BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terkait penghematan biaya. Manfaat dari utilization review

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Pelayanan Gigi & Prothesa Gigi Bagi Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang teramanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Pemerintah melalui Jaminan Kesehatan Nasional

PERNYATAAN RESPONDEN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam tingkat kesejahteraan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Penelitian observasional deskriptif adalah peneliti melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkena dampak produk atau proses, berupa barang ataupun. dipuaskan. Jenis-jenis pelanggan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup manusia,

PDKI (PERHIMPUNAN DOKTER KELUARGA INDONESIA) DAN PERAN DOKTER KELUARGA DI RANAH PELAYANAN PRIMER. OLEH DR. ERDIYANTO, DK (KETUA PDKI CABANG JAMBI)

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PDKI (Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia) dan Peran Dokter Keluarga di Ranah Pelayanan Primer. Oleh dr. Erdiyanto, DK (Ketua PDKI Cabang Jambi)

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupannya dengan baik. Maka dari itu untuk mencapai derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan utama bagi setiap penduduk yang hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui utilization rate pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

I. PENDAHULUAN. pelayanannya dilakukan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MEKANISME KAPITALISASI DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Maulana Yusup STIE Pasundan Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan yang semula berorientasi pada pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa (PBB) tahun 1948 tentang hak asasi manusia. Berdasarkan. kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage).

2017, No Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 200

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

Konsep JPKM dan Penyelenggaraannya. dr. Sunarto, M.Kes

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB I PENDAHULUAN. Program pelayanan kesehatan di negara berkembang masih berpusat pada

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi jaminan kesehatan nasional Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 71 Tahun 2013 jaminan kesehatan nasional merupakan jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Menurut Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2006) jaminan kesehatan adalah sebuah sistem yang memungkinkan seseorang terbebas dari beban biaya berobat yang relatif mahal yang menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup lain. Menurut International Labour Office (2014) universal health coverage atau jaminan kesehatan nasional merupakan sebuah program yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada seluruh masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan tanpa memandang status sosioekonomi. 9

10 b. Pelayanan dalam sistem jaminan kesehatan nasional Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013) terdapat dua jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh peserta jaminan kesehatan nasional. Pelayanan tersebut berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) dan ambulans (manfaat non medis). c. Prosedur pelayanan Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 Prosedur pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional ialah pertama peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Prosedur selanjutnya ialah apabila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan. d. Sistem pembiayaan Sistem pembiayaan yang digunakan Badan Pelaksanaan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membayar kepada fasilitas kesehatan adalah dengan sistem kapitasi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (primer), serta sistem paket INA CBG s untuk fasilitas kesehatan tingkat kedua (sekunder) (Kemenkes, 2013). 1) Sistem pembiayaan kapitasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 59 Tahun 2014 tentang standar tarif jaminan kesehatan nasional menyatakan bahwa tarif kapitasi adalah besaran pembayaran perbulan

11 yang dibayar di muka oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jumlah besaran kapitasi yang diberikan ialah berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Standar tarif kapitasi pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah Rp. 3000,- (tiga ribu rupiah) sampai Rp. 6000,- (enam ribu rupiah) seperti pada puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara. Pada rumah sakit kelas D pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas pelayanan kesehatan yang setara mendapatkan tarif kapitasi sebesar Rp. 8000,- (delapan ribu rupiah) sampai Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dan pada praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah). Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2014 menyebutkan bahwa besaran kapitasi di puskesmas yang terdapat dokter gigi adalah sebesar Rp.6000,-. Penetapan jasa pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 adalah sekurangkurangnya 60% dari alokasi dana kapitasi dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional kesehatan. Pembagian jasa pelayanan kesehatan dan non kesehatan ditetapkan dengan berdasarkan pertimbangan variabel ketenagaan dan variabel kehadiran.

12 2) Sistem pembiayaan berdasarkan INA CBG s. Menurut Permenkes Nomor 59 Tahun 2014 tarif Indonesian - Case Based Groups atau disebut tarif INA-CBG s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Besaran pemabayaran klaim pada paket INA- CBGs diberikan berdasarkan paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. 2. Pelayanan Kedokteran Gigi dalam Jaminan Kesehatan Nasional a. Pengertian pelayanan kedokteran gigi di JKN Dewanto dan Lestari (2014) menyatakan bahwa pelayanan kedokteran gigi di dalam sistem jaminan kesehatan nasional terletak pada strata pelayanan primer dan strata pelayanan sekunder. Menurut BPJS Kesehatan (2014a) pelayanan kedokteran gigi pertama (primer) adalah suatu pelayanan kesehatan dasar paripurna dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut setiap individu dalam keluarga binaannya. Contoh dari pelayanan kedokteran gigi primer adalah dokter gigi umum, sedangkan pelayanan kedokteran gigi tingkat lanjutan (sekunder) merupakan pelayanan kedokteran gigi yang merupakan rujukan dari pelayanan kedokteran gigi primer, contohnya ialah dokter gigi spesialis. b. Prinsip pelayanan kedokteran gigi primer Menurut BPJS Kesehatan (2014a) prinsip-prinsip pelayanan kedokteran gigi primer yaitu :

13 1) Kontak pertama ( first contact ) Dokter gigi sebagai pemberi pelayanan yang pertama kali ditemui oleh pasien dalam masalah gigi dan mulut. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1415 (2005) bahwa dokter gigi primer sebagai kontak pertama dapat berfungsi sebagai penapis rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. 2) Layanan bersifat pribadi ( personal care ) Adanya hubungan baik antara dokter gigi dengan pasien dan keluarganya. Prinsip ini dapat memberikan kesempatan bagi dokter gigi keluarga untuk memahami masalah pasien secara lebih luas. 3) Pelayanan paripurna ( comprehensive ) Dokter gigi memberikan pelayanan menyeluruh dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) sesuai kebutuhan pasien. Prinsip ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada paradigma sehat. 4) Paradigma sehat Dokter gigi mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam hal kesehatan. Prinsip ini juga menekankan agar pasien dapat menjaga kesehatan mereka sendiri.

14 5) Pelayanan berkesinambungan ( continous care ) Prinsip tersebut merupakan prinsip yang melandasi hubungan jangka panjang antara dokter gigi dan pasien dengan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Prinsip tersebut dapat menjadikan pelayanan yang berkesinambungan bagi dokter gigi dan pasien dalam beberapa tahap kehidupan pasien. 6) Koordinasi dan kolaborasi Dokter gigi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu berkonsultasi dengan disiplin lain. Dokter gigi juga perlu untuk merujuk ke spesialis, dan memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien dalam rangka upaya mengatasi masalah pasien. 7) Family and community oriented Dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama mempertimbangkan kondisi pasien terhadap keluarga. Pertimbangan tersebut juga tidak boleh mengesampingkan pengaruh lingkungan sosial dan budaya setempat terhadap kesehatan pasien. c. Cakupan pelayanan kedokteran gigi primer di jaminan kesehatan nasional Dewanto dan Lestari (2014) mengatakan bahwa tindakan kedokteran gigi yang termasuk dalam paket manfaat pada pelayanan kedokteran gigi primer di jaminan kesehatan nasional ialah : 1) Konsultasi 2) Pencabutan gigi sulung

15 3) Pencabutan gigi permanen 4) Tumpatan dengan resin komposit (tumpatan sinar) 5) Tumpatan dengan semen ionomer kaca 6) Pulp capping (proteksi pulpa) 7) Kegawatdaruratan oro-dental 8) Scalling (pembersihan karang gigi) yang dibatasi satu kali per tahun ` 9) Premedikasi/pemberian obat 10) Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan ketentuan tersendiri). 3. Hambatan Dokter Gigi di Era Jaminan Kesehatan Nasional Muninjaya (2004) menyebutkan bahwa suatu hambatan atau kelemahan sebuah program dapat dikategorikan kedalam 2 kategori, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar organisasi penyelenggara. Hambatan tersebut dapat berasal dari alam yakni iklim ataupun kondisi geografis, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, serta sikap dan budaya masyarakat yang tidak kondusif. Hambatan internal merupakan hambatan yang berasal dari dalam organisasi penyelenggara. Hambatan tersebut dapat berasal dari keterbatasan sumber daya manusia, dana yang dibutuhkan kurang memadai, sarana dan prasarana yang minim, pengetahuan dan keterampilan yang kurang serta arus informasi yang sangat lamban.

16 Besaran kapitasi merupakan salah satu hambatan internal yang terdapat pada sistem JKN seperti yang disebutkan oleh Widiyani (2014) bahwa tarif kapitasi bagi pelayanan dokter gigi di era JKN masih dinilai rendah. Khariza (2015) menyebutkan bahwa hambatan internal lainnya pada sistem JKN yakni sarana kesehatan yang masih belum memadai. Hambatan internal lainnya di era JKN seperti yang disebutkan oleh Dewanto dan Lestari (2014) adalah belum adanya kejelasan pada paket manfaat. Despitasari (2014) juga menyebutkan bahwa hambatan dokter gigi di era JKN dapat berasal dari peningkatan jumlah pasien di era JKN dan kurangnya pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN. a. Besaran kapitasi Grumbach, dkk. (1998 cit. Hendartini, 2008) menyebutkan bahwa pembayaran kapitasi dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan sistem kapitasi menunjukkan sebagian dokter mengalami tekanan akibat adanya pembatasan pengobatan dalam sistem pelayanan terkendali dan hal ini akan berpengaruh pada pengobatan pasien yang kurang optimal dan dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien. Sakunphanit (2015) juga menyebutkan bahwa sistem kapitasi merupakan strategi sistem pembayaran yang baik untuk jangka panjang, namun sistem kapitasi yang tidak membedakan jenis pelayanan kesehatan dapat membatasi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan yang membutuhkan biaya yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

17 yang dilakukan oleh Januraga, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa sistem kapitasi tidak lebih baik dari sistem pembiayaan fee for service dalam hal menjaga mutu dan standar pelayanan kesehatan sehingga ditakutkan dapat mengurangi tingkat kepuasan masyarakat. b. Sarana kesehatan gigi Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2001) sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Khariza (2015) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan yang ada pada jaminan kesehatan nasional yakni pelayanan kesehatan pada puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai penyedia layanan kesehatan di JKN belum memadai, serta masih banyaknya fasilitas kesehatan yang masih belum memenuhi standar. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Geswar, dkk. (2013) bahwa sarana kesehatan pada fasilitas pelayanan primer maupun fasilitas pelayanan sekunder belum memadai dikarenakan alat kesehatan yang masih kurang. Permasalahan mengenai ketersediaan sarana kesehatan gigi yang ada dikhawatirkan dapat menghambat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi. Berdasarkan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 disebutkan bahwa kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan merupakan salah satu syarat kredensialing yang harus terdapat dalam fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat dikontrak oleh BPJS Kesehatan.

18 c. Paket manfaat Dewanto dan Lestari (2014) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan awal pada sistem jaminan kesehatan nasional bidang kedokteran gigi adalah belum adanya kejelasan mengenai syarat-syarat yang terdapat dalam jenis tindakan yang termasuk dalam paket manfaat di dalam sistem JKN. Permasalahan lainnya yang timbul pada paket manfaat ialah belum adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang dijamin pembiayaannya oleh BPJS Kesehatan. d. Beban kerja provider Despitasari (2014) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan JKN ialah beberapa tenaga medis di puskesmas yang mengeluhkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien semenjak era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan sebab pada sistem pembagian alokasi dana kapitasi di puskesmas tidak memperhitungkan variabel beban kerja setiap tenaga medis. Sistem pembagian dana kapitasi yang tidak membedakan beban kerja antara tenaga kesehatan di puskesmas tersebut dapat membuat beberapa tenaga kesehatan menjadi malas dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga dapat menghambat pelayanan yang akan diberikan oleh tenaga kesehatan tersebut. Peningkatan beban kerja tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi pelayanan yang akan diberikan oleh dokter gigi.

19 Dewanto dan Lestari (2014) juga menyebutkan bahwa penetapan besaran kapitasi di puskesmas yang hanya berdasarkan variabel kehadiran dan variabel ketenagaan menimbulkan beberapa permasalahan. Salah satu permasalahannya adalah tidak dibedakannya antara tenaga medis yang memiliki beban kerja lebih tinggi dengan tenaga medis yang memiliki beban kerja lebih rendah pada pembagian jasa pelayanan. Teori yang dikemukakan oleh Huey dan Wickens (1993) menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi dapat meningkatkan timbulnya kesalahan dari tenaga kerja untuk menyelesaikan tuntutan tugas-tugas yang penting. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Soesatyo (2014) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi beban kerja maka stres kerja akan semakin meningkat sehingga akan menurunkan kinerja yang diberikan. e. Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang JKN Permasalahan berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Despitasari (2014) yang menyebutkan bahwa pada pelaksanaan JKN masih terdapat tenaga kesehatan yang belum memahami mekanisme dan prosedur dari JKN sehingga peserta JKN sering dibuat kebingungan atau bahkan dirugikan. Jaminan Kesehatan (Jamkes) Indonesia (2016) juga menyebutkan bahwa salah satu permasalahan dalam penerapan jaminan kesehatan nasional ialah pada penerapan pelayanan berjenjang. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya kasus yang dapat ditangani oleh pelayanan primer atau

20 sekunder namun dirujuk ke pelayanan tersier karena ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan primer. Tenaga kesehatan semestinya dapat memahami secara jelas mengenai sistem rujukan dan selalu meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional yang dibutuhkan pasien. Menurut Dewanto (2013) dokter gigi dalam pelaksanaan sistem jaminan kesehatan nasional harus dapat memahami analisa situasional daerah tempat praktek serta administrasi dan manajemen keuangan. Analisa situasional daerah tempat praktek dapat membantu dokter gigi untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang berhubungan dengan penyakit gigi dan mulut sehingga dapat melakukan upaya preventif intervensi yang tepat. Hal ini dapat membantu dokter gigi untuk menurunkan angka kesakitan masyarakat sehingga dana kapitasi yang didapatkan akan menguntungkan dokter gigi. Administrasi dan manajemen keuangan juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh dokter gigi. Administrasi yang dalam hal ini adalah data utilisasi dapat membantu dokter gigi untuk melakukan revisi untuk peningkatan nilai kapitasi setiap 2 tahun sekali sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013. Manajemen keuangan dalam sistem JKN membutuhkan kerangka konsep budgeting yang lebih menekankan dalam upaya intervensi preventif yang sesuai dengan analisa daerah setempat dibandingkan dengan tindakan kuratif. Dokter gigi yang tidak memahami

21 ketiga konsep tersebut akan mengalami sejumlah kendala dalam melakukan pelayanan kesehatan di era JKN. Sitepu, dkk. (2015) juga menyebutkan bahwa tenaga kesehatan di era JKN juga harus memahami konsep paradigma sehat dalam sistem kesehatan. Paradigma sehat tersebut meliputi pelayanan yang lebih mengutamakan promotif dan preventif, namun tidak melupakan upaya kuratif, rehabilitatif, dan paliatif. Hal tersebut dapat mewujudkan tercapainya kesehatan setinggi-tingginya yang tidak hanya berfokus pada kesehatan untuk bertahan hidup tetapi juga kesehatan untuk pembangunan manusia. Berdasarkan hal tersebut maka pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN dapat dibagi menjadi komponen paradigma sehat, manajemen kapitasi, sistem pada paket manfaat serta sistem rujukan. 4. Puskesmas Kota Yogyakarta Berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, puskesmas atau pusat kesehatan masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah sebesar 32,5 km 2 dengan kepadatan penduduk sebanyak 12.313 jiwa per km 2 (Kemenkes, 2014). Menurut Departemen Kesehatan (2016) bahwa terdapat 18 puskesmas yang berada di 14 kecamatan kota Yogyakarta yakni Puskesmas Mantrijeron, Puskesmas Kraton, Puskesmas Mergangsan, Puskesmas Umbul

22 Harjo I, Puskesmas Umbul Harjo II, Puskesmas Kota Gede I, Puskesmas Kota Gede II, Puskesmas Gondokusuman I, Puskesmas Gondokusuman II, Puskesmas Danurejan I, Puskesmas Danurejan II, Puskesmas Pakualaman, Puskesmas Gondomanan, Puskesmas Ngampilan, Puskesmas Wirobrajan, Puskesmas Gedong Tengen, Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo. Puskesmas di kota Yogyakarta yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap adalah sebanyak tiga puskesmas yaitu Puskesmas Mergangsan, Puskesmas Jetis, dan Puskesmas Tegalrejo. B. Landasan Teori Jaminan kesehatan nasional merupakan program pemerintah yang telah diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Program jaminan kesehatan nasional memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program ini memungkinkan masyarakat untuk terbebas dari biaya kesehatan yang relatif mahal yang dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang lain. Pelayanan kedokteran gigi merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang tercakup di Jaminan Kesehatan Nasional, baik pelayanan kedokteran gigi primer maupun pelayanan kedokteran gigi sekunder. Pelayanan kedokteran gigi primer seyogyanya memberikan pelayanan yang berdasarkan prinsip kontak pertama, pelayanan yang bersifat pribadi, pelayanan yang paripurna,

23 berazaskan paradigma sehat, melakukan koordinasi dan kolaborasi, serta family and community oriented. Hambatan yang dialami oleh dokter gigi dalam pelayanan JKN dapat berasal dari besaran kapitasi yang didapatkan oleh dokter gigi, sarana kesehatan gigi, beban kerja dokter gigi, tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN serta kejelasan dari sistem JKN. Tingkat pengetahuan dokter gigi yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan mengenai manajemen kapitasi, konsep paradigma sehat, kejelasan pada paket manfaat serta kejelasan pada sistem pelayanan berjenjang di era JKN. Hambatan pertama yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi ialah terkait besaran kapitasi pada penerapan sistem kapitasi. Sistem kapitasi merupakan sistem pembayaran yang baik untuk jangka panjang, namun sistem kapitasi yang tidak membedakan jenis pelayanan kesehatan dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan akibat adanya pembatasan pengobatan pada sistem pelayanan yang terkendali yang dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien. Hambatan lainnya yang dapat menghambat pelayanan dokter gigi dalam memberikan pelayanan di era JKN ialah terkait dengan sarana kesehatan gigi yang ada. Salah satu permasalahan yang ada pada penerapan JKN ialah sarana kesehatan gigi yang ada pada puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai penyedia layanan kesehatan di JKN belum memadai, padahal sarana kesehatan gigi merupakan salah satu syarat kredensialing yang harus terdapat dalam fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat dikontrak oleh BPJS kesehatan.

24 Kejelasan dalam paket manfaat merupakan permasalahan lain yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi. Hal tersebut disebabkan belum adanya kejelasan mengenai syarat-syarat yang terdapat dalam jenis tindakan yang termasuk dalam paket manfaat di dalam sistem JKN serta belum adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan dijamin pembiayaannya oleh BPJS kesehatan. Hambatan lain yang dapat menghambat pelayanan dokter gigi di era JKN ialah terkait beban kerja. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah pasien semenjak era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis. Pembagian alokasi dana kapitasi di puskesmas sendiri, tidak membedakan beban kerja antara tenaga kesehatan di puskesmas, sehingga tenaga kesehatan menjadi malas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan dapat menghambat pelayanan yang akan diberikan. Tingkat pengetahuan dokter gigi merupakan permasalahan lainnya yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi di era JKN. Dokter gigi dalam pelaksanaan sistem JKN perlu memahami analisa situasional daerah tempat praktek untuk mengetahui kebiasaan masyarakat yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut masyarakat serta melakukan administrasi terkait revisi besaran kapitasi setiap 2 tahun sekali dan memahami manajemen keuangan di era JKN dengan baik. Dokter gigi juga perlu memahami konsep paradigma sehat serta memahami secara jelas mengenai sistem rujukan di era JKN.

25 C. Kerangka Konsep Jaminan Kesehatan Nasional bidang Kedokteran Gigi BPJS Kesehatan Peserta JKN Provider Kesehatan Pelayanan Kesehatan Hambatan dalam pelaksanaan JKN Eksternal Internal Keterangan : = Diteliti 1. Kondisi geografis wilayah 2. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut 1. Besaran kapitasi 2. Sarana kesehatan gigi 3. Paket manfaat 4. Beban kerja 5. Tingkat Pengetahuan dokter gigi tentang JKN. = Tidak diteliti Gambar 1. Kerangka konsep

26 D. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta? 2. Apakah jenis hambatan dokter gigi dengan nilai tertinggi dalam memberikan pelayanan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta? 3. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi di puskesmas kota Yogyakarta mengenai sistem jaminan kesehatan nasional?