PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PERAH PADA SKALA KECIL

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

KAJIAN EKONOMI PADA USAHA TERNAK KAMBING PERAH

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA

ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PE SEBAGAI TERNAK PENGHASIL SUSU DAN DAGING

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

KOMERSIALISASI KAMBING PERANAKAN ETAWAH SEBAGAI PENGHASIL SUSU

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) PADA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PERFORMAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI LOKASI AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKSUAL ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH DARI INDUK DENGAN TINGKAT PRODUKSI SUSU YANG BERBEDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT

KAMBING ETAWA SEBAGAI PENGHASIL SUSU DI KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA. (Etawa Goat as A Milk Producer in District of Sleman, Yogyakarta)

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Kacang pada Priode Prasapih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

BOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KAMBING PE DAN KACANG MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PROBIOTIK

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang)

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

KONTRIBUSI USAHATANI TERNAK KAMBING DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan)

DAFTAR PUSTAKA. Blakely, J dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

POLA PERTUMBUHAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG BETINA DI KABUPATEN GROBOGAN (Growth Pattern of Body Weight of Female Kacang Goats in Grobogan Regency)

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

KAJIAN EKONOMI PEMANFAATAN JERAMI PADI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DASAR PADA RANSUM KAMBING PERANAKAN ETAWAH JANTAN MUDA

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

PENAMPILAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING F-1 ANGLO NUBIAN PERANAKAN ETAWAH, F-2 SAPERA, DAN PERANAKAN ETAWAH

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : BTARA PRAMU AJI

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

Transkripsi:

PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PERAH PADA SKALA KECIL (The Productivity and an Economic Assessment of Goat Milk at Small Scale Farmer Management Conditions) I-G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT Etawah crossbred (PE) goat is the local goat that already have well adapted to tropical environment in Indonesia. PE goat was considered as dual purpose goat (produce milk and meat). The aimed of this study was to measures PE goat productivity at two different management conditions, which were at research station management condition and at farmer management condition. The methodology of the study were; at research station was daily observation of 50 dams age (2 3 years), fed fresh chopped King Grass (Pennisetum purphoreophoides) ad-lib and concentrate 500g/head/day. Meanwhile the methology at the farmer was a survey method. The cooperator involved were 10 farmers who reared PE goat for milk purpose. The survey was using a list of questions prepared before. Parameter measured were (birth weight, sex ratio, litter size and milk production). An economic assessment done only at the farmer management condition, calculating the inputs-outputs and break event point of producing 1 liter of fresh goat milk. The Result showed that the average milk production at the farmer condition was 1000ml/head/day with the kids mortality of 15% meanwhile the milk production and the kids mortality was 765ml/head/day and 17%. It can be concluded that the goat productivity at the farmer slighly better than at the research station, and there was a profit of IDR 1500/liter of fresh milk goat produced when the market price was IDR 18.000/liter. Key Words: PE Goat, Economic, Productivity ABSTRAK Kambing PE termasuk kambing dwi guna (daging dan susu), namun hingga saat ini usaha pemeliharaan kambing PE lebih banyak ditujukan untuk produksi anak/bibit/daging. Penelitian lapang untuk mengetahui performance dan produktivitas kambing PE pada akhir tahun 2010, melibatkan peternak kambing di sekitar Bogor dan Sukabumi. Metode yang dilakukan yaitu metode survai dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur. Daftar pertanyaan memuat kelahiran anak (berat lahir, seks rasio, litter size, produksi susu), serta berbagai input yang digunakan termasuk harganya. Hasil pengamatan menunjukkan kinerja produksi ternak yang dipelihara di tingkat laboratorium relatif lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang dipelihara di tingkat perusahaan. Perhitungan nilai ekonomi menunjukkan bahwa dengan rataan produksi susu sebanyak 1 liter/ekor/hari dan dengan harga susu Rp. 18.000 mampu menghasilkan keuntungan usaha. Dapat disimpulkan bahwa dengan skala usaha ternak kambing sebesar 50 ekor dapat dijadikan sebagai usaha skala kecil keluarga. Kata Kunci: Kambing PE, Ekonomi, Produktivitas PENDAHULUAN Menurut tipenya, rumpun kambing PE termasuk kambing dwi guna (daging dan susu), dengan tingkat produksi susu sekitar 0,45 2,1 l/hari/laktasi (OBST dan NAPITUPULU, 1984; SUTAMA et al., 1995; ADRIANI et al., 2003). Namun hingga saat ini usaha pemeliharaan kambing PE lebih banyak ditujukan untuk produksi anak/bibit/daging. Kemampuan produksi susu dari kambing PE disebabkan adanya genotipe Etawah yang menurut tipenya termasuk tipe perah. Beragamnya produksi susu banyak berhubungan dengan beragamnya proporsi genotipe Etawah dan atau lingkungan yang menyertainya. Tidak adanya sistem perkawinan yang terarah selama ini 119

mengakibatkan produktivitas ternak ini masih sangat beragam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangan ternak kambing terhadap pendapatan petani berkisar 15-48% dari total pendapatan tergantung dari pola tanam usahatani (PAAT et al., 1992; DJOHARJANI et al., 1993; SARWONO et al., 1993). Ternak kambing mempunyai peran penting dalam mengatasi krisis ekonomi petani karena kegagalan usahatani misalnya pada waktu musim kering yang berkepanjangan (SARWONO et., 1993). Peran lain yang mungkin cukup menonjol dari ternak kambing adalah sebagai tabungan yang dapat dengan mudah dijual bila petani ada keperluan yang sifatnya mendesak. Kondisi seperti ini akan sangat membantu mempercepat program pengembangan ternak kambing guna membantu memecahkan masalah kesempatan kerja dan kemiskinan di pedesaan. Hal ini didasari atas kenyataan bahwa secara biologis ternak kambing dapat beranak lebih dari satu, cara pemeliharaannya mudah dan memerlukan investasi yang relatif kecil. Bertambahnya penduduk Indonesia yang begitu pesat membutuhkan peningkatan penyediaan pangan yang cukup, termasuk daging dan susu hasil peternakan. Namun produksi kedua produk komoditas ini (daging dan susu) di dalam negeri masih jauh lebih kecil dari kebutuhan. Akibatnya impor daging dan susu Indonesia semakin meningkat. Pengadaan daging dan susu nasional baru dapat memenuhi kebutuhan susu sekitar 30 40% per tahun (DITJENNAK, 2010). Usaha untuk meningkatkan produktivitas ini perlu diupayakan. Reproduksi sebagai salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam perbanyakan populasi, percepatan peningkatan produktivitas dan akhirnya bermuara pada jumlah produk yang dihasilkan oleh ternak bersangkutan. Paper ini membahas permasalahan produktivitas ternak kambing perah dan nilai ekonominya sehingga dapat mempertimbangkan peluangnya untuk dijadikan alternatif pertimbangan dalam memilih berbagai usaha yang bersifat biologis. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di 2 lokasi yaitu di laboratorium kandang percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor (LB) dan di tingkat lapang perusahaan peternakan kambing perah (LP). Di tingkat laboratorium di gunakan 50 ekor induk kambing. Sedangkan di tingkat lapang pengamatan dilakukan dengan metode survai dan mewawancarai para pengusaha peternakan kambing PE, menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. Daftar pertanyaan memuat struktur populasi termasuk persentase ternak yang sedang laktasi, produksi susu dan konsumsi pakan baik jenis dan jumlah konsumsi per hari. Selain pengukuran keragaan produksi ternak juga dilakukan pengukuran dimensi tubuh dan karakteristik biologis (bobot badan, dimensi tubuh, jumlah dan sex rasio anak yang lahir). Pengukuran nilai ekonomi hanya dilakukan di lokasi tingkat perusahaan kambing perah. Pengukuran dilakukan dengan metode analisis input dan output melalui proses kalkulasi berbagai input dan output dengan harga-harga yang berlaku pada saat pengamatan dilakukan. Perhitungan ini untuk produksi susu dan tidak memperhitungkan penjualan anak maupun induk afkir. Untuk mengetahui harga susu minimum penjualan susu maka dilakukan analisis titik pulang pokok (break even point). HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi ternak kambing PE di Indonesia Pada tahun 2010 populasi ternak kambing di Indonesia dilaporkan sebanyak 12,4 juta ekor, yang sebagian besar (54%) terdapat di Pulau Jawa (DITJENNAK, 2010). Dari laporan yang ada umumnya tidak dibedakan populasi antar breed kambing yang ada disuatu daerah, namun telah diketahui bahwa kambing Kacang merupakan breed utama ternak kambing di Indonesia. Kambing PE, walaupun dalam jumlah yang terbatas telah banyak tersebar ke berbagai daerah diluar daerah sumber bibit (Purworejo dan Kulonprogo), dengan tujuan memperbaiki produktivitas kambing lokal (kacang) yang ada. Di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dilaporkan populasi kambing Peranakan Etawah (PE) masing-masing sebanyak 28.037 dan 12.619 ekor. Jumlah ini mungkin lebih kecil dari perkiraan yang ada di lapangan. Sebagai contoh di Kaligesing saja 120

Tabel 1. Populasi ternak kambing di berbagai Provinsi (ekor) Provinsi Kambing (ekor) PE (ekor) Skala usaha (ekor/peternak) Jawa Barat 1.185.000 tad 10 300 Jawa Tengah 2.946.880 28.037 3 66 Jawa Timur 2.284.244 12.619 4 20 DI Yogyakarta 266.894 tad 1 12 tad: tidak ada data Sumber : DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN (2010) sebagai sentra kambing PE di Indonesia terdapat populasi kambing PE sekitar 20.000 35.000 ekor (SUTONO, komunikasi langsung). Jumlah pemilikan ternak kambing PE sangat bervariasi antar peternak dan antar daerah. Pada peternakan yang telah dikelola sebagai usaha agribisnis jumlah pemilikan ternaknya sudah cukup tinggi. Potensi produksi kambing PE Kambing Kacang termasuk kambing potong (daging) dan kambing Peranakan Etawah (PE) dikategorikan sebagai kambing dwi-guna (penghasil daging dan susu). Kambing Kacang mempunyai keistimewaan dalam hal prolifikasi dan interval beranak yang pendek dibandingkan dengan kambing PE, namun ukuran tubuh ternak ini termasuk kecil sehingga kurang memenuhi standar ekspor. Rataan litter size kambing Kacang adalah 1,56 (SUBANDRIYO et al., 1986) dengan selang beranak 6 8 bulan yang berarti hampir 3 kali beranak dalam 2 tahun. Dilain pihak, kambing PE mempunyai kemampuan untuk menghasilkan susu walaupun keragamannya masih tinggi (OBST dan NAPITUPULU, 1984; SUTAMA et al., 1995, SUBHAGIANA 1998, ADRIANI et al., 2003). Pertumbuhan yang relatif lambat dan masih tingginya kematian anak pra-sapih dari kedua breed kambing lokal Indonesia ini merupakan kekurangan/ kelemahan yang dimilikinya, sehingga dalam pemeliharaan yang intensif akan menjadi kurang efisien. Seleksi dalam breed terhadap ternak-ternak yang mempunyai produktivitas tinggi merupakan salah satu cara perbaikan mutu genetik, namun respon yang diberikan relatif rendah (HORST dan MATHUR, 1991). SETIADI et al (2000) telah melakukan pengamatan yang intensif terhadap produktivitas kambing Kacang dan diikuti dengan seleksi. Hal yang sama juga dilakukan pada kambing PE dalam perbaikan produksi susu (SUTAMA, 1999). Perbaikan produktivitas yang lebih cepat telah ditunjukkan oleh SETIADI et al. (2000; 2001) melalui program kawin silang (persilangan) kambing Kacang dengan kambing Boer yang merupakan kambing tipe pedaging. Melalui persilangan ini terjadi peningkatan pada berat lahir anak (13%) dan berat sapih (50 70%) dibandingkan kontrol, sedang rataan berat badan pada umur 6 bulan adalah sebesar 18.7 kg yakni setara dengan berat kambing Kacang umur satu tahun. Hal yang sama juga terjadi pada persilangan kambing PE dengan Boer (Boereta) (SUTAMA et al., 2002; 2003). Kinerja produksi di stasiun percobaan dan perusahaan Dari Tabel 2 terlihat bahwa Jumlah anak sekelahiran (LS) hampir sama disemua lokasi berkisar 1,38 1,46 dan persentase anak jantan selalu lebih tinggi dari anak betina. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat kematian anak kambing prasapih relatif rendah (10 15%). Hal ini kemungkinan terkait dengan intensitas pengawasan oleh petani terhadap ternaknya. Keterlibatan pemilik dan anggota keluarga dalam usaha pemeliharaan ternak ini berpengaruh positif terhadap kinerja ternak tersebut. Di lokasi laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi menunjukkan bahwa rataan mortalitas masih relatif tinggi (17,65%). Rataan produksi susu selama periode 0 90 hari di laboratorium percobaan yaitu sebesar 121

Tabel 2. Kinerja produksi kambing PE di stasiun penelitian (LB) dan di tingkat lapang (LP) (rataan ± std) Parameter Stasiun penelitian (LB) Perusahaan (LP) Jumlah anak/kelahiran 1,46 0,57 1,53 0,61 Rasio jantan : betina (%) 54,9 : 45,1 47,6 : 52,3 Berat lahir anak (kg) 3,57 0,86 3,41 1,2 PBBH anak prasapih (g/hari) 84,67 11,02 Tad Berat sapih (kg) 11,90 1,12 11,3 2,4 PBBH anak pascasapih, 3 6 bulan (g/hari) 52,3 8,25 tad Mortalitas anak prasapih (%) 17,65 15,64 Produksi susu 0 90 hari laktasi (g/hari) 765,5 86,8 1000 254 std: Standar deviasi, tad: tidak ada data 765 g/ekor/hari lebih rendah dibandingkan dengan produksi ditingkat perusahaan. Hasil wawancara dengan petani dilaporkan produksi susu kambing dapat mencapai 1,0 liter per hari. Informasi ini belum dapat dijadikan gambaran potensi produksi susu namun dapat memberikan indikasi bahwa ada ternak-ternak yang mempunyai potensi produksi susu yang cukup tinggi pada kambing PE. Oleh karena itu, seleksi terhadap ternak-ternak dengan produksi susu tinggi akan dapat meningkatkan produksi susu suatu populasi kambing PE. Struktur populasi dan manajemen pemeliharaan di tingkat perusahaan Rataan populasi ternak kambing yang diusahakan oleh para peternak responden yaitu 50 ekor dengan kisaran 26 70 ekor (Tabel 3). Dari total populasi tersebut sebanyak 52% diantaranya adalah ternak dengan status fisiologis ternak induk (betina dewasa). Untuk menjaga efisiensi usaha, para peternak telah melakukan penjadwalan perkawinan secara ketat dengan harapan jumlah ternak yang sedang laktasi manjadi optimum. Pada saat pengamatan tercatat bahwa rataan jumlah ternak kambing yang laktasi yaitu sebanyak 29% (19 34%) dari total populasi usaha. Upaya para pengusaha ternak kambing dalam mengoptimalkan persentase ternak laktasi yaitu menjaga dan memperkecil service per conception. Upaya ini dapat dibuktikan dari rataan pemilikan pejantan yang relatif banyak. Jumlah rataan pemilikan pejantan pada pengamatan ini yaitu 8% dari total populasi. Tingginya tingkat pemeliharaan pejantan tidak dijadikan sebagai beban usaha, karena ada peluang pasar pejantan untuk lebaran haji setiap tahun. Harga ternak jantan pada pasar ini bisa meningkat sampai 150%. Manajemen pemeliharaan Semua responden menggunakan sistem pemeliharaan ternak kambing dengan sistem dikandangkan dengan menggunakan kandang sistem panggung. Tinggi lantai sekitar 50 70 cm di atas permukaan tanah. Tabel 3. Rataan struktur populasi ternak kambing skala perusahaan (ekor) Parameter Total Dewasa Muda Anak populasi Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Total induk laktasi Populasi 49,60 4,20 26,00 5,00 6,00 4,00 4,40 14,20 Std 16,70 1,50 12,40 1,60 0,70 2,00 1,70 7,70 Persentase dari total populasi std: Standar deviasi 100,00 8,47 52,40 10,08 12,10 8,06 8,87 28,63 122

Pemberian pakan dengan sistem cut and carry. Jenis pakan yang diberikan yaitu hijauan rumput. Semua peternak responden tidak memiliki kebun rumput yang cukup luas sesuai dengan kebutuhan kapasitas populasi yang tersedia. Umumnya para peternak hanya menyediakan lahan untuk kebun rumput yang dapat memenuhi kebutuhan ternak sebanyak ± 10% populasi. Umumnya para pengusaha mengandalkan rumput yang diperoleh dari lapangan atau perkebunan karet. Jarak sumber hijauan dengan lokasi kandang bervariasi 3 7 km. Semua responden menggunakan konsentrat sebagai pakan tambahan yang diperoleh dengan cara membeli. Sebagian kecil responden menggunakan ampas olahan kedelai sebagai komponen konsentrat. Kendala yang selalu ditemui dalam penyediaan pakan yaitu kurangnya sumber pakan hijauan pada musim kemarau, yang terjadi hampir setiap tahun. Upaya untuk mengawetkan pakan hijauan untuk persediaan di musim kering belum pernah dilakukan. Pembagian ruang (space) pada kandang untuk status reproduksi tertentu telah dirancang dan dibuat sehingga mampu mendukung proses produksi. Luasan kandang beranak, laktasi dan pejantan bervariasi antara 1,5 2 m 2. Sedangkan untuk status reproduksi yang lain tidak disediakan ukuran yang mutlak. Bahan kandang umumnya memanfaatkan bahan yang cukup kuat dan tahan dalam waktu lama. Secara umum gangguan penyakit pada kambing PE relatif kecil. Beberapa jenis penyakit yang sifatnya ringan dan ditemui di tingkat peternak, antara lain penyakit kudis dan mastitis. Hampir semua responden menyatakan pengobatan pada ternak telah bisa dilakukan sendiri tanpa bantuan dokter hewan. Analisis ekonomi usaha ternak kambing tujuan susu di tingkat perusahaan Analisis ekonomi usaha ternak kambing ditingkat peternak ini didasarkan pada parameter biologis dan ekonomis yang ada di peroleh pada saat survai dilakukan. Parameter tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Rataan jumlah konsumsi pakan untuk ternak kambing dewasa yaitu 4 kg/ekor/hari. Semua responden menjawab menggunakan susu sapi sebagai susu pengganti untuk memenuhi kebutuhan anak kambing. Karena pola yang digunakan pada usaha ini yaitu pola sapih langsung. Anak kambing langsung di pisah dari induk sesaat setelah anak dilahirkan. Pemberian susu kolostrum dan kebutuhan susu selanjutnya dilakukan melalui botol dot bayi. Tingkat harga yang digunakan pada perhitungan analisis ekonomi yaitu rataan harga sesuai dengan informasi yang diberikan oleh pengusaha. Harga konsentrat ditingkat perusahaan bervariasi antara Rp. 1.250 Rp. 2.500 per kg. Perbedaan harga konsentrat lebih banyak dipengaruhi oleh kualitas konsentrat. Para pengusaha kelihatannya sudah mengetahui secara baik tentang tingkat nilai nutrisi pakan yang diberikan untuk ternaknya. Pengusaha yang menggunakan konsentrat Tabel 4. Nilai ekonomi dan rataan berbagai input dan output usaha peternakan kambing PE di tingkat perusahaan Parameter Status reproduksi Konsumsi (kg/ekor/hari) Produksi (kg/ekor/hari) Harga (Rp/kg) Konsumsi rumput Dewasa 4 200 Muda 2 Anak 1 Konsumsi konsentrat Dewasa 0,5 2.000 Muda 0,3 Anak 0,1 Susu pengganti Anak 1 3.000 Rataan produksi susu 1,0 18.000 Rataan produksi pupuk 0,4 100 123

relatif baik (berkualitas lebih tinggi) dikarenakan rumput yang mereka peroleh dari lapangan berkualitas agak rendah. Begitu juga sebaliknya pengusaha yang menggunakan konsentrat yang lebih murah (kualitas rendah) karena rumput yang mereka sediakan untuk ternaknya jauh lebih baik. Analisis ekonomi (input dan output) seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Terlihat bahwa rataan total input usaha peternakan kambing yaitu sebanyak Rp. 234.820/hari. Jumlah input tersebut untuk membiayai pakan dan tenaga kerja untuk membiayai pakan dan tenaga kerja untuk memelihara ternak kambing dan penyusutan kandang dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi dengan populasi sebanyak 50 ekor. Dari struktur populasi ternak pada Tabel 3, serta nilai ekonomi komponen output dan input (Tabel 4), maka analisis input dan output seperti disajikan pada (Tabel 5). Total biaya yang dikeluarkan setiap hari pada pemeliharaa ternak kambing di tingkat peternak dengan jumlah populasi 49ekor yaitu sebesar Rp. 234.800 yang dikeluarkan untuk berbagai biaya. Komponen biaya pakan yang dikeluarkan oleh para peternak yaitu lebih dari Rp. 183.000. Oleh karena perusahaan menjual susu kambing hasil produksinya maka konsekwensi logis kebutuhan susu untuk anak kambing harus ditutupi dengan susu sapi. semua peternak responden menggunakan susu sapi sebagai susu pengganti yang pada saat pengamatan dilakukan harganya Rp. 3000/liter. Nilai output dari perusahaan yaitu nilai hasil penjualan produksi. Pada analisis ini output yang dihitung hanya nilai penjualan susu dan penjualan pupuk kandang. Dengan rataan jumlah ternak laktasi sebanyak 28% dari total populasi dan rataan produksi susunya sebanyak 1 liter/ekor/hari maka peternak mampu memproduksi susu sebanyak lebih dari 14 liter/hari dengan nilai penjualan susu per hari Rp. 256.000/hari. Dari perhitungan nilai input dan output tersebut maka perhitungan benefit to cost ratio (BC ratio) diperoleh sebesar 1,097. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa setiap pengeluaran sebesar Rp. 1 diperoleh keuntungan sebesar Rp. 0,97. Pada perhitungan lebih lanjut (break even point) menunjukkan bahwa harga susu kambing di tingkat peternak pada tingkat break even point (pada titik ) dimana nilai produksi tidak menerima keuntungan maupun tidak mengalami kerugian yaitu sebesar Rp. 16.500/liter. Dengan nilai break even point tersebut, dan oleh karena harga susu di pasaran sebesar Rp. 18.000 maka keuntungan yang diperoleh para peternak (hanya dari produksi susu dan pupuk) yaitu sebesar Rp. 1500/liter. Tabel 5. Analisis input dan output usaha peternakan kambing di tingkat peternak (Rp/hari/49 ekor). Input Uraian biaya Uraian biaya Total Rumput 723 kg x Rp. 200 = Rp. 144.640 Konsentrat 19,2 kg x Rp. 2000 = Rp. 38.480 Susu pengganti 8,4 liter x Rp. 3000 = Rp. 25.200 Tenaga kerja = Rp. 25.000 Penyusutan alat = Rp. 1.500 Output (penjualan) Total input = Rp. 234.820 Susu 14,2 liter x Rp.18.000 = Rp. 255.600 Pupuk kandang 19,84 kg x Rp. 100 = Rp. 1.984 Total output = Rp. 257.584 Analisis RC rasio dan Break even point: Rasio manfaat dan biaya, revenue to cost (R/C) = Rp. 257.584/Rp.234.820 = 1,097 atau 1,1 Titik pulang pokok (Break even point) harga susu (Rp/liter) = Rp. 234.820/14,2 liter = Rp.16.537 124

KESIMPULAN Struktur populasi peternakan kambing di daerah Bogor dan sekitarnya masih rendah yaitu < 50 ekor dengan rataan jumlah ternak laktasi sebanyak 28% dari total populasi perusahaan. Titik pulang pokok (Break Even Point) harga susu per liter sebesar Rp. 16.500 masih dibawah harga susu yang berlaku di pasaran, artinya pengusahaan kambing perah menguntungkan. DAFTAR PUSTAKA ADRIANI, I-K. SUTAMA, A. SUDONO, T. SUTARDI dan W. MANALU. 2003. Pengaruh superovulasi sebelum perkawinan dan suplementasi seng terhadap produksi susu kambing Peranakan Etawah. J. Produksi Ternak 6: 86 94. DITJENNAK. 2010. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DJOHARJANI, T., NURYADI, B. HARTONO, M. NASICH dan HERMANTO. 1993. Potensi dan sistem produksi ternak kambing: Studi kasus integrasi kambing dan kebun kopi di Jawa Timur. Pros. Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia Bagian Timur. Surabaya, 28-29 Juli 1992. hlm. 85-93. HORST, P. and P.K. MATHUR. 1991. Breeding Objective and strategies. In: Goat Hussbandry and Breeding in The Topic s. PANANDAM, J.M., S. SIVARAJ, T.K. MUKHERJEE and P. HORST (Eds.). Food and Agric. Dev. Centre, Feldafing, Germany. pp. 70 99. OBST, J.M. and Z. NAPITUPULU. 1984. Milk yields of Indonesian goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 15: 501-504. PAAT, P.C., B. SETIADI, B. SUDARYANTO dan M. SARIUBANG. 1992. Peranan usaha ternak kambing Peranakan Etawah dalam sistem usahatani di Banggae Majene. Pros. Sarasehan Usaha Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II. hlm. 162-165. SARWONO, B.D., I-B.G. DWIPA, I-G.L. MEDIA and H. POERWOTo. 1993. Goat production in rice-based farming systems in Lombok. In: Advances in Small Ruminant Research in Indonesia. SUBANDRIYO and R.M. GATENBY. (Eds.). SR - CRSP, Univ. California Davis, USA. pp. 65-79. SETIADI, B., I. INOUNU, SUBANDRIYo, K. DIWYANTO, I-K. SUTAMA, M. MARTAWIDJAYA, A. ANGGRAENI, A. WILSON dan NUGROHO. 2000. Peningkatan produktivitas kambing melalui metode persilangan. Edisi Khusus, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Peternakan, Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 147 165. SETIADI, B., SUBANDRIYO, M. MARTAWIDJAYA, D. PRIYANTO, D. YULISTIANI, T. SARTIKA, B. TIESNAMURTI, K. DIWYANTO dan L. PRAHARANI. 2001. Evaluasi peningkatan produktivitas kambing persilangan. Edisi Khusus, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Peternakan, Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 157 178. SUBANDRIYO, B. SETIADI and P. SITORUS. 1986. Ovulation rate and litter size of Indonesian goats. Proc. 5 th Int. Conf. Livestock Production and Deseases in The Tropic. Kuala Lumpur, Malaysia pp. 53-54. SUBHAGIANA. I-W. 1998. Keadaan konsentrasi progesteron dan estradiol selama kebuntingan, bobot lahir dan jumlah anak pada kambing Peranakan Etawah pada tingkat produksi susu yang berbeda. Thesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUTAMA, I-K dan I-G.M. BUDIARSANA. 2003. Model pengembangan kambing tipe dwiguna (daging dan susu) menunjang agribisnis peternakan berbasis sumberdaya lokal. Pros. Seminar Nasional, Balai Pengkajian dan Penerapat Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. SUTAMA, I-K. 1999. Peningkatan produktivitas kambing Peranakan Etawah sebagai penghasil daging dan susu melalui teknologi pemuliaan. Edisi Khusus, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Peternakan, Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 197 203. SUTAMA, I-K., B. SETIADI, I-G.M. BUDIARSANA, T. KOSTAMAN A. WAHYUARMAN, M.S. HIDAYAT, MULYAWAN, R. SUKMANA dan BACHTIAR. 2002. Pembentukan Kambing Persilangan Boereta untuk Meningkatkan Produksi Daging. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Ternak, Bogor. SUTAMA, I-K., B. SETIADI, I-G.M. BUDIARSANA, T. KOSTAMAN A. WAHYUARMAN, M.S. HIDAYAT, MULYAWAN, R. SUKMANA dan BACHTIAR. 2003. Pembentukan kambing persilangan Boereta untuk meningkatkan produksi daging dan susu. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Ternak, Bogor. 125

SUTAMA, I-K., I-G.M. BUDIARSANA, H. SETIANTO and A. PRIYANTI. 1995. Productive and reproductive performances of young Peranakan Etawah does. JITV 1(2): 81 85. UNDERWOOD, E.J. 1977. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. 4 th Ed. Academic Press, New York, San Francisco, London pp. 197 242. WIDHYARI, S.D. 2005. Patophysiologi Kebuntingan dan Partus pada Kambing Peranakan Etawah: Kajian Peran Suplementasi Zincum terhadap Respons Imunitas dan Produktivitas Ternak. Thesis. Pascasarjana Istitut Pertanian Bogor, Bogor. 126