PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

RME SEBAGAI ALTERNATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MEMBANGUN GENERASI KREATIF DAN BERKARAKTER

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Lingkaran untuk Siswa Kelas VIII SMP

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

Materi Bilangan Bulat dan Pecahan untuk Siswa SMP/MTs dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

KEYWORD: Action Research, PMRI, Learning Kites

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia,karena pendidikan. Dalam pendidikan, terdapat kegiatan yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. dkk. 2012: 107). Belajar merupakan suatu proses berpikir yang saling

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah. Yogyakarta: Seminar Nasional RME di Universitas Sanata Dharma.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

Transkripsi:

PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD Eka Zuliana PGSD FKIP Universitas Muria Kudus zulianaeka@yahoo.co.id ABSTRAK Studi penelitian PISA dan TIMSS menunjukkan hasil yang tidak memuaskan terkait prestasi siswa Indonesia dalam bidang matematika. Kemampuan siswa dalam berpikir matematis hanya sampai pada kecakapan teknis dan menghitung. Sedangkan pemahaman matematis, kemampuan bernalar dan pemecahan masalah masih sangat kurang. Disinilah tanggung jawab seorang guru sebagai desainer utama dalam proses pembelajaran. Pemerintah telah menetapkan bahwa seorang guru diharuskan memiliki empat kompetensi utama: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Terkait kompetensi pedagogik dan profesional seorang guru diharuskan mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik serta mampu menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif. Siswa SD yang masih berada pada tahap operasional konkret membutuhkan seorang guru yang mampu menjadikan konkretnya pengetahuan dan pengalaman mereka sebagai sumber belajar. Guru realistik berperan dalam konstruksi pengetahuan matematis siswa dengan menjadikan real world, pengalaman, kebiasaan, budaya di lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dan pembentukan karakter mereka. Kata kunci: Guru Realistik, Karakter dan Konstruksi Pengetahuan Matematis. PENDAHULUAN Menakutkan itulah kata-kata yang sering kita dengar ketika siswa kita ditanya tentang pelajaran Matematika. Tidak banyak dari mereka yang berpendapat bahwa belajar matematika itu sungguh sangat mengasyikkan, menantang, sangat akrab dengan kehidupan nyata dan bermakna. Ketika kita melihat proses pembelajaran matematika di sekolah baik SD, SMP, maupun SMA masih banyak siswa yang merasa bosan, kurang antusias, malas belajar karena matematika hanya merupakan kumpulan angka dan rumus saja. Selama ini pembelajaran matematika cenderung pada pencapaian target materi yang ada di dalam kurikulum atau merujuk pada buku yang dipakai sebagai buku wajib dengan berorientasi pada soal-soal ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi pada tahun-tahun sebelumnya, siswa cenderung menghafalkan konsep-konsep Matematika, tanpa mengkonstruk terlebih dahulu pengetahuan mereka dalam mendapatkan konsep tersebut. Dalam mengajarkan matematika, pembelajaran di kelas hampir selalu dilaksanakan secara konvensional. Marpaung (2007:2) menyatakan pembelajaran konvensional yang sampai 73

sekarang masih dominan dilaksanakan dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah di Indonesia ternyata tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari. Pengetahuan yang diterima secara pasif oleh siswa tidak bermakna bagi mereka. Pemahaman yang mereka dapatkan hanya pengalaman instrumental bukan pemahaman relasional. Model pembelajaran konvensional menyebabkan siswa tidak memberikan respon aktif yang optimal, karena siswa dipaksa menerima pengetahuan dari gurunya tanpa mengetahui apa makna ilmu yang diperoleh tersebut. Proses pembelajaran yang kurang maksimal ini berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Hasil studi PISA (Program for International Student Assesment) tahun 2009 menunjukkan kemampuan siswa dalam bidang matematika masih berada pada urutan 10 terbawah, dan menempatkan Indonesia pada peringkat 61 dari 65 negara dengan skor 371. Selain itu, hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2011 memaparkan hasil yang tidak jauh berbeda. Rata-rata skor matematika siswa di Indonesia berada di bawah rata-rata skor Internasional dan berada pada ranking 38 dari 42 negara. Skor rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia adalah 386. Hasil studi TIMSS ini mengakibatkan Indonesia masih jauh tertinggal dari Thailand, Malaysia dan Palestina. Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal sampai level menengah saja. Iwan Pranoto dalam (Kompas, 14 Desember 2012) menyebutkan pendidikan matematika di Indonesia selama ini terlalu fokus pada kecakapan teknis dan tidak mampu sampai pada proses bernalar. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa kita tidak terlepas dari proses pembelajaran yang diberikan. National Council of Teacher of Mathematics (2000:20) menyebutkan mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman tentang apa yang siswa ketahui sebelumnya dan perlukan untuk belajar dan kemudian memberikan tantangan dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan baik. Khusus di SD, siswa SD terletak pada usia antara 7 13 tahun. Menurut Piaget mereka berada pada fase operasional konkret (Ibrahim & Suparni, 2012:79). Berdasarkan fase ini, Pembelajaran matematika di SD hendaknya diawali dengan sesuatu yang konkret dan nyata serta dekat dengan kehidupan, pengetahuan dan pengalaman siswa. Freudenthal (1991) menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan harus dikaitkan dengan realitas. Pendekatan pembelajaran yang sesuai dan menempatkan realitas sebagai landasan adalah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Menyikapi masalah guru yang profesional, pemerintah telah mengeluarkan standar kompetensi guru yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik 74

Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dilihat dari kompetensi pedagogik dan profesional seorang guru diharapkan mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, mampu menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif. Terkait dengan PMRI dibutuhkan seorang guru yang realistik. Seorang guru yang realistik tidak hanya mampu mengajak siswanya belajar dari realitas (suatu koneksi dengan dunia nyata) tetapi juga mampu secara kreatif menggunakan situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa terkait pengalaman, budaya, kebiasaan yang ada di lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Proses konstruksi pengetahuan matematis melibatkan kondisi real dan pengalaman siswa. Hal ini memudahkan siswa dalam membayangkan, mengolah informasi dari tahap konkret ke abstrak, selain itu karakter siswa dalam beraktivitas matematis juga terbentuk. PEMBAHASAN Guru yang Profesional Pemberlakuan undang undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen memberikan konsekuensi setiap guru harus memiliki empat kompetensi yang dipersyaratkan yaitu: kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran), kepribadian (kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan siswa), sosial (kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan siswa, sesama guru, orangtua/wali siswa, dan masyarakat sekitar), dan professional (kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam). Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Dilihat dari kompetensi pedagogik dan profesional seorang guru diharapkan mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, mampu menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan di Indonesia. Pendekatan pembelajaran ini merupakan hasil adopsi Realistic Mathematics Education (RME) yang diketahui sebagai pendekatan pembelajaran yang telah berhasil di Netherlands (Suherman, 2003:143). Hadi (2003:2) menyatakan bahwa teori PMRI sejalan dengan teori belajar konstruktivisme dan 75

pembelajaran kontekstual (CTL). Namun konstruktivisme dan CTL mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMRI dikembangkan khusus untuk matematika. Hans Freudenthal (1991) menyatakan mathematics is a human activity. Matematika adalah aktivitas manusia. Pernyataan tersebut melandasi pengembangan pendidikan matematika realistik. Dari pengertian ini matematika bukan suatu produk jadi yang kita berikan kepada siswa, melainkan suatu proses yang harus dikonstruksi oleh siswa. Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari pendidikan matematika realistik. Proses belajar hanya akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa (Freudenthal, 1991). Freudenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali matematika berdasarkan usaha mereka sendiri (Supinah & Agus, 2009:70). Wijaya (2012) menyatakan suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari hari siswa. Suatu masalah disebut realistik jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Penggunaan masalah realistik sering juga disebut context problems. Zulkardi & Ilma (2010) menyatakan ada tiga prinsip pendidikan matematika realistik yang sesuai dengan prinsip Realistic Mathematics Education (RME) yaitu: 1. Guided reinvention and didactical phenomenology Siswa dalam belajar matematika hendaknya diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan. 2. Progressive mathematization Situasi yang berisikan fenomena yang dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkatan matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam matematisasi dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara formal. 3. Self-developed models Peran Self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari informal matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Treffers (1987) merumuskan lima karakteristik pendidikan matematika realistic, yaitu: 1. Penggunaan konteks atau permasalahan realistik. 76

2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif. 3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa. 4. Interaktivitas dalam proses pembelajaran matematika. 5. Intertwining (keterkaitan antar konsep). Kuiper & Knuver dalam Suherman (2003) menyatakan beberapa penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik, dapat membuat: 1. Matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak. 2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa. 3. Menekankan belajar matematika pada learning by doing. 4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku. 5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. Siapa Guru Realistik? Seorang guru realistik mendesain proses pembelajarannya dengan menggunakan masalah masalah realistik dan menggunakan konsep PMRI dalam proses pembelajarannya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh guru realistik dalam konstruksi pengetahuan matematis dan pembentukan karakter siswa SD antara lain: 1. Sesuai dengan perkembangan kognitifnya siswa SD berada pada tahap operasional konkret. Pembelajaran diawali dengan masalah realistik, masalah konkret (nyata) dalam kehidupan sehari hari siswa maupun masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Melalui penggunaan masalah realistik, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. 2. Dari hasil eksplorasi permasalahan, siswa dibawa ke pemodelan matematis. Pengembangan model disini merupakan suatu bentuk representasi matematis dari suatu masalah (Maaβ, 2010). 3. Langkah berikutnya adalah pemanfaatan hasil konstruksi pengetahuan siswa. Disini siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah. Hasil konstruksi pengetahuan ini digunakan sebagai landasan pengembangan konsep matematika. 4. Dari beberapa kegiatan di atas siswa terlibat secara aktif dalam sebuah interaktivitas. Wijaya (2012) menyatakan pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika 77

bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan. Proses yang berlangsung tidak hanya mengajarkan pengetahuan kognitif, tetapi juga mengajarkan nilai nilai karakter siswa. Balitbang Puskur (2010) merumuskan 18 nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikasi, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab. 5. Adanya intertwining (keterkaitan konsep) dalam proses pembelajaran matematika. Keterkaitan konsep matematika diperlukan agar siswa tidak mengalami kesulitan untuk melihat hubungan antar konsep dan memberikan pemahaman kepada siswa tentang bagaimana suatu konsep dibutuhkan untuk mempelajari konsep lain. Pada dunia nyata jarang ditemukan suatu permasalahan matematika yang dapat dipahami dan diselesaikan hanya melalui penerapan suatu ilmu pengetahuan dari satu konsep (OECD, 2009). Berikut penulis sajikan contoh penggalan proses pembelajaran tentang konsep pembagian yang dilakukan oleh guru realistik. 1. Langkah 1 Guru mengajak siswa berdiskusi tentang permasalahan realistik yang diberikan. Masalah yang diberikan: Ayah membeli soft drink 1500 ml. Tia diberikan amanah oleh ayah untuk membagi minuman tersebut secara adil ke dalam gelas berukuran 300 ml. Dapat dituangkan ke dalam berapa gelas minuman tersebut? Dibutuhkan berapa gelas? Gambar 1. Soft drink dan gelas (sumber gambar: shop.carrefour.co.id) 2. Langkah 2 Guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri untuk mendapatkan hasilnya Siswa melakukan eksplorasi permasalahan, baik individu maupun kelompok. Alternatif solusi: siswa melakukan proses penuangan minuman ke dalam 5 gelas sampai semua gelas penuh. Secara tidak langsung disini siswa melakukan operasi pengurangan berulang. 78

1500 ml 300ml 300ml 300ml 300ml 300ml Gambar 2. Soft drink dituangkan ke dalam gelas 3. Langkah 3 Dengan strategi menuangkan minuman ke dalam gelas berukuran 300 ml, maka siswa memperoleh hasil bahwa 1500 ml minuman dapat dituangkan ke dalam 5 gelas berukuran 300 ml. Penyelesaian ini dituliskan dalam model matematika sebagai berikut. 1500 300 300 300 300 300 = 0 Dari operasi pengurangan tersebut diperoleh lima tiga ratusan. Pengurangan berulang tersebut memiliki makna yang sama dengan operasi pembagian berikut: 1500 : 300 = 5 4. Langkah 4 Guru menyikapi jawaban solusi siswa baik yang salah maupun benar. Apabila jawaban siswa salah, guru tidak boleh langsung menyalahkan tetapi melihat alas an jawaban dari siswa, baru kemudian jawaban siswa ini digiring atau dimotivasi pada jawaban yang benar. 5. Dari langkah 1 4 terdapat interaktivitas siswa dalam konstruksi pengetahuan selama proses pembelajaran berlangsung. Interaktivitas ini memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter siswa seperti: kemampuan bekerjasama, disiplin, kerja keras, toleransi, kreatifitas ide, demokratis, tanggung jawab, rasa ingin tahu, menghargai orang lain, bersahabat, peduli sosial dan sebagainya. 6. Selain itu, dari penggalan proses pembelajaran di atas terdapat keterkaitan konsep matematika (intertwining). Domain matematika pada permasalahan di atas terdiri atas bilangan, geometri (volume bangun ruang), dan aljabar (dalam hal operasi hitung dan pemodelan matematisnya). Dari permasalahan di atas tidak jarang kita perlu memperhatikan dan menggunakan konsep domain matematika yang berbeda (Wijaya, 2012:85). Peran Guru Realistik dalam Konstruksi Pengetahuan Matematis dan Pembentukan Karakter Siswa SD 79

Siswa dalam PMRI menurut Hadi (2003): 1) memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya, 2) memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri, 3) pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan, 4) pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa berasal dari pengalaman, 5) setiap siswa mampu memahami dan mengerjaka matematika. Siswa SD terletak pada usia antara 7 13 tahun. Menurut Piaget mereka berada pada fase operasional konkret (Ibrahim & Suparni, 2012:79). Berdasarkan fase ini, Pembelajaran matematika di SD hendaknya diawali dengan sesuatu yang konkret dan nyata serta dekat dengan kehidupan, pengetahuan dan pengalaman siswa. Supinah & Agus (2009) menyatakan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik yang diberikan oleh seorang guru realistik memberikan peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematis. Dalam menyelesaikan masalah, dimulai dari masalah masalah realistik dan juga dapat dibayangkan atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Wijaya (2012:12) menyatakan masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa dapat berupa cerita rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal matematika. Siswa kemudian diberikan kebebasan dalam menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan lahan guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut. Peran guru realistik dalam pembelajaran matematika SD antara lain: 1. Sebagai fasilitator dan pembimbing dalam pembelajaran dengan tidak terpancang pada materi yang ada dalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan materi dalam kurikulum dengan masalah realistik yang dapat dibayangkan oleh siswa. 2. Mampu memberikan kesempatan seluas luasnya kepada siswa agar secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan konstruksi pengetahuan matematisnya. 3. Mampu membangun pembelajaran yang interaktif. Interaktivitas ini memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter siswa seperti: kemampuan bekerjasama, disiplin, kerja keras, toleransi, kreatifitas ide, demokratis, tanggung jawab, rasa ingin tahu, menghargai orang lain, bersahabat, peduli sosial dan sebagainya. SIMPULAN 1. Guru realistik dalam melakukan proses pembelajaran matematika SD mampu mengantarkan siswa dalam proses konstruksi pengetahuan dari dunia nyata (real world) ke tahapan pengetahuan matematis formal. 2. Guru realistik dalam proses pembelajaran matematika SD berperan dalam membangun suatu interaktivitas sosial dan membentuk karakter siswa. 80

DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Diknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Freudenthal. 1991. Revisiting Mathematics Education. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Hadi, 2003. Pendidikan Realistik: Menjadikan Pelajaran Matematika Bermakna bagi Siswa. Dalam Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Perubahan Paradigma dari Paradigma Mengajara ke Paradigma Belajar. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Ibrahim & Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: SUKA-Press UIN Sunan Kalijaga. Kompas. Kemampuan Sains Rendah. Jumat 14 Desember 2012. Maaβ, K. 2010. Classification Scheme for Modelling Task. J Math Didakt, 31(2), 285-311. Marpaung, Y. 2007. Pendekatan Multikultural Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah dipresentasikan Pada Seminar Nasional MIPA. Unnes Semarang. 19 Desember 2006. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics. OECD. 2010. PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do. Student Performance in Reading, Mathematics and Science (Vol. I). Paris: OECD Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA, Universitas Pendidikan Indonesia. Supinah & Agus. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Depdiknas: Dirjen P4TK Matematika. The International Association for the Evaluation of Educational Achievement. 2011. Progress in Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). The International Association for the Evaluation of Educational Achievement Washington DC: Department of Education. Tersedia di http://timss.bc.edu/. Diunduh 17 Februari 2012. 81

Treffers, A. 1987. Three Dimension. A Model of Goal and Theory Description in Mathematics Instruction The Wiskbas Project. Dordrecht: Reidel Publishing Company. Undang-Undang No.14 Tahun 2005. Guru dan Dosen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Zulkardi & Ilma. 2010. Pengembangan Blog Support Untuk Membantu Siswa Dan Guru Matematika Indonesia Belajar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Jurnal Inovasi Perekayasa Pendidikan (JIPP), 2(1), 1-24. 82