BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
SMP kelas 8 - KIMIA BAB 4. ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKALatihan Soal 4.2

PENYALAHGUNAAN NAPZA DAPAT MENGHANCURKAN GENERASI MUDA

BAB VII ZAT ADIKTIF DAN PSIKOTROPIKA

NARKOBA. Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif

SAY NO TO DRUGS Nama : Nanda Abilla Aryaguna Nim : Prodi Akuntansi

Zat Adiktif dan Psikotropika

Aspek Medikologal LSD JENIS-JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA (NAPZA/NARKOBA)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan teori teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

LEMBAR TUGAS SISWA IPA TERPADU KELAS 8 SEMESTER 1 (UNTUK KELAS 8A / 8B) Nama Kelas Hari/Tanggal

Penggunaan taraf awal, disebabkan oleh rasa ingin tahu, ingin mencari -pengalaman baru atau sering juga dikatakan sebagai tahap awal

MANFAAT REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA (MANTAN) PECANDU TERHADAP KONDISI PSIKIS

LEMBAR TUGAS SISWA IPA TERPADU KELAS 8 SEMESTER 1 (UNTUK KELAS 8C / 8D / 8F / 8G) Paraf Guru N i l a i

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGENAL NAPZA KONSEP DASAR KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN & KETERGANTUNGAN NAPZA 05/02/2016 JENIS NAPZA YANG DISALAHGUNAKAN. MASYKUR KHAIR, S.Kep., Ns.

IDENTITAS RESPONDEN. Jenis kelamin : Laki-laki. Perempuan. Bersama Orangtua. Status Tempat Tinggal: Kost. Bersama Saudara/teman

NAPZA. Priya - PKBI. Narkotika Psikotropika dan zat adiktif lainnya atau di singkat dengan NAPZA.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Izin sebagai bukti legalitas untuk menjalankan usaha khususnya perdagangan

NAPZA. Trainer : Lina Asisten : Sela, Tito

BAB I PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupkan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. 1

INTERVENSI ORGANISASI PADA MASALAH KESEHATAN KERJA KARYAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 31 Mengenal narkoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dikarenakan berpengaruh langsung pada lingkungan. Kenyataan yang ada

NEUROTRANSMITTER. Kurnia Eka Wijayanti

RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PADA IBU HAMIL BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH

Modul ke: Kecanduan Obat. Fakultas PSIKOLOGI. Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

STUDI KASUS REMAJA GANGGUAN PENYALAHGUNAAN ZAT AMPHETAMINE ABUSE DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

Addiction.

Efektivitas Undang Undang No 35 Tahun 2009 Untuk Menekan Penyalahgunaan Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN REMAJA Oleh: Bintara Sura Priambada, S.Sos, M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

NARKOTIKA 23/10/2011 BERANDA SK / KD INDIKATOR MATERI LATIHAN UJI KOMPETENSI REFERENSI PENYUSUN SELESAI. psb-psma Ikhlas berbagi rela memberi BERANDA

WITHDRAWAL SYNDROME BY : KELOMPOK 4

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

SMP Negeri 9 Purwokerto jl. Jatisari Nomor 25 Purwokerto Silakan klik tombol edit di kanan untuk mengubah header.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain. Narkotika menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Mariyuana (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan secara lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan, remaja tidak lagi

NARKOBA : ANCAMAN BAGI GENERASI MUDA Oleh : Chandra Dewi Puspitasari, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

#Jokam Community Website

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN IBU TENTANG PERSIAPAN MEMASUKI MASA MENOPAUSE DI DUSUN V DESA SAMBIREJO KECAMATAN BINJAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2007

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata

KATA PENGANTAR. Pendahuluan

Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak (JIPA), Vol. II, No. 2, Juni - Nopember 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gerak atau kekuatan yang dimiliki sekumpulan orang dalam masyarakat yang

MAKALAH. ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR (ISBD) Bahaya Narkoba Bagi Remaja. Teknik Komputer Golongan B Muh. An im Fatahna D

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

RELAPS (KAMBUH) PADA MANTAN PENGGUNA NAPZA (Sebuah Studi Fenomenologi)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

NARKOBA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNA. Oleh : Andang Muryanta

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pendahuluan. Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

- Kamu dapat mendeskripsikan zat adiktif dan psikotropika. - Kamu dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat adiktif dan psikotropika.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Indonesia Nomor 5211); 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 9.

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

III. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN. Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :

PERSEPSI SISWA SMA NEGERI 1 PANTAI CERMIN KABUPATEN SOLOK TERHADAP NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah alcoholism (ketagihan alkohol), istilah ini pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

Penggunaan dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan lainnya. Permasalahan dari alkohol dan obat-obatan lainnya

BAB I PENDAHULUAN. dewasa normal bervariasi antara 4-10 jam sehari dan rata-rata berkisar antara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara-negara berkembang. Direktorat Pengawasan Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. yang terlibat dalam kekerasan ataupun korban dari tindakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA MURID SLTP TENTANG NARKOTIKA, ALKOHOL DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DI KOTAMADYA DEPOK TAHUN 2002

MENGENAL BAHAYA NARKOBA BAGI REMAJA. Oleh : Rosita Endang Kusmaryani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat

Studi Identifikasi Faktor-Faktor yang Meminimalkan Ketergantungan (Adiktif) pada Pengguna Narkoba Suntik di Galatea

MENYOAL PENYALAHGUNAAN OBAT TERLARANG OLEH REMAJA Oleh: Drs. Mardiya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LAPORAN KEGIATAN PPM DOSEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik malalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu: 1. Tahu (know). Tahu adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya.tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Paham (comprehension). Paham diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mampu menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain, misalnya mengelompokkan dan membedakan. 5. Sintesis (synthesis). Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru.

6. Evaluasi (evaluation). Evaluasi adalah suatu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003). 2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) dan Widianti (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. 2. Secara umum orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah. 3. Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-menurun baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negatif, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 4. Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain. 5. Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik. 6. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. 2.2. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) 2.2.1. Definisi NAPZA NAPZA terdiri dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Narkotika disebut juga sebagai obat-obatan yang dipakai sebagai anestesi sehingga dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran karena mempengaruhi sistem susunan saraf pusat. Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1997, narkotika merupakan obat yang berasal dari tanaman yang dapat menyebabkan hilang kesadaran dan dapat

menimbulkan ketergantungan. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah heroin dan ganja. Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki khasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin ( Parapat, 2002). Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, psikotropika merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku seseorang (Parapat, 2002). Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah ekstasi, shabu, dan LSD (lysergic acid diethylamide). Psikotopika golongan II adalah berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah amfetamin, metilfenidat atau ritalin. Psikotropika golongan III adalah berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya adalah pentobarbital dan flunitrazepam. Psikotropika golongan IV berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah diazepam, fenobarbital, nitrazepam dan klonazepam. Zat adiktif adalah bahan yang dapat menimbulkan kerugian bagi seseorang yang menggunakannya akibat timbulnya ketergantungan psikis seperti golongan alkohol, nikotin dan sebagainya (Susilo, 1993).

2.2.2. Klasifikasi NAPZA Pengolongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) didasarkan atas pengaruhnya terhadap tubuh manusia. 1. Opiates (opiat). Opiod mengurangi rasa nyeri dan menyebabkan mengantuk atau turunya kesadaran. Contohnya adalah opium, morfin, heroin dan petidin. 2. Ganja. Ganja menyebabkan perasaan riang, meningkatkan daya khayal dan berubahnya perasaan waktu. 3. Kokain. Kokain dan daun koka tergolong dalam stimulan meningkatkan aktivitas otak atau fungsi organ lain. 4. Golongan amfetamin (stimulan). Contohnya adalah amfetamin, ekstasi dan shabu. 5. Alkohol. Alkohol terdapat dalam minuman keras menyebabkan ataxia. 6. Halusinogen. Menyebabkan halusinasi (khayalan). Contohnya (lysergic acid diethylamide). 7. Sedativa dan hipnotika. Obat penenang atau obat tidur. 8. Solvent dan inhalasi. Gas atau uap yang dihirup. Contohnya tiner dan lem. 9. Nikotin. Terdapat pada tembakau (termasuk stimulan). 10. Kafein (stimulansia). Terdapat dalam kopi, berbagai jenis obat penghilang rasa sakit atau nyeri dan minuman cola (WHO, 2011).

2.2.3. Heroin Narkotika yang paling sering disalahgunakan oleh para remaja usia sekolah, zat ini sangat adiktif mempengaruhi otak sehingga menghasilkan efek yang menyenangkan dan menghilangkan rasa nyeri. Di Indonesia, heroin juga dikenal dengan nama putaw. Penggunaannya secara injeksi intavena, intramuskuler dan dihisap dengan pipa. Heroin berasal dari opium atau opiat yang dihasilkan langsung oleh tanaman bernama poppy /papaver somniferum dimana di dalam bentuk bubuk tersebut mengandung morfin yang sangat baik untuk menghilangkan rasa sakit dan kodein yang bertindak sebagai obat antitusif. Opiat dibagaikan kepada tiga kelompok besar yaitu opiat alamiah yang terdiri daripada morfin dan kodein, opiat semi sintetik yang terdiri daripada morfin/putaw dan hidromorfin dan seterusnya opiat sintetik yang terdiri daripada metadon dan meperidin (Harahap, 2001). Efek dari heroin seperti mengalami euforia, panas pada kulit, mulut kering, anggota badan terasa berat dan fungsi mental terganggu karena depresi susunan saraf pusat. Orang yang ketergantungan pada heroin akan menimbulkan kesan negatif seperti rasa mual disebabkan oleh efek euforia yang berlebihan dan jika seseorang mengalami putus obat akan mengalami reaksi fisik dan psikologis yang tidak menyenangkan. Saat gejala putus obat terjadi, akan terjadi penyakit yang berupa flu berat dengan mata selalu berair, hidung meler, demam tinggi, denyut jantung meningkat dan menganggu metabolisme serta menyebabkan rasa sakit pada setiap anggota tubuh, dan mungkin menimbulkan delirium dan halusinasi (Preda, 2011). 2.2.4. Morfin Biasanya terdapat dalam opium. Efeknya meningkatkan ambang nyeri, sehingga merasa bebas dari nyeri, menyebabkan letargi, dan tertidur. Kelompok opiat ini bekerja pada reseptor mu1 yang menyebabkan efek analgesik, euforia dan hipotermia, pada reseptor mu2 menyebabkan bradikardi, depresi pernafasan miosis dan euforia, pada reseptor delta menyebabkan depresi napas dan halusinasi. Efek samping dari penggunaan morfin ialah sedasi, dan depresi

pernafasan, Efek sentral menekan pusat pernafasan menyebabkan terganggu respirasi sampai terjadi hipoksia (Stephens, 2010). 2.2.5. Ganja Sering dikenal dengan nama lain seperti, gele, marijuana dan sebagainya, biasanya dihisap dari gulungan yang menyerupai rokok atau dengan mengunakan pipa rokok. Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-9- tetrahydrocannabinol (THC) yang bisa mempengaruhi suasana hati dan mempengaruhi cara orang tersebut melihat dan mendengar hal-hal disekitarnya. Efek psikofarmakologis dari ganja dapat menyebabkan gangguan fungsi psikomotorik lainnya dan ketergantungan psikis yang sangat hebat (Joewana, 1989). Penggunaan ganja akan mengalami gejala psikologik yaitu euforia, halusinasi penglihatan dan lebih senang menyendiri. Gejala fisik yang terlihat seperti konjungtiva kemerahan, nafsu makan meningkat, mulut dan kerongkongan terasa kering dan frekeunsi denyut jantung meningkat. Marijuana dan ganja sering diklasifikasikan sebagai halusinogen. Ini karena efeknya menimbulkan halusinasi dan memiliki efek antidepresan yang mempengaruhi sistem saraf. Dalam perawatan medis, marijuana digunakan pada penderita kanker yang menjalani kemoterapi untuk menurunkan rasa jijik dan mual serta meningkatkan selera makan (Hawari, 2002). 2.2.6. Ekstasi Dikenal dengan berbagai jenis ada yang berbentuk tablet dan berbentuk kapsul. Ekstasi merupakan salah satu jenis amfetamin yang nama generiknya adalah D-pseudo epinefrin. Bentuk amfetamin adalah berbentuk bubuk warna putih dan keabuan digunakan dengan cara menghirup atau dengan menelan tablet atau kapsul. Terdapat dua jenis amfetamin yaitu MDMA (methylene dioxy methamphetamine) dan methamfetamin ice. Ekstasi termasuk dalam golongan MDMA. Amfetamin menekan nafsu, oleh karena itu dapat digunakan oleh orang yang memiliki masalah berat. Ketika memakai amfetamin dalam dosis kecil untuk

waktu singkat dapat meningkatkan koordinasi gerakan. Efek samping dari penggunaan amfetamin terhadap fisik meliputi tekanan darah tinggi, kecepatan detak jantung, demam, sakit kepala, tremor, dan rasa mual. Secara psikologis, si pemakai merasa resah, mudah tersinggung, bermusuhan, bingung, bersemangat atau dalam waktu yang singkat sangat gembira (Kaplan Sadock, 1991). Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan kerusakan parah pada otak dibandingkan heroin, kokain dan alkohol (Volkow et al.,2001). Efek dari ekstasi adalah seperti timbul rasa gembira secara berlebihan, hiperaktif, rasa percaya diri meningkat, mengalami halusinasi penglihatan, berkeringat secara berlebihan, nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Pemakaian ekstasi seperti timbul rasa gembira secara berlebihan, melampaui batas kemampuan seseorang (Handly, 2009). 2.2.7. Shabu-shabu Psikotropika jenis ini mengandung methil amfetamin berbentuk kristal putih. Biasanya dihisap dengan menggunakan botol kaca yang khusus disebut bong dan asapnya dihirup. Efek yang dapat terlihat seperti badan atau fisik merasa lebih kuat dan energik (meningkatkan stamina), hiperaktif, rasa percaya diri meningkat, nafsu makan menurun, badan kurus, susah tidur, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan interaksi sosial dan pekerjaan (Salomone, 2009). 2.2.8. Tranquilizers dan Penenang Non Obat Tidur Semua obat yang termasuk dalam golongan tranquilizers (obat penenang) mempunyai permasalahan utama seperti obat tidur. Obat-obat ini dapat membuat kecanduan dan mempunyai efek samping yang serius meliputi rasa ngantuk, kesulitan bernapas, dan lemas serta kesulitan fungsi intelektual. Pada orang yang lebih tua, mereka peka sekali terhadap bahaya tranquilizers dan obat tidur penenang karena mereka dapat mengalami gangguan pernafasan dan menderita kelainan pada ginjal dan juga penyakit hepar. Dalam dosis tinggi dengan jangka waktu lama, obat ini dapat menimbulkan gejala pada mereka yang memiliki

depresi tinggi. Seseorang yang menggunakan obat-obatan pada awalnya hanya untuk kelegaan. Setelah memakai selama dua minggu, bagaimanapun toleransi meningkat dan dosis yang biasa tidak dapat membuat tidur malam menjadi nyenyak (West, 2011). Pemakaian obat tidur pada orang yang mengalami sulit tidur lamakelamaan menjadi buruk karena pemakaian obat tidur secara terus-menerus menyebabkan insomnia, pola kegelisahan dan gangguan tidur yang tidak nyenyak. Selain itu, obat-obat ini menindas cepat pergerakan tidur mata (rapid eye movement/rem) tingkatan dalam tidur dimana terjadi mimpi. Jika dalam satu minggu atau lebih mengalami pengaruh tidur dan pengguna mencoba untu tidur tanpa menggunakan obat, mereka seolah mengalami suatu pantulan kembali seperti keresahan bermimpi, mimpi buruk dan kegelisahan tidur yang luar biasa. Tranquilizers juga digunakan untuk kecemasan umum seperti tekanan pekerjaan dan stress berat dalam sebuah lingkungan (Brenner, 2009). 2.2.9. Alkohol Alkohol adalah zat yang paling sering disalahgunakan manusia. Alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit. Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi. Ada 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45% ( Levine, 2009). Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat dirasakan segera dalam waktu beberapa menit saja, tetapi efeknya berbeda-beda, tergantung dari jumlah / kadar alkohol yang dikonsumsi. Dalam jumlah yang kecil, alkohol menimbulkan perasaan relaks dan pengguna akan lebih mudah mengekspresikan

emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan kemarahan. Bila dikonsumsi berlebihan, akan muncul efek sebagai berikut: merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan); muncul akibat ke fungsi fisik - motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri. Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu. Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkah lakunya. Pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk (Larson, 2010). Pemabuk atau pengguna alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit hati dan kerusakan otak. Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat-obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan kemungkinan mengalami over dosis akan lebih besar (National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism, 2010). 2.3. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat NAPZA 2.3.1. Penyalahgunaan Zat NAPZA Penyalahgunaan zat adalah suatu kelainan yang menunjukkan jiwa tidak lagi berfungsi secara wajar sehingga terjadi perilaku maladaptif dan negatif dalam masyarakat. Ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menghentikan pemakaian zat menimbulkan gangguan fisik yang hebat jika dihentikan. Penyalahgunaan zat tidak saja berbahaya dan merugikan keluarga serta menimbulkan dampak soasial yang luas. Masalah ketergantungan obat terutama disebabkan oleh golongan opiat, morphin, hipnotik sedatif dan minor tranquilizers (Hawari, 2002).

Dewasa ini ada kecenderungan untuk menyalahgunakan zat ganda (Poly drugs abuser). Menurut WHO, bahwa ketergantungan obat tidak hanya karena satu sebab melainkan terdapat berbagai faktor yang paling berinteraksi. Ini adalah gangguan kepribadian dengan diketahui adanya risiko jangka panjang yang merugikan. Ini adalah manifestasi upaya mengatasi stres psikis, sosial dan ekonomi, depresi, kecemasan kronis dan gangguan psikiatri lain. Semua sebagai manifestasi dari perlawanan terhadap nilai dari perlawanan terhadap nilai sosial yang konvensional, tekanan sosial budaya, dan peran keluarga (Joewana, 1989). Penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat atau obat di luar indikasi medik tanpa petunjuk atau resep dokter, digunakan untuk pemakaian sendiri secara teratur atau berkala, sekurang-kurangnya selama satu bulan dan dapat menciptakan keadaan yang tak terkuasai oleh individu. Pemakaian zat merupakan suatu pola gangguan zat yang bersifat patologik sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial (Brannon, 2010). 2.3.2. Ketergantungan Zat NAPZA Ketergantungan zat adalah suatu keadaan mental maupun fisik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara organisme hidup dan zat. Kondisi ini memiliki tanda-tanda tingkah laku yang menimbulkan reaksi tertentu seperti dorongan untuk mempergunakan obat secara periodik atau kontinu. Secara umum ketergantungan zat (NAPZA) dapat dibagi tiga yaitu ketergantungan primer, ketergantungan reaktif dan ketergantungan simptomatis. 1. Ketergantungan primer. Biasanya terjadi pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi. 2. Ketergantungan reaktif. Biasanya terjadi pada remaja, karena adanya dorongan keingintahuan, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman sebaya.

3. Ketergantungan simptomatis. Sebagai salah satu gejala tipe kepribadian yang mendasarinya pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian anti sosial (psikopat) dan pemakaian zat itu untuk kesenangan semata (Griswold, 2008). 2.3.3. Perbedaan Antara Ketergantungan dan Penyalahgunaan Dalam DSM-IV-TR seperti DSM-III dan DSM-IV, ketergantungan dan penyalahgunaan kenyataanya merupakan manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat-obatan yang terdiri dari dua kategori bahan yang menyebabkan ketergantungan dan disalahgunakan. Kedua masalah tersebut dimasukkan ke dalam kriteria behavioural/perilaku. Dengan kata lain, masalahnya bukan pada obat-obatan tersebut, tapi pada cara orang yang memakai obat-obatan tersebut. Faktanya bahwa seseorang yang memakai obat-obatan (legal/illegal) tidak mengindikasikan menyebabkan kecanduan atau ketagihan. Seseorang dapat dikategorikan substance dependence atau ketergantungan obat-obatan jika memenuhi 3 kriteria dari 7 kriteria berikut ini. Kriteria-kriteria di bawah ini mempunyai reflek yang mendorong untuk menggunakan obat dan kehilangan kontrol. Kriteria-kriteria itu antara lain: 1. Selalu memikirkan tentang obat. 2. Pemakaian obat secara berlebihan yang tidak disengaja. 3. Toleransi. 4. Kemunduran. 5. Keinginan terus-menerus atau usaha untuk mengontrol penggunaan obatobatan. 6. Tidak melakukan kegiatan sosial. 7. Terus memakai obat-obatan, meskipun terkena penyakit yang disebabkan memakai obat-obatan tersebut. Substance abuse atau penyalahgunaan obat-obatan adalah perilaku maladaptif. Perbedaan antara substance dependence dan substance abuse tidak sesederhana permasalahan kadar atau tingkat. Penelitian telah menunjukkan lebih

jauh lagi tentang ketergantungan obat-obatan daripada menggunakan banyak obat. Berdasarkan DSM-IV-TR, seseorang dapat dikategorikan substance abuse atau penyalahgunaan bahan, jika dia menunjukkan salah satu dari karakteristik berikut ini: 1. Sering melanggar peraturan atau melalaikan kewajiban (contoh: bolos sekolah, melantarkan anak). 2. Sering menggunakan obat-obatan pada saat situasi berbahaya (contoh: menyetir mobil sambil mabuk). 3. Obat-obatan yang berhubung dengan masalah legal (contoh: penangkapan karena perilaku buruk). 4. Terus-menerus menggunakan obat, meskipun ada masalah pribadi atau masalah sosial yang diakibatkan oleh obat (contoh: pertengkaran rumah tangga) (Vanyukov, 2002).