BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI PENJUAL DAN PEMBELI DALAM PRAKTIK JUAL BELI HANDPHONE SECOND (HP) DI WTC SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual beli.

BAB IV REKSADANA EXCHANGE TRADED FUND DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN HARGA PADA PASAR OLIGOPOLI

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP INSTRUMEN HEDGING PADA TRANSAKSI SWAP

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONAL WADI< AH PADA TABUNGAN ZAKAT DI PT. BPRS BAKTI MAKMUR INDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

A. Analisis Praktek Jual Beli Mahar Benda Pusaka di Majelis Ta lim Al-Hidayah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM PADA JUAL BELI HANDPHONE RUSAK DI PASAR WONOKROMO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STRATEGI BUY ON RUMORS SELL ON NEWS DALAM PERDAGANGAN SAHAM DI BEI SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI ALAT TERAPI DI PASAR BABAT KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI DALAM JUAL BELI ANAK BURUNG

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya, hal tersebut sangat wajar mengingat mereka

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERAS BERSUBSIDI DI DESA MAOR KECAMATAN KEMBANGBAHU KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

Kaidah Fiqh. Keadaan Darurat Tidak Menggugurkan Hak Orang Lain. Publication: 1435 H_2014 M DARURAT TIDAK MENGGUGURKAN HAK ORANG LAIN

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGUPAHAN DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO. Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

Kaidah Fiqh BERSUCI MENGGUNAKAN TAYAMMUM SEPERTI BERSUCI MENGGUNAKAN AIR. Publication in CHM: 1436 H_2015 M

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK TRANSAKSI BISNIS DI PASAR SYARIAH AZ-ZAITUN 1 KUTISARI SELATAN TENGGILIS MEJOYO SURABAYA

tabarru dengan tujuan tolong menolong yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

BAB IV. Analisis Hukum Islam Terhadap Penjualan Obat Generik Melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) Pada Tiga Apotek di Surabaya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB V PEMBAHASAN. A. Mekanisme Penetapan Harga Jual Kerajinan Marmer pada UD. Tukul Jaya

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI LEGEN. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Praktek

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

Menzhalimi Rakyat Termasuk DOSA BESAR

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Apakah Masjidil Haram Sama Dengan Masjid-Masjid Lainnya Di Tanah Haram?

Hukum Menanam Saham Di Sebagian Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama universal yang mempunyai sekumpulan aturan dan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB 13 SALAT JAMAK DAN QASAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI PENJUAL DAN PEMBELI DALAM PRAKTIK JUAL BELI HANDPHONE SECOND (HP) DI WTC SURABAYA A. Analisis Persepsi Penjual Dalam rangka memenuhi kebutuhan serta peningkatan usahanya. Penjual mengambil langkah-langkah yang menurut mereka (penjual) adalah strategi dalam memasarkan produk/ barang yang mereka jual. Salah satu langkah yang diambil adalah, memberikan informasi (iklan/ selebaran) pada khalayak tentang beberapa jenis handphone yang mereka jual. Penyampaian informasi tersebut dimaksudkan sebagai pengenalan (pemberitahuan) kepada khalayak, supaya apabila ada yang berminat atau mencari handphone seperti yang dicantumkan dalam selebaran tersebut, maka bisa langsung menghubungi/ datang langsung ke counter yang bersangkutan. Media informasi yang dilakukan oleh penjual tersebut di maksudkan untuk mendapat positioning dalam diri konsumen, seperti yang ada dalam marketing syariah (islam) bahwa dalam memasarkan produk, produsen harus melihat beberapa aspek, salah satunya ialah, memahami segmentasi pasar, kemudian menyalurkan produk atau servis pada konsumen secara umum, yang selanjutnya disusul dengan penyusunan strategi yang dalam marketing syariah disebut 71

72 sebagai syariah marketing tactic 1. Sedangkan yang menjadi karakteristik syariah marketing adalah: 1 teistis (Rabba>niyyah) Maksudnya adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh pelaku usaha selalu berpijak pada hukum syariah (islam) yang selalu menjunjung tinggi keadilan, kebaikan, dan mencegah segala bentuk kecurangan. 2 Etis (Akhla>qiyya) Etis disini dijadikan sebagai konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika yang bersifat universal. 2 3 Humanistis (Al-Insa>niyyah) Pengertian insa>niyyah disini adalah dalam menjalankan usahanya pelaku usaha tidak pernah membedakan ras, warna kulit, kebangsaan dan status, jadi konsumen tetap diposisikan sebagai insan derajatnya sama, baik dimata agama maupun dimata manusia itu sendiri. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, sarana informasi (iklan/ selebaran) dalam jual beli handphone second hukumnya boleh, karena hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam. Selagi tidak ada dalil yang menunjukkan keh}aramannya maka hukum jual beli adalah boleh. Dalam artian selagi tidak ada dalil yang melarang (mengh}aramkan) terhadap transaksi 1 Hermawaan dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, h. 144-145 2 ibid, h. 32-33

73 tersebut, maka hukum as}l yang akan dipakai. Sebagaimana yang ada dalam kaidah fiqhiyah yaitu أ لا ص ل ف ي ال م ع ا م ل ة الا ب اح ة إلا أن ي د ل د ل ي ل ع ل ى ت ح ر ي م ه ا Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya 3 Karena tujuan dari jual beli tersebut adalah tolong-menolong antar sesama, untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah dalam al-qur an surat al-ma> idah ayat 2: و ت ع او ن و اع ل ى ال ب رو ال تق و ى Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa (QS. Al-Ma> idah : 2) 4. Mengenai jual beli yang komoditinya dicampur adukkan antara kualitasnya yang bagus dengan yang tidak, adalah sebagai strategi pemasaran, bukan sebagai sarana untuk memanipulasi calon pembeli. Seperti yang dikatakan oleh salah satu penjual bahwa, semakin banyak barang yang kita jual, maka semakin banyak pula orang yang tertarik untuk membelinya. Karena pembeli mempunyai banyak pilihan untuk mengambil keputusan membeli. Adapun h}adis Nabi yang diriwayatkan oleh imam muslim yang artinya sebagai berikut: Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah melewati sebuah tumpukan makanan. Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut dan 3 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 10 4 Depag RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, h. 106.

74 jari-jarinya basah. Maka beliau bertanya: "Apa ini wahai penjual makanan?". Ia menjawab: Terkena hujan wahai Rasulullah. Beliau bersabda: "Mengapa tidak engkau letakkan di bagian atas makanan agar orang-orang dapat melihatnya? Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku." H}adis di atas, tidak dapat secara mutlak diqiyaskan dengan praktik jual beli handphone yang telah dipaparkan sebelumnya. Sebab dalam pengambilan qiyas harus ada illat hukum yang sama (secara utuh), dan atau adanya illat yang tidak dapat diketahui dengan pendekatan kebahasaan 5 (logika linguistik). Meskipun secara harfiah kasus di atas ada kesamaan illat, namun secara substansial terdapat perbedaan yang sangat mendasar antar kedua far 6 (kasus) tersebut. Dimana pada kasus pertama ( illat as}l) obyeknya adalah makanan, sedangkan kasus yang kedua (far ) adalah berupa barang/benda, yang cara penjualannya pun adalah satu persatu, sehingga kasus pertama tidak dapat disamakan dengan kasus yang kedua (far ). Sedangkan dalam pengambilan qiyas (analogi) harus memperhatikan persyaratan far sebagai bagian dari rukun qiyas itu sendiri. Dalam hal ini ulama us}u>l membagi syarat far menjadi lima bagian, diantaranya ialah: 1 Ditemukannya illat as}l pada far. Kadar kesamaan illat ini haruslah secara sempurna, artinya macam dan jenis illat, keduanya haruslah sama persis, bukan dalam komposisinya saja. 2 Ketetapan far tidak mendahului ketetapan as}l. 5 Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, h. 209 6 Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, h. 138

75 3 Kadar illat yang terdapat pada far tidak boleh kurang dari illat yang ada pada as}l. Artinya, setidaknya illat yang terdapat pada far sama dengan illat pada as}l dengan tanpa ada selisih dalam segi kekurangannya. 4 Antara as}l dan far haruslah sama hukum dan illatnya, baik dalam bentuk personalitas maupun komponennya (jenisnya). 5 Dalam far tidak ditemukan adanya sesuatu yang lebih kuat atau seimbang yang menentang atau menghalang-halangi untuk disamakan dengan hukum as}l. Artinya dalam far tidak ada sesuatu yang menuntut untuk menyamakan pada as}l yang lain. Ketika dalam pengqiyasan pada far tersebut tidak ada kesamaan illat yang sempurna, maka illat yang terdapat pada as}l tersebut tidak mungkin di jadikan landasan pengqiyasan 7. Karena dalam pengambilan qiyas, harus ada kesempurnaan illat pada far yang hendak di diqiyaskan dengan hukum as}l. Dengan kata lain harus ada pengetahuan yang sempurna atas realitas dan segala unsurnya 8, supaya tidak terjadi implementasi hukum yang kabur terhadap far yang hendak diqiyaskan dengan hukum as}l 9. Dari beberapa pemaparan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan, bahwa praktik jual beli handphone second yang telah di jelaskan diatas hukumnya adalah boleh, karena praktik jual beli tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama, 7 Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, h. 143 8 Ahmad Al Raysuni Dan Muhammda Jamal Barut, Ijtihad Antara Teks, Realita, Dan Kemslahatan Sosial, h. 42-45 9 Forum Karya Ilmiah, Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam, h. 143

76 dalam artian dalam proses jual beli tersebut masih melalui beberapa tahapan, sebagai berikut: 1. Adanya khiyar ru yah, majelis, dan khiyar aib (garansi toko), supaya dalam transaksi tersebut tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. 2. Ada tawar menawar sebelum terjadinya transaksi jual beli, untuk mencapai kesepakatan. 3. Penjual dan pembeli dalam menjalankan akadnya dalam keadaan sadar. Artinya tidak ada unsur paksaan bagi kedua belah pihak untuk melakukan akad jual beli. 4. Kedua belah pihak sama-sama rela عن ترا ض) ) atas apa yang telah mereka lakukan. B. Analisis Persepsi Pembeli Islam adalah agama yang menjunjung tinggi hak-hak manusia, supaya pihak yang satu tidak melampaui pihak yang lain dalam bidang apapun, termasuk di bidang jual beli. Jual beli yang sejalan dengan anjuran agama adalah jual beli yang selalu memperhatikan hak dan kewajiban, serta tidak melakukan penipuan dalam bentuk apapun. Dan jual beli yang dianjurkan adalah jual beli yang senada dengan definisi jual beli itu sendiri, yaitu mempertukarkan harta tertentu dengan

77 harta yang lain berdasarkan kerid}aan antara keduanya, atau memindahkan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi 10 Dalam transaksi jual beli handphone second yang telah di paparkan pada bab sebelumnya, bahwa penjual dalam memasarkan barangnya menggunakan media informasi (iklan/selebaran) sementara keberadaan barang tersebut masih belum jelas, apakah barang tersebut ada di counter yang bersangkutan, atau masih menjadi milik orang lain, sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam obyek Dalam transaksi jual beli handphone second yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, bahwa dalam memasarkan barangnya penjual menyampaikan informasi mengenai semua jenis barang yang dijual, namun pada kenyataannya handphone tersebut tidak ada di counter yang bersangkutan. Dan penjual juga menggabungkan semua jenis handphone baik yang sudah direkondisi maupun yang belum direkondisi, dalam satu etalase tanpa ada pemisahan diantara keduanya. Mengacu pada rukun dan syarat jual beli yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, bahwa mengenai persyaratan barang yang diperbolehkan untuk dijadikan jual beli adalah; barang harus bersih, atau suci, barang harus bermanfaat, hak milik yang melakukan akad 11, dapat diserahterimakan 12, barang, harga dan nilainya dapat diketahui secara transparan 13. 10 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 4, h. 121. 11 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, h. 197 12 Mustafa Kamal dkk, Fikih Islam, h. 356 13 Amis Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, h. 198-199

78 Ketika melihat dari kelima syarat dan perilaku penjual dalam praktik jual beli handphone di atas, maka dapat diketahui bahwa, jual beli yang hanya dengan mencantumkan jenis/merek barang mengandung ketidakjelasan obyek, sehingga mengarah pada garar. Sebagaimana dijelaskan bahwa garar dalam obyek akad ada beberepa macam, diantaranya ialah; 1 Ketidakjelasan dalam Jenis Obyek Akad Mengetahui jenis obyek akad secara jelas adalah syarat sahnya jual beli. Maka jual beli yang obyeknya tidak diketahui tidak sah hukumnya karena terdapat garar yang banyak di dalamnya. Seperti menjual sesuatu dalam karung yang mana pembeli tidak mengetahui dengan jelas jenis barang apa yang akan ia beli. Namun demikian terdapat pendapat dari maz hab Maliki yang membolehkan transaksi jual beli yang jenis obyek transaksinya tidak diketahui, jika disyaratkan kepada pembeli khiyar ru ya (hak melihat komoditinya) 14. Begitu juga dalam maz hab Hanafi menetapkan khiyar ru yah tanpa dengan adanya syarat. Akan tetapi ulama Syafi iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiyar ru yah tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsur penipuan (garar). 2 Ketidakjelasan dalam Macam Obyek Akad 14 Nasroun Haroun, Fiqh Muamalah, h. 137

79 Garar dalam macam obyek akad dapat menghalangi sahnya jual beli sebagaimana terjadi dalam jenis obyek akad. Tidak sahnya akad seperti ini karena mengandung unsur ketidakjelasan dalam obyeknya. Seperti seorang penjual berkata, saya jual kepada anda binatang dengan harga sekian tanpa menjelaskan binatang apa dan yang mana. 15 Oleh karena itu obyek akad disyaratkan harus ditentukan secara jelas. Dasar ketentuan ini adalah larangan Nabi SAW mengenai jual beli kerikil (bai al-h}as}ah) yang mirip judi dan biasa dilakukan oleh orang Jahiliyah, yaitu jual beli dengan cara melemparkan batu kerikil kepada obyek jual beli, dan obyek mana yang terkena lemparan batu tersebut maka itulah jual beli yang harus dilakukan. Dalam hal ini pembeli sama sekali tidak dapat memilih apa yang seharusnya dinginkan untuk dibeli 16. عن أبي هريرة قال نهى رسول االله صلى االله عليه وسلم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرار (رواه مسلم) Dari Abu Hurairah diceritakan, ia berkata: Rasulullah Saw melarang jual beli lempar kerikil dan jual beli garar (HR. Muslim) 17. 15 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi dan Etika Bisnis Islam, terj. Saptono Budi Satryo dan Fauziah, h. 167 16 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad alam Fiqh Muamalah, h. 191 17 Imam Muslim, S}ah}ih Muslim, juz III, Kitabul Buyu, h. 139

80 3 Ketidakjelasan dalam Sifat dan Karakter Obyek Transaksi Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh tentang persyaratan dalam menyebutkan sifat-sifat obyek transaksi dalam jual beli, akan tetapi mayoritas ulama fiqh berpendapat untuk mensyaratkannya. Diantara perbedaan itu adalah; maz hab Hanafiyah melihat, bahwa jika obyek transaksinya terlihat dalam transaksi, baik itu komoditi ataupun uang, maka tidak perlu untuk mengetahui sifat dan karakternya, tetapi jika obyek transaksinya tidak terlihat oleh penjual dan pembeli, maka para ulama fiqh maz hab Hanafiyah berselisih pendapat. Sebagian mensyaratkan penjelasan sifat dan karakter obyek akad, dan sebagian yang lain tidak mensyaratkan. Mereka yang tidak mensyaratkan berpendapat bahwa ketidaktahuan sifa tidak menyebabkan perselisihan, disamping itu pembeli juga mempunyai hak khiya>r ru yah. Silang pendapat di atas adalah yang berkaitan dengan komoditi bukan harga, adapun tentang harga, semua ulama sepakat untuk disebutkan sifat dan karakternya 18. Sedang ulama maz hab Maliki mensyaratkan penyebutan sifat dan karakter baik terhadap komoditi maupun harga, karena tidak adanya kejelasan dalam sifat dan karakter komoditi dan harga adalah, merupakan garar yang dilarang dalam akad 19. Begitu juga ulama maz hab Syafi i mensyaratkan penyebutan sifat dan karakter komoditi dan mengatakan bahwa jual beli yang 18 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, h. 167 19 Ibnu Rusdy, Bidayatul Mujtahid Wa NihayatulMuqtasid, h. 172

81 tidak jelas sifat dan karakter komoditinya hukumnya tidak sah, kecuali jika pembeli diberi hak untuk melakukan khiya>r ru yah. Maz hab Hambali juga tidak membolehkan jual beli yang obyek transaksinya tidak jelas sifat dan karakternya. 20 4 Ketidakjelasan dalam Ukuran Obyek Transaksi Tidak sah jual beli sesuatu yang kadarnya tidak diketahui, baik kadar komoditinya maupun kadar harga atau uangnya. Illat (alasan) hukum dilarangnya adalah karena adanya unsur garar sebagaimana para ulama ahli fiqh dari maz hab Maliki dan Syafi i dengan jelas memaparkan pendapatnya. 5 Ketidaktahuan dalam z at Obyek Transaksi Ketidak tahuan dalam zat obyek transaksi adalah bentuk dari garar yang terlarang, hal ini karena z at dari komoditi tidak diketahui, walaupun jenis, macam, sifat, dan kadarnya diketahui, sehingga berpotensi untuk menimbulkan perselisihan dalam penentuan. Maz hab Syafi i, Hambali, dan Dhahiri melarang transaksi jual beli semacam ini, baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit karena adanya unsur garar. Sedang maz hab Maliki membolehkan baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit dengan syarat ada khiya>r bagi pembeli yang menjadikan unsur garar tidak berpengaruh terhadap akad. Adapun maz hab Hanafiyah membolehkan dalam jumlah dua atau tiga, dan melarang yang melebihi dari tiga. 20 Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, h. 169

82 6 Ketidakmampuan dalam Penyerahan Komoditi Kemampuan menyerahkan obyek transaksi adalah syarat sahnya dalam jual beli, maka jika obyek transaksi tidak dapat diserahkan, secara otomatis jual belinya tidak sah karena terdapat unsur garar (tidak jelas). Seperti menjual onta yang lari atau hilang dan tidak diketahui tempatnya. Nabi SAW melarang jual beli seperti ini karena mempertimbangkan bahwa barang itu tidak dapat dipastikan apakah akan dapat diserahkan oleh penjual atau tidak 21. 7 Melakukan Akad Atas Sesuatu yang Ma du>m (tidak nyata adanya). Garar yang dapat mempengaruhi sahnya jual beli adalah tidak adanya obyek transaksi. Yaitu keberadaan obyek transaksi bersifat spekulatif, mungkin ada atau mungkin tidak ada, maka jual beli seperti ini tidak sah. Seperti transaksi jual beli anak unta yang belum lahir dan buah sebelum dipanen. Seekor unta yang mengandung bisa jadi melahirkan dan ada kemungkinan tidak (keguguran), begitu juga buah terkadang berbuah dan terkadang juga tidak ada. Sedangkan bentuk jual beli dengan menggabungkan semua jenis handphone antara yang bagus dan yang tidak, dalam Islam dilarang, karena hal yang semacam itu syarat dengan penipuan (tadlis) dalam bukunya Amir Syarifuddin disebut s}ubrah 22. Karena penggabungan tersebut bertujuan untuk memanipulasi pembeli, sebab jika barang yang jelek digabung dengan yang 21 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalah, h. 191 22 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, h. 208

83 bagus, maka pembeli akan mengira bahwa semua barang yang dijual itu bagus-bagus. Dan hal yang seperti itulah yang disebut sebagai tadlis. Dimana Tadlis sendiri ada tiga macam diantaranya ialah: a. Tadlis dalam Harga Tadlis (penipuan) dalam harga dalam jual beli adalah, jual beli yang dilakukan oleh penjual, ketika ada pembeli yang kurang mengerti atau bahkan tidak tahu sama sekali tentang harga barang yang hendak dibeli, maka kemudian penjual menjual barang tersebut kepada pembeli, dengan harga yang melebihi (diatas) harga biasanya. Atau bisa juga sebaliknya dalam fiqh disebut Guban. b. Tadlis dalam kuantitas Tadlis dalam kuantitas termasuk juga kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan barang kuantitas banyak. Misalkan menjual baju sebanyak satu container. Karena jumlah banyak dan tidak mungkin untuk menghitung satu demi satu, maka penjual berusaha melakukan penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli. c. Tadlis dalam kualitas Tadlis dalam kualitas, termasuk juga penjualan barang cacat, dimana barang yang cacat tersebut digabungkan dengan barang yang lebih bagus darinya, supaya orang mengira kalau barang yang mereka jual adalah barang yang kualitasnya bagus-bagus.

84 Sesuai dengan sabda Nabi dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: ع ن أ ب ي ه ر ي ر ة ر ض ي ا الله ع ن ه أ ن ر س و ل ا الله ص لى االله ع ل ي ه و سل م م ر ع لى ص ب ر ة م ن ط عا م ف ا د خ ل ي د ه ف ي ها ف نا ل ت أ صا ب ع ه ب ل لا ف قا ل ما ه ذا يا ص ا ح ب ال ط عا م قا ل أ صا ب ت ه ال س ما ء يا ر س و ل االله قا ل: أ ف لا ج ع ل ن ه ف و ق 23 ال ط عا م آ ى ي را ه ال نا س م ن غ ش ف ل يس م ني Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah melewati sebuah tumpukan makanan. Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut dan jari-jarinya basah. Maka beliau bertanya: "Apa ini wahai penjual makanan?". Ia menjawab: Terkena hujan wahai Rasulullah. Beliau bersabda: "Mengapa tidak engkau letakkan di bagian atas makanan agar orang-orang dapat melihatnya? Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku." Semua bentuk transaksi yang dipaparkan diatas, adalah transaksi yang dilarang oleh agama, karena terdapat unsur penipuan di dalamnya, dan bisa merugikan salah satu pihak. Dari semua penjelasan di atas perlu digaris bawahi bahwa, transaksi yang dilarang seperti yang dijelaskan di atas, apabila dilaksanakan dengan tanpa memberikan kesempatan kepada salah satu pihak untuk melakukan khiya>r (hak memilih), tetapi apabila dalam pelaksanaan transaksi tersebut sebelum terjadi akad (kesepakatan) masih ada negosiasi (tawar menawar) khiya>r 24 yang membentuk sebuah kerelaan kedua belah pihak, maka hukumnya boleh. Berdasarkan firman Allah dalam al-qur an Surat An-Nisa> Ayat 29 : 23 Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz III, h. 139 24 Nasroun Haroun, Fiqh Muamalah, h. 137

85 ي ا أ ي ه ا ال ذ ي ن ا م ن وا لا ت ا آ ل وا أ م وال ك م ب ي ن ك م ب ال ب اط ل إ لا أ ن ت ك و ن ت ج ار ة ع ن ت ر ا م ن ك م و لا ت ق ت ل وا أ ن ف س ك م إ ن الل ه آ ا ن ب ك م ر ح يم ا ض Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bat}il, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An- Nisa> : 29) 25 Dan berdasarkan sabda Nabi: 26 ه صا ح ب ع لى خ يا ر با ل م ن ه ما وا ح د ل آ ي عا ن ا ل م ت با Artinya: Dua orang yang sedang jual beli, masing-masing dari keduanya mempunyai hak khiya>r terhadap yang lain. 25 Ibid, h. 83 26 Abi abdillah Muhammad Ibn ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari, Juz II, hal 18