan. Antibiotik yang diberikan untuk 11 S. typhi, terdiri dari 6 kloramfenikol, 4 seftriakson, 3 sefotaksim, dan masing masing 1 kotrimolsazol, dan tiamfenikol. Pada uji sensitifitas, hasil kultur S. typhi terhadap antibiotik ditemukan sensitif 100% terhadap amoksisilin, sefotaksim, seftriakson, kloramfenikol, gentamisin, imipenem, kanamisin, asam nalidiksat, dan sulfametoksazol. Sedangkan terhadap amikasin 124

60 status RM ditemukan (62,5%) 8 memenuhi kriteria eksklusi 3094 pasien (klas 1,2 3, HCU dan ruang isolasi) 96 tumbuh bakteri (33,6%) 1256 diterapi antibiotik (40,6%) 286 dilakukan kultur (22,8%) Gambar 1. Pemilihan subjek penelitian 190 tidak tumbuh bakteri (66,4%) 36 status RM tidak ditemukan (37,5%) 52 subjek penelitian dan ampisilin sensitifitasnya 90,9%. Semua S. typhi sensitif 100% terhadap sefotaksim, seftriakson, kloramfenikol, kotrimoksazol, dan tidak ada data sensitifitas terhadap tiamfenikol. Escherichia coli merupakan bakteri urutan kedua terbanyak setelah S. typhi. Ditemukan 9 antibiotik yang diberikan untuk terapi pasien terhadap penyakit yang disebabkan oleh E. coli, terdiri dari sefotaksim 3, kotrimoksazol 3, kloramfenikol 2, dan seftriakson 1. Dari hasil uji sensitifitas, E. coli sensitif (87,5%) terhadap amikasin dan (62,5%) terhadap kloramfenikol, gentamisin dan kanamisin, sedangkan terhadap antibiotik lainnya sensitifitasnya rendah, dibawah (60%). Terlihat E. coli terhadap kloramfenikol sensitifitasnya baik (62,5%), tetapi terhadap antibiotik lain yang digunakan seperti sefotaksim sensitifitasnya (37,5%), terhadap seftriakson (50%) dan terhadap kotrimoksazol sensitifitasnya hanya 25%. Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif terbanyak (7/8) yang ditemukan, dan merupakan urutan ketiga terbanyak hasil kultur, sesudah S. typhi dan E. coli. Sebagian besar (5/7) ditemukan dari sampel darah, dan 2 dari sampel urin. Dari uji sensitifitas hasilnya sangat baik terhadap amikasin (100%), terhadap amoksisilin, gentamisin, dan imipenem sensitifitasnya masing-masing (85,7%), terhadap sefotaksim dan vankomisin sensitifitasnya (71,4%), tetapi terhadap antibiotik lain, sensitifitasnya tidak baik, kurang dari 60%. Dari semua subjek penelitian, 51 orang sembuh dan pulang dari perawatan dengan perbaikan. Hasil uji invitro terlihat tidak selalu sama dengan invivo. Pembahasan Kelompok umur 1 bulan sampai kurang dibawah 1 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak ditemukan tumbuh bakteri, ini sama dengan hasil penelitian Satari dkk 6 yang juga menemukan kelompok umur yang sama 1 bulan-<1 tahun yang terbanyak. Ini dimungkinkan karena kelompok umur ini mempunyai daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, sehingga mereka bisa menderita sakit lebih berat dibanding kelompok umur subjek lainnya. Dari hasil kultur darah ditemukan 19 bakteri ditemukan tumbuh, sebagian besar 85,2% adalah bakteri gram negatif, lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Saderi dkk 7 menemukan sebagian besar bakteri yang ditemukan dari kultur darah anak di rumah sakit universitas di Taheran, Iran, adalah Gram negatif (93,1%). Subjek penelitian adalah dari sampel darah pasien anak dengan dugaan sepsis. Bakteri terbanyak ditemukan adalah S. typhi (20,4%) dan semuanya ditemukan dari darah. Escherichia coli (16,7%) ditemukan terbanyak setelah S. typhi. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Shwe dkk 8 yang menemukan S typhi (43,1%) dan E. coli (12,3%) merupakan bakteri terbanyak dari kultur darah. Dari status rekam medis didapat diagnosis 11 hasil kultur S typhi, 7 pasien demam tifoid, dua demam paratifoid, satu diagnosis meningitis tifosa, sedangkan 1 pasien didiagnosis sebagai suspek disentri amuba. Antibiotik yang diberikan untuk S. typhi sensitifitasnya sangat baik terhadap kotrimoksazol, kloramfenikol, sefotaksim, dan seftriakson, masing-masing 100%. Sedangkan terhadap tiamfenikol tidak tersedia data tentang hasil uji sensitifitasnya. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Shwe dkk 8 yang menemukan S typhi terbanyak dari kultur darah, tetapi resisten terhadap antibiotik konvensional, seperti ampisilin, amoksisilin, kloramfenikol, dan kotrimoksazol. Hal tersebut bisa ditimbulkan karena perbedaan subjek penelitian dan kebijakan penggunaan antibiotik yang berlaku ditempat masing-masing Escherichia coli adalah bakteri nomor 2 terbanyak dari 125

hasil kultur, dan sebagian besar ditemukan dari urin, darah dan tinja. Escherichia coli dalam urin menyebabkan infeksi saluran kencing (ISK). Dari 6 E. coli yang ditemukan dari urin, semuanya didiagnosis sebagai ISK, satu E coli dari darah ditemukan dengan diagnosis ISPA dan satu E. coli dari tinja ditemukan dengan diagnosis gastro enteritis dehidrasi berat (GED berat). Ditemukan 9 antibiotik yang diberikan untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh bakteri E. coli, terdiri dari sefotaksim 3, kotrimoksazol 3, kloramfenikol 2, dan seftriakson 1. Dari hasil uji sensitifitas, E. coli sensitif 87,5% terhadap amoksisilin dan gentamisin, dan 62,5% terhadap kloramfenikol, gentamisin dan kanamisin, sedangkan terhadap antibiotik lainnya sensitifitasnya dibawah 60%. Terlihat penggunaan kloramfenikol sensitifitasnya baik (62,5%), tetapi terhadap sefotaksim sensitifitasnya 37,5%, terhadap seftriakson 50% dan terhadap kotrimoksazol sensitifitasnya hanya 25%. Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri terbanyak ke-3 dari hasil kultur, sebagian besar ditemukan dari sampel darah. Staphylococcus epidermidis adalah kokus Gram positif dan koagulase negatif, merupakan flora normal pada kulit dan mukosa manusia. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab infeksi nosokomial paling umum pada penggunaan biomaterial dalam lingkungan klinis. Infeksi S. epidermidis dapat terjadi karena bakteri ini menghasilkan lendir yang membentuk biofilm hidrofobik pada alat-alat medis di rumah sakit. Biofilm tersebut sebagai penghalang difusi terhadap antibiotik sehingga pengobatan dengan antibiotik sering tidak efektif. Biasanya, resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan sehingga vankomisin atau rifampisin digunakan untuk infeksi S. epidermidis ini. 10 Semua subjek penelitian pulang dengan perbaikan dengan pengobatan yang biasa diberikan, kemungkinan telah terjadi kontaminasi pada sampel darah. Untuk mengurangi terjadinya kontaminasi adalah dengan menerapkan teknik aseptik dan memasyarakatkan kebiasaan mencuci tangan dengan benar. Kesimpulan Bakteri terbanyak ditemukan dari hasil kultur pasien anak yang dirawat di RSPI Sulianti Saroso adalah S. typhi (20,4%) dan E. coli (16.7%). Salmonella typhi sensitif 100% terhadap kloramfenikol, kotrimoksazol, sefotaksim, dan seftriakson yang digunakan. Penggunaannya masih bisa dengan lini pertama sejauh tidak ada kontra indikasi. Penggunaan antibiotik untuk terapi penyakit yang kemungkinan penyebabnya E. coli harus ditinjau kembali karena sensitifitas penggunaan terhadap sefotaksim (37,5%), seftriakson (50%), dan kotrimoksazol hanya (25%). Masih diperlukan penelitian selanjutnya secara periodik. Daftar pustaka 1. Sujith J.Chandy. Consequenses of irrational use of Antibiotics. Indian J Med Ethics 2012;4:1-2. 2. Radyowijati A, Hilbrand Haak. Improving antibiotic use in low-income countries: An overview of evidence on determinants.soc.sci Med 2003;57:733-44. 3. Gyssen IC. Audits for monitoring the quality of Antimicrobial prescription. Dalam: Van der Meer JW, Gould IM, penyunting. Antibiotic policies theory and practice. New York: Kluwer Academic;2005.h.197-226. 4. Tri Ika KN. Evaluasi penggunaan antibiotik berdasar kriteia Gyssens pasien rawat inap kelas III dibagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi Periode Agustus- Desember 2008. Semarang: Karya Tulis Ilmiah FDOK UNDIP, 2009. 5. Sirait MS. Peta bakteri dan kepekaan terhadap antibiotik RSPI Sulianti Saroso tahun 2010 dan 2011. 6. Satari HI, Firmansyah A, Theresia. Qualitative evaluation of antibiotic usage in pediatric patients. Paediatrica Indonesiana 2011;51:303-9. 7. Saderi H, Loni M, Karimi A. Frequency of bacteria isolated from childrens blood culture in University Hospital in Iran and their antibiotic susceptibility pattern. Disampaikan pada 30th Annual Meeting of the ESPID, Thessaloniki, Greece.2012. 8. Shwe TN,Nyein MM, Yi W, Mon A. Blood culture isolates from children admitted to Medical Unit III, Yangon Childrens Hospital. Southeast Asian J Trop Med Pub Health 2003;33:764-71. 9. James PN, James KP. Diarrheagenic Escherichia Coli. Clin Microbiol Rev 1998;11:142-201 10. Parija SC. Bacteriology in textbook of microbiology and immunology. Amsterdam: Elsevier Health Sciences 2009.h.260-91. 126