I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA. Buku

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

Langkah Strategis Pelaksanaan Permenakertrans NO. 19 Tahun 2012 Terkait Outsourcing

Miftakhul Huda, S.H., M.H

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagaker

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.10/MEN/V/2009 TENTANG

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

PERATURAN TENTANG PEMBORONGAN PEKERJAAN (OUTSOURCING)

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

TRANSKIP WAWANCARA PENELITIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM KERJA UUTSOURCING DI PT. PACIFIC MEDAN INDUSTRI

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.

SALINAN. jdih.bulelengkab.go.id

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PENERAPAN OUTSOURCING

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 226 /MEN/2003

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

KEPMEN NO. 16 TH 2001

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

KEPMEN NO. 234 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.16/MEN/2001 TENTANG TATA CARA PENCATATAN SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-07/MEN/IV/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak yang terjadi atas berlakunya Permenakertrans Nomor 19

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA. Oleh :

2017, No Tahun 2015 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747); 3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kemen

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI CALON TENAGA KERJA INDONESIA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2007 PERATURAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG

: PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : Tahun 2016 TANGGAL : 2016 SOP BIDANG NAKERTRANS

KEPMEN 226/MEN//VII/2003 Tentang TATA CARA PERIZINAN PENYELENGGARAAN PROGRAM

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 27 TAHUN 2009 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERIZINAN BURSA KERJA LUAR NEGERI DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA. jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri tentang Tata Car

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan outsourcing (= alih daya) di Indonesia. Bahkan aksi ini disambut aksi serupa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PSIKOLOGI CALON TENAGA KERJA INDONESIA

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

KEPMEN NO. 92 TH 2004

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum

Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat dari sisi penawaran, umumnya hampir di setiap negara menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan produksi dengan tujuan agar dapat menyerap angkatan kerja. Secara umum perkembangan dari tingkat penerapan outsourcing di dunia pada era globalisasi meningkat dengan tajam. Semakin pentingnya outsourcing ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang begitu pesat di mana teknologi terbukti berpengaruh terhadap efisiensi operasionalisasi perusahaan.

Praktek sistem outsourcing selama ini lebih banyak menguntungkan perusahaan melalui efisiensi biaya produksi.efisiensi terjadi dikarenakan pekerja dibayar dengan upah murah dan diiringi dengan tidak adanya tunjangan yang harus diberikan kepada pekerja. Efek positif dari pengunaan outsourcing adalah telah terjadi pergeseran dari sifat outsourcing., yang awalnya untuk mendukung proses kegiatan pendukung perusahaan tetapi sekarang banyak perusahaan melakukannya pada kegiatan produksi inti secara ekstensif

Keuntungan lain yang diperoleh dengan mengunakan outsourcing adalah persoalan hubungan ketenagakerjaan di mana praktek ini tidak menimbulkan banyak tuntutan dari para pekerja. Pelaksanaan outsourcing dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing, para pekerja akan berpikir dua kali untuk terlibat dalam serikat pekerja, meskipun pekerja menyadari bahwa dengan berserikat pekerja memiliki kekuatan dan posisi tawar dikarenakan pekerja telah bekerja untuk memberikan keuntungan bagi pengusaha. Karena itu persoalan outsourcing ini dalam perspektif ketenagakerjaan sering dilihat sebagai persoalan sosial atau social perspective.

Dasar Hukum 1. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No:Kep-100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan pelaksanaan Perjanjian kerja waktu tertentu 3. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 Tentang Syarat- Syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.

Peran Pemerintah Penerapan outsourcing di Indonesia tidak terlepas dari tujuan ekonomi politik yaitu untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi pengangguran. Hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi disebutkan bahwa outsourcing sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia.

Menetapkan jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain baik melalui pemborongan pekerjaan maupun penyedia jasa tenaga kerja Menetapkan syarat-syarat perusahaan yang dapat menjadi perusahaan pemborongan pekerjaan yaitu perusahaan yang berbentuk badan hukum Menetapkan syarat-syarat perusahaan yang dapat menjadi perusahaan penyedia jasa yaitu perusahaan Perseroan Terbatas (PT) Perusahaan penyedia jasa wajib memiliki izin operasional dari Dinas Tenaga Kerja Tingkat Provinsi. Pengawasan pelaksanaan outsourcing peraturan ini dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan. Dalam hal terdapat perusahaan penyedia jasa tenaga kerja melakukan pelanggaran maka pemerintah tingkat provinsi mencabut izin operasional perusahaan yang bersangkutan.

II. PENERAPAN POLA HUBUNGAN OUTSOURCING DIPERUSAHAAN

I. Pemborongan Pekerjaan A. Persyaratan Pemborongan Pekerjaan Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan;

c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Asosiasi sektor usaha harus membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sesuai sektor usaha masing-masing. Alur Kegiatan proses harus menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai akhir serta memuat kegiatan utama dan kegiatan penunjang dengan memperhatikan persyaratan. Alur Kegiatan Proses dipergunakan sebagai dasar bagi perusahaan pemberi pekerjaan dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan.

Jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus dilaporkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan paling lambat 1 (satu) minggu sejak pelaporan dilaksanakan oleh perusahaan pemberi pekerjaan.

Perusahaan pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan. Apabila perusahaan pemberi pekerjaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan sebelum memiliki bukti pelaporan, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan. Perusahaan pemberi pekerjaan harus melaporkan secara tertulis setiap perubahan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan, kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan.

B. Perjanjian Pemborongan Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis Perjanjian pemborongan pekerjaan sekurangkurangnya harus memuat: a. hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syaratsyarat kerja bagi pekerja/buruh sesuai peraturan perundang-undangan; dan c. memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi di bidangnya.

Perjanjian pemborongan pekerjaan harus didaftarkan oleh perusahaan penerima pemborongan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan. Pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan) dilakukan setelah perjanjian tersebut ditandatangani oleh perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum pekerjaan dilaksanakan. Dalam hal perjanjian pemborongan pekerjaan telah memenuhi ketentuan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak berkas permohonan pendaftaran perjanjian diterima.

C. Persyaratan Perusahaan Penerima Pemborongan Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan: a. berbentuk badan hukum; b. memiliki tanda daftar perusahaan; c. memiliki izin usaha; dan d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

D. Perjanjian Kerja Pemborongan Pekerjaan Setiap perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan mengatur tentang hubungan kerja antara perusahaan penerima pemborongan dengan pekerja/buruhnya yang dibuat secara tertulis. Hubungan kerja antara perusahaan penerima pemborongan dengan pekerja/buruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu. Pelaporan jenis kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 tidak dikenakan biaya.

II. Penyedia Jasa Pekerja/Buruh a. Persyaratan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Kegiatan jasa penunjang meliputi: a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service); b. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering); c. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan); d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dilarang menyerahkan pelaksanaan sebagian atau seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain.

B. Perjanjian Penyedia Jasa pekerja/buruh Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sekurangkurangnya memuat: a. jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; b. penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan c. hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus didaftarkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan. Pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditandatangani dengan melampirkan: a. izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang masih berlaku; dan b. draft perjanjian kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh tidak dikenakan biaya.

Dalam hal perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh telah memenuhi persyaratan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas permohonan pendaftaran perjanjian diterima. Dalam hal perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh tidak sesuai dengan ketentuan maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dapat menolak permohonan pendaftaran dengan memberi alasan penolakan.

Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak dapat melakukan operasional pekerjaannya sebelum mendapatkan bukti pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan. Dalam hal perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh tidak didaftarkan dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tetap melaksanakan pekerjaan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi mencabut izin operasional berdasarkan rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Dalam hal izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dicabut, pemenuhan hak-hak pekerja/buruh tetap menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan.

C. Persyaratan Perusahaan Penyedia Jasa/Buruh Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus memenuhi persyaratan: a. berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan; b. memiliki tanda daftar perusahaan; c. memiliki izin usaha; d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan; e. memiliki izin operasional; f. mempunyai kantor dan alamat tetap; dan g. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.

Izin operasional diajukan permohonannya oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi tempat pelaksanaan pekerjaan, dengan melampirkan: a. copy anggaran dasar yang didalamnya memuat kegiatan usaha penyediaan jasa pekerja/buruh; b. copy pengesahan sebagai badan hukum Perseroan Terbatas (PT); c. copy surat ijin usaha penyediaan jasa pekerja/buruh; d. copy tanda daftar perusahaan; e. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan; f. copy pernyataan kepemilikan kantor atau bukti penyewaan kantor yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan; dan g. copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi menerbitkan izin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi persyaratan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima. Izin operasional berlaku di seluruh kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.

Izin operasional berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Perpanjangan diberikan berdasarkan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dan hasil evaluasi kinerja perusahaan yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja perusahaan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi menyetujui atau menolak.

D. Perjanjian Kerja Penyedia Jasa Pekerja/ Buruh Setiap perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh wajib membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan pekerja/buruh. Perjanjian kerja harus dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan. Dalam hal perjanjian kerja tidak dicatatkan), maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi mencabut izin operasional berdasarkan rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Pencatatan perjanjian kerja tidak dikenakan biaya. Setiap perjanjian kerja penyediaan jasa pekerja/buruh wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu. Dalam hal hubungan kerja didasarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu yang objek kerjanya tetap ada), sekurangkurangnya harus memuat: a. jaminan kelangsungan bekerja; b. jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan; dan c. jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk menetapkan upah.

Hak-hak pekerja/buruh meliputi: a. hak atas cuti apabila telah memenuhi syarat masa kerja; b. hak atas jaminan sosial; c. hak atas tunjangan hari raya; d. hak istirahat paling singkat 1 (satu) hari dalam 1 (satu) minggu; e. hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja diakhiri oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir bukan karena kesalahan pekerja; f. hak atas penyesuaian upah yang diperhitungkan dari akumulasi masa kerja yang telah dilalui; dan g. hak-hak lain yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan dan/atau perjanjian kerja sebelumnya.

Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu tidak memuat ketentuan, maka hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh berubah menjadi hubungan kerja yang didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu sejak ditandatanganinya perjanjian kerja yang tidak memenuhi persyaratan. Dalam hal pekerja/buruh tidak memperoleh jaminan kelangsungan bekerja, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan tidak melanjutkan perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh dan mengalihkan pekerjaan penyediaan jasa pekerja/buruh kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru, maka perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru, harus melanjutkan perjanjian kerja yang telah ada sebelumnya tanpa mengurangi ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja yang telah disepakati. Dalam hal terjadi pengalihan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru maka masa kerja yang telah dilalui para pekerja/buruh pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang lama harus tetap dianggap ada dan diperhitungkan oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru.

PERMASALAHAN PRAKTEK OUTSOURCING Masalah pertama, adanya dampak negatif bagi pekerja, yaitu tidak adanya kepastian jaminan kerja bagi pekerja di mana dengan sistem outsourcing untuk mendapatkan upah pekerja yang murah pengusaha melakukan penutupan perusahaan dengan berbagai alasan;tingkat kesejahteraan yang menurun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan. Masalah kedua, adalah penentuan mitra outsourcing. Seperti diketahui bahwa salah satu kunci kesuksesan dari outsourcing adalah kesepakatan untuk membuat hubungan jangka panjang tidak hanya kepada proyek jangka pendek, dengan alasan perusahaan outsourcing harus memahami proses bisnis dari perusahaan. Namun ternyata hal ini tidak mudah dilakukan di Indonesia.

Masalah ketiga, meskipun sudah ada pengaturan tetapi masih terdapat celah permasalahan hukum yang terkait dengan penerapan outsourcing di Indonesia yaitu tidak ada petunjuk bagaimana perusahaan melakukan klasifikasi terhadap pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang perusahaan yang merupakan dasar dari pelaksanaan outsourcing, tidak ada kejelasan bagaimana hubungan hukum antara karyawan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa outsourcing dan tidak ada mekanisme penyelesaian sengketa bila ada karyawan outsourcing yang melanggar aturan kerja pada lokasi perusahaan pemberi kerja.

Terimakasih