BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang studi yang menduduki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal menengah sekarang ini yang sedang banyak diminati masyarakat adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam peranannya SMK tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan pelatihan (diklat) dalam berbagai program keahlian sesuai dengan dunia kerja saat ini dengan kata lain siswa diharapkan siap kerja setelah lulus dari SMK. Standar kompetensi lulusan SMK menurut UU Sisdiknas Nomor 9 Tahun 2005 bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Mengacu pada tujuan standar kompetensi lulusan pendidikan nasional, pendidikan SMK merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara menyeluruh yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif dan psikomotor) berkembang secara optimal. Selain itu pendidikan SMK bertujuan untuk menyiapkan siswa menjadi manusia produktif yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri di kemudian hari. Tujuan lainnya adalah untuk mendukung tumbuh kembangnya pribadi siswa yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup agar mempunyai bekal dalam memasuki dunia

2 kerja. Turmudi (2009) menyatakan bahwa pada saat lulus SMK, siswa diharapkan mampu berdialog dan berargumentasi untuk mempresentasikan argumen yang jelas dan lengkap. Berangkat dari hal di atas maka siswa SMK harus dapat menyelesaikan seluruh mata pelajaran dan program diklat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Setiap mata pelajaran dan program diklat yang wajib diikuti siswa bersumber pada standar kompetensi yang telah ditetapkan melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMK 2006. Mata pelajaran yang sesuai dengan KTSP SMK 2006 terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu kelompok normatif, adaptif dan produktif. Matematika, salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam kelompok adaptif, dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja. Siswa dibekali mata pelajaran Matematika dengan tujuan untuk membentuk kompetensi program keahlian. Selain itu bertujuan untuk menyiapkan lulusan menjadi tenaga kerja terampil dan memiliki bekal penguasaan profesi, sehingga mempunyai peranan dalam pengembangan diri dan menunjang penguasaan keahlian profesi. Materi matematika yang dipilih disesuaikan dengan memperhatikan struktur keilmuan, tingkat kedalaman materi, sifat esensial materi dan kegunaannya dalam dunia kerja yang akan dimasuki siswa kelak serta dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran matematika di SMK diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, sistematis, logis dan komunikatif pada diri siswa. Sehingga nantinya siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh,

3 memilih dan mengelola informasi ketika berada di lingkungan kerja dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika SMK, yaitu agar siswa memliki kemampuan dalam: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan serta memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah, serta 6) Menalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah dan mengomunikasikan ide, serta menerapkan matematika dalam setiap program keahlian. Pendidikan diharapkan dapat relevan dengan kebutuhan kehidupan termasuk didalamnya kehidupan bermasyarakat, dunia usaha dan dunia kerja. Siswa harus siap dan terampil dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi baik itu di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan kerja. Namun kenyataannya yang terjadi dalam setiap bidang keahlian selalu menghadapi

4 masalah-masalah yang relatif baru yang selalu memerlukan penyelesaian, dan siswa harus mampu menanganinya. Kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut dapat dilatih dengan belajar matematika. Kemampuan tersebut adalah kemampuan pemahaman matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan penalaran matematis, kemampuan koneksi matematis dan kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan mendasar yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan pemahaman matematis. Kemampuan pemahaman berarti pengertian terhadap materi bukanlah suatu hafalan semata, namun pemahaman konsep yang kuat. Menurut Ruseffendi (1991), terdapat banyak anak yang setelah belajar matematika untuk bagian yang sederhana pun banyak yang tidak dipahaminya, bahkan banyak konsep yang dipahami secara keliru. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak anak yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, karena kebanyakan dari mereka hanya sekedar menghapal konsepnya bukan memahaminya. Selanjutnya Wahyudin (1999) mengemukakan bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurangnya siswa tersebut memiliki kemampuan pemahaman untuk mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibahas (dipelajari). Siswa yang memiliki kemampuan pemahaman yang kuat tentunya akan mampu memanfaatkan konsep-konsep matematika sebagai bekal penunjang bagi penguasaan keahlian profesi.

5 Selain itu Sumarmo (1987) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam pemahaman masih rendah dan siswa masih banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis Kariadinata (2001) kemampuan pemahaman yang dicapai siswa masih tergolong rendah walaupun secara signifikan lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya melalui konvensional. Begitu pula Sobarningsih (2008) dalam hasil penelitiannya secara signifikan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Namun kemampuan tersebut masih tergolong rendah. Hasil penelitian lain ditunjukkan pula oleh Arvianto (2011) yang menjelaskan bahwa masih rendahnya pemahaman konsep siswa SMK dalam belajar matematika. Kemampuan matematis lainnya yang termasuk dalam tujuan pembelajaran matematika SMK adalah kemampuan komunikasi matematis, tercantum pada Standar Isi mata pelajaran matematika. Dalam hal ini pemerintah mengharapkan agar siswa SMK dapat: 1) memberikan contoh komunikasi dan 2) menjelaskan cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi para siswa. Sebagai sarana komunikasi, matematika berguna untuk melatih berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif yang berfungsi membentuk kompetensi program keahlian. Sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkan diri di bidang keahlian dan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Dapat mengomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang lain tentu

6 saja akan membuat siswa tersebut dapat meningkatkan kemampuan pemahamannya. Baroody (1993) mengemukakan bahwa terdapat dua alasan mengapa komunikasi penting. Alasan pertama adalah matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, akan tetapi matematika juga merupakan suatu alat yang tidak ternilai untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, dengan tepat, dan dengan ringkas tapi jelas. Alasan kedua adalah pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial dan juga sebagai wahana interaksi antara siswa dengan siswa dan antara guru dengan siswa. Lindquist dan Elliot (1996) menyatakan bahwa kita memerlukan komunikasi dalam belajar matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial seperti belajar seumur hidup dan matematika untuk semua orang. Apabila kita sepakat bahwa matematika merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi adalah faktor penting dari mengajar, belajar, dan mengakses matematika. Tanpa komunikasi dalam matematika maka kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Berdasarkan hasil penelitian Subagiyana (2009), disebutkan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada siswa kelas kontrol. Namun hasil yang ditunjukkan belum memenuhi harapan karena masih berada pada kategori rendah. Begitu pula

7 hasil penelitian yang dilakukan oleh Emay (2011), menunjukkan bahwa walaupun peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Tapi rata-rata peningkatan kedua kelompok tersebut ada pada kategori sedang. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti merasa bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis masih perlu ditingkatkan. Turmudi (2009) menyatakan bahwa komunikasi merupakan cara untuk sharing (tukar pikiran) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Dengan demikian terdapat kaitan antara pemahaman dan komunikasi matematis. Kramarski (Subagiyana, 2009) menyatakan terdapat keterkaitan antara pemahaman dan komunikasi matematis, hal tersebut ditunjukkan pada gambar 1.1 berikut. Mathematical Knowledge Mathematical Communication Concept Principal Strategy Talking Reading Listening Discussing Sharing Writing Representations Gambar 1.1 Keterkaitan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Tujuan standar kompetensi lulusan pendidikan SMK tidak hanya meningkatkan potensi diri pada aspek kognitif tapi pada aspek afektif pula, seperti

8 disposisi matematis. Disposisi matematis erat kaitannya dengan sikap siswa terhadap matematika. Sikap terhadap matematika dapat membantu keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Ruseffendi (1991) mengemukakan bahwa terdapat korelasi positif antara sikap dan prestasi belajar. Maknanya, orang yang menyukai matematika itu prestasinya cenderung tinggi dan sebaliknya orang yang tidak menyukai matematika itu prestasinya cenderung rendah. Disposisi matematis adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yaitu suatu kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang positif. Sumarmo (2010) menyatakan bahwa disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Siswa yang memiliki disposisi matematis tentunya akan dapat bertahan dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan kebiasaan kerja yang baik dalam belajar matematika. Disposisi matematis yang positif berkorelasi dengan hasil pembelajaran matematika. Hal inilah yang diinginkan semua pihak, yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu, mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada NCTM (1991) disebutkan bahwa disposisi berkaitan dengan kecenderungan siswa untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri.

9 Mahmudi (2010) juga mengungkapkan bahwa disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan siswa belajar matematika. Syaban (2009) menyatakan bahwa disposisi matematis siswa belum tercapai sepenuhnya. Hal tersebut antara lain karena pembelajaran cenderung berpusat pada guru yang menekankan pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik dan kurang memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir matematis. Berdasarkan pemaparan di atas, upaya guru untuk mengefektifkan pembelajaran agar kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis meningkat diantaranya dengan menggagas suatu pendekatan pembelajaran. Pendekatan tersebut tentunya harus dapat membantu siswa dalam melatih keterampilan, mengolah informasi yang mereka dapatkan untuk dapat bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Salah satu pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang guru rancang agar kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dapat ditumbuhkembangkan. Konsep/pengetahuan yang akan dipelajari dibangun oleh siswa, melalui proses tanya jawab dalam bentuk diskusi kelompok kecil, atau dapat juga siswa diberi materi pelajaran melalui konteks permasalahanpermasalahan sehari-hari serta aplikasinya dalam bentuk lembar kerja siswa yang didiskusikan secara berkelompok dengan bimbingan guru. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual tidak berpusat pada guru namun siswa dituntut untuk menggali pengetahuannya dalam

10 menyelesaikan masalah. Peran guru dalam pembelajaran hanya sebagai scaffolding, yaitu membimbing siswa dengan cara mengajukan pertanyaanpertanyaan terbuka (divergen) yang mengarah pada jawaban, memberikan bantuan secara terstruktur pada awal pembelajaran, kemudian secara bertahap mengaktifkan siswa untuk belajar mandiri. Melalui bimbingan guru, siswa dalam kelompok-kelompok kecil akan saling bertukar pendapat/pikiran dan saling menbantu dalam memecahkan permasalahan sehingga kemampuan metematis siswa akan meningkat. Selain itu, pendekatan kontekstual yang dituangkan dalam pembelajaran matematika menuntut siswa secara aktif mengonstruk pengetahuannya, walaupun mungkin proses pengonstruksian tidak berjalan lancar. Pembelajaran matematika yang dikemas secara berkelompok dan teknik scaffolding yang mendukungnya, akan selalu membuat siswa tertantang. Sumarmo (2005) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menerapkan scaffolding, menyajikan permasalahan nonrutin yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari/aplikasi matematika dan kegiatan belajar dalam kelompok kecil akan mendorong siswa memiliki pemikiran tingkat tinggi. Pendekatan kontesktual seraya disandingkan dengan pembelajaran kooperatif akan menjadi pembelajaran yang menuntut siswa belajar aktif, belajar dengan mengkonstruksi pemikirannya, bersikap gotong royong, dan hal positif lainnya. Namun hal demikian tidak terlepas dari peranan guru yang mampu menciptakan suasana lingkungan kelas yang kondusif dalam pembelajaran.

11 Salah satu strategi pembelajaran yang menuntut siswa belajar aktif adalah strategi pembelajaran formulate-share-listen-create (FSLC). Strategi ini dikembangkan oleh Johnson, Johnson dan Smith pada tahun 1991, dibangun dengan tujuan memodifikasi strategi pembelajaran think-pair-share (TPS). Strategi pembelajaran FSLC merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 4 siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau gagasannya secara individu untuk kemudian mencari rekan untuk menyampaikan hasil kerjanya. Dengan memperhitungkan hasil kerja individu dan pemilihan rekan oleh individu yang bersangkutan, diharapkan setiap siswa mengikuti pembelajaran lebih aktif, lebih percaya diri, merasa nyaman dan dapat saling beroordinasi secara maksimal dalam proses pembelajaran. Berkaitan dengan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka melalui penelitian ini peulis akan menerapkan strategi pembelajaran FSLC dengan pendekatan kontekstual di tingkat SMK. Adapun aspek yang akan diteliti adalah peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-share-

12 listen-create lebih baik daripada pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-sharelisten-create lebih baik daripada pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Adakah asosiasi antara kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create? 4. Bagaimana gambaran disposisi matematis siswa kelas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang memperoleh pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-sharelisten-create. 2. Mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang memperoleh pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-sharelisten-create.

13 3. Mengetahui asosiasi antara kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create. 4. Mengetahui disposisi matematis siswa kelas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan strategi formulate-share-listen-create. 1.4. Definisi Operasional Adapun definisi operasional dalam panelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud adalah kemampuan mengerjakan sesuatu secara algoritmik, melakukan perhitungan secara bermakna pada permasalahan-permasalahan yang lebih luas, dan mengaitkan suatu konsep. 2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk model matematika, gambar, diagram/grafik atau membuat simbol suatu situasi masalah ke dalam bahasa sendiri dan menjelaskan atau menyatakan ide matematis secara tulisan. 3. Disposisi matematis adalah ketertarikan terhadap matematika dan kecenderungan berpikir dan bertindak dalam belajar matematika. Indikator disposisi matematis adalah sebagai berikut: a) Menunjukkan antusias dalam belajar matematika; b) Menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar matematika; c) Menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan; d) Menunjukkan konsep diri dalam belajar matematika; e) Menunjukkan rasa

14 ingin tahu yang tinggi; dan f) Menunjukkan kemampuan untuk berbagi pendapat dengan orang lain. 4. Pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang memuat masalah kontekstual untuk menemukan suatu konsep. Pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan asesmen otentik. 5. Strategi formulate-share-listen-create adalah strategi pembelajaran yang diberikan kepada kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4 siswa yang berpasangan dengan langkah-langkah: a) Formulate: kegiatan mencatat informasi yang berkaitan dengan tugas dan membuat rencana penyelesaian; b) Share: siswa berbagi pendapat dengan pasangannya; c) Listen: tiap pasangan saling mendengar pendapat pasangan lainnya, dan mencatat perbedaan dan persamaan pendapat; dan d) Create: siswa berdiskusi untuk mencapai kesimpulan.