UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) SECARA IN VITRO TERHADAP Candida albicans

dokumen-dokumen yang mirip
PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

dalam jumlah dan variasi struktur yang banyak memungkinkan untuk memmpelajari aplikasinya untuk tujuan terapeutik. IV.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB I PENDAHULUAN. Candida yang dapat menyebabkan infeksi kulit dan selaput lendir. C. albicans

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle) merupakan buah yang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENGUJIAN DAYA MORTALITAS FUNGISIDA PADA ARSIP KERTAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

ANALISIS KLT-BIOAUTOGRAFI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96% DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA SAUS TOMAT YANG BEREDAR DI PASAR PAGI SAMARINDA. Eka Siswanto Syamsul, Reny Nur Mulyani, Siti Jubaidah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

REAKSI KURKUMIN DAN ETIL AMIN DENGAN ADANYA ASAM

Ros Sumarny, Ratna Djamil, Afrilia Indira S. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA rosaries15@yahoo.com ABSTRAK

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi Dasar Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Universitas

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

KETERAMPILAN LABORATORIUM DAFTAR ALAT LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI EKSTRAK METANOL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang banyak ditumbuhi. berbagai jenis tanaman herbal. Potensi obat herbal atau

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian tentang pemanfaatan kunyit putih (Curcuma mangga Val.) pada

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

MASERASI SEBAGAI ALTERNATIF EKSTRAKSI PADA PENETAPAN KADAR KURKUMINOID SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb)

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODA

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L) TERHADAP PERTUMBUHAN Trichophyton rubrum SECARA in vitro

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) SECARA IN VITRO TERHADAP Candida albicans ABSTRAK Heru Sudrajad, Firman Al Azar Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Penelitian dan Pengembang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obatobatan yang tergolong dalam suku temutemuan (Zingiberaceae) sering dimanfaatkan masyarakat baik sebagai bumbu masakan maupun digunakan sebagai bahan obat.temu lawak diketahui mengandung senyawa kimia kurkuminoid dan minyak atsiri. Negara Indonesia memiliki iklim tropis dengan udara lembab dan panas. Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi terutama di negaranegara tropis. Tujuan penelitian untuk mengetahui aktivitas minyak atsiri rimpang temu lawak terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Penelitian dengan menggunakan konsentrasi minyak atsiri masingmasing 0,25; 0,3; 0,35; 0,4; 0,45 dan 0,5%. Ketokonazol 2% dan metanol sebagai baku pembanding kontrol positif dan negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang temu lawak dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Semakin besar konsentrasi maka ratarata diameter pertumbuhan jamur semakin menurun. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri konsentrasi 0,25 sampai 0,5% dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Diamater daya hambat paling besar diperoleh pada minyak atsiri rimpang temu lawak dengan konsentrasi 0,5% dan diamater daya hambat paling kecil diperoleh dari minyak atsiri rimpang temulawak dengan konsentrasi 0,25%. Kata kunci: Curcuma xanthorriza Roxb., Candida albicans,minyak atsiri, invitro PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obatobatan yang tergolong dalam suku temutemuan (Zingiberaceae) sering dimanfaatkan masyarakat baik sebagai bumbu masakan maupun digunakan sebagai bahan obat. Temulawak merupakan komponen penyusun hampir setiap jenis obat tradisional yang dibuat di Indonesia. Hasil survei pemanfaatan tanaman obat dalam industri obat tradisional menunjukkan bahwa temulawak dipergunakan sebagai bahan baku 44 jenis produk obat tradisional. Penggunaan temulawak mengalami perkembangan, dimulai dari sediaan obat tradisional, melalui sediaan obat herbal terstandar, akhirnya menjadi sediaan fitofarmaka. Saat ini total serapan temulawak dalam industri obat tradisional dan obat fitofarmaka diperkirakan mencapai 8.750 ton/tahun (Kemala et al., 2004). Temulawak diketahui mengandung senyawa kimia yang mempunyai keaktifan fisiologi, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin dan turunannya. Kurkuminoid yang memberi warna kuning pada rimpang bersifat antibakteria, antikanker, antitumor dan antiradang, mengandung antioksidan dan hypokolesteromik. Sedangkan minyak atsiri berbau dan berasa yang khas. Kandungan minyak atsiri pada rimpang temulawak 312% Sedangkan untuk kurkuminoid, dalam temulawak 12%. Untuk menentukan persentase ini dilakukan 84

pemanasan pada temperatur 5055 o C, supaya tidak merusak zat aktifnya dan untuk mendapatkan warna yang baik dari kurkuminoid (Parahita, 2007). Minyak atsiri pada rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) mengandung sikloisoren, mirsein, dkamfer ptolil metilkarboni, zat warna kurkumin, felandrena, turmerol dan pati (Soesilo, 1989). Negara Indonesia memiliki iklim tropis dengan udara lembab dan panas. Dengan suasana yang demikian apabila hygenis lingkungan kurang diperhatikan, lingkungan yang padat dan sosio ekonomi yang rendah maka infeksi fungi akan mudah menyerang. Salah satu fungi yang menyerang yaitu Candida albicans. Candida albicans adalah sebuah jamur seksual diploid (sebuah bentuk ragi), dan merupakan agen penyebab infeksi oral dan vaginal oportunis pada manusia. Infeksiinfeksi jamur sistemik (fungemia) telah menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada pasien yang terganggu sistem kekebalannya (seperti pasien AIDS, kemoterapi kanker, transplantasi organ atau sumsum tulang). Disamping itu infeksi terkait rumah sakit pada pasien yang sebelumnya tidak dianggap berisiko (seperti pasien yang dirawat di unit perawatan intensif) telah menjadi salah satu penyebab kekhawatiran kesehatan utama (Masdin, 2010). Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di negaranegara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Dicarilah solusi pengobatan yang tepat terhadap infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dengan bahan yang mudah didapat oleh masyarakat luas dan harganya juga terjangkau. Karena itu dilakukan penelitian uji aktifitas antifungi minyak atsiri rimpang temulawak secara invitro terhadap Candida albicans. METODOLOGI Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rimpang temulawak, Candida albicans, methanol, PDA (Potato Dextrose Agar), aquades, vanillin, toluene, asam sulfat pekat, etil asetat, silika Gel GF 254, kertas cakram, NaCl 0,9% dan ketokonazol 2%. Alat Penelitian Alat yang digunakan yaitu labu alas bulat 5000 ml, kondensor, stahl destilasi, beaker glass 50 ml, 500 ml, gelas ukur 10 ml, erlenmeyer 500 ml, pipet, botol vial, timbangan analitik, timbangan digital, oven, lampu UV, cawan petri, tabung reaksi, hot plate, magnetic stirrer, autoclave, LAF, mikropipet. Jalannya Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu. Pelaksanaan penelitian dimulai penyulingan minyak atsiri dengan metode Stahl Destilasi. Selanjutnya minyak atsiri dianalisis dengan KLT. Penyiapan uji antijamur yaitu dengan pembuatan media PDA (Potato Dextro Agar), identifikasi jamur uji dan penyiapan mikroba uji, pembuatan suspensi jamur dan pengujian antijamur menggunakan minyak atsiri dengan konsentrasi masingmasing 0,25; 0,3; 0,35; 0,4; 0,45 dan 0,5%. Ketokonazol 2% dan metanol sebagai baku pembanding kontrol positif dan negatif dengan Metode Difusi Cakram. Kemudian data dianalisis dengan Uji OneWay Anova. 85

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Rendemen Minyak Atsiri Penyulingan minyak atsiri dari tanaman dalam skala laboratorium diperlukan untuk mengetahui mutu bahan yang mengandung minyak atsiri, yang akan diusahakan secara komersial (Ketaren, 1985). Penetapan rendemen minyak atsiri rimpang temulawak menggunakan alat destilasi stahl. Berat rimpang temulawak yang digunakan sebanyak 2 kg dan penyulingan dilaksanakan selama 46 jam, dimaksudkan supaya minyak atsiri yang terdapat dalam rimpang temulawak benarbenar tersuling. Rendemen minyak atsiri dihitung sebagai perbandingan antara volume minyak atsiri hasil penyulingan terhadap bobot bahan yang didestilasi. Rendemen minyak atsiri rimpang temulawak dengan dua kali perlakuan dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I. Hasil pengukuran rendemen minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Parameter Berat yang ditimbang (g) Volume minyaki atsiri (ml) Rendemen (% v/b) I 1000 4 0,4 % Keterangan : ratarata rendemen minyak atsiri 0,46% (v/b). Pengukuran II 1000 5,2 0,52 % Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa ratarata rendemen minyak atsiri rimpang temulawak yang diperoleh yaitu 0,46% v/b. 2. Hasil kromatografi lapis tipis Hasil penelitian kromatografi lapis tipis minyak atsiri rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel II. Tabel II. Hasil Perhitungan Rf Minyak Atsiri dari KLT No. Rf Kenampakan warna spot Tampak Mata UV 254 Reagen H 2 SO 4 : Vanillin (5:1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Rf 1 Rf 2 Rf 3 Rf 4 Rf 5 Rf 6 Rf 7 Rf 8 0,11 0,36 0,45 0,51 0,59 0,65 0,71 0,74 Kuning Abuabu kemerahan Abuabu kemerahan Abuabu kemerahan Abuabu Abuabu Abuabu kemerahan Abuabu Biru muda Abuabu kemerahan Biru kehijauan Putih tulang Ungu Kuning Merah muda 86

B Gambar 1. Keterangan Hasil kromatografi lapis tipis minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) A = Kenampakan kromatogram dilihat di bawah sinar UV 254 nm B = Kenampakan kromatogram setelah di semprot dengan Etanol Asam sulfat : Etanol Vanilin (5:1) A Pemeriksaan dengan menggunakan KLT ini dimaksudkan sebagai data pendukung untuk mengetahui senyawa dari minyak atsiri yang berkhasiat sebagai antifungi. Uji pendahuluan KLT dilakukan untuk menentukan fase gerak yaitu menggunakan fase gerak Etanol Asam sulfat : Etanol Vanilin (5:1) dan memberikan hasil pemisahan yang terbaik. Hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan komponen penyusun minyak atsri rimpang temulawak yang diambil dari kebun pada ketinggian ± 600 m dpl dapat dilihat dari jumlah spot dan R f hasil kromatografi. Berdasarkan hasil tersebut dapat pula diduga bahwa komponen penyusun minyak atsiri rimpang temulawak minimal tersusun dari delapan komponen minyak atsiri dengan R f minimal sebesar 0,11 dan R f maksimal sebesar 0,74. Berdasarkan spot yang muncul pada plat KLT, spot dengan R f sebesar 0,74 diduga senyawa tersebut merupakan senyawa dominan dalam minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.), dimana dugaan ini didasari oleh ukuran spot yang lebih besar apabila dibandingkan dengan ukuran spot yang lain. 3. Uji antifungi rimpang temulawak Uji aktivitas antifungi bertujuan untuk mengetahui daya hambat minyak atsiri rimpang temulawak terhadap jamur Candida albicans. Uji aktivitas antifungi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode difusi. Media yang digunakan dalam uji aktivitas antifungi adalah PDA (Potato Dextro Agar dengan jamur Candida albicans. Hasil dari daya hambat diperoleh dengan melakukan uji aktivitas antifungi menggunakan minyak atsiri yang dilarutkan dengan pelarut metanol, minyak atsiri berbagai konsentrasi yaitu 0,25%, 0,3%, 0,35%, 0,4%, 0,45% dan 0,5%. Dari Gambar 3 histogram hasil pengujian DDH (Diameter Daerah Hambat) pertumbuhan jamur Candida albicans yang diberi perlakuan uji minyak atsiri dengan berbagai konsentrasi setelah diinkubasi selama 2 x 24 jam diketahui bahwa diameter pertumbuhan jamur pada setiap konsentrasi perlakuan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan konsentrasi minyak atsiri rimpang temulawak. Pada perlakuan 87

Diameter Daya Hambat (mm) ketokonazol diameter pertumbuhan jamur sama dengan perlakuan uji pada minyak atsiri 0,5%. 30 25 20 15 10 5 0 A B C D E F G Konsentrasi Minyak Arsiri dan Ketokonazol Ulangan I Ulangan II Ulangan III Gambar 2.Histogram hubungan konsentrasi ketokonazol dan minyak atsiri rimpang temu lawak (Curcuma xanthorriza roxb.) terhadap diameter daya hambat (mm) Keterangan A : Ketokonazol 2% E : Minyak Atsiri 0,4% B : Minyak Atsiri 0,25% F : Minyak Atsiri 0,45% C : Minyak Atsiri 0,3% G : Minyak Atsiri 0,5% D : Minyak Atsiri 0,35% Adanya hambatan dari minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans karena adanya senyawasenyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri temulawak yang mempunyai sifat antifungi. Hasil dari uji kontrol minyak atsiri temulawak serta hasil uji hambatan dari beberapa konsentrasi minyak atsiri temu lawak dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4 berikut. Gambar 3. 0,45% Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dengan kontrol positif dan negatif Keterangan A : Ketokonazol 2% (Kontrol Positif) B : Minyak Atsiri C : Minyak Atsiri 0,5% D : Metanol (Kontrol Negatif) 88

Gambar 4. Hasil uji daya hambat beberapa konsentrasi minyak atsiri rimpang temu lawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Keterangan A : Minyak Atsiri 0,4% ; B : Minyak Atsiri 0,35% C : Minyak Atsiri 0,3% ; D : Minyak Atsiri 0,25 % Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi minyak atsiri rimpang temulawak maka diameter daya hambat akan semakin besar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Minyak atsiri rimpang temulawak dibuat konsentrasi 0,25 ; 0,3 ; 0,35 ; 0, 4 ; 0,45, dan 0,5% dapat memberikan hambatan pada pertumbuhan Candida albicans. 2. Diamater daya hambat paling besar di peroleh dari minyak atsiri rimpang temulawak dengan konsentrasi 0,5% dan setara dengan ketokonazol. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut minyak atsiri rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dengan metode dilusi dan bioautografi, perbandingan antara ekstrak dan minyak atsiri temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dengan berbagai konsentrasi serta menggunakan mikroba lain. DAFTAR PUSTAKA Gerai, 2007. Seribu Khasiat Temu lawak. Majalah Farmacia. Edisi April (Vol.6 No.9), Halaman: 28 (1813 hits). Guenther, E., 1987. Minyak Atsiri.Universitas Indonesia Press. Jakarta. Harborn, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. diterjemahkan oleh Padmawinata, K., dan Soediro. ITB. Bandung. Ketaren S., 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Lay, Bibiana W, Sugyo Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Cetakan pertama. CV Rajawali. Jakarta.. Moffat, A.C.. (1986). Clarke s Isolation and Identification of Drugs. Second Edition. London. The Pharmaceutical Press. Page 633. Sastrohamidjojo, H., 1991. Kromatografi. Edisi II. Liberty Press.Yogyakarta. Sastrohamidjojo, H., 2004, Kimia Minyak Atsiri. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Sundari, D & M. Wien Winarno., 2001. Informasi Tumbuhan Obat Sebagai Anti Jamur. Pusat Penelitian dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. Soesilo,. S., 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tjampakasari, Conny Riana., 2006. Karakteristik Candida albicans. Staf Pengajar Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 89