II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Kegiatan APBD Pada Dinas Pertanian, Tanaman Dan Pangan Provinsi Jawa Barat

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI DAIRI,

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2006

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROFIL KEUANGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

Transkripsi:

II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN A. Telaah Pustaka 1. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah definisi otonomi daerah sebagai berikut: Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Masih menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut: Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta memiliki wewenang untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Dalam melaksanakan kepemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih berpatokan pada Undang- Undang pemerintah pusat. Sementara menurut Halim yang di kutip oleh Indraningrum (2011: 28) juga mengemukakan bahwa tujuan otonomi dibedakan menjadi dua sisi kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah pusat dan 9

10 kepentingan pemerintah daerah. Dari kepentingan Pemerintah Pusat tujuan utamanya adalah pendidikan politik, pelatihan kepemimpinan, serta menciptakan stabilitas politik, dan mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Sementara itu, dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah mempunyai tiga tujuan yaitu : a Untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai political equality, artinya melalui otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk lebih berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah. b Untuk menciptakan local accountability, artinya dengan otonomi daerah akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat. c Untuk mewujudkan local responsiveness, artinya dengan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah. Menurut Indra Bastian (2006:338) menyatakan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dari Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah adalah hak dan wewenang serta kewajiban daerah dalam mengatur dan

11 mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat guna meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi dan berpatokan pada Undang-Undang pemerintah pusat. 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) a. Pengertian APBD Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara anggaran pendapatan dan belanja daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. Menurut Indra Bastian (2006:189) mendefinisikan bahwa APBD merupakan rencana kerja Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik. Menurut Nordiawan, dkk (2007:39) menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan

12 tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan di tetapkan dengan Peraturan Daerah. Dari pengertian diatas dapat disimpulan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah Rencana Operasional daerah yang menggambarkan bahwa adanya kebijakan program atau kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan dituangkan dalam bentuk angka, jenis kegiatan dan jenis proyek yang di setujui oleh dewan perwakilan rakyat daerah dalam satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. b. Struktur APBD Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk terhadap struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebelum Undang-Undang Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan

13 perundang-undangan yang terhitung mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari: Pendapatan Daerah. Belanja Daerah. Pembiayaan Daerah. Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran. Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran. c. Kriteria Anggaran Menurut Bastian yang di kutip oleh Indraningrum (2011 : 32) Keputusan anggaran yang dibuat pemerintah daerah dan provinsi seharusnya dapat memenuhi kriteria berikut : 1) Anggaran harus dapat merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat. 2) Anggaran harus dapat menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah daerah. Anggaran merupakan alat ekonomi terpenting yang dimiliki pemerintah karena beberapa alasan sebagai berikut :

14 1) Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 2) Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. 3) Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada. d. Fungsi APBD Dalam organisasi publik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memiliki beberapa fungsi utama, antara lain yaitu: 1) Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. 2) Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3) Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

15 4) Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah. 5) Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6) Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Menurut Mardiasmo yang di kutip Indraningrum (2011:33) mengemukakan bahwa anggaran sektor publik memiliki beberapa fungsi utama yaitu sebagai alat perencanaan, pengendalian, kebijakan fiskal, politik, koordinasi, evaluasi kinerja, memotivasi manajemen, dan menciptakan ruang publik. Adapun penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut: 1) Anggran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk : - Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan, - Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya,

16 - Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun, - Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. 2) Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian, yang digunakan antara lain untuk : - Mengendalikan efisiensi pengeluaran, - Membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemda, - Mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas, - Memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasioanl program atau kegiatan pemerintah. 3) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi. 4) Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memetuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat politik (pilitical tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political Skill, qualition

17 building, keahlian bernegoisasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif. 5) Angggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja dalam organisasi pemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja. 6) Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan. 7) Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya, target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasioanal yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). 8) Anggaran dapat juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik (public sphere), dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan

18 masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran. Kelompok masyarakat yang terorganisir umumnya akan mencoba mempengaruhi anggaran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain: misal, tindakan massa, melakukan boikot, vandalisme, dan sebagainya. e. Pelaksanaan Penyusunan APBD Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan proses secara keseluruhan yang mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD, terdiri dari beberapa tahapan proses pelaksanaan anggaran daerah adalah sebagai berikut: 1). Anggaran belanja daerah disusun melalui Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), RKPD dilakukan untuk perencanaan, penganggaran dan pengawasan paling lambat dilaksanakan akhir bulan Mei. 2). Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD.

19 3). DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. 4). Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD. 5). Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD. 6). RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. 7). Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya. 8). Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun berikutnya. 9). Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya pada awal Desember untuk pengesahan atau satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

20 3. Pendapatan Daerah a. Pengertian Pendapatan Menurut Bastian (2006 : 148) menyatakan Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan lain atas harta dari satu kesatuan atau penyelesaian kewajibannya selama satu periode dari penyarahan atau produksi barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok atau utama yang berkelanjutan dari kesatuan tersebut Menurut Nordiawan dkk. (2007:179) yang dikutip dari PSAK mengemukakan Pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul akibat aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menyatakan Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Dari pengertian diatas dapat disimpulan bahwa Pendapatan daerah merupakan arus masuk yang diakui dan dicatat berdasarkan arus masuk bruto dari jumlah uang yang diterima dan merupakan hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

21 b. Jenis Pendapatan Daerah Menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 (RI, 2004) tentang perimbangan keuangan negara atara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membagipendapatan Asli Daerah 3 bagian yaitu : 1) Pajak Asli Daerah bersumber dari: a) Pajak Daerah b) Retribusi Daerah c) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan d) Lain-lain Pendapatan yang sah 2. Dana Perimbangan yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepala daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. c. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah yang dipungut dari sumber-sumber kekayaan daerah atau potensi yang ada pada daerah yang harus diolah oleh pemerintah daerah sehingga dapat memperoleh pendapatan daerah guna mendanai pelaksanaan otonomi daerah. Pendapatan asli daerah yaitu pendapatan yang di peroleh dan dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:

22 1) pajak daerah Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian diatas dapat disimpulan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang dipungut dari dana masyarakat oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dan terutang bagi wajib bayar tanpa mendapat prestasi langsung serta hasilnya dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Didalam segi kewenangan pemungutan pajak atas objek di daerah, dibagi atas dua hal yaitu: 1. Pajak daerah yang dipungut oleh provinsi 2. Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten atau kota. Pajak daerah yang dipungut oleh provinsi berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah terdiri atas: a) Pajak Kendaraan Bermotor; b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

23 d) Pajak Air Permukaan; e) Pajak Rokok. 2) retribusi daerah Menurut UU No. 28 Tahun 2009, Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Dari pengertian diatas dapat disimpulan bahwa Retribusi Daerah merupakan pembayaran wajib oleh rakyat atas jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada penduduknya secara perorangan. Jasa merupakan upaya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanpaatan lainnya dan dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa tersebut bersifat langsung, artinya hanya mereka yang membayar retribusi yang dapat menikmati balas jasa dari pemerintah daerah. Adapun jenis Ritribusi Jasa Umum menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah terdiri atas: a) Retribusi Pelayanan Kesehatan; b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

24 c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil; d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f) Retribusi Pelayanan Pasar; g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus; k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair; l) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; m) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan pendapatan daerah selain pajak dan retribusi ialah pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimana didalam hal ini yang termasuk didalamnya ialah laba dari BUMD dan hasil kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Perusahaan daerah adalah semua perusahaan yang didirikan seluruhnya atau sebagian dengan modal daerah. Tujuannya adalah dalam rangka menciptakan lapangan kerja atau mendorong perekonomian daerah dan merupakan cara yang efisien dalam melayani masyarakat dan

25 untuk menghasilkan penerimaan daerah. Bagian keuntungan usaha daerah atau laba usaha daerah adalah keuntungan yang menjadi hak pemerintah daerah dari usaha yang dilakukannya. Jenis-jenis Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan meliputi objek pendapatan, yaitu : a) Bagian Laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Daerah b) Bagian Laba Lembaga Keuangan Bank c) Bagian Laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat (Lembaga Keuangan Non Bank) d) Bagian Laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat (Penyertaan Modal atau Investasi). 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah merupakan pendapatan daerah yang terakhir ialah melalui pendapatan daerah yang sah, dimana pendapatan tersebut meliputi: a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b) Jasa giro c) Pendapatan bunga d) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau jasa oleh Daerah.

26 4. Belanja Daerah Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Belanja Daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana. Belanja Daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Sehingga dalam mengalokasikan belanja daerah akan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten atau kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan menurut Afiah (2009:15) yang dimaksud dengan Belanja Daerah adalah sebagi berikut Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud dengan Belanja Daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan

27 diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten atau kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan sosial. a. Klasifikasi Belanja Menurut PP No. 24/2005 Standar Akuntansi Pemerintah dalam PP No. 24 Tahun 2005, belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Penjelasan lebih lanjut untuk setiap klasifikasi dapat diuraikan sebagai berikut. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi meliputi kelompok belanja operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga. Masing-masing kelompok belanja tersebut dirinci menurut jenisnya. Belanja daerah menurut jenisnya disusun sesuai dengan kebutuhan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Berdasarkan rincian jenisnya, belanja operasi terdiri dari: belanja

28 pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bagi hasil. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 (lima) kategori utama: 1. Belanja Modal Tanah 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. b. Klasifikasi Belanja Menurut PP No. 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam PP No. 58 Tahun 2005, belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. 1) Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.

29 2) Klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari: a) Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan di klasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. b) Klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara Klasifikasi belanja menurut fungsi digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: (1) Pelayanan umum (2) Ketertiban dan keamanan (3) Ekonomi (4) Lingkungan hidup (5) Perumahan dan fasilitas umum (6) Kesehatan (7) Pariwisata dan budaya (8) Pendidikan (9) Perlindungan sosial. 3) Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 4) Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: a) Belanja pegawai b) Belanja barang, dibagi atas: (1) Belanja pengadaan barang dan jasa

30 (2) Belanja pemeliharaan (3) Belanja perjalanan c) Belanja modal d) Bunga e) Subsidi f) Hibah g) Bantuan sosial h) Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan i) Belanja tidak terduga c. Klasifikasi Belanja Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006, Belanja Daerah diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan, urusan wajib, urusan pilihan, fungsi, organisasi, program dan kegiatan. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari: 1) belanja tidak langsung; dan 2) belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a) belanja pegawai; b) bunga; c) subsidi;

31 d) hibah; e) bantuan sosial; f) belanja bagi basil; g) bantuan keuangan; dan h) belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a) Belanja Pegawai digunakan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. b) Belanja Barang dan Jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian /pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Termasuk dalam kelompok ini adalah belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai. c) Belanja Modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud

32 yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. 5. Penelitian Terdahulu Henri Edison H. Panggabean (2009) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah berpengaruh Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Toba Samosir. Hasil penelitian membuktikan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah secara Parsial maupun secara Simultan yang dinyatakan dalam Koefisien Determinasi (R2) sebesar 78,5%, yang artinya Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Pajak Daerah, Retribusi Derah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebesar 78,5% sedangkan sisanya 21,5% dipengaruhi oleh variabel lain. Try Indraningrum, (2011) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Belanja Langsung (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah), Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung. Hal tersebut berarti Pemerintah Daerah dapat memprediksi anggaran Belanja Langsung didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

33 B. Perumusan Model Penelitiaan dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan uraian untuk memecahkan masalah penelitian dan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel-variabel yang telah dijelaskan sebelumnya. Adapun kerangka pemikiran dalam penelititan ini dapat digambarkan melalui bagan alur berikut ini. Gambar 1. Model Kerangka Pemikiran Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintah Propinsi Jawa Barat Adanya pengelolaan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung yang belum sesuai dengan programprogram prioritas, berdasarkan pada sasaran yang harus dicapai dalam dokumen RPJMD Perlu adanya penatausahaan terhadap belanja langsung yang bersumber dari Pendapatan asli daerah Variabel X Pajak Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan - Lain-lainPAD yang sah Variabel Y Belanja Langsung - Belanja Pegawai - Belanja Barang dan Jasa - Belanja Modal

34 Dalam APBD terkandung unsur pendapatan dan belanja, dimana pendapatan yang dimaksud adalah sumber-sumber penerimaan untuk daerah dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan Belanja Daerah adalah pengeluaran-pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Belanja Langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. 2. Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2009) Hipotesi merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan model kerangka pemikiran diatas, dapat diformulasikan Hipotesis penelitian sebagai berikut. Ha1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai pengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung. Ha2 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh cukup besar terhadap Belanja Langsung.