BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan perolehan data mengenai asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik di Indonesia belum memenuhi asas publisitas. Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik ini memang dimaksudkan untuk efisiensi waktu, tidak perlu mengantri, dan lain sebagainya. Cukup dengan mendatangi kantor Notaris terdekat untuk memberikan kuasa, dan keseluruhan prosesnya hanya memakan waktu sekitar tujuh menit. Namun, di sisi lain terdapat aspek hukum yang terabaikan, salah satunya adalah asas publisitas. Asas Publisitas sangatlah penting dalam sebuah jaminan kebendaan, terutama bagi jaminan fidusia yang obyek jaminannya tidak berpindah tangan, dan hanya hak kepemilikannya saja yang berpindah dibuktikan dengan sertifikat. Berikut ini adalah alasan tidak terpenuhinya asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik. Pendaftaran fidusia online ini telah melanggar Pasal 18 UU Jaminan Fidusia, di mana seluruh database dalam sistem online ini hanya dapat diakses oleh Notaris, karena hanya Notaris yang diberikan password dan username untuk mengakses fidusia online. Artinya, dalam hal ini database jaminan fidusia tidak terbuka untuk umum, padahal seharusnya terbuka untuk umum. Pangkalan data yang seharusnya berfungsi sebagai pengganti buku daftar fidusia juga belum mampu memberikan informasi yang rinci mengenai obyek jaminan fidusia yang terdaftar. Bukan hanya itu, alas an lainnya yaitu sertifikat jaminan fidusia online yang terdaftar tidak memberikan informasi rinci mengenai obyek jaminannya, padahal sesuai dengan Pasal 61
62 13 ayat (2) UU Jaminan Fidusia, sertifikat jaminan fidusia harus mencantumkan uraian lengkap obyek jaminan dan informasi rinci lainnya. Nama Pemberi Fidusia dan Debitor sudah tercantum, sedangkan mengenai obyek jaminan fidusianya sama sekali tidak tercantum. Baik jenisnya, bukti kepemilikannya, maupun nilainya, sama sekali tidak ada dalam sertifikat jaminan fidusia online. Surat pernyataan pendaftaran fidusia juga memiliki kendala yang sama, mengenai obyek jaminan fidusianya hanya ditulis menggunakan frasa sesuai yang tertuang dalam akta nomor saja. Hal ini menjadi lebih serius ketika obyek jaminannya merupakan kendaraan bermotor, maka di dalam uraian obyek jaminan, memerlukan nomor polisi, nomor rangka, nomor mesin, warna kendaraan, atau spesifikasi lainnya. Hal ini merupakan suatu kemunduran, karena pada sertifikat jaminan fidusia sebelumnya, pada saat belum memasuki era online, sertifikat fidusia sangat lengkap isinya sesuai dengan apa yang diatur oleh UU Jaminan Fidusia. Hal tersebut di atas telah membuktikan bahwa pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik belum memenuhi asas publisitas. 2. Akibat hukum yang ditimbulkan ketika pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik ini belum memenuhi asas publisitas adalah rawan terjadinya fidusia ulang. Syarat sahnya suatu jaminan fidusia adalah pemberi fidusia mempunyai hak kepemilikan atas suatu benda pada saat benda tersebut akan dijadikan obyek jaminan fidusia. Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang telah menjadi obyek jaminan fidusia yang terdaftar, karena hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia tersebut telah berpindah kepada penerima fidusia. Larangan fidusia ulang ini diatur di dalam Pasal 17 UU Jaminan Fidusia.
63 B. Saran Berdasarkan seluruh hasil penelitian dan analisis yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, Penulis bermaksud untuk memberikan saran guna perbaikan sistem pendaftaran jaminan fidusia online : 1. Kepada Pemerintah, yaitu kepada Direktorat Jenderal AHU yang berwenang dalam hal ini, hendaknya kembali mengkaji aspek hukum yang terabaikan semenjak fidusia berpindah dari manual menuju online. Harus ada perbaikan sistem, terutama untuk akses ke menu pengecekan data. Penulis setuju bahwa hanya Notaris yang diperbolehkan untuk mendaftar, merubah, dan menghapus jaminan fidusia karena itu memang kewenangan para Notaris, namun harus disediakan pula satu menu pengecekan data yang bisa diakses oleh publik. Hal ini penting dilakukan agar setiap pihak yang akan menjadi penerima fidusia dapat mengecek obyek jaminannya terlebih dahulu sebelum adanya kesepakatan. Pangkalan data harus berfungsi seperti buku fidusia yang terbuka untuk umum, dengan demikian fidusia ulang tidak akan terjadi. Pemerintah juga harus segera melengkapi informasi di dalam pangkalan data, karena hingga tulisan ini dibuat, menu pengecekan data belum mampu menampilkan semua data yang dicari, dan hal ini memang butuh waktu, mengingat begitu banyaknya data yang harus dilengkapi dan dimasukan ke dalam pangkalan data. Tampilan sertifikat jaminan fidusia online juga harus diperbaiki, mulai dari isi sertifikat yang tidak mencantumkan uraian mengenai obyek jaminannya, seperti halnya jika obyek jaminannya kendaraan bermotor, maka di dalam uraian obyek jaminan, memerlukan nomor polisi, nomor rangka, nomor mesin, warna kendaraan, atau spesifikasi lainnya. Masalah berikutnya adalah tanda tangan yang langsung tercetak pada sistem dan tidak ada stempelnya dikhawatirkan dapat ditiru dengan mudah oleh para pelaku kejahatan. Masalah lainnya yaitu tidak adanya pengamanan, entah jenis kertasnya, stempelnya atau tanda tangannya, tidak ada standarisasi dalam hal-hal tersebut, pastinya akan sangat rawan pemalsuan.
64 2. Kepada para Notaris hendaknya lebih waspada dan berhati-hati dalam melaksanakan wewenangnya melakukan pendaftaran fidusia dikarenakan sistem online yang belum bekerja dengan sempurna. Notaris harus dapat memastikan bahwa obyek jaminan bebas dari pembebanan apa pun, karena jika sampai terjadi fidusia ulang, maka Notaris juga bisa dibawa ke meja hijau untuk diminta pertanggungjawabannya. 3. Kepada masyarakat hendaknya berhati-hati saat akan menjadi calon penerima fidusia, cari tahu seluruh informasi rinci mengenai objek jaminan tersebut, cek bentuk fisiknya, apabila objek merupakan kendaraan bermotor, catatlah nomor mesin, nomor kerangka, dan informasi rinci lainnya. Pastikanlah barang yang akan menjadi objek jaminan tersebut bebas dari pembebanan apapun, kemudian daftarkanlah jaminan fidusia tersebut melalui Notaris, karena bila sampai terjadi fidusia ulang atau pengalihan objek fidusia, maka sebagai penerima fidusia kedua akan sangat dirugikan. Bagi para pemberi fidusia hendaknya mematuhi peraturan hukum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis. Jakarta: PT. Gunung Agung Tbk. Aermadepa. 2012. Pendaftaran Jaminan Fidusia, Masalah dan Dilema dalam Pelaksanaannya. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu. Volume 5 Nomor 1, Juni 2012. Medan: Universitas Pembangunan Panca Budi. A. Hamzah dan Senjun Manullang. 1987. Lembaga Fidusia Dan Penerapannya Di Indonesia. Jakarta: Indhill Co. Djaja Meliala. 2007. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan. Bandung: CV. Nuansa Aulia. Gladys Octavinadya Melati. 2015. Pertanggungjawaban Notaris dalam Pendaftaran Fidusia Online terhadap Penerima Fidusia. Jurnal Repertorium. Edisi 3, Januari-Juni 2015. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2007. Jaminan Fidusia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. H. Salim HS. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. H. Tan Kamelo. 2006. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan. Bandung: Pt. Alumni. Henny Tanuwidjaja. 2012. Pranata Hukum Jaminan Utang & Sejarah Lembaga Hukum Notariat. Bandung: Refika Aditama. Herlien Budiono. 2008. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. Jonny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Normatif. Malang: Banyumedia Publishing. J. Satrio. 2007. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti.
Lawrence M. Friedman. 2009. Sistem Hukum Dalam Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa Media. M. Bahsan. 2008. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Muhamad Djumhana. 2006. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Munir Fuady. 2003. Jaminan Fidusia. Bandung: PT. Aditya Bakti. Oey Hoey Tiong. 1985. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan. Cet. II. Jakarta: Ghalia Indonesia. Rachmadi Usman. 2011. Hukum Kebendaan. Jakarta: Sinar Grafika.. 2009. Hukum Jaminan Keperdatan. Jakarta: Sinar Grafika.. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sentosa Sembiring. 2008. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju. Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Thomas Suyatno. 1989. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: PT Gramedia. Yuli Prasetyo Adi. 2014. Characteristics and Problems of Online Fiduciary in The Imposition of Fiduciary Guarantee in Indonesia. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law. Vol. 4 Issue 3, June 2014. http://seajbel.com/wp-content/uploads/2014/06/ KLL4321-Yuli-CHARACTERISTICS-AND-PROBLEMS.pdf. diakses pada 17 Januari 2016. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik;
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik; Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik; Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Internet HukumOnline.2015.http://www.hukumonline.com/pembaruan-pendaftaranjaminan-fidusia-dan-implikasinya-bagi-akses-terhadap-pembiayaanindonesia-broleh--aria-suyudi--sh--llm.diakses 28 November 2015. MediaNotaris.2013.http://medianotaris.com/amandemen_uu_jaminan_fidusia_seg era_berita300.html.diakses pada 16 November 2015.